LAPKAS Eklampsia
LAPKAS Eklampsia
“ EKLAMPSIA “
Oleh:
Catur Mulyaningsih Sudiarso, S.Ked
0130840040
Pembimbing:
dr. Yusri Bija, Sp.OG, M.Kes
Hari :
Tanggal :
Tempat : SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD Jayapura
Mengetahui
Pembimbing/Penguji
i
LEMBAR PENILAIAN
Tanggal Presentasi:
Tanda tangan
JUDUL :
“ Eklampsia ”
No Variable yang dinilai Nilai dalam SKS
1 Ketepatan penentuan dan judul, data
kepustakaan, diskusi
2 Kelengkapan data :
- Kunjungan rumah :
- Kepustakaan :
3 Analisa data :
- Logika Kejadian :
- Hubungan kejadian dengan teori
4 Penyampain data :
- Cara Penulisan
- Cara berbicara dan audio visual
5 Cara diskusi
- Aktif/mampu menjawab pertanyaan secara logis
6 Kesimpulan dan saran (harus berkaitan dengan diskusi )
7 Daftar Pustaka
8 Total Angka
9 Rata-rata
ii
1 BAB I
PENDAHULUAN
1
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kejang pada ibu hamil disebut juga dengan eklampsia. Definisi
eklampsia adalah kejang pada perempuan dengan preeklampsia tanpa
penyebab lain. Preeklampsia merupakan kondisi ibu hamil dengan tekanan
darah tinggi melebihi atau sama dengan 140/90 yang terjadi setelah usia
kehamilan mencapai 20 minggu disertai dengan adanya proteinuria 300
mg/24 jam atau +1 pada pemeriksaan dipstik. Preeklampsia sendiri harus
dibedakan dengan hipertensi gestasional dan hipertensi kronis. Pada
hipertensi gestasional, tekanan darah yang pertama kali didapatkan harus
140 mmHg pada tekanan sistolik dan 90 mmHg pada tekanan diastolik.
Pada hipertensi gestasional, tekanan darah akan kembali normal sebelum
12 minggu pasca partum. Hipertensi kronis merupakan suatu keadaan
tekanan darah 140/90 mmHg yang ditemukan sebelum kehamilan atau
terdiagnosis sebelum kehamilan 20 minggu. Hipertensi kronis tetap akan
ditemukan setelah 20 minggu pasca partum.
Kejang eklampsia bersifat kejang umum dan dapat terjadi sebelum,
saat, atau sesudah persalinan. Sebelum terjadinya eklampsia, umumnya
wanita hamil disertai dengan tanda-tanda perburukan gejala preeklampsia
seperti tekanan darah yang meningkat 160/110mmHg, proteinuria
sebanyak +2, adanya nyeri kepala yang menetap/gangguan visual maupun
gangguan serebral lainnya serta adanya nyeri epigastrik presisten.
2
2.3 Etiologi / Patogenesis
Etiologi dan patogenesis preeklampsia dan eklampsia sampai saat ini
masih belum sepenuhnya dipahami, masih banyak ditemukan kontroversi,
itulah sebabnya penyakit ini sering disebut “the disease of theories”. Pada
saat ini hipotesis utama yang dapat diterima untuk menerangkan terjadinya
preeklampsia adalah : faktor imunologi, genetik, penyakit pembuluh darah
dan keadaan dimana jumlah trophoblast yang berlebihan dan dapat
mengakibatkan ketidakmampuan invasi trofoblast terhadap arteri spiralis
pada awal trimester satu dan trimester dua. Hal ini akan menyebabkan arteri
spiralis tidak dapat berdilatasi dengan sempurna dan mengakibatkan turunnya
aliran darah di plasenta. Berikutnya akan terjadi stress oksidasi, peningkatan
radikal bebas, disfungsi endotel, agregasi dan penumpukan trombosit yang
dapat terjadi diberbagai organ.
3
Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan pernafasan berhenti.
Selama beberapa detik penderita sepertinya meninggal karena henti nafas,
namun kemudian penderita bernafas panjang, dalam dan selanjutnya
pernafasan kembali normal. Apabila tidak ditangani dengan baik, kejang
pertama ini akan diikuti dengan kejang-kejang berikutnya yang bervariasi
dari kejang yang ringan sampai kejang yang berkelanjutan yang disebut status
epileptikus.
Setelah kejang berhenti penderita mengalami koma selama beberapa
saat. Lamanya koma setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang
yang terjadi jarang, penderita biasanya segera pulih kesadarannya segera
setelah kejang. Namun pada kasus-kasus yang berat, keadaan koma
berlangsung lama, bahkan penderita dapat mengalami kematian tanpa sempat
pulih kesadarannya. Pada kasus yang jarang, kejang yang terjadi hanya sekali
namun dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan kematian.
Frekuensi pernafasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan
dapat mencapai 50 kali/menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia sampai
asidosis laktat, tergantung derajat hipoksianya. Pada kasus yang berat dapat
ditemukan sianosis. Demam tinggi merupakan keadaan yang jarang terjadi,
apabila hal tersebut terjadi maka penyebabnya adalah perdarahan pada
susunan saraf pusat.
2.5 Penatalaksanaan
Pritchard (1955) memulai standardisasi rejimen terapi eklampsia di
Parkland Hospital dan rejimen ini sampai sekarang masih digunakan. Pada
tahun 1984 Pritchard dkk melaporkan hasil penelitiannya dengan rejimen
terapi eklampsia pada 245 kasus eklampsia. Prinsip-prinsip dasar pengelolaan
eklampsia adalah sebagai berikut :
1. Terapi suportif untuk stabilisasi pada penderita.
2. Selalu diingat mengatasi masalah-masalah Airway, Breathing, Circulation
3. Kontrol kejang dengan pemberian loading dose MgSO4 intravena,
selanjutnya dapat diikuti dengan pemberian MgSO4 per infus atau MgSO4
4
intramuskuler secara loading dose diikuti MgSO4 intramuskuler secara
periodik.
4. Pemberian obat antihipertensi secara intermiten intra vena atau oral untuk
menurunkan tekanan darah, saat tekanan darah diastolik dianggap
berbahaya. Batasan yang digunakan para ahli berbeda- beda, ada yang
mengatakan 100 mmHg, 105 mmHg dan beberapa ahli mengatakan 110
mmHg.
5. Koreksi hipoksemia dan asidosis
6. Hindari penggunaan diuretik dan batasi pemberian cairan intra vena
kecuali pada kasus kehilangan cairan yang berat seperti muntah ataupun
diare yang berlebihan. Hindari penggunaan cairan hiperosmotik.
7. Terminasi kehamilan
5
Penggunaan nifedipine sangat dianjurkan karena harganya murah, mudah
didapat dan mudah pengaturan dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik.
3) Infus Ringer Asetat atau Ringer Laktat. Jumlah cairan dalam 24 jam sekitar
2000 ml, berpedoman kepada diuresis, insensible water loss dan CVP .
4) Perawatan pada serangan kejang :
Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang.
Masukkan sudip lidah ( tong spatel ) kedalam mulut penderita.
Kepala direndahkan , lendir diisap dari daerah orofarynx.
Fiksasi badan pada tempat tidur harus aman namun cukup longgar guna
menghindari fraktur.
Pemberian oksigen.
Dipasang kateter menetap ( foley kateter ).
5) Perawatan pada penderita koma : Monitoring kesadaran dan dalamnya koma
memakai “Glasgow – Pittsburg Coma Scale “.
Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita.
Pada koma yang lama ( > 24 jam ), makanan melalui hidung ( NGT =
Naso Gastric Tube : Neus Sonde Voeding ).
6) Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada :
Edema paru
Gagal jantung kongestif
Edema anasarka
7) Kardiotonikum ( cedilanid ) jika ada indikasi.
8) Tidak ada respon terhadap penanganan konservatif pertimbangkan seksio
sesarea.
Catatan:
Syarat pemberian Magnesium Sulfat:
Harus tersedia antidotum Magnesium Sulfat yaitu Kalsium Glukonas 10%,
diberikan iv secara perlahan, apabila terdapat tanda – tanda intoksikasi
MgSO4.
Refleks patella (+)
Frekuensi pernafasan > 16 kali / menit.
6
Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/ kg BB/ jam).
Pemberian Magnesium Sulfat sampai 20 gr tidak perlu mempertimbangkan
diurese
B. Pengobatan Obstetrik :
1) Semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri tanpa memandang
umur kehamilan dan keadaan janin.
2) Terminasi kehamilan
Sikap dasar : bila sudah stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan
metabolisme ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan
dibawah ini :
Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
Setelah kejang terakhir.
Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir.
Penderita mulai sadar ( responsif dan orientasi ).
3) Bila anak hidup dapat dipertimbangkan bedah Cesar.
7
3 BAB III
LAPORAN KASUS
A. ANAMNESA
1. Identitas Pasien
Nama penderita : Ny. R. S.
No. RM : 32 58 42
Tempat, Tanggal Lahir : Jayapura, 28 Juli 1996
Alamat : Bhayangkara III
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu RumahTangga (IRT)
Suku bangsa : Biak
Tanggal MRS : 11 April 2019, jam: 01.00 WIT
2. Keluhan Utama
Pasien G2P0A1 datang dengan membawa pengantar dari dokter Sp.OG.
8
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Asma (-), Alergi (-), Diabetes Mellitus (-), Hipertensi (-), dan
Penyakit Jantung (-), riwayat trauma (-).
6. Riwayat ANC
ANC 2x di Puskesmas, 1x di dr. Sp.OG
TT (-)
7. Riwayat Obstetri:
Riwayat Kehamilan : G2P0A1
1. Abortus
2. Hamil ini
8. Riwayat Pernikahan:
Usia Pernikahan: ♀ Umur: 22 Tahun, Pendidikan: SMA , Pekerjaan: IRT
♂ Umur: 27 Tahun, Pendidikan: SMA, Pekerjaan: Swasta
Menikah sah 4 tahun
Pernikahan ke: I Suami ke: I
9. Riwayat Menstruasi:
Menarche : 13 Tahun
Siklus Haid : Teratur, 28 hari. Lama haid: 5 Hari.
Gejala Penyerta : Nyeri (-)
9
Berapa lama :-
Sebab berhenti :-
B. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tinggi Badan : 152 cm
Berat badan : 62 kg
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 79 ×/menit
Respirasi : 20 ×/menit
Suhu Badan : 36,80C
SpO2 : 98%
Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) Sklera Ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), candidiasis oral(-), pembesaran tonsil (-)
Telinga : Bentuk (N), deformitas (-), edema (-), nyeri tekan(-)
Leher
Pembesaran kelenjar tiroid : (-)
Pembesaran kelenjar getah bening : (-)
Pembesaran vena jugularis : (-)
10
Thorax
Jantung : Bunyi jantung I dan bunyi jantung II normal,
murmur (-), gallop (-)
Paru : Gerakan simetris (+/+), retraksi (-/-), vokal
fremitus D=S, sonor, suara nafas: vesikuler (+/+),
rhonki (-/-), wheezing(-/-)
Ekstremitas
Akral hangat (+/+), CRT <2”
Edema
- -
- -
C. Status obstetri :
Inspeksi :
Palpasi : Tinggi Fundus Uteri : 31 cm
- Leopold I : Teraba bokong
- Leopold II : Teraba punggung disebelah kiri ibu
- Leopold III : Teraba kepala
- Leopold IV : Belum masuk PAP
BJA : 134 x/menit
HIS : 3x/10’/30”
Taksiran Berat Janin : (31 – 13) x 155 = 2.790 gram
Inspekulo : Tidak dilakukan
VT : Vulva/vagina : tidak ada kelainan
11
LJ : Memanjang, punggung kiri, letak
kepala, penurunan kepala 3/5
Portio : Tebal, lunak, arah axial
Pembukaan : 3 cm
Ketuban : (+)
Presentasi : Kepala, Station -1
Pelvimetri : Tidak dilakukan
D. RESUME
Pasien G2P0A1 datang dengan membawa pengantar dari dokter Sp.OG dengan
diagnosa gravida aterm 41 minggu dengan preeklamsia. Keluhan mules-mules
yang semakin sering dan bertambah kuat (+), keluar lendir bercampur darah
dari jalan lahir (-), keluar air-air dari jalan lahir (-), gerak janin dirasakan aktif
(+). Keputihan saat hamil (-), gatal (-), bau (-), dan demam (-).
HPHT : 27-06-2018 TP : 04-04-2019 UK : 41 minggu
Riwayat menstruasi: pasien mengaku menarche usia 13 Tahun, siklus haid
teratur 28 hari, lama haid 5 hari, gejala penyerta, seperti nyeri (-). Riwayat
penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga disangkal. Pemeriksaan ANC :
2x di PKM dan 1x di dr.Sp.OG, TT (-).
Tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 79 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu badan
36,80C, SpO2 98%.
Tinggi Fundus Uteri (TFU) 31 cm, BJA 134x/menit, HIS 3x dalam 10 menit
dengan durasi 30 detik, taksiran berat janin 2.790 gram. Pemeriksaan VT:
vulva/vagina tidak ada kelainan, letak janin portio tebal, arah axial, pembukaan
3 cm, ketuban (+), dan presentasi kepala, station -1.
E. DIAGNOSIS KERJA
G2P0A1 parturien aterm 41 minggu dengan preeklampsia.
12
F. FOLLOW UP RUANGAN VK
Waktu Follow up ruangan
11 April 2019 S Mules dirasakan semakin sering dan bertambah kuat
(05.00) O Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran :
Composmentis
TD : 140/90 mmHg N : 94x/menit RR : 22 x/menit
SB: 36,8C
Status Generalis : Dalam batas normal
Pemeriksaan Obstetri:
TFU : 31 cm
LJ : Memanjang, punggung kiri, letak kepala,
penurunan kepala 2/5
DJJ : 140 dpm
Kontraksi : 4x/10’/40”
TBJ klinis : 2.790 gr (Menurut Jhonson-Toshack)
VT : Vulva/vagina : Tidak ada kelainan
Portio : Tipis, lunak , arah anterior
Pembukaan : 6 cm
Ketuban : (+)
Presentasi : Kepala, Station +1, UUK kiri
anterior
A G2P0A1 Parturien Aterm Kala I Fase Aktif
P - Rencana persalinan pervaginam
- Observasi kemajuan persalinan dalam 4 jam
- Observasi DJJ dan HIS / 30 menit
- Observasi KU dan TTV / 1 jam
11 April 2019 S Mules dirasakan semakin sering dan bertambah kuat
(09.00) O Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran :
Compos mentis
TD : 170/80 mmHg N : 100x/menit RR : 22 x/menit
SB: 36,9C
Status Generalis : Dalam batas normal
Pemeriksaan Obstetri:
TFU : 31 cm
LJ : Memanjang, punggung kiri, letak kepala,
penurunan kepala 0/5
DJJ : 150 dpm
Kontraksi : 5x/10’/50”
TBJ klinis : 2.790 gr (Menurut Jhonson-Toshack)
VT : Vulva/vagina : Tidak ada kelainan
Portio : Tipis, lunak, arah anterior
Pembukaan : 9 cm
Ketuban : (+)
Presentasi : Kepala, Station +3, UUK kiri
anterior
A G2P0A1 Parturien Aterm Kala I Fase Aktif
13
P - Rencana persalinan pervaginam
- Pimpin ibu meneran saat datangnya HIS
- Observasi DJJ dan HIS tiap 10 menit
- Observasi KU dan TTV tiap 1 jam
11 April 2019 S Pasien kejang
(10.00)
O Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran :
sopor
TD : 170/130 mmHg N : 102x/menit RR : 18x/menit
SB: 37C
A G2P0A1 Parturien Aterm Kala I Fase Aktif + eklampsia
P - Pro SC cito a/i eklampsia
- Pasang infus 2 jalur
- Pasang kateter
- MgSO4 40% 4 gram IV
- Pasang O2 nasal 5L
- RL 500 cc 20 tpm
- Informed consent
- Observasi DJJ
- Observasi KU
- Inj. Ceftriaxone 2 gr
- Konsul anestesi
- Hubungi perinatology
14
Eksplorasi kavum uteri dengan kassa dan betadine
Dilakukan penjahitan 1 lapis di SBR dengan vicryl 1-0 simple pada sisi
dextra kemudian dilanjutnya dengan Teknik simple continue
Dilakukan penjahitan pada peritoneum dengan vicryl 1-0 dengan Teknik
simple continue
Dilakukan penjahitan fascia dengan vicryl 2-0 dengan Teknik simple
continue
Dilakukan penjahitan subcutis dengan vicryl 1-0 dengan Teknik simple
continue
Dilakukan penjahitan kutis dengan prolene 2-0 dengan Teknik subcuticular
Perdarahan durante operasi ± 400cc
Operasi selesai
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Lengkap Pre Operasi
15
Pemeriksaan Darah Lengkap Post Operasi
Protein +1 - mg/dL
+ : 15-30
I. RENCANA TERAPI
Terapi injeksi
Inj. Ceftriaxone 1x1 gr
Terapi oral
- Co-amoxiclav 3x500 mg
- Livron B-Plex 1x1 tab
- Paracetamol tab 3x500mg
16
J. FOLLOW UP POST OPERASI SECTIO CAESAREA
17
4 BAB IV
PEMBAHASAN
18
Pada kasus
- Pasien G2P0A1 datang ke IGD Bersalin RSUD Jayapura dengan membawa
pengantar dari dokter Sp.OG dengan diagnosa gravida aterm 41 minggu.
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 170/130,
pasien kejang, langsung diberikan MgSO4 40% 4 gram IV, pasang O2 nasal
5L. Setelah dilakukan operasi sectio caesarea, dilanjutkan dengan
pemberian MgSO4 10 gram/10 jam dan MgSO4 10 gram/6 jam.
19
5 DAFTAR PUSTAKA
1. Cuningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, et al. Hypertensive Disorders in
Pregnancy. In : William Obstetrics. 22th ed. Conecticut : Appleton and Lange,
2007 : 443 – 452.
2. Dekker GA, Sibai BM. Ethiology and Pathogenesis of Preeclampsia : Current
Concept. AmJ Obstet Gynecol 1998 ; 179 : 1359 – 75.
3. Lockwood CJ dan Paidas MJ. Preeclampsia and Hypertensive Disorders In
Wayne R. Cohen
4. Complications of Pregnancy. 5th ed. Philadelphia : Lippicott Williams dan
Wilkins, 2000 : 207 -26.
5. Sibai BM. Hypertension in pregnancy. In : Obstetrics normal and problem
pregnancies. 4th edition, Churchill Livingstone USA, 2002 : 573-96.
6. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working
Group on High Blood Pressure in Pregnancy. AmJ. Obstet Gynecol, 2000 ; 183
: S1 – S22.
7. Angsar MD dkk. Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan Di
Indonesia. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI
20