Anda di halaman 1dari 5

DOUBLE TAX TREATIES (DTT) Mexico, yang isinya tentang juridiksi

pemajakan utama pada negara sumber


Kelvin Holmes – chapter 3 & 4 penghasilan (hal yg menguntungkan negara
Apa itu Double Tax Treaty? berkembang). Draft ini direvisi lagi thn 1946 di
London- yang mengubah dasar utama
Double Tax Treaty sering disebut juga Double Tax pemajakan transaksi internasional kembali
Agreement, Double Tax Convention atau Tax pada negara dimana Wajib pajak bertempat
Treaty. tinggal.
- Thn 1956 dibentuklah Organisation for
Tujuan Double Tax Treaty / P3B :
European Economic Coorperation (OEEC)
1. Menghilangkan pajak berganda yang bekerja membuat Draft DTA model
2. Mengalokasi beban pajak antara pemerintah bilateral.
yang melakukan persetujuan.
DTT – OECD Model
3. Mencegah pengelakan pajak (tax evasion) in
cross border context. - Thn 1960, OEEC berubah menjadi
Organisation for Economic Coorperation
Sejarah DTT
and Development (OECD)- masalahnya
- Pertama kali diperkenalkan di Jerman, saat di adalah saat itu anggota OECD terdiri dari 30
buat bilateral Double Tax Agreement antara negara merupakan negara barat yang umumnya
Prussia dan Austria thn 1899. negara industri , negara2 maju, atau negara
- Setelah perang dunia I , pada thn 1920, Jerman pengekspor modal (capital exporters).
memulai bentuk DTA dgn negara tetangganya. - Thn 1963 mempublish Draft DTA yg
- Thn 1920, Liga Bangsa2, memulai investigasi pertama, dan versi finalnya thn 1977. Model ini
problem juridical pajak ganda. menjadi standar negosiasi bilateral antara
- Thn 1923, sebuah Laporan Pajak Berganda negara, dan dipakai sebagai model DTA utk 2
disediakan oleh sekelompok ahli fiskal atau lebih negara2 maju. Selanjutnya negara
ekonomi diserahkan kepada Liga Economic bukan anggota juga mengadopsi model ini
and Financial Commission – dan inilah yang dalam rangka penjanjian antara negara anggota
menjadi Model Pertama Double Tax OECD dan negara bukan anggota.
Agreement, yang dipublish thn 1928. – Model - Kemudian diperkenalkan OECD model
ini umumnya membagi hak pemajakan pada coomentary= yang menjelaskan bagaiman tiap2
transaksi internasional kepada negara tempat artikel dari OECD model diinginkan,
Wajib Pajak berdomisili. diinterpretasikan, dan diaplikasikan, difasilitasi
dgn penafsiran umum.
Model Perjanjian Bilateral DTA - Kenyataan dari model OECD ini, jika negara
berkembang melakukan transaksi ekonomi dgn
- Thn 1928: Liga Bangsa2 membentuk Komite
negara maju, net incomenya selalu beralih ke
Fiskal utk mengembangkan model DTA, yg
negara maju. Sdg negara berkembang akan
selanjutnya thn 1933, membuat draft
dirugikan.
Multilateral DTA utk alokasi penghsilan dari
perusahaan industrial dan komersial, draft DTT, Model United Nation
direvisi thn 1935, namun model DTA ini tdk
pernah di adopsi. - Respons negara berkembang menyebabkan UN
- Hasil dari Konferensi Mexico Thn 1940 dan (PBB) mengembangkan model DTA, yg lebih
1943 , dihasilkan draft DTA- disebut Draft merefleksikan kepentingannya.
- Thn 1980, dikeluarkan Model DTA pertama- Multilateral DTT
Double Tax Convention antara negara maju
dgn negara berkembang. • Treaty of Rome -1957 utk Negara2 Eropa.
- Namun ini juga tdk menjamin hak pemajakan • Nordic Convention-1996 utk negara2
yg lebih besar pd negara2 sumber = ( sbg Denmark, Faroe Island, Finland, Iceland,
pengimpor modal/ juga sbg negara Norway dan Swedia.
berkembang, khususnya yg berhubungan dgn
penghasilan usaha dan penghasilan dari • Caricom Agreement- 1994 utk negara2
investasi (pasif income). Karibia- yang cenderung menggunakan-
- UN Model dilengkapi dgn lampiran komentar, Azas Sumber (source)
yang diperoleh dari OECD model
Legal Framework of DTT
commentary.
• Aturan dasar DTA adalah Vienna
Status OECD dan UN Model DTT
Convention of the Law of Treaties 1969
Factor yang mempengaruhi pengembangan model (the Vienna Convention)
DTA :
• DTA didesain utk diaplikasikan oleh
1. Ketidak setujuan diantara negara – negara otoritas hukum domestik, dan
terhadap pembagian yang cocok yang membutuhkan implementasi legislasi dari
dimasukkan pada perjanjian bilateral tiap2 negara utk melaksanakan DTA.
sebagai masalah kebijakan.
• Beberapa negara menganggap DTA juga
2. Ada kebingungan bahasa yang dipilih
sebagai Undang-Undang internalnya.
dalam DTA Bilateral untuk memperoleh
hasil yang diharapkan. • Dalam hal terdapat konflik antara Undang-
- Seharusnya DTA meminimalkan kompleksitas Undang internal dan ketentuan pd DTA,
biaya dari hukum pajak dengan memberikan beberapa negara memberikan pada aturan
arahan kepada negara – negara yang ingin domestik mereka bahwa ketentuan DTA
membuat perjanjian bilateral atau multilateral. melebihi ketentuan aturan domestik.
- Model DTA hanyalah arahan awal bagi negara
– negara untuk bernegosiasi. Tidak menjadi Penafsiran DTA
instrument yang harus digunakan bagi anggota
Terdapt 5 faktor yang harus diperhatikan dlm
OECD atau UN.
penafsiran DTA dibandingkan dgn pendekatan
Other Model – DTA umum dalam penafsiran Undang-Undang:

1. US Model tahun 1996 sebagai basis bagi 1) Dua negara terikat pd tiap2 DTA. Sehingga
USA untuk perjanjian bilateralnya yang kedua negara berniat untuk melakukannya.
menguntungkan negara residence (domisili)
2) DTA menangani hal yang lebih luas
2. Malaysia Model tahun 2000
daripada peraturan perundang-undangan
3. Mexico tahun 2000
dalam negeri. Pelaksanaan DTA pada 2
4. Croatia (1994)
level:
5. Peru (2001)
6. Sweden (1998) a. Level pertama: DTA adalah
kesepakatan antara negara-negara
dan
b. pada level yang lain: DTA Aturan dan Status dari DTA Model dan
merupakan perwujudan peraturan “OECD Commentary” nya
yang dapat diandalkan oleh
pembayar pajak dalam argumen • Aturan dan Status dari DTA model OECD dan
mereka terhadap pemerintah. “OECD commentary” nya- menurut Komite
OECD bagian Fiskal “ ...Penjelasan (The
3) DTA sering tdk menggunakan istilah yang commentaries) dapat menjadi penolong utama
sama istilah yang sama seperti undang- saat mengaplikasikan dan menafsirkan
undang domestik, misalnya istilah perjanjiaan, khususnya saat menyelesaikan
“enterprise” sering digunakan dlm DT, permasalahan.
tetapi tdk sering dlm aturan domestik.
• Sehubungan dgn Konteks persyaratan VC, ada
4) DTA tidak mengenakan pajak; mereka 2 masalah utama menurut pandangan Komite
secara eksklusif menawarkan keringanan OECD:
pajak
a. Sulit utk memberi komentar yang cocok
5) Penafsiran DTA dipengaruhi secara terhadap arti yang khusus terhadap
signifikan oleh OECD Model DTA dan “keadaan (context) ”, atau memperluas arti
komentarnya, yang mana tidak ada “context” , dan
interpretasi penafsiran undang-undang
domestik b. Status Commentary tdk jelas, jika:

Psl 31 dan 32 Vienna Convention (VC) a) Sebuah DTA yang ada sebelum
berhubungan dgn penagsiran DTA. Pd OECD Comenntary, atau
Model, pasal 3 ayat2, berhubungan dgn arti dari b) Satu atau kedua negara persetujuan tdk
istilah-istilah dlm sebuah DTA yg tdk anggota OECD (sehingga tdk
didefinisikan. memiliki bagian dari OECD
Penafsiran DTA diatur oleh kebiasaan-kebiasaan Comentarry)
internasional. Yang meru[akan perwujudan dari Kedudukan Hukum P3B
VC.
 P3B tidak memberikan hak pemajakan baru
The VC langsung dpt diaplikasikan pada negara2 kepada negara yangmengadakan P3B.
yang berkontrak jika negara tsb merupakan
bagian dari VC.  pengenaan pajak suatu negara atas suatu jenis
penghasilan didasarkan atas ketentuan
Bgmn terhadap negara yg tdk menandatangai VC? domestik negara tsb.
Sejak psl 31 dan 32 VC menerima prinsip2  apabila dalam P3B suatu negara diberi hak
internasional pd penafsiran treaty, terhadap nagara pemajakan atas suatu penghasilan tertentu,
yg bukan anggota VC namun mengaplikasikan tetapi negara tersebut berdasarkan hukum
kebiasaan2 dari aturan internasional, maka VC domestiknya tidak mengenakan pajak atas
masih dapat diaplikasikan dlm menfsirkan DTA, penghasilan tertentu tersebut maka negara
walaupun salah satu atau kedua negara tdk tersebut tidak dapat mengenakan pajak atas
menendatangai Convention, ataupun jika DTA penghasilan tertentu tersebut walaupun P3B
ditandatangani seblm VC disetujui thn 1969. memberikan hak pemajakan kepada negara
tersebut.
Penerapan Ketentuan P3B dan UU Domestik  Agar dapat diberlakukan Treaty harus
dapat digambarkan dalam tabel berikut ini : dijadikan hukum domestik terlebih dulu
melalui proses legislasi (”doctrine of
Ketentuan Ketentuan yang transformation”),
Ketentuan P3B
UU Domestik diberlakukan
Proses Pemberlakuan P3B
mengatur mengatur P3B

mengatur tdk mengatur UU Domestik

tdk mengatur mengatur UU Domestik

tdk mengatur tdk mengatur Tdk mengatur

Kedudukan Hukum P3B (lanjutan)

 P3B adalah perjanjian antara negara-negara


yang berdaulat sesuai dengan hukum
internasional. Kedudukan P3B di Hadapan UU PPH
 Negara-negara yang membuatnya wajib Pasal 32A UU PPH :
memastikan bahwa P3B dapat diterapkan
dalam hukum domestiknya. Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian
dengan pemerintah negara lain dalam rangka
 Terdapat dua aliran dalam menerapkan P3B di penghindaran pajak berganda dan pencegahan
dalam negeri: Monistic Principle dan Dualistic pengelakan pajak.“
Principle.
• Kedudukan tax treaty: lex specialis dari UU
Monistic Principle : PPh. (Penjelasan Pasal 32 A UU PPh)
 Hukum internasional dan Hukum nasional • Bila terjadi perbedaan pengaturan antara UU
menjadi hukum domestik dan Hukum PPh dan tax treaty, maka ketentuan dalam tax
Nasional tunduk kepada Hukum treaty yang diberlakukan (”Tax Treaty
Internasional (”doctrine of incorporation”), Superceeding Domestic Tax Laws”).
 Treaty yang telah disepakati dapat segera Landasan Hukum P3B
diberlakukan (”self executing”),
1. UUD 1945 (Pasal 11 (1))
 Treaty secara otomatis menjadi bagian hukum 2. UU 24 / 2000 tentang Perjanjian
domestik, Internasional (Pasal 4 (1))
3. UU PPh (Pasal 32A)
 Tidak perlu diundang-undangkan
4. Vienna Convention on the Law of Treaties
Dualistic Principle : (VLCT) 1969

 Hukum internasional terpisah dari Hukum “Vienna Convention on the Law of Treaties
nasional, 1969” (VCLT)

Article 26: “Pacta sunt servanda”


Every treaty in force is binding upon the parties to
it and must be performed by them in good faith.

(Setiap perjanjian yang berlaku mengikat para


pihak untuk itu dan harus dilakukan oleh mereka
dengan itikad baik.)

Article 27: Internal law and observance of


treaties

A party may not invoke the provisions of its


internal law as justification for its failure to
perform a treaty.

Satu pihak tidak boleh menggunakan ketentuan


hukum internalnya sebagai pembenaran atas
kegagalannya untuk melakukan perjanjian.

Article 31: General rule of interpretation

A treaty shall be interpreted in good faith in


accordance with the ordinary meaning to be given
to the terms of the treaty in their context and in the
light of its object and purpose;

(Suatu perjanjian harus ditafsirkan dengan itikad


baik sesuai dengan arti yang biasanya diberikan
pada istilah2 perjanjian sesuai konteksnya
dengan objek dan tujuan yang jelas;)

(kuharap ini bermanfaat :))

Anda mungkin juga menyukai