Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
BAB I
PENDAHULUAN
Kebutuhan air untuk keperluan sehari-hari, berbeda untuk setiap tempat dan
setiap tingkatan kehidupan. Biasanya semakin tinggi taraf kehidupan, semakin
meningkat pula jumlah kebutuhan air. Di Indonesia, berdasarkan catatan dari
Departemen Kesehatan, rata-rata keperluan air adalah 60 liter per kapita.
Keperluan air per kapita di negara-negara maju, jauh lebih tinggi dari keperluan di
Indonesia, misalnya untuk Amerika Serikat (Chicago: 800 L, Los Angeles: 640 L),
Perancis (Paris: 480 L), Jepang (Tokyo: 530 L), dan Swedia (Uppsala: 750 L).
1
P2
2
P2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
P2
Air”. Air yang termasuk kualifikasi badan air ialah waduk, saluran air, rawa-
rawa dan lain-lain. Karena masing-masing badan air itu di dalam kehidupan
sehari-sehari dihubung-hubungkan dengan kepentingan manusia, maka sering
badan-badan air itu diklarifikasikan lagi menurut kepentingan kegunaannya bagi
manusia. Karena kepentingan kegunaan dari badan-badan air bagi manusia
(maupun organime), maka persyaratan standar kualitas air perlu ditentukan.
Persyaratan kualitas air adalah atas pertimbangan bahwa karena jaringan
air itu sedemikian luas, maka tak mustahil dalam peredarannya pasti sampai di
tempat- tempat yang membahayakan penggunaannya oleh manusia (maupun
organisme). Lebih-lebih bila digunakan sebagai air minum, maka mutlaklah bila
persyaratan kualitas air minum dipakai.
Berdasarkan PP RI No. 20 tahun 1990, standarisasi kualitas airyang dapat
digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih
dahuludibagi menjadi:
Tabel 2.1 Syarat Fisika
No Paramater Satuan Kadar Maksimum Keterangan
1 Bau - - Tidakberbau
2 Jumlahzatpadatterlarut (TDS) mg/L 1000
3 Kekeruhan Skala NTU 5
4 Rasa - - Tidakberasa
5 Suhu °C Suhuudara (30 C)
6 Warna Skala TCU 15
4
P2
mg/L
12 Hexachiorobenzena 0,00001
mg/L
13 Lindane 0,004
14 Methoxychlor 0,03
5
P2
15 Pentachiorophenol 0,01
Jumlah per
2 Total Koliform 3
100ml
7
P2
8
P2
e. Pengaruh sinar
Kebanyakan bakteri tidak dapat mengalami fotosintesa bahkan setiap
radiasi dapat membahayakannya. Sinar tampak tidak berbahaya tetapi sinar
ultraviolet, sinar x, dan sinar radiasi yang gelombangnya lebih pendek
dari sinar tampak sangat berbahaya bahkan dapat mematikan bakteri.
f. Pengaruh mekanik
Tekanan udara dapat mempengaruhi kehidupan bakteri. Untuk
menghentikan bakteri dibutuhkan tekanan 600 atm, dan untuk mematikan
bakteri dibutuhkan tekanan 6000 atm.
g. Faktor kimia
Penggunaan bahan kimia kemungkinan dapat membunuh bakteri
seperti desinfektan- desinfektan germisida dan bakterisida. Zat-zat juga
tanpa merusak bakteri. Biasanya kerusakan- kerusakan akibat proses
oksidasi, koagulasi, depresi, dan ketegangan permukaan.
h. pH
Umumnya bakteri tidak suka hidup di pH yang terlalu basa dan
mereka cenderung untuk hidup di pH netral (pH=7) atau sedikit basa
(pH=7,4).
(Dwidjoseputro, 2005)
2.5. Perhitungan Jumlah Koloni
a. Perhitungan Dengan SPC
Standart Plate Count (SPC) digunakan untuk menemukan kepadatan
bakteri heterotrof dan fakultatif aerob. Dalam percobaan ini, pengukuran
dilakukan secara empiris karena bakteri dapat membentuk koloni rantai
kelompok. Dasar SPC adalah membuat suatu seri pengenceran bahan
dengan kelipatan 10. Setelah inkubasi, dilihat jumlah koloni tiap periode
yang digunakan colony encounter yang dilengkapi dengan register.
Perhitungan dan pencatatan koloni pada plate dilakukan sesegera mungkin
setelah periode ini selesai. Bila perhitungan ditunda, plate harus disimpan
pada suhu 5-10°C dan tidak boleh lebih dari 21 jam.
b. Perhitungan Manual
Perhitungan koloni secara manual dilakukan dengan menghitung
jumlah koloni terbanyak dan tersedikit. Sampel diencerkan hingga 2x
pengenceran, setelah waktu inkubasi, jumlah koloni dihitung secara
manual(dihitung biasa) jumlah koloni terbanyak dan tersedikit, kemudian
dicari rata-ratanya.
9
P2
10
P2
dua sel sempurna disebut waktu generasi. Selain waktu generasi dikenal pula
doubling time atau waktu penggandaan, yaitu waktu yang diperlukan oleh
sejumlah sel atau massa sel menjadi dua kali jumlah atau massa sel semula.
Doubling time pada setiap mikroba tidak sama antara berbagai
mikrobia. Hal ini tergantung kecepatan pertumbuhan mikroba itu sendiri.
Kecepatan pertumbuhan adalah perubahan jumlah atau massa sel per unit
waktu. Pertumbuhan mikrobia:
1) Sel prokariotik membelah secara biner: 1->2->4->8->16->32->64->n
2) Pembelahan sel dinyatakan sebagai fungsi 2 : 21 22 23 24 25 26 2n
3) Apabila jumlah sel setelah waktu tertentu = Nt maka Nt = 1 x 2n.
Jumlah total sel tergantung pada jumlah generasi (pembelahan) yang
terjadi didalam waktu tertentu.
4) Apabila jumlah sel awal = N0, jumlah sel dalam populasi dapat
dinyatakan sebagai berikut
Nt = N0 x 2n
1. Fase lag/adaptasi
Jika mikroba dipindahkan ke dalam suatu medium, mula-mula akan
mengalami fase adaptasi untuk menyesuaikan dengan kondisi lingkungan di
sekitarnya. Lamanya fase adaptasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya:
a. Medium dan lingkungan pertumbuhan
Jika medium dan lingkungan pertumbuhan sama seperti medium dan
lingkungan sebelumnya, mungkin tidak diperlukan waktu adaptasi. Tetapi
jika nutrient yang tersedia dan kondisi lingkungan yang baru berbeda dengan
sebelumnya, diperlukan waktu penyesuaian untuk mensintesa enzim-enzim.
b. Jumlah inokulum
Jumlah awal sel yang semakin tinggi akan mempercepat fase adaptasi.
Fase adaptasi mungkin berjalan lambat karena beberapa sebab, misalnya,
kultur dipindahkan dari medium yang kaya nutrien ke medium yang
kandungan nuriennya terbatas dan mutan yang baru dipindahkan dari fase
statis ke medium baru dengan komposisi sama seperti sebelumnya.
2. Fase log/pertumbuhan eksponensial
Pada fase ini mikroba membelah dengan cepat dan konstan mengikuti
kurva logaritmik. Pada fase ini kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi
oleh medium tempat tumbuhnya seperti pH dan kandungan nutrient, juga
kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembabanudara. Pada fase ini
mikroba membutuhkan energi lebih banyak dari pada fase lainnya. Pada fase
ini kultur paling sensitif terhadap keadaan lingkungan. Akhir fase log,
kecepatan pertumbuhan populasi menurun dikarenakan :
a. Nutrien di dalam medium sudah berkurang.
b. Adanya hasil metabolisme yang mungkin beracun atau dapat menghambat
pertumbuhan mikroba.
3. Fase stationer
Pada fase ini jumlah populasi sel tetap karena jumlah sel yang tumbuh
sama dengan jumlah sel yang mati. Ukuran sel pada fase ini menjadi lebih
kecil karena sel tetap membelah meskipun zat-zat nutrisi sudah habis. Karena
kekurangan zat nutrisi, sel kemungkinan mempunyai komposisi yang berbeda
dengan sel yang tumbuh pada fase logaritmik. Pada fase ini sel-sel lebih tahan
terhadap keadaan ekstrim seperti panas, dingin, radiasi, dan bahan-bahan
kimia.
12
P2
4. Fase Kematian
Pada fase ini sebagian populasi mikroba mulai mengalami kematian
karena beberapa sebab yaitu:
a. Nutrien di dalam medium sudah habis.
b. Energi cadangan di dalam sel habis.
Kecepatan kematian bergantung pada kondisi nutrien, lingkungan, dan
jenis mikroba.
2.8 Desinfektan
Desinfektan dapat diartikan sebagai bahan kimia yang digunakan
untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad remik seperti
bakteri dan virus, juga untuk membunuh mikroorganisme lainnya. Bahan
desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai,
ruangan, peralatan, dan pakaian. Beberapa contoh desinfektan yaitu:
a) Daun Sirih
Sirih (Famili: Piperaceae) merupakan salah satu tanaman yang
diketahui berkhasiat sebagai antiseptik dan desinfektan.Bagian yang
dipakai pada sirih adalah daunnya. Daun sirih (Famili: Piperaceae)
memiliki aroma yang khas yaitu rasa pedas, sengak, dan tajam. Rasa
dan aroma yang khas tersebut diakibatkan oleh kavikol dan
bethelphenol yang terkandung dalam minyak atsiri. Faktor lain yang
menentukan aroma dan rasa sirih adalah jenis sirih itu sendiri, umur
sirih, jumlah sinar matahari yang sampai ke bagian daun, dan kondisi
dedaunan bagian atas tumbuhan.
b) Bawang Putih
Bawang putih memiliki zat antibakterial sejenis minyak atsiri
dengan bau yang khas yang bernama allicin. Allicin mengandung
senyawa sulfur yang tidak stabil, adanya senyawa sulfur tersebut
diidentifikasikan sebagai prinsip anti bakteri yang potensial dari
bawang putih. Reaksi allicin dengan sistein yang terdapat dalam
bawang putih menghasilkan senyawa yang bekerja sebagai agen
antibakterial, yaitu dengan merusak gugus sulfidril yang penting
proliferasi kuman, sehingga kuman dihambat pertumbuhannya.
c) Lidah Buaya
Secara umum, lidah buaya dimanfaatkan sebagai penyubur
rambut, penyembuh luka, serta perawatan kulit, dan tidak sedikit
masyarakat yang menggunakan daging lidah buaya sebagai bahan
13
P2
15
P2
BAB III
METODE PERCOBAAN
16
P2
d. Menghitung growth rate atau nilai laju pertumbuhan spesifik (μ) dengan
menggunakan persamaan:
μ = ln x − ln xo
Keterangan :
μ = laju pertumbuhan spesifik
x = konsentrasi sel pada t tertentu
xo = konsentrasi sel awal
t = waktu yang dibutuhkan
Sedangkan doubling time tersebut dapat dirumuskan menjadi:
td = ln 2
μ
Keterangan :
td = doubling time
μ = laju pertumbuhan spesifik
ln 2 = konsentrasi sel (saat penggandaan)
2. Uji Desinfektan
a. Biarkan media dalam petridish sampai setengah padat kemudian taburi
dengan sampel yang sudah diencerkan secara merata ke permukaan media
menggunakan pipet tetes yang sudah disterilisasi.
17
P2
b. Biarkan media dalam petridish memadat kemudian buat lubang kecil pada
tengah-tengah media tersebut. Kemudian teteskan contoh desinfektan sesuai
variabel.
c. Simpan dalam ruang inkubasi selama waktu yang telah ditentukan (biasanya
± 2 hari).
d. Mencatat radius pertumbuhan diukur dari lubang yang dibuat (radius terjauh,
radius terdekat, dan rata-rata).
18
P2
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
19
P2
20
P2
Gambar 4.4 Pengaruh Jenis Desinfektan terhadap Radius Rata Rata Pertumbuhan
Mikroba
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa penggunaan ekstrak bawang putih
sebagai desinfektan menghasilkan radius rata-rata terbesar dibandingkan
pengguanaan ekstrak daun sirih maupun ekstrak lidah buaya sebagai desinfektan.
Allicin dan komponen sulfur lain yang terkandung di dalam bawang putih
dipercaya sebagai bahan aktif yang berperan dalam efek antibakteri bawang putih.
Zat aktif inilah yang dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri dengan spektrum yang
luas, hal ini telah dievaluasi di dalam banyak penelitian, bahwa bawang putih
memiliki aktivitas antibakteri yang cukup tinggi dalam melawan berbagai macam
bakteri, baik itu bakteri gram negatif maupun bakteri gram positif (Mikaili, 2013).
Bawang putih juga mengandung komponen minyak atsiri, yang juga memiliki
aktivitas antibakteri yang bekerja dengan mekanisme menghambat pembentukan
membran sel bakteri. Namun, potensi minyak atsiri sebagai antijamur dikenal jauh
lebih besar disbanding potensinya sebagai antibakteri. Satu lagi kandungan bawang
putih yang juga diyakini memiliki aktivitas antibakteri ialah flavonoid, yang bekerja
dengan cara mendenaturasi protein yang dimiliki bakteri. senyawa flavonoid ini juga
dikenal baik sebagai antioksidan. Flavonoid merupakan turunan senyawa fenol yang
dapat berinteraksi dengan sel bakteri dengan cara adsorpsi yang dalam prosesnya
melibatkan ikatan hidrogen (Gulfraz, 2014).
Berdasarkan hasil yang didapat, penelitian yang kami lakukan sesuai dengan
teori. Bawang putih memiliki kandungan senyawa antibakteri yang lebih banyak
dibandingkan dengan daun sirih ataupun lidah buaya. Kandungan antibakteri inilah
yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri pada sampel yang diuji, dan
bakteri cenderung menjauhi desinfektan.
21
P2
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Jumlah koloni total dipengaruhi oleh tempat penyimpanan. Tempat
penyimpanan dengan suhu optimum merupakan tempat yang baik untuk
perrtumbuhan mikroba.
2. Growth rate dan doubling time dipengaruhi oleh tempat penyimpanan.
Tempat penyimpanan dengan suhu tertinggi yaitu safety cabinet merukan
tempat dengan growth rate tertinggi, karena dengan meningkatnya suhu akan
meningkatkan reaksi kimia yang ada di dalam sel, sehinngga akan
meningkatkan laju pertumbuhan mikroba.
3. Radius rata-rata pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh jeis desinfektan.
Bawang putih yang memiliki kandungan antibakteri yang banyak merupakan
desinfektan yang baik.
5.2 Saran
1. Lakukan percobaan dengan alat yang disterilisasi terlebih dahulu
2. Teliti dalam menghitung jumlah koloni
3. Lakukan prosedur dengan teliti dan hati-hati agar mendapatkan hasil
percobaan yang akurat.
4. Gunakan ujung pipet untuk melubangi media
5. Pemindahan media ke petridish didekatkan dengan api bunsen agar tetap
steril
22
P2
DAFTAR PUSTAKA
23
P2
RINGKASAN
24
P2
BAB I
PENDAHULUAN
25
P2
26
P2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada,
jika ditumbuhkan didalam medium, tidak ada jasad renik yang dapat berkembang
biak. Sterilisasi harus dapat membunuh renik yang paling tahan panas yaitu spora
bakteri. Adanya pertumbuhan mikroorganisme menunjukkan bahwa
pertumbuhan bakteri masih berlangsung dan tidak sempurnanya proses sterilisasi.
Jika sterilisasi berlangsung sempurna, maka spora bakteri yang merupakan
bentuk paling resisten dari kehidupan mikrobia akan diluluhkan.
Sterilisasi yang paling umum dilakukan dapat berupa: sterilisasi secara fisik
(pemanasan, penggunaan sinar gelombang pendek yang dapat dilakukanselama
senyawa kimia yang akan disterilkan tidak akan berubah atau terurai akibat
temperatur atau tekanan tinggi). Sterilisasi secara kimia (misalnya
denganpenggunaan disinfektan). Sterilisasi secara mekanik, digunakan untuk
beberapa bahan yang akibat pemanasan tinggi atau tekanan tinggi akan
mengalami perubahan, misalnya adalah dengan saringan/filter. (Aditia, 2014)
Metode sterilisasi secara umum terbagi menjadi tiga, yaitu sterilisasi secara
mekanik, sterilisasi secara fisik, dan sterilisasi secara kimiawi.
a. Secara Mekanik
Sterilisasi mekanik adalah sterilisasi bahan yang tidak tahan panas,
seperti misalnya ekstrak tanaman, media sintetik tertentu, dan antibiotik
dilakukan dengan penyaringan. Dasar metode ini semata - mata ialah proses
mekanis yang membersihkan larutan atau suspensi dari segala organisme
hidup dengan melewatkannya pada suatu saringan, misalnya menggunakan
saringan Seitz.
b. Secara Fisik
Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara
lain :
Autoclave
Pada saat melakukan sterilisasi uap, kita sebenarnya memapakan uap jenuh
pada tekanan tertentu selama waktu dan suhu tertentu pada suatu objek,
sehingga terjadi pelepasan energi laten uap yang mengakibatkan denaturasi
atau koagulasi protein sel.
27
P2
Oven
Proses sterilisasi panas kering terjadi melalui mekanisme konduksi panas.
Panas akan diabsorpsi oleh permukaan luar alat yang disterilkan, lalu
merambat ke bagian dalam permukaan sampai akhirnya suhu untuk sterilisasi
tercapai. Sterilisasi panas kering biasanya digunakan untuk alat-
alat atau bahan dengan uap tidak dapat penetrasi secara mudah atau untuk
peralatan yang terbuat dari kaca.
Sinar Ultraviolet
Sinar ultraviolet umumnya digunakan untuk membantu mengurangi
kontaminasi di udara dan pemusnahan selama proses di lingkungan. Sinar
yang bersifat membunuh mikroorganisme (germisida) diproduksi oleh lampu
kabut merkuri yang dipancarkan secara eksklusif pada 253,7 nm.
Pendidihan
Penangas air mendidih mempunyai kegunaan yang sangat banyak dalam
sterilisasi jarum spoit, penutup karet, penutup dan alat-alat bedah. Bahan-
bahan ini harus benar-benar tertutupi oleh air mendidih dan harus mendidih
paling kurang 20 menit. Setelah sterilisasi bahan-bahan dipindahkan dan air
dengan pinset yang telah disterilisasi menggunakan pemijaran. Untuk
menigkatkan efisiensi pensterilan dari air, 5 % fenol, 1 – 2 % Na-carbonat
atau 2 – 3 % larutan kresol tersaponifikasi yang menghambat kondisi bahan-
bahan logam.
c. Secara Kimiawi
Sterilisasi Secara kimia, dapat dilakukan dengan cara Sterilisasi Gas
digunakan dalam pemaparan gas atau uap untuk membunuh mikroorganisme
dan sporanya. Meskipun gas dengan cepat berpenetrasi ke dalam pori dan
serbuk padat, sterilisasi adalah fenomena permukaan dan mikroorganisme
yang terkristal akan dibunuh.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sterilisasi ini termasuk kelembaban,
konsentrasi gas, suhu dan distribusi gas dalam chamber pengsterilan.
Penghancuran bakteri tergantung pada adanya kelembaban, gas dan suhu
dalam bahan pengemas, penetrasi melalui bahan pengemas, pada pengemas
pertama atau kedua, harus dilakukan, persyaratan desain khusus pada bahan
pengemas.
(Aditia, 2014)
28
P2
29
P2
BAB III
METODE PERCOBAAN
Pemindahan Aspergillus
niger dari biakan murni
Inkubasi
Pengamatan Hasil
30
P2
Gambar 3.2 Tabung reaksi Gambar 3.3 Beaker glass Gambar 3.4 Pipet tetes
31
P2
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
32
P2
1. Metode Gores
2. Metode Tebar
33
P2
3. Metode Tuang
4. Metode Tusuk
34
P2
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Sudut media mempengaruhi pertumbuhan Aspergillus niger, dimana pada
sudut 45o (media miring) menyebabkan permukaan media menjadi lebih luas
sehingga perumbuhan dapat lebih maksimal jika dibandingkan dengan media
tegak. Namun, metode pengambilan Aspergillus niger juga tetap diperhatikan,
karena jika metode yang digunakan tidak sesuai, maka pertumbuhan tidak dapat
maksimal.
5.2 Saran
1. Semua alat harus steril.
2. Melakukan prosedur dengan baik dan benar.
3. Pemindahan media ke petridish didekatkan dengan api bunsen agar tetap
steril.
4. Penyebaran Aspergillus niger dilakukan secara merata.
5. Pemilihan metode pengambilan yang teapt sesuai dengan jenis media.
35
P2
DAFTAR PUSTAKA
36