1011 2280 1 SM PDF
1011 2280 1 SM PDF
Abstrak: Budaya Cina peranakan merupakan hasil dari proses akulturasi beberapa
budaya. Namun budaya Cina peranakan kini tidak lagi dikenal oleh masyarakat modern
karena keunikannya yang kaya akan unsur ornamen yang bersifat filosofis tergantikan
oleh budaya modern yang serba praktis dan fungsionalis. Paper ini mencoba mengkaji
latar belakang sejarah dan keunikan budaya cina peranakan pada objek busana wanita
kebaya dan batik. Ditemukan akulturasi budaya Jawa, Belanda, dan Cina yang sangat
unik. Perbedaan dari ketiga budaya ini saling mempengaruhi satu sama lain dan
menghasilkan keunikan tersendiri yang tertuang pada kekayaan budaya Cina peranakan.
12
Journal of Art, Design, Art Education And Culture Studies (JADECS), Vol 2 No. 1 - April 2017
e-ISSN 2088-4419
adalah segala sesuatu yang diteruskan atau Hingga awal abad ke-20, kaum baba masih
diwariskan dari satu orang kepada orang lain mengikuti kostum Tionghoa dalam
sebagai anggota masyarkat, dengan cara berapakaian, yaitu baju tuikhim dan celana
belajar, disuruh (atau tidak disuruh) komprang (longgar atau baggy) sebagai
menirukan, diberi contoh atau teladan, tetapi pakaian sehari-hari. Baju tuikhim memiliki
bukan Sesutu yang diteruskan dan diwariskan ciri-ciri bukaan ditengah dengan lima buah
secara genetik. Oleh sebab itu, semua ciri kancing. Kancingnya terbuat dari bahan
fisik seperti warna kulit, bentuk mata, hidung, sejenis tali yang dipilin, lalu disimpulkan
dan lainnya yang diperoleh dari ayah dan ibu menjadi kancing. Kancing seperti ini dikenal
bukannlah suatu kebudayaan. Nilai-nilai dengan nama “kancing kepala capung”, sebab
kebudayaan dapat diperoleh dengan cara bagian kancingnya yang “jantan” mirip
memperhatikan atau meniru penggunaan dengan kepala capung. Bahannya adalah
bahasa, cara dan selera makan, cara katun atau sutra Tionghoa.
memasak, cara duduk, sopan santun, tutur Dikenal dua jenis baju tuikhim, yang
kata, tata nilai, keyakinan religious, berkerah dan yang tidak. Yang berkerah
pandangan hidup, keterampilan, kebiasaan, hanya boleh dipakai oleh para pejabat
dari orang tua, keluarga, teman, guru, Tionghoa yang diangkat Belanda (Chineesche
pemimpin, raja dan sebagainya. offtcieren), sedangkan orang biasa hanya
Kaum Cina peranakan sebagian besar diizinkan memakai baju thuikim yang tidak
merupakan campuran dari kaum migran berkerah. Sebagai padanan baju tukhim,
Hokkian dari provinsi selatan di Cina dengan dikenakan tngsna (“baju panjang”) dam
perempuan setempat. Pengaruh pihak wnabo (“topi mangkok”) untuk acara yang
perempuan dalam rumah tangga campuran ini lebih formal. Padanan dari baju tuikhim pada
melahirkan suatu budaya yang unik dan khas awalnya adalah celana komprang.
yang diturunkan dari generasi ke generasi, Celana komprang adalah celana yang
hingga pada saat terbentuknya komunias potongannya sangat lebar, tanpa tali kolor,
peranakan di Jawa yang solid dan signifikan. melainkan hanya dilipat di pinggang dan
(Mona Lohanda dalam Kwa, David, dkk., dikencangkan dengan angkin (angkin).
2009). Dalam kehidupan sehari-hari, Berbahan dasar sutra tenun berwarna hitam
kebudayaan golongan ini merupakan yang kuat buatan Tiongkok, diebut pangsi
campuran dari tiga unsur yaitu Jawa, Cina, (phangsi), sehingga bentuk celana ini juga
dan Belanda—walaupun ada juga sebagian dikenal segai celana pangsi. Seiring
kecil peranakan yang terpengaruh budaya di perkembangan zaman, sekalipun ketika
luar pulau Jawa. pemerintahan kolonial belum terang-terangan
mengizinkan orang Tionghoa mengenakan
BUSANA pakaian Barat, pantolan sudah dipakai
Pembagian strata sosial pada zaman bersama baju tuikhim, menggantikan celana
kolonial terbagi menjadi tiga kasta: golongan komprang yang dianggap kurang trendy.
pertama adalah Europeanen (orang Eropa dan
termaksud juga orang Jepang); golongan
tengah yang disebut Vreemde Oosterlingen
(Timur Asing, termaksud Tionghoa, Arab,
India, Moor dan lain-lain); serta golongan
bawah yang dijajah Inlanders (Bumiputera).
Dalam pembahasan budaya Cina peranakan
secara luas, busana dapat dikategorikan
menurut jenis kelaminnya, yaitu:
Busana Baba
Busana kaum baba dalam budaya
Cina peranakan mengalami banyak
perkembangan dari waktu ke waktu, seiring Gambar 1. Pakaian Baba dengan Pengaruh Eropa
dengan perubahan zaman dan lingkungan. Sumber: Data Pribadi, 2013
13
Devanny Gumulya, Nathalisa Octavia
KAJIAN AKULTURASI BUDAYA PADA BUSANA WANITA CINA PERANAKAN
Seiring dengan modernisasi di mereka akan suatu hal, misalnya suatu motif
Tiongkok dan runtuhnya dinasti Qing tertentu dapat memberi makna yang baik,
(Mancu) pada 1911, dilanjutkan oleh semakin namun apabila salah digunakan dapat
banyaknya orang Tionghoa yang boleh memberi pengaruh yang negatif. Motif
memakai pakaian “Belanda” setelah dekorasi Cina peranakan dapat dibagi
megajukan gelijkstelling (persamaan hak menjadi empat golongan, yaitu: alam
dengan orang Eropa), serta terakhir manusia, alam fauna, alam flora, alam benda
dicabutnya sepenuhnya larangan mengenakan dan simbol.
pakaian Eropa pada 1911, maka gaya
berpakaian baju tuikhim, celana komprang, Alam Manusia
dan tngsna pun kelama-lamaan digantikan Motif alam manusia menampilkan
oleh kemeja dan pantolan gaya Eropa (Kwa, figur dengan kisah yang memiliki nilai moral.
David; 2009). Sejak itu kaum baba tidak lagi Beberapa kisah yang sering digunakan dalam
memakai pakaian gaya Tionghoa, tapi beralih budaya Cina peranakan, khususnya pada
ke gaya Barat. mebel rumah, adalah:
a) Dua puluh empat (24) cerita anak berbakti
Busana Nyonya kepada orangtua
Busana nyonya mengalami perubahan b) Delapan dewa dan Shou Lao (Taois)
dari zaman ke zaman, sesuai dengan beberapa c) Fu Lu Shou (Caizi Shou)
faktor seperti pengaruh budaya luar dan d) Empat golongan masyarakat
lingkungan. Hingga akhir abad ke-19 dan e) 100 orang anak sedang bermain
awal abad ke-20, kaum Cina peranakan
(nyonya) di Jawa memakai baju kurung Alam Fauna (Hewan)
dipadankan dengan batik sebagai bawahan. a) Bangau
Baju kurung terbuat dari bahan yang tidak b) Burung Phoenix
transparan, dengan belahan di bagian c) Kupu-kupu
lehernya, dan disemat dengan semacam bros d) Naga
yang disebut peniti tak. Baju kurung e) Serangga
dikenakan dengan cara diselongsongkan dari
arah kepala. Setelah baju kurung, muncullah Alam Flora
baju panjang. Berbeda dengan baju kurung, a) Peony
baju panjang mempunyai bukaan di bagian b) Kilin
depan. Potongannya mirip kebaya panjang, c) Bambu
tapi tidak disambung di bagian bahu dan
lengan, lalu bagian dadanya dirapatkan Proses Akulturasi Budaya Cina Peranakan
dengan tiga buah peniti mas atau perak pada Busana Kaum Nyonya
berantai halus. Baju panjang pun lama- Cina merupakan negara yang
kelamaan semakin memendek untuk tergolong kuat dan berkebudayaan cukup
selanjutnya digantikan dengan kebaya. tinggi (Taher, 1997: 29). Orang-orang
Kebaya dimulai dengan kebaya renda, sampai Tionghoa terdapat di banyak negara. Imigran
kepada kebaya sulam yang bertahan sampai Tionghoa di negara-negara tersebut
sekarang. Perkembangannya akan dijelaskan mempunyai cara hidup berbeda dengan
lebih medalam pada penjelasan mengenai penduduk asli di negara-negara itu sendiri.
kebaya di bagian proses akulturasi budaya Sifat-sifat mereka yang tersendiri itulah yang
Cina peranakan. tidak memungkinkan mereka tenggelam
dalam budaya bangsa lain, sehingga timbul
Ragam Hias kepercayaan bahwa orang-orang Tionghoa
Dalam budaya Cina peranakan, motif tidak mungkin dilebur, tidak mungkin
merupakan suatu bentuk penggambaran yang dimasukan ke dalam masyarakat lain selain
memiliki makna dan arti. Kaum Cina masyarakat Tionghoa itu sendiri. Mitos
peranakan senang dengan penggunaan motif tersebut diciptakan oleh orang-orang asing,
dan unsur ornamental yang kerap kali terutama orang-orang Barat. Sebab bila
merupakan salah satu wujud kepercayaan mereka datang ke suatu negara yang memiliki
14
Journal of Art, Design, Art Education And Culture Studies (JADECS), Vol 2 No. 1 - April 2017
e-ISSN 2088-4419
15
Devanny Gumulya, Nathalisa Octavia
KAJIAN AKULTURASI BUDAYA PADA BUSANA WANITA CINA PERANAKAN
16
Journal of Art, Design, Art Education And Culture Studies (JADECS), Vol 2 No. 1 - April 2017
e-ISSN 2088-4419
sebagian kecil dan belum berkembang. Pada warna yang lebih variatif dan bunga-bunga khas Cina
yang disusun seperti buketan.
saat itu, batik yang dihasilkan berupa batik-
batik dengan pola yang bentuknya sangat
mirip dengan pola tekstil ataupun hiasan pada
keramik Cina kuna, yang umumnya
mempunyai makna filosofis tertentu,
misalnya banji melambangkan kebahagian
atau kelelawar melambangkan nasib baik.
Ketika batik Belanda mulai membanjiri pasar
sekitar tahun 1910, dan kebutuhan batik
Belanda meningkat, para pedagang Cina
memanfaatkan peluang tersebut dengan
membuat batik dengan pola dan ragam hias
yang mengandung unsur budaya Eropa,
meskipun dengan tata warna berbeda. Pola-
pola batik tersebut berupa bunga-bunga lotus,
seruni, serta buketan dengan burung- burung
kecil dan kupu-kupu.
17
Devanny Gumulya, Nathalisa Octavia
KAJIAN AKULTURASI BUDAYA PADA BUSANA WANITA CINA PERANAKAN
biru muda dipakai oleh gadis muda, biru dan waktu, maka akan ditemukan bagaimana
merah oleh wanita setengah baya, sedang pengaruh budaya barat terserap masuk ke
wanita-wanita lanjut usia memakai paduan dalam masyarakat Cina peranakan di
warna biru, cokelat, lembayung, dan hijau di Indonesia. Pada zaman yang terdahulu,
atas dasar putih. Hal ini sesuai dengan paham sebelum kebaya menjadi identitas pakaian
yang dianut orang Cina, bahwa usia nyonya Cina peranakan, pakaian yang
menentukan apa yang dipakai (Doellah, 2002, digunakan oleh kaum nyonya adalah baju
183). kurung. Baju kurung merupakan pakaian
Dari perkembangan batik di tradisional khas orang Melayu yang tersebar
Indonesia, dapat dilihat bagaimana peran melalui jalur perdagangan, dengan
setiap budaya yaitu: Indonesia (Jawa-kraton), karakteristik tanpa bukaan dibagian depan,
Cina, dan Belanda kemudian saling belahan di bagian lehernya, disematkan
mempengaruhi satu sama lain. semacam bros yang disebut peniti tak,
panjangnya sampai hampir ujung kaki, dan
dikenakan dengan cara diselongsongkan dari
arah kepala. Seiring perkembangan waktu,
baju kurung tidak lagi digunakan karena
dirasa tidak leluasa untuk bergerak, dan juga
penyesuaian dengan iklim tropis di Indonesia.
Gambar 9. Proses Akulturasi Batik Cina Peranakan Gambar 10. Baju Kurung
Sumber: Data Pribadi Sumber: The Nyonya Kebaya, 2004
18
Journal of Art, Design, Art Education And Culture Studies (JADECS), Vol 2 No. 1 - April 2017
e-ISSN 2088-4419
Seiring dengan modernisasi di Gambar 13. Penggunaan Lace pada Kaum Belanda
Tiongkok dan runtuhnya dinasti Qing Sumber: The Nyonya Kebaya, 2004
(Mancu) pada 1911, dilanjutkan oleh semakin
banyaknya orang Tionghoa yang boleh Kaum nyonya Cina peranakan
memakai pakaian “Belanda” setelah kemudian mengadopsi kebaya model orang
19
Devanny Gumulya, Nathalisa Octavia
KAJIAN AKULTURASI BUDAYA PADA BUSANA WANITA CINA PERANAKAN
Eropa tersebut dengan selera estetika mereka. karena impor kain voile dari Eropa yang
Modifikasi itu jelas terlihat pada tepi bawah muncul dengan bermacam-macam motif
kebaya yang pada kebaya Indo-Belanda rata, seperti polkadot atau bunga, merangsang
kemudian dibuat jadi meruncing (sonday). kreasi bagi kaum peranakan di Nusantara
Kebaya ini dinamakan kebaya renda. Kebaya untuk memodifikasinya menjadi bentuk
renda, seperti halnya baju panjang, kebaya baru, sehingga lahirlah kebaya biku.
dikencangkan dengan tiga bros (yang satu Kebaya biku yang disebut juga dengan
lebih besar dibandingkan yang dua lainnya) kebaya kerancang, merupakan jenis kebaya
berbahan emas atau perak. Bahan utama dari pertama yang menggunakan teknik
kebaya renda adalah organdi transparan yang embroidery, sebelum munculnya kebaya
dihiasi lace diujungnya, dengan potongan sulam. Pada kebaya biku, lace tidak lagi
yang lebih membentuk tubuh dibandingkan digunakan, dan digantikan dengan teknik cut-
dengan baju panjang. Kebaya renda work, yaitu teknik memotong kain dengan
dipadankan dengan camisole sebagai pakaian gunting kecil sehingga berlubang dan
dalam, dan sarung batik sebagai bawahan. membentuk seperti renda. Sulaman atau
embroidery pada kebaya biku hanyalah
pelengkap untuk memperindah keberadaan
printed voile itu sendiri, bukan menjadi
perhatian utama.
Sebelum mesin jahit ditemukan
sekitar akhir abad ke-18 di Eropa, sulaman
pada kebaya dikerjakan dengan tangan.
Namun setelah tahun 1920 dan 1930 ketika
banyak mesin jahit diimpor dari Eropa ke
daerah Asia Tenggara, pembuatan kebaya
mengandalkan mesin jahit. Meningkatnya
impor mesin jahit dari Eropa menyebabkan
kebaya biku semakin ditinggalkan, karena
kemampuan mesin jahit untuk menciptakan
sulaman atau embroidery yang lebih sulit,
sehingga selanjutnya kebaya sulam lahir. Hal
ini jugalah yang menjadi peluang besar
terciptanya beranekaragam morif dan desain
baru.
Gambar 14. Penerapan Lace pada Kebaya Cina
Sumber: The Nyonya Kebaya, 2004
20
Journal of Art, Design, Art Education And Culture Studies (JADECS), Vol 2 No. 1 - April 2017
e-ISSN 2088-4419
bangan terakhir dari bentuk kebaya, yang feminim. Karakter feminim disangkutpautkan
masih bertahan sampai sekarang dengan motif bunga; karena penuh warna,
eksistensinya. Kebaya sulam diartikan anggun, dan kompleks (Mahmood, 2004:
sebagai kebaya yang dilengkapi dengan 109). Selain penggunaan motif bunga,
teknik embroidery. Berbeda dengan kebaya beberapa kebaya juga menggunakan figur,
biku yang juga menggunakan teknik hewan atau motif geometri.
embroidery untuk memperindah printed voile
sebagai material dasar, kebaya sulam
menjadikan embroidery itu sendiri sebagai
fokus keindahan utama. Embroidery pada
kebaya sulam biasanya terletak di bagian
hemline (jahitan di sepanjang ujung bagian
bawah kebaya), lapels (jahitan dibagian
bawah kerah), lower front panels (jahitan di
area bawah kebaya), sleeves (jahitan di
bagian bawah lengan), back of the garment
(jahitan di belakang yang terletak di bagian
bawah kebaya).
21
Devanny Gumulya, Nathalisa Octavia
KAJIAN AKULTURASI BUDAYA PADA BUSANA WANITA CINA PERANAKAN
22
Journal of Art, Design, Art Education And Culture Studies (JADECS), Vol 2 No. 1 - April 2017
e-ISSN 2088-4419
Gambar 21. Akulturasi Budaya dan Faktor pengaruh pada Batik Cina Peranakan
Sumber: Data Pribadi
23
Devanny Gumulya, Nathalisa Octavia
KAJIAN AKULTURASI BUDAYA PADA BUSANA WANITA CINA PERANAKAN
Gambar 22. Akulturasi Budaya dan Faktor pengaruh pada Kebaya Cina Peranakan
Sumber: Data Pribadi
24
Journal of Art, Design, Art Education And Culture Studies (JADECS), Vol 2 No. 1 - April 2017
e-ISSN 2088-4419
25