Anda di halaman 1dari 36

P2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan materi penting dalam kehidupan. Semua makhluk hidup


membutuhkan air. Misalnya sel hidup, baik hewan maupun tumbuhan, sebagian
besar tersusun oleh air, yaitu lebih dari 75% isi sel tumbuhan atau lebih dari 67%
isi sel hewan. Dari sejumlah 40 juta mil- kubik air yang berada di permukaan dan
di dalam tanah, ternyata tidak lebih dari 0,5% (0,2 juta mil-kubik) yang secara
langsung dapat digunakan untuk kepentingan manusia. Karena dari jumlah 40 juta
mil-kubik, 97% terdiri dari air laut dan jenis air lain yang berkadar-garam tinggi,
2,5% berbentuk salju dan es-abadi yang dalam keadaan mencair baru dapat
dipergunakan secara langsung oleh manusia.

Kebutuhan air untuk keperluan sehari-hari, berbeda untuk setiap tempat dan
setiap tingkatan kehidupan. Biasanya semakin tinggi taraf kehidupan, semakin
meningkat pula jumlah kebutuhan air. Di Indonesia, berdasarkan catatan dari
Departemen Kesehatan, rata-rata keperluan air adalah 60 liter per kapita.
Keperluan air per kapita di negara-negara maju, jauh lebih tinggi dari keperluan di
Indonesia, misalnya untuk Amerika Serikat (Chicago: 800 L, Los Angeles: 640 L),
Perancis (Paris: 480 L), Jepang (Tokyo: 530 L), dan Swedia (Uppsala: 750 L).

Sejalan dengan kemajuan dan peningkatan taraf kehidupan, tidak dapat


dihindari adanya peningkatan jumlah kebutuhan air, khususnya untuk keperluan
rumah tangga, sehingga berbagai cara dan usaha telah banyak dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan air, antara lain dengan; mencari sumber-sumber air baru
(air-tanah, air danau, air sungai, dan sebagainya), mengolah dan mentawarkan air
laut, mengolah dan memurnikan kembali air kotor yang berada di sungai, danau,
dan sumber lain yang umumnya telah tercemar baik secara fisik, kimia maupun
mikrobiologis. (Hamdiyati, 2010)

1.2 Rumusan Masalah


Air yang saat ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang
memenuhi standar kualitas air sudah jarang ditemukan. Karena saat ini air yang
digunakan tercemar oleh kontaminan-kontaminan yang ada di tanah, air maupun
udara. Air yang mengandung kontaminan ini bisa disebabkan karena aiar
terkontaminasi dengan limbah, kotoran atau sampah yang dihasilkan manusia,
atau dari mikroorganisme yang berkembang di air karena air adalah tempat yang

1
P2

baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Dalam praktikum ini dilakukan


pengujian jumlah koloni dalam air, kecepatan untuk bertumbuh serta waktu yang
d igunakan untuk menggandakan diri. Dan pengujian desinfektan dengan
membandingkan radius perkembangan dengan desinfektan.
1.3 Tujuan Percobaan
1. Mampu mengkaji pengaruh (sesuai variabel) terhadap jumlah koloni.
2. Mampu menentukan growth rate dan doubling time pertumbuhan koloni.
3. Mampu membandingkan radius perkembangan mikroba dengan desinfektan
berbeda baik jenis maupun konsentrasi (sesuai variabel) .
1.4 Manfaat Percobaan
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh (sesuai variabel) terhadap jumlah
koloni.
2. Mahasiswa dapat menentukan growth rate dan doubling time pertumbuhan
koloni.
3. Mampu membandingkan radius perkembangan mikroba dengan desinfektan
berbeda baik jenis maupun konsentrasi (sesuai variabel).

2
P2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mikroorganisme Air


Air tenang mengandung zat-zat organic maupun zat-zat anorganik dan oleh
karena itu merupakan tempat yang baik bagi kehidupan mikroorganisme. Faktor-
faktor biotis (dalam hal ini mikroba) yang terdapat di dalam air, menurut
Widiyanti (2004) terdiri dari:
1. Bakteri
2. Fungi (jamur)
3. Mikroalga
4. Protozoa
5. Virus
Mikroorganisme yang autotrof merupakan penghuni pertama dalam air
yang mangandung zat-zat anorganik. Sel-sel yang mati merupakan bahan organik
yang memungkinkan kehidupan mikroorganisme yang heterotrof. Temperatur
juga ikut menentukan populasi mikroorganisme di dalam air. Pada temperature
sekitar 30oC merupakan temperatur yang baik bagi kehidupan bakteri patogen
yang berasal dari hewan maupun manusia. Sinar matahari (terutama sinar
ultraviolet) memang dapat mematikan bakteri, akan tetapi daya tembus sinar
ultraviolet ke dalam air tidak maksimal. Air yang berarus deras kurang baik bagi
kehidupan bakteri. Hal ini berkaitan dengan tidak maksimalnya
perkembangbiakan bakteri, karena kebanyakan bakteri memerlukan
media/substrat yang tenang untuk perkembangbiakannya (Dwijoseputro, 2005).
Kandungan mikroorganisme dalam air alami sangat berbeda tergantung
pada lokasi dan waktu. Apabila air merembes dan meresap mealalui tanah akan
membawa sebagaian mikroorganisme bagian tanah yang lebih dalam. Air tanah
pada umumnya paling sedikit mengandung mikroorganisme dan air tanah yang
terdapat pada bagian yang dalam sekali hampir tidak mengandung
mikroorganisme. Sebaliknya air permukaan sering banyak mengandung
mikroorganisme yang berasal dari tanah dan dari organisme yang terdapat di
danau-danau dan sungai-sungai. Kehadiran mikroba di dalam air akan
mendatangkan keuntungan dan kerugian (Dwijoseputro, 2005).

2.2. Persyaratan Standarisasi Kualitas Air Minum


Air memiliki jaringan aliran yang luas, maka air di suatu tempat baik
yang mengalir maupun yang ada pada permukaan tanah tersebut disebut “Badan

3
P2

Air”. Air yang termasuk kualifikasi badan air ialah waduk, saluran air, rawa-
rawa dan lain-lain. Karena masing-masing badan air itu di dalam kehidupan
sehari-sehari dihubung-hubungkan dengan kepentingan manusia, maka sering
badan-badan air itu diklarifikasikan lagi menurut kepentingan kegunaannya bagi
manusia. Karena kepentingan kegunaan dari badan-badan air bagi manusia
(maupun organime), maka persyaratan standar kualitas air perlu ditentukan.
Persyaratan kualitas air adalah atas pertimbangan bahwa karena jaringan
air itu sedemikian luas, maka tak mustahil dalam peredarannya pasti sampai di
tempat- tempat yang membahayakan penggunaannya oleh manusia (maupun
organisme). Lebih-lebih bila digunakan sebagai air minum, maka mutlaklah bila
persyaratan kualitas air minum dipakai.
Berdasarkan PP RI No. 20 tahun 1990, standarisasi kualitas airyang dapat
digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih
dahuludibagi menjadi:
Tabel 2.1 Syarat Fisika
No Paramater Satuan Kadar Maksimum Keterangan
1 Bau - - Tidakberbau
2 Jumlahzatpadatterlarut (TDS) mg/L 1000
3 Kekeruhan Skala NTU 5
4 Rasa - - Tidakberasa
5 Suhu °C Suhuudara (30 C)
6 Warna Skala TCU 15

Tabel 2.2 Syarat Kimia Anorganik


No Paramater Satuan Kadar Maksimum Keterangan
1 Air Raksa mg/L 0,001
2 Alumunium mg/L 0,2
3 Arsen mg/L 0,05
4 Barium mg/L 1,0
5 Besi mg/L 0,3
6 Fluoria mg/L 0,5
7 Kadnium mg/L 0,005
8 Kesadahan mg/L 500
9 Klorida mg/L 250
10 Kromium mg/L 0,05
11 Mangan mg/L 0,1

4
P2

12 Natrium mg/L 200


13 Nitrat mg/L 10
14 Nitrit mg/L 0,1
15 Perak mg/L 0,05
16 pH - 6,5 – 8,5 Batas min-max
17 Selenium mg/L 0,01
18 Seng mg/L 5
19 Sianida mg/L 0,1
20 Sulfat mg/L 100
21 Sulfida mg/L 0,05
22 Tembaga mg/L 1,0
23 Timbale mg/L 0,05

Tabel 2.3 Syarat kimia organik


No Paramater Satuan Kadar Maksimum Keterangan

1 Aldrin dandieldrin mg/L 0,0007


mg/L
2 Benzena 0,01
mg/L
3 Benzo (a) Pyrena mg/L 0,00001
mg/L
4 Chlordane 0,0003
mg/L
5 Chloroform mg/L 0,03
mg/L
6 2,4 – D 0,10
mg/L
7 DDT mg/L 0,03
mg/L
8 Detergen 0,5
mg/L
9 1,2 – dichloroetane mg/L 0,01
mg/L
10 1,1 – dichloroetane 0,0003
mg/L
11 Heptachlor mg/L 0,003

mg/L
12 Hexachiorobenzena 0,00001
mg/L
13 Lindane 0,004

14 Methoxychlor 0,03

5
P2

15 Pentachiorophenol 0,01

16 Pestisida total 0,1

17 2,4 6 – trichlorophenol 0,01

18 Zat organic (KMnO4) 10

Tabel 2.4 Syarat Mikrobiologi


No Parameter Satuan Kadar maksimum Keterangan

1 Koliform tinja Jumlah per 0


100ml

Jumlah per
2 Total Koliform 3
100ml

Tabel 2.5 Syarat Radioaktivitas

No Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan

1 Aktivitas Alpha Bq/L 0,1

2 Aktivitas Beta Bq/L 1,0

Adapun beberapa syarat lainnya seperti:


a. Persyaratan biologi untuk air
Ditentukan baik oleh kehadiran mikroorganisme yang patogen
maupun juga yang non patogen. Patogen lebih memperoleh perhatian
terhadap penilaian persyaratan biologis. Sekalipun jika mikroorganisme
yang secara relatif tidak berbahaya bagi kesehatan, namun karena golongan
ini sering dalam jumlah berlebihan dapat mempengaruhi rasa, bau, estetis,
dan lain-lain.
b. Persyaratan fisis untuk air
Syarat fisis untuk air ditentukan oleh faktor-faktor kekeruhan, warna,
bau, dan rasa. Umumnya penilaian bau maupun rasa sering dilakukan
bersamaan sebagai suatu indikator, dimana antara keduanya sulit
dipisahkan secara kualitatif. Bagi air minum, persyaratan fisis ditetapkan
antara lain oleh faktor-faktor kekeruhan, warna maupun bau.
c. Persyaratan kimia untuk air
6
P2

Karena bahan kimia umumnya mudah larut dalam air, maka


tercemarnya air oleh bahan-bahan kimia yang larut perlu dinilai kadarnya
untuk mengetahui sejauh mana bahayanya eksistensi organisme.

2.3. Sifat Koloni


1. SifatUmumKoloni
Sifat-sifat yang perlu diperhatikan pada koloni yang tumbuh di permukaan
medium adalah:
a. Besar kecilnya koloni. Ada koloni yang hanya berupa suatu titik, ada pula
yang melebar sampai menutup permukaan medium.
b. Bentuk. Ada koloni yang bulat, ada yang memanjang, ada yang tepinya
rata, ada yang tepinya tidak rata.
c. Kenaikan permukaan. Ada koloni yang permukaannya halus, ada yang
permukaannya tidak rata.
d. Wajah permukaan. Ada koloni yang permukaannya mengkilat, ada yang
permukaannya suram.
e. Warna. Kebanyakan koloni bakteri itu berwarna keputihan atau
kekuningan. Akan tetapi ada juga yang kemerahan, coklat, jingga, biru,
hijau, dan ungu.
f. Kepekatan. Ada koloni yang lunak seperti lendir, seperti mentega, ada yang
keras dan kering.
(Tujiyanta, 2016)
2. Sifat Khusus koloni
a. Dalam medium padat
Disini dibicarakan sifat-sifat koloni yang tumbuh pada agar-agar
lempengan. Sifat-sifat koloni pada agar-agar lempengan mengenai
bentuk permukaan dan tepi. Bentuk koloni dilukiskan sebagai titik-titik,
bulat, berbenang, tak teratur, serupa akar, serupa kumparan. Permukaan
koloni dapat datar, timbul mendatar, timbul melengkung, mencembung,
timbul membukit, timbul berkawah. Tepi koloni ada yang utuh,
berombak, berbelah, bergerigi, berbenang-benang atau keriting.
b. Dalam medium cair
Medium cair itu pada dasarnya dapat diperoleh dengan tak
mencampurkan agar-agar atau gelatin kepadanya. Di dalam medium cair,
bakteri akan ketahuan sikapnya terhadap udara. Demikian pula sifat-sifat
koloninya akan kelihatan berbeda-beda. Pada permukaan medium dapat

7
P2

memperlihatkan adanya serabut cincin, langit-langit (Dwidjoseputro,


2005).
2.4. Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Koloni
a. Temperatur
Daya tahan terhadap temperature tidak sama bagi tiap-tiap spesies.
Ada spesies yang mati setelah mengalami pemanasan beberapa menit di
dalam cairan medium pada suhu 60oC. Sebaliknya bakteri jenis lain
membentuk spora seperti genus Bacillus dan genus Clostridium itu tetap
hidup setelah dipanasi dengan uap 100oC atau lebih selama kira-kira
setengah jam. Umumnya mikroorganisme hidup pada suhu 26oC.
b. Kebebasan
Dalam keadaan bebas protein dari bakteri lebih cepat menggumpal
daripada dalam keadaan kering pada suhu sama. Berdasarkan ini maka
sterilisasi barang-barang gelas di dalam oven kering memerlukan suhu
121oC dan waktu lebihdari 15 menit.
c. Medium
Medium yang digunakan harus memiliki zat-zat yang dibutuhkan
oleh mikroorganisme, yaitu protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan lain-
lain. Potato Dextrose Agar (PDA) merupakan media yang sangat umum
yang digunakan untuk mengembangbiakkan dan menumbuhkan jamur dan
khamir. Komposisi Potato Dextrose Agar ini terdiri dari bubuk kentang,
dextrose dan juga agar. Bubuk kentang dan juga dextrose merupakan
sumber makanan untuk jamur dan khamir. Potato Dextrose Agar bisa
digunakan untuk menghitung jumlah mikroorganisme menggunakan
metode Total Plate Count maupun sebagai tempat perkembangbiakkan
jamur.
d. Pengaruh perubahan nilai osmotik
Medium yang cocok bagi kehidupan bakteri adalah medium yang
isotonic terhadap isi sel bakteri jika ditempatkan di dalam suatu larutan
yang hipertonik terhadap sisi sel maka bakteri akan mengalami sitolisis.
Sebaliknya jika ditempatkan dalam suatu larutan yang hipotonik terhadap
sisi sel maka bakteri akan mengalami plasmolisis. Perubahan nilai-nilai
osmosis larutan medium tidak terjadi secara cepat akan tetapi perlahan-
lahan sebagai akibat penguapan air, maka bakteri dapat menyesuaikan diri,
sehingga tidak terjadi plasmologi secara mendadak.

8
P2

e. Pengaruh sinar
Kebanyakan bakteri tidak dapat mengalami fotosintesa bahkan setiap
radiasi dapat membahayakannya. Sinar tampak tidak berbahaya tetapi sinar
ultraviolet, sinar x, dan sinar radiasi yang gelombangnya lebih pendek
dari sinar tampak sangat berbahaya bahkan dapat mematikan bakteri.
f. Pengaruh mekanik
Tekanan udara dapat mempengaruhi kehidupan bakteri. Untuk
menghentikan bakteri dibutuhkan tekanan 600 atm, dan untuk mematikan
bakteri dibutuhkan tekanan 6000 atm.
g. Faktor kimia
Penggunaan bahan kimia kemungkinan dapat membunuh bakteri
seperti desinfektan- desinfektan germisida dan bakterisida. Zat-zat juga
tanpa merusak bakteri. Biasanya kerusakan- kerusakan akibat proses
oksidasi, koagulasi, depresi, dan ketegangan permukaan.
h. pH
Umumnya bakteri tidak suka hidup di pH yang terlalu basa dan
mereka cenderung untuk hidup di pH netral (pH=7) atau sedikit basa
(pH=7,4).
(Dwidjoseputro, 2005)
2.5. Perhitungan Jumlah Koloni
a. Perhitungan Dengan SPC
Standart Plate Count (SPC) digunakan untuk menemukan kepadatan
bakteri heterotrof dan fakultatif aerob. Dalam percobaan ini, pengukuran
dilakukan secara empiris karena bakteri dapat membentuk koloni rantai
kelompok. Dasar SPC adalah membuat suatu seri pengenceran bahan
dengan kelipatan 10. Setelah inkubasi, dilihat jumlah koloni tiap periode
yang digunakan colony encounter yang dilengkapi dengan register.
Perhitungan dan pencatatan koloni pada plate dilakukan sesegera mungkin
setelah periode ini selesai. Bila perhitungan ditunda, plate harus disimpan
pada suhu 5-10°C dan tidak boleh lebih dari 21 jam.
b. Perhitungan Manual
Perhitungan koloni secara manual dilakukan dengan menghitung
jumlah koloni terbanyak dan tersedikit. Sampel diencerkan hingga 2x
pengenceran, setelah waktu inkubasi, jumlah koloni dihitung secara
manual(dihitung biasa) jumlah koloni terbanyak dan tersedikit, kemudian
dicari rata-ratanya.

9
P2

Jumlah koloni dalam petridish = rata-rata jumlah koloni x luas petridish


x fp
Keterangan: Luas petridish = 63,585 cm2
Fp = 103

Gambar 2.1. Contoh Perhitungan Manual Koloni pada Petridish

2.6. Growth Rate dan Doubling Time


a. Growth rate
Growth rate adalah perubahan jumlah/massa sel persatuan waktu atau
sering disebut kecepatan pertumbuhan spesifik. Growth (pertumbuhan)
merupakan hal yang penting dalam fungsi mikroba.
x = x o tn
ln x = ln xo + µt

Keterangan : µ = laju pertumbuhan spesifik


xo = konsentrasi sel awal
x = konsentrasi sel pada saat t tertentu
n = banyaknya penggandaan
t = waktu yang dibutuhkan
Kecepatan tumbuh suatu bakteri biasanya dinyatakan sebagai jumlah
generasi persatuan waktu atau generasi per jam.
b. Doubling time
Pertumbuhan merupakan penambahan secara teratur semua komponen
sel suatu jasad. Pada jasad bersel tunggal (uniseluler) pembelahan atau
perbanyakan sel merupakan pertambahan jumlah individu sedangkan pada
jasad bersel banyak (multiseluler) pembelahan sel tidak menghasilkan
pertambahan jumlah individunya, tetapi hanya merupakan pembentukan
jaringan atau bertambah besar jasadnya. Pertumbuhan dapat meningkatnya
jumlah sel atau massa sel (berat kering sel). Pada bakteri perbanyakan diri
terjadi dengan cara pembelahan biner, yaitu dari satu sel membelah menjadi
2 sel baru. Waktu yang diperlukan untuk membelah diri dari satu sel menjadi

10
P2

dua sel sempurna disebut waktu generasi. Selain waktu generasi dikenal pula
doubling time atau waktu penggandaan, yaitu waktu yang diperlukan oleh
sejumlah sel atau massa sel menjadi dua kali jumlah atau massa sel semula.
Doubling time pada setiap mikroba tidak sama antara berbagai
mikrobia. Hal ini tergantung kecepatan pertumbuhan mikroba itu sendiri.
Kecepatan pertumbuhan adalah perubahan jumlah atau massa sel per unit
waktu. Pertumbuhan mikrobia:
1) Sel prokariotik membelah secara biner: 1->2->4->8->16->32->64->n
2) Pembelahan sel dinyatakan sebagai fungsi 2 : 21 22 23 24 25 26 2n
3) Apabila jumlah sel setelah waktu tertentu = Nt maka Nt = 1 x 2n.
Jumlah total sel tergantung pada jumlah generasi (pembelahan) yang
terjadi didalam waktu tertentu.
4) Apabila jumlah sel awal = N0, jumlah sel dalam populasi dapat
dinyatakan sebagai berikut
Nt = N0 x 2n

Keterangan : Nt = jumlah sel setelah waktu tertentu


No = jumlah sel awal
n = banyaknya penggandaan
td = doubling time
= laju pertumbuhan spesifik
ln 2 = konsentrasi sel (saat penggandaan)
(Setyaningrum, 2015)

2.7 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme


Ada 4 fase kurva pertumbuhan mikroorganisme, yaitu :
1. Fase lag
2. Fase log
3. Fase stationer
4. Fase kematian

Gambar 2.2 Kurva Pertumbuhan Mikroba


11
P2

1. Fase lag/adaptasi
Jika mikroba dipindahkan ke dalam suatu medium, mula-mula akan
mengalami fase adaptasi untuk menyesuaikan dengan kondisi lingkungan di
sekitarnya. Lamanya fase adaptasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya:
a. Medium dan lingkungan pertumbuhan
Jika medium dan lingkungan pertumbuhan sama seperti medium dan
lingkungan sebelumnya, mungkin tidak diperlukan waktu adaptasi. Tetapi
jika nutrient yang tersedia dan kondisi lingkungan yang baru berbeda dengan
sebelumnya, diperlukan waktu penyesuaian untuk mensintesa enzim-enzim.
b. Jumlah inokulum
Jumlah awal sel yang semakin tinggi akan mempercepat fase adaptasi.
Fase adaptasi mungkin berjalan lambat karena beberapa sebab, misalnya,
kultur dipindahkan dari medium yang kaya nutrien ke medium yang
kandungan nuriennya terbatas dan mutan yang baru dipindahkan dari fase
statis ke medium baru dengan komposisi sama seperti sebelumnya.
2. Fase log/pertumbuhan eksponensial
Pada fase ini mikroba membelah dengan cepat dan konstan mengikuti
kurva logaritmik. Pada fase ini kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi
oleh medium tempat tumbuhnya seperti pH dan kandungan nutrient, juga
kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembabanudara. Pada fase ini
mikroba membutuhkan energi lebih banyak dari pada fase lainnya. Pada fase
ini kultur paling sensitif terhadap keadaan lingkungan. Akhir fase log,
kecepatan pertumbuhan populasi menurun dikarenakan :
a. Nutrien di dalam medium sudah berkurang.
b. Adanya hasil metabolisme yang mungkin beracun atau dapat menghambat
pertumbuhan mikroba.
3. Fase stationer
Pada fase ini jumlah populasi sel tetap karena jumlah sel yang tumbuh
sama dengan jumlah sel yang mati. Ukuran sel pada fase ini menjadi lebih
kecil karena sel tetap membelah meskipun zat-zat nutrisi sudah habis. Karena
kekurangan zat nutrisi, sel kemungkinan mempunyai komposisi yang berbeda
dengan sel yang tumbuh pada fase logaritmik. Pada fase ini sel-sel lebih tahan
terhadap keadaan ekstrim seperti panas, dingin, radiasi, dan bahan-bahan
kimia.

12
P2

4. Fase Kematian
Pada fase ini sebagian populasi mikroba mulai mengalami kematian
karena beberapa sebab yaitu:
a. Nutrien di dalam medium sudah habis.
b. Energi cadangan di dalam sel habis.
Kecepatan kematian bergantung pada kondisi nutrien, lingkungan, dan
jenis mikroba.

2.8 Desinfektan
Desinfektan dapat diartikan sebagai bahan kimia yang digunakan
untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad remik seperti
bakteri dan virus, juga untuk membunuh mikroorganisme lainnya. Bahan
desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai,
ruangan, peralatan, dan pakaian. Beberapa contoh desinfektan yaitu:
a) Daun Sirih
Sirih (Famili: Piperaceae) merupakan salah satu tanaman yang
diketahui berkhasiat sebagai antiseptik dan desinfektan.Bagian yang
dipakai pada sirih adalah daunnya. Daun sirih (Famili: Piperaceae)
memiliki aroma yang khas yaitu rasa pedas, sengak, dan tajam. Rasa
dan aroma yang khas tersebut diakibatkan oleh kavikol dan
bethelphenol yang terkandung dalam minyak atsiri. Faktor lain yang
menentukan aroma dan rasa sirih adalah jenis sirih itu sendiri, umur
sirih, jumlah sinar matahari yang sampai ke bagian daun, dan kondisi
dedaunan bagian atas tumbuhan.
b) Bawang Putih
Bawang putih memiliki zat antibakterial sejenis minyak atsiri
dengan bau yang khas yang bernama allicin. Allicin mengandung
senyawa sulfur yang tidak stabil, adanya senyawa sulfur tersebut
diidentifikasikan sebagai prinsip anti bakteri yang potensial dari
bawang putih. Reaksi allicin dengan sistein yang terdapat dalam
bawang putih menghasilkan senyawa yang bekerja sebagai agen
antibakterial, yaitu dengan merusak gugus sulfidril yang penting
proliferasi kuman, sehingga kuman dihambat pertumbuhannya.
c) Lidah Buaya
Secara umum, lidah buaya dimanfaatkan sebagai penyubur
rambut, penyembuh luka, serta perawatan kulit, dan tidak sedikit
masyarakat yang menggunakan daging lidah buaya sebagai bahan

13
P2

makanan. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuandan teknologi,


semakin banyak industri farmasi dan perusahaan kosmetik
yangmemanfaatkan lidah buaya sebagai bahan baku produknya.
Salah satu contohnya adalah produk antiseptik.
Daun lidah buaya mengandung gel yang apabila daun tersebut
dikupas akan terlihat lendir yang mengeras, yang merupakan
timbunan cadangan makanan. Daun lidah buaya sebagian besar berisi
pulp atau daging daun yang mengandung getah bening dan lekat.
Sedangkan bagian luar daun berupa kulit tebal yang berklorofil.
Komposisi terbesar dari gel lidah buaya adalah air, yaitu 99,5 %.
Sisanya adalah padatan yang terutama terdiri darikarbohidrat, yaitu
mono dan polisakarida. Lidah buaya mengadung saponin yang
mempunyai kemampuan membunuh kuman, serta senyawa
atrakuinon dan kuinon sebagai antibiotik dan penghilang rasasakit
serta merangsang pertumbuhan sel baru pada kulit. Dalam jelli lidah
buaya terkandung lignin yang mampu menembus dan meresap
kedalam kulit. Sehingga jelli akan menahan hilangnya cairan tubuh
dari permukaan kulit. Akibatnya kulit menjadi tidak cepat
kering.Asam amino yang terkandung didalamnya akan membantu
perkembangan sel-sel baru, sekaligus menghilangkan sel-sel yang
telah mati.
d) Jeruk Nipis
Jeruk nipis atau limau nipis adalah tumbuhan perdu yang
menghasilkan buah dengannama sama. Tumbuhan ini dimanfaatkan
buahnya, yang biasanya bulat, berwarna hijau atau kuning, memiliki
diameter 3-6 cm, memiliki rasa asam dan agak pahit,agak serupa
rasanya dengan lemon dan dipakai perasan isi buahnya. Jeruk nipis
memiliki kandungan vitamin C yang tinggi, dengan tingginya
kandungan vitamin C pada jeruk nipis membuat buah ini sebagai
sumber antioksidan yang kuat.
2.9. Potato Dextrosa Agar (PDA)
Medium PDA terdiri dari bubuk kentang, dekstrosa, dan agar. Bubuk
kentang berfungsi sebagai sumber energi, nitrogen organik, karbon dan vitamin
bagi pertumbuhan jamur. Dekstrosa berfungsi sebagai sumber karbon. Agar
sebagai bahan pemadat medium, dan aquadest sebagai pelarut untuk
menghomogenkan medium dan sumber O2. Selain itu, pada medium ini juga
dapat ditambahkan asam atau antibiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
14
P2

Bahan-bahan selektif seperti acidulant, pewarna, atau antibiotik telah banyak


digunakan dalam isolasi dan penghitungan kapang untuk menghambat
pertumbuhan bakteri. PDA dapat digunakan untuk penghitungan jumlah
mikroorganisme dengan metode plate count (hitungan cawan) pada sampel
makanan, hasil ternak, maupun uji kosmetik.
PDA digunakan untuk menumbuhkan atau mengidentifikasi yeast dan
kapang. Dapat juga digunakan untuk enumerasi yeast dan kapang dalam suatu
sampel atau produk makanan. PDA cocok untuk pertumbuhan jamur. PDA
mengandung sumber karbohidrat dalam jumlah cukup sehingga baik untuk
pertumbuhan kapang dan khamir tetapi kurang baik untuk pertumbuhan bakteri
(Porang, 2013).

2.10 Sampel Air


Pengambilan sampel air dilakukan pada Hari Minggu tanggal 31 Maret 2019
pukul 21.28 WIB di Kamar Mandi Stasiun Tawang, Semarang. Air yang diambil
dalam keadaan bersih, tidak berbau, dan tidak berwarna.

Gambar 2.3 Bukti Pengambilan Sampel Air

15
P2

BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Beaker glass
2. Petridish
3. Erlenmeyer
4. Pengaduk
5. Kompor listrik
6. Pipet tetes
3.1.2 Bahan
1. Sampel Air
2. Aquadest
3. Media
4. Desinfektan
3.1.3 Gambar Alat

Pengaduk Timbangan Panci

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Langkah-langkah pendahuluan
1. Menyiapkan petridish yang sudah disterilisasi
2. Mengencerkan sampel dengan cara mengambil 10 ml sampel kemudian
diencerkan 100 ml, dan dari 100 ml diambil 10 ml lalu diencerkan lagi menjadi
100 ml.
3. Lanjutkan sampai didapatkan 4 kali pengenceran.
4. Menyiapkan media, mengambil 3,9 gram media kemudian tambahkan aquadest
kurang lebih 80 ml.
5. Panaskan media hingga mendidih.
6. Membagi media ke dalam petridish secara merata.

16
P2

3.2.2 Langkah langkah Percobaan PA


1. Uji Koloni
a. Biarkan media dalam petridish sampai setengah padat kemudian taburi
dengan sampel yang sudah diencerkan secara merata ke permukaan media
menggunakan pipet tetes yang sudah disterilisasi.
b. Simpan dalam ruang inkubasi dengan cara dibalik peletakannya selama
waktu inkubasi yang ditentukan. (Biasanya ± 2 hari)
c. Menghitung jumlah koloni terbanyak dan tersedikit (dihitung biasa),
kemudian dicari rata-ratanya.

Rata-Rata jumlah koloni = (terbanyak + tersedikit) / 2


Jumlah koloni dalam petridish = rata-rata jumlah koloni x luas petridish x fp
Keterangan : Luas petridish = 63,585 cm2
fp = 104

d. Menghitung growth rate atau nilai laju pertumbuhan spesifik (μ) dengan
menggunakan persamaan:

μ = ln x − ln xo

Keterangan :
μ = laju pertumbuhan spesifik
x = konsentrasi sel pada t tertentu
xo = konsentrasi sel awal
t = waktu yang dibutuhkan
Sedangkan doubling time tersebut dapat dirumuskan menjadi:

td = ln 2
μ
Keterangan :
td = doubling time
μ = laju pertumbuhan spesifik
ln 2 = konsentrasi sel (saat penggandaan)

2. Uji Desinfektan
a. Biarkan media dalam petridish sampai setengah padat kemudian taburi
dengan sampel yang sudah diencerkan secara merata ke permukaan media
menggunakan pipet tetes yang sudah disterilisasi.

17
P2

b. Biarkan media dalam petridish memadat kemudian buat lubang kecil pada
tengah-tengah media tersebut. Kemudian teteskan contoh desinfektan sesuai
variabel.
c. Simpan dalam ruang inkubasi selama waktu yang telah ditentukan (biasanya
± 2 hari).
d. Mencatat radius pertumbuhan diukur dari lubang yang dibuat (radius terjauh,
radius terdekat, dan rata-rata).

18
P2

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Tempat Penyimpanan terhadap Jumlah Koloni Total

Gambar 4.1. Pengaruh Tempat Penyimpanan terhadap Jumlah Koloni Total


Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan koloni terbanyak pada hari
pertama dan kedua terdapat pada sampel yang disimpan di inkubator.
Inkubator umumnya memiliki suhu 30 oC. Pada suhu 30 oC merupakan suhu
optimum suatu bakteri untuk timbuh. Suhu merupakan faktor fisik yang berpengaruh
pada laju pertumbuhan melalui pengaruhnya diantaranya terhadap reaksi kimia dan
stabilitas struktur molekul protein. Reaksi kimia akan meningkat dengan
meningkatnya suhu, karena peningkatan suhu menyebabkan peningkatan energi
kinetik reaktan. Pertumbuhan pada hakekatnya adalah hasil metabolisme, suatu reaksi
kimia terarah yang berlangsung di dalam sel yang dikatalisis oleh enzim. Maka
peningkatan suhu akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan hingga suatu saat
peningkatan suhu tidak diikuti dengan meningkatnya pertumbuhan (Subagiyo, 2015).
Berdasarakan hasil yang didapat, penilitian yang kami lakukan sesuai dengan
teori. Sampel yang disimpan pada inkubator yg memiliki suhu 37 oC memiliki jumlah
koloni total terbanyak. Karena pada suhu 30 oC terjadi pertumbuhan yg optimum.
4.2 Pengaruh Tempat Penyimpanan terhadap Growth Rate dan Doubling Rate

Gambar 4.2 Pengaruh Tempat Penyimpanan terhadap Growth Rate

19
P2

Gambar 4.3 Pengaruh Tempat Penyimpanan terhadap Doubling Time


Pada gambar 4.2 dapat dilihat bahwa growth rate tertinggi terdapat pada
variabel tempat penyimpanan safety cabinet dan yang terendah pada variabel tempat
pennyimpanan inkubator. Pada gambar 4.3 dapat dilihat bahwa doubling time
tertinggi terdapat pada variabel tempat penyimpanan inkubator dan yang terendah
terdapat pada variabel tempat penyimpanan safety cabinet.
Growth rate atau kecepatan pertumbuhan pada mikroba adalah perjumlahan
jumlah sel atau massa sel persatuan waktu, sedangkan doubling time adalah waktu
yang diperlukan sejumlah sel menjadi dua kali lipat jumlah semula. Sebagimana yang
telah diketahui bahwa safety cabinet memiliki suhu di atas 35 oC, lebih tinggi
dibandingkan suhu pada inkubator maupun kulkas. Suhu merupakan faktor fisik yang
berpengaruh pada laju pertumbuhan melalui pengaruhnya diantaranya terhadap reaksi
kimia dan stabilitas struktur molekul protein. Reaksi kimia akan meningkat dengan
meningkatnya suhu, dengan kata lain kecepatan pertumbuhan juga akan meningkat
(Subagiyo, 2015).
Berdasarkan teori yang ada, maka hasil penelitian yang telah kami lakukan
sesuai dengan teori yang berlaku. Dengan meningkatnya suhu akan meningkatkan
laju reaksi kimia yang ada dalam sel mikroba, sehingga kecepatan pertumbuhan
mikroba juga semakin besar.

4.3 Pengaruh Jenis Desinfektan terhadap Radius Rata Rata Pertumbuhan


Mikroba

20
P2

Gambar 4.4 Pengaruh Jenis Desinfektan terhadap Radius Rata Rata Pertumbuhan
Mikroba
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa penggunaan ekstrak bawang putih
sebagai desinfektan menghasilkan radius rata-rata terbesar dibandingkan
pengguanaan ekstrak daun sirih maupun ekstrak lidah buaya sebagai desinfektan.
Allicin dan komponen sulfur lain yang terkandung di dalam bawang putih
dipercaya sebagai bahan aktif yang berperan dalam efek antibakteri bawang putih.
Zat aktif inilah yang dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri dengan spektrum yang
luas, hal ini telah dievaluasi di dalam banyak penelitian, bahwa bawang putih
memiliki aktivitas antibakteri yang cukup tinggi dalam melawan berbagai macam
bakteri, baik itu bakteri gram negatif maupun bakteri gram positif (Mikaili, 2013).
Bawang putih juga mengandung komponen minyak atsiri, yang juga memiliki
aktivitas antibakteri yang bekerja dengan mekanisme menghambat pembentukan
membran sel bakteri. Namun, potensi minyak atsiri sebagai antijamur dikenal jauh
lebih besar disbanding potensinya sebagai antibakteri. Satu lagi kandungan bawang
putih yang juga diyakini memiliki aktivitas antibakteri ialah flavonoid, yang bekerja
dengan cara mendenaturasi protein yang dimiliki bakteri. senyawa flavonoid ini juga
dikenal baik sebagai antioksidan. Flavonoid merupakan turunan senyawa fenol yang
dapat berinteraksi dengan sel bakteri dengan cara adsorpsi yang dalam prosesnya
melibatkan ikatan hidrogen (Gulfraz, 2014).
Berdasarkan hasil yang didapat, penelitian yang kami lakukan sesuai dengan
teori. Bawang putih memiliki kandungan senyawa antibakteri yang lebih banyak
dibandingkan dengan daun sirih ataupun lidah buaya. Kandungan antibakteri inilah
yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri pada sampel yang diuji, dan
bakteri cenderung menjauhi desinfektan.

21
P2

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Jumlah koloni total dipengaruhi oleh tempat penyimpanan. Tempat
penyimpanan dengan suhu optimum merupakan tempat yang baik untuk
perrtumbuhan mikroba.
2. Growth rate dan doubling time dipengaruhi oleh tempat penyimpanan.
Tempat penyimpanan dengan suhu tertinggi yaitu safety cabinet merukan
tempat dengan growth rate tertinggi, karena dengan meningkatnya suhu akan
meningkatkan reaksi kimia yang ada di dalam sel, sehinngga akan
meningkatkan laju pertumbuhan mikroba.
3. Radius rata-rata pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh jeis desinfektan.
Bawang putih yang memiliki kandungan antibakteri yang banyak merupakan
desinfektan yang baik.

5.2 Saran
1. Lakukan percobaan dengan alat yang disterilisasi terlebih dahulu
2. Teliti dalam menghitung jumlah koloni
3. Lakukan prosedur dengan teliti dan hati-hati agar mendapatkan hasil
percobaan yang akurat.
4. Gunakan ujung pipet untuk melubangi media
5. Pemindahan media ke petridish didekatkan dengan api bunsen agar tetap
steril

22
P2

DAFTAR PUSTAKA

Benkeblia N. 2004. Antimicrobial activity of essential oil extracts of various onions


(Allium cepa) and garlic (Allium sativum). Lebensm.-Wiss. u.- Technol. 37:
263–268.
Dwidjoseputro, D. 1978. Pengantar Mikologi. Bogor: Penerbit Alumni: Bogor.
Dwidjoseputro. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Jambatan.
Effendi, Efni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan.Yogyakarta: Kasinus.
Farida. 2002. Proses Pengolahan Air Sungai Keperluan Air Minum.Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Gulfraz M, Imran M, Khadam S. 2014. A comparative study of antimicrobial and
antioxidant activities of garlic (Allium sativum L.) extracts in various localities
in Pakistan. Afr J Plant Sci. 8: 298-306.
Hamdiyati, Yanti. 2010. Mikrobiologi Lingkungan (Mikrobiologi Tanah dan
Mikrobiologi Air). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Hamdiyati, Yanti. 2011. Pertumbuhan dan Pengendalian Mikroorganisme II.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Mikaili P, Maadirad S, Moloudizargari M. 2013. Therapeutic uses and
pharmacological properties of garlic, shallot, and their biologically active
compounds. Iran J Basic Med Sci. 16 (10): 1031-1048.
Porang, Sulastri. 2013. Jenis-jenis Media dan Macam-macam Media. HYPERLINK
"http://www.academia.edu/11974936/JENIS-JENIS_MEDIA_DAN_MACAM-
MACAM_MEDIA. Diakses pada tanggal 27 April 2019.
Subagiyo, dkk. 2015. Pengaruh pH, Suhu Dan Salinitas Terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Asam Organik Bakteri Asam Laktat Yang Diisolasi Dari Intestinum
Udang Penaeid. Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan Universitas Diponegoro
Sutrisno, C. Totok. 1987. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta.
Tutiyanta. 2016. Buku Praktikum Mikrobiologi Pertanian. Yogyakarta: Universitas
Tidar.
Widiyanti, Ni Luh Putu Manik. 2004. Analisis Kualitatif Bakteri Koliform pada Depo
Air Minum Isi Ulang di Kota Singaraja Bali. Singaraja: Jurnal Ekologi
Kesehatan. Vol 3 No 1, April 2004 : 64 – 73.

23
P2

RINGKASAN

Mikroba merupakan organisme yang berukuran sangat kecil sehingga untuk


mengamatinya diperlukan alat bantuan seperti mikroskop. Tujuan dari percobaan ini
adalah dapat menguasai teknik pemindahan jamur dari suatu wadah ke wadah lain,
memahami berbagai macam proses sterilisasi, dan dapat membandingkan media
yang terbaik.
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada,
jika ditumbuhkan didalam medium, tidak ada jasad renik yang dapat berkembang
biak. Aspergillus niger merupakan jamur muliseluler (mempunyai inti lebih dari satu)
yang membentuk benang, benang hifa/ filamen. Secara mikroskopik (pada media SG
A+ antibiotik) jamur yang berbentuk mold membentuk koloni yang berserabut/
granuler koloninya tampak kasar (rough).
Dalam percobaan ini alat dan bahan yang digunakan adalah tabung reaksi,
petridish, inokulum,beaker glass, pipet tetes, media, dan Aspergillus niger. Langkah
awal yang harus dilakukan adalah Biarkan media dalam tabung reaksi memadat
(untuk media miring, sebelum memadat kedudukan tabung reaksi dibuat miring di
bawah 45°, kemudian dibiarkan sampai memadat). Pertumbuhan Aspergillus niger
lebih banyak pada media tegak dibandingkan dengan media miring, hal ini
menyimpang dari teori yang menyatakan bahwa semakin luas media maka
pertumbuhan Aspergillus niger semakin banyak pula. Penyimpangan ini terjadi
karena metode yang digunakan tidak sesuai dengan mediumnya. Kesimpulan yang
didapat pada praktikum ini yaitu sudut media mempengaruhi pertumbuhan
Aspergillus niger, dimana pada sudut 45o (media miring) menyebabkan permukaan
media menjadi lebih luas sehingga perumbuhan dapat lebih maksimal jika
dibandingkan dengan media tegak. Namun, metode pengambilan Aspergillus niger
juga tetap diperhatikan, karena jika metode yang digunakan tidak sesuai, maka
pertumbuhan tidak dapat maksimal.

24
P2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mikroba merupakan organisme yang berukuran sangat kecil sehingga untuk
mengamatinya diperlukan alat bantuan seperti mikroskop. Untuk dapat meneliti
mikroorganisme, kita harus dapat menumbuhkan mikroorganisme tersebut
. Mikroorganisme dapat berkembang secara alami ataupun buatan. Substrat yang
digunakan manusia dalam dalam mengembangkan dan menumbuhkan
mikroorganisme disebut media . Untuk itu harus dipahami jenis – jenis nutrien
yang disyaratkan oleh bakteri dan lingkungan fisik yang menyediakan kondisi
optimum bagi pertumbuhannya.
Saat ini beberapa materi telah memanfaatkan perkembangbiakan mikroba
maka dari itu keberadaannya sangat dibutuhkan sebagai biokatalis. Tetapi disisi
lain bakteri ada yang bersifat pathogen. Supaya mikroba tersebut tidak
menggangu dalam proses industri maka perlu disterilkan. Mikroba yang
menguntungkan dalam industri kimia pada saat ini sudah mulai dikembangkan
dalam media piaraan, sehingga kebutuhan bakteri yang berkatalisator dapat
terpenuhi.

1.2 Rumusan Masalah


Aspergillus Niger penting pada produksi asam sitrat yang banyak digunakan
pada berbagai makanan dan minuman ataupun sebagai pengawet dan peningkat
citarasa. Asam sitrat harus dimurnikan dari substrat fermentasi sehingga
keterlibatan jamur tidak lagi nampak. Aspergillus Niger juga dapat
mengkontaminasi makanan misalnya pada roti tawar, pada jagung yang disimpan
dan sebagainya. Banyak enzim berguna diproduksi oleh industri fermentasi dari
Aspergillus Niger. Misalnya, Aspergillus Niger glucoamylase digunakan dalam
produksi fructose corn syrup, dan pectinases digunakan dalam minuman buah-
buahan dan anggur. α-galactosidase, sebuah enzim yang merinci tertentu sugars
kompleks, merupakan komponen dari produsen obat yang mengklaim dapat
menurunkan perut kembung (Mulya, 2015). Oleh karena itu, pemindahan secara
aseptis Aspergillus niger guna sebagai biakan murni sangat penting dilakukan.

1.3 Tujuan Percobaan


1. Dapat menguasai teknik pemindahan jamur dari suatu wadah ke wadah lain.

25
P2

2. Memahami berbagai macam proses sterilisasi.


3. Dapat membandingkan media yang terbaik

1.4 Manfaat Percobaan


1. Mahasiswa dapat menguasai teknik pemindahan jamur dari suatu wadah ke
wadah lain.
2. Mahasiswa dapat memahami berbagai macam proses sterilisasi.
3. Mahasiswa dapat membandingkan media yang terbaik.

26
P2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sterilisasi

Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada,
jika ditumbuhkan didalam medium, tidak ada jasad renik yang dapat berkembang
biak. Sterilisasi harus dapat membunuh renik yang paling tahan panas yaitu spora
bakteri. Adanya pertumbuhan mikroorganisme menunjukkan bahwa
pertumbuhan bakteri masih berlangsung dan tidak sempurnanya proses sterilisasi.
Jika sterilisasi berlangsung sempurna, maka spora bakteri yang merupakan
bentuk paling resisten dari kehidupan mikrobia akan diluluhkan.
Sterilisasi yang paling umum dilakukan dapat berupa: sterilisasi secara fisik
(pemanasan, penggunaan sinar gelombang pendek yang dapat dilakukanselama
senyawa kimia yang akan disterilkan tidak akan berubah atau terurai akibat
temperatur atau tekanan tinggi). Sterilisasi secara kimia (misalnya
denganpenggunaan disinfektan). Sterilisasi secara mekanik, digunakan untuk
beberapa bahan yang akibat pemanasan tinggi atau tekanan tinggi akan
mengalami perubahan, misalnya adalah dengan saringan/filter. (Aditia, 2014)

2.2 Metode Sterilisasi

Metode sterilisasi secara umum terbagi menjadi tiga, yaitu sterilisasi secara
mekanik, sterilisasi secara fisik, dan sterilisasi secara kimiawi.
a. Secara Mekanik
Sterilisasi mekanik adalah sterilisasi bahan yang tidak tahan panas,
seperti misalnya ekstrak tanaman, media sintetik tertentu, dan antibiotik
dilakukan dengan penyaringan. Dasar metode ini semata - mata ialah proses
mekanis yang membersihkan larutan atau suspensi dari segala organisme
hidup dengan melewatkannya pada suatu saringan, misalnya menggunakan
saringan Seitz.
b. Secara Fisik
Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara
lain :
 Autoclave
Pada saat melakukan sterilisasi uap, kita sebenarnya memapakan uap jenuh
pada tekanan tertentu selama waktu dan suhu tertentu pada suatu objek,
sehingga terjadi pelepasan energi laten uap yang mengakibatkan denaturasi
atau koagulasi protein sel.
27
P2

 Oven
Proses sterilisasi panas kering terjadi melalui mekanisme konduksi panas.
Panas akan diabsorpsi oleh permukaan luar alat yang disterilkan, lalu
merambat ke bagian dalam permukaan sampai akhirnya suhu untuk sterilisasi
tercapai. Sterilisasi panas kering biasanya digunakan untuk alat-
alat atau bahan dengan uap tidak dapat penetrasi secara mudah atau untuk
peralatan yang terbuat dari kaca.
 Sinar Ultraviolet
Sinar ultraviolet umumnya digunakan untuk membantu mengurangi
kontaminasi di udara dan pemusnahan selama proses di lingkungan. Sinar
yang bersifat membunuh mikroorganisme (germisida) diproduksi oleh lampu
kabut merkuri yang dipancarkan secara eksklusif pada 253,7 nm.
 Pendidihan
Penangas air mendidih mempunyai kegunaan yang sangat banyak dalam
sterilisasi jarum spoit, penutup karet, penutup dan alat-alat bedah. Bahan-
bahan ini harus benar-benar tertutupi oleh air mendidih dan harus mendidih
paling kurang 20 menit. Setelah sterilisasi bahan-bahan dipindahkan dan air
dengan pinset yang telah disterilisasi menggunakan pemijaran. Untuk
menigkatkan efisiensi pensterilan dari air, 5 % fenol, 1 – 2 % Na-carbonat
atau 2 – 3 % larutan kresol tersaponifikasi yang menghambat kondisi bahan-
bahan logam.
c. Secara Kimiawi
Sterilisasi Secara kimia, dapat dilakukan dengan cara Sterilisasi Gas
digunakan dalam pemaparan gas atau uap untuk membunuh mikroorganisme
dan sporanya. Meskipun gas dengan cepat berpenetrasi ke dalam pori dan
serbuk padat, sterilisasi adalah fenomena permukaan dan mikroorganisme
yang terkristal akan dibunuh.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sterilisasi ini termasuk kelembaban,
konsentrasi gas, suhu dan distribusi gas dalam chamber pengsterilan.
Penghancuran bakteri tergantung pada adanya kelembaban, gas dan suhu
dalam bahan pengemas, penetrasi melalui bahan pengemas, pada pengemas
pertama atau kedua, harus dilakukan, persyaratan desain khusus pada bahan
pengemas.
(Aditia, 2014)

28
P2

2.3 Aspergillus niger

Gambar 2.1 Aspergillus niger


Klasifikasi jamur Aspergillus niger adalah sebagai berikut:
 Domain : Eukariot
 Kingdom : Fungi
 Subfilum : Ascomycota
 Class : Pezizomycota
 Ordo : Eurotides
 Family : Trichoco macaeae
 Genus : Aspergillus
 Spesies : Aspergillus niger
Aspergillus niger merupakan jamur muliseluler (mempunyai inti lebih dari
satu) yang membentuk benang, benang hifa/ filamen. Secara mikroskopik (pada
media SG A+ antibiotik) jamur yang berbentuk mold membentuk koloni yang
berserabut/ granuler koloninya tampak kasar (rough) .
Aspergillus niger termasuk ke dalam jamur jenis kapang. Aspergillus niger
mempunyai tubuh yang terdiri dari benang yang bercabang-cabang disebut hifa,
kumpulannya disebut misselium, tidak mempunyai klorofil dan hidup heterotrof.
Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna putih hitam. Kepala konidia
berwarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang lebih
longgar dengan bertambahnya umur. Konidiospora memiliki dinding yang halus,
hialin juga memiliki warna coklat. Aspergillus niger dan spora-spora dibentuk
dalam askus atau kotak spora. (Gautam,dkk., 2011)
Aspergillus Niger dapat tumbuh pada suhu 35ºC-37ºC (optimum), 6ºC-8ºC
(minimum), 45ºC-47ºC (maksimum) dan memerlukan oksigen yang cukup
(aerobik), dan Kisaran pH yang dibutuhkan 2,8 - 8,8 dengan kelembaban
80 - 90%. (Mulya, 2015).

29
P2

BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan


3.1.1 Alat yang Digunakan
1. Tabung reaksi
2. Inokulum
3. Beaker glass
4. Pipet tetes
5. Gelas ukur
6. Kompor listrik
3.1.2 Bahan yang Digunakan
1. Aspergillus niger
2. Potato Dextrose Agar (PDA)
3.2 Rancangan Percobaan
3.2.1 Variabel Operasi
1. Variabel Bebas : Media tegak dan media miring
2. Variabel Kontrol : Potato Dextrose Agar
3. Variabel Terikat : Pertumbuhan Aspergillus niger
3.2.2 Skema Rancangan Percobaan

Persiapan Alat dan Bahan

Sterilisasi Kawat Osse

Pemindahan Aspergillus
niger dari biakan murni

Inkubasi

Pengamatan Hasil

Gambar 3.1 Skema Rancangan Percobaan

30
P2

3.3 Gambar Alat

Gambar 3.2 Tabung reaksi Gambar 3.3 Beaker glass Gambar 3.4 Pipet tetes

Gambar 3.5 Gelas ukur Gambar 3.6 Kompor listrik

3.4 Cara Kerja


Langkah-langkah percobaan PSA:
1. Biarkan PDA dalam tabung reaksi memadat (untuk media miring, sebelum
memadat kedudukan tabung reaksi dibuat miring di bawah 45°, kemudian
dibiarkan sampai memadat).
2. Menyiapkan kawat osse, bunsen, dan HCl.
3. Mensterilkan kawat osse: panaskan kawat osse menggunakan bunsen
kemudian memasukkan ke larutan HCl kemudian panaskan kawat osse
lagi.
4. Memindahkan mikroorganisme dari biakan murni yang tersedia
menggunakan kawat osse yang sudah disterilisasi ke tabung media.
5. Simpan di dalam ruang inkubasi selama waktu inkubasi yang ditentukan.
6. Mengamati kenampakannya setelah waktu inkubasi.

31
P2

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Sudut Media Terhadap Pertumbuhan Aspergillus niger

Gambar 4.1 Media Miring Gambar 4.2 Media Tegak


Berdasarkan gambar 4.1 dan 4.2, terlihat bahwa pertumbuhan Aspergillus
niger hanya tampak dipermukaannya saja. Aspergillus niger tumbuh lebih
banyak pada media tegak sedangkan pada media miring pertumbuhan
Aspergillus niger kurang terlihat. Pada gambar 4.1 Aspergillus niger lebih
diperlihatkan warna kehitaman di permukaan media. Pada gambar 4.2
pertumbuhannya kurang teratur dan terlihat lebih berwarna keputihan karena
pertumbuhan mikroba lain.
Tabung reaksi yang dimiringkan 45° membuat media lebih tersebar ke
permukaan tabung sehingga memperbesar wilayah mikroorganisme untuk
tumbuh dan memudahkan proses inokulasi (Rizki S., dkk., 2012)
Dalam praktiknya, pertumbuhan Aspergillus niger lebih banyak pada
media tegak dibandingkan dengan media miring, hal ini menyimpang dari teori
yang menyatakan bahwa semakin luas media maka pertumbuhan Aspergillus
niger semakin banyak pula. Penyimpangan ini terjadi karena pada media miring
kelembapannya lebih tinggi daripada media tegak. Pada kelembapan yang
tinggi, pertumbuhan Aspergillus niger menjadi terhambat (Muchtar, dkk., 2011).

4.2 Teknik Pemindahan Aspergillus niger


Menurut Maharani, dkk (2012), ada beberapa metode yang dapat
digunakan untuk mengisolasi biakan murni mikroorganisme khususnya jamur
Aspergillus niger, yaitu:

32
P2

1. Metode Gores

Gambar 4.3 Metode Gores


Teknik ini menguntungkan secara ekonomi dan waktu, namun dibutuhkan
keterampilan. Inokulum digoreskan di permukaan media dalam cawan petri
dengan jarum pindah atau kawat osse steril. Berikut dilampirkan teknik-teknik
pada metode gores.

2. Metode Tebar

Gambar 4.4 Metode Tebar


Setetes inokulum diletakkan dalam sebuah medium bernutrien dalam cawan
petridish dan dengan menggunakan batang kaca yang bengkok dan steril.
Setetes inokulum diletakkan dalam sebuah medium agar nutrient dalam cawan
petri dan dengan menggunakan batang kaca yang bengkok dan steril. Inokulasi
itu disebarkan dalam medium batang yang sama dapat digunakan untuk
menginokulasi penyebaran mikroba yang merata dengan baik. Pada beberapa
cawan petri akan muncul koloni-koloni yang terpisah (Umkeketo, dkk., 2015).

33
P2

3. Metode Tuang

Gambar 4.5 Metode Tuang


Isolasi menggunakan media cair dengan cara pengenceran. Metode
pengenceran ini didasarkan pada penurunan jumlah mikroorganisme sehingga
akan ditemukan hanya satu sel pada waktu tertentu.

4. Metode Tusuk

Gambar 4.6 Metode Tusuk


Metode tusuk yaitu penetesan atau penusukan ujung jarum/osse yang
didalamnya terdapat inokulum, kedalam media bernutrien (Suwandi, dkk.,
2018).
Biakan tusukan dapat diperoleh dengan menusukkan ujung kawat yang
membawa bakteri lurus ke dalam media melalui tengah-tengah media. Ujung
kawat yang membawa bakteri ditusukkan ke dalam agar-agar dalam tabung
reaksi. Permukaan agar dalam tabung reaksi tidak miring, tetapi lurus. Dengan
cara ini diperoleh biakan tusukan (stab culture). Bakteri yang aerob akan
tampak tumbuh dekat permukaan media (Umkeketo, dkk., 2015).

34
P2

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Sudut media mempengaruhi pertumbuhan Aspergillus niger, dimana pada
sudut 45o (media miring) menyebabkan permukaan media menjadi lebih luas
sehingga perumbuhan dapat lebih maksimal jika dibandingkan dengan media
tegak. Namun, metode pengambilan Aspergillus niger juga tetap diperhatikan,
karena jika metode yang digunakan tidak sesuai, maka pertumbuhan tidak dapat
maksimal.

5.2 Saran
1. Semua alat harus steril.
2. Melakukan prosedur dengan baik dan benar.
3. Pemindahan media ke petridish didekatkan dengan api bunsen agar tetap
steril.
4. Penyebaran Aspergillus niger dilakukan secara merata.
5. Pemilihan metode pengambilan yang teapt sesuai dengan jenis media.

35
P2

DAFTAR PUSTAKA

Aditia, Lasinrang. 2014. Laporan Lengkap Praktikum Mikrobiologi(Sterilisasi).


Makassar : Universitas Negeri Alauddin.
Rizki S., M., dkk. 2012. Inokulasi Mikroorganisme dan Mikroskop. Surabaya :
Institut Teknologi Sepuluh November.
Suwandi, Faghi Davi, Hasnah, dan M. Demmy. 2018. Pengaruh Penutup Tabung
Reaksi Terhadap Pertumbuhan Aspergillus niger. Semarang : Universitas
Diponegoro.
Gautam, Ajay K., dkk. 2011. Diversity Pathogenicityand Toxicology of A. niger: An
Important Spoilage Fungi. Research Journal Of Microbiology 6 (3): 270-280,
2011.
Umkeketo, Theresia Michelle, dkk. 2015. INOKULASI MIKROORGANISME.
Makassar : Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar.
Muchtar, Hendry, Kamsina, dan Indah Three Anova. 2011. PENGARUH KONDISI
PENYIMPANAN TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR PADA GAMBIR.
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 22 No. 1 Tahun 2011.

36

Anda mungkin juga menyukai