Anda di halaman 1dari 41

BAB 1

LATAR BELAKANG

Family centered care di definisikan olehAssociation for the care of children’s health(ACCH)
sebagai filosofi dimana pemberi perawatan mementingkan dan melibatkan peran penting dari
keluarga,dukungan keluarga akan membangun kekuatan,membantu untuk membuat suatu pilihan
yang terbaik, dan meningkatkan pola normal yang ada dalam kesehariannya selama anak sakit dan
menjalani penyembuhan.

Family centered didefinisikan menurut hanson(199,dalam dunts dan trivette 2009)sebagai


pendekatan inovatif dalam merencanakan,melakukan,dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang
diberikan didasarkan pada manfaat hubungan antara perawat dan keluarga yaitu orang tua.

Stower(1992 dalam fiane,2012),family centered care merupakan suatu pendekatan yang


holistik.pendekatan family centered care tidak hanya memfokuskan asuhan keperawatan kepada
anak sebagai klien atau individu dengan kebutuhan biologis,psikologis,sosial dan
spiritual(biopisikospiritual) tetapi juga melibatkan keluarga sebagai bagian yang konstan dan tidak
bisa dipisahkan dari kehidupan anak.

Gill(1993 dalam fiane,2012)yang menyebutkan bahwa family centered care merupkan kolaborasi
bersama antara orang tua dan tenaga profesional.kolaborasi orang tua dan tenaga profesional dalam
membentuk mendukung keluarga terutama dalam aturan perawatan yang mereka lakukan
merupakan filosofi family centered care.kemudian, secara lebih spesifik dijelaskan bahwa filosofi
family centered care yang dimaksudkan merupakan dasar pemikiran dalam keperawatan anak yang
digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan kepada anak.
BAB 2

ISI JURNAL

JURNAL 1

MODEL EDUKASI POSTNATAL MELALUI PENDEKATAN FAMILY CENTERED


MATERNITY CARE (FCMC)

ABSTRAK

Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi
kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Metode yang digunakan pada penelitian ini ada 2
tahapan yaitu: (1) pendekatan partisipatif, (2) Participatory Action Research (PRA). Penentuan
sampel dengan tehnik purposive sampling. Jumlah sampel 50 orang di RSD Dr. Soebandi Jember
dan 50 sampel ibu postpartum dan keluarga di Wilayah Kecamatan Kaliwates, jumlah total 100
responden. Pengolahan data dianalisis secara kualitatif. Pelaksanaan edukasi postnatal bagi ibu
nifas dengan pendekatan FCMC sesuai persepsi yang muncul dari ibu post partum, tetapi hal ini
belum dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan informasi sesuai tahapan dari masa nifas.
Edukasi postnatal ini menjadi alternative pilihan yang tepat bagi petugas kesehatan untuk
menyiapkan ibu nifas dalam beradaptasi menjalankan tugas-tugas perkembangan yang akan
dijalaninya.

Kata Kunci: Model Edukasi Postnatal, FCMC (Family Centered Maternity Care)

ABSTRACT

Post partum period is a period of six weeks after the baby is born until the reproductive organs
return to normal pre-pregnancy state. There are two methods used in this study split into two stages,
namely: (1) Participatory Approach, (2) Participatory Action Research (PRA). The samples used is
purposive sampling technique. The number of samples taken 50 people in RSD Dr. Soebandi
Jember and 50 samples of postpartum mothers and families in Kaliwates District, the total of 100
respondents in all. Processing of the data is analyzed qualitatively. Implementation of postnatal
education model through family centered maternity care come from perception of maternal
postpartum, but this has not been done by looking at the information according to the stages of the
puerperium. Postnatal education model is an alternative option which is appropriate for health
workers to prepare puerperal women in adapting to run the development tasks to be through.

Keywords: Postnatal Education Model, FCMC (Family Centered Ma ternity Care)


LATAR BELAKANG

Paradigma perawatan post partum yang baru menekankan bahwa ibu post patum adalah ibu sehat
dan merupakan peristiwa yang fisiologis, sehingga prinsip keperawatannya berorentasi pada
kemandirian ibu, mobilisasi dini, nutrisi dan cairan yang adekuat, serta istirahat yang memadai
(Sulistyawati, 2009). Hambatan yang masih ditemukan dalam perawatan ibu post partum, adanya
anggapan masyarakatbahwa ibu post partum merupakan ibu yang sakit, mobilisasinya dihambat,
jenis makanannya dibatasi, pemberian ASI colostrum dihambat sehingga kebutuhan ibu post
partum diprioritaskan untuk istirahat penuh. Keterlibatan keluarga besar dalam perawatan bayi
sejauh ini disalah artikan, dimana perawatan bayi diserahkan pada anggota keluarga yang lain. Hal
ini membuat ibu nifas yang semestinya sudah dapat melakukan sendiri perawatan yang diperlukan,
ibu merasa belum siap dan gagalmelakukan perkembangan dan tugas-tugas perawatan bagi diri
serta bayinya. Pendidikan postnatal merupakan suatu proses pembelajaran yang diberikan petugas
kesehatan kepada ibu dan keluarga selama masa nifas guna meningkatkan pengetahuan ibu dalam
beradaptasi terhadap perubahan maternal yang terjadi selama masa nifas baik perubahan fisik,
psikologis, serta meningkatkan pengetahuan ibu dalam merawat bayi (Sulistyawati, 2009).
Penelitian yang dilakukan terhadap 30 petugas kesehatan gabungan antara dokter bidan dan perawat
di Yordania dengan menggunakan focus group discussion (FGD) tentang persepsi perawatan yang
diberikan pada ibu post partum didapatkan hasil bahwa lebih menekankan pentingnya pemanfaatan
pelayanan (Khalaf et al., 2009). Kondisi ini akan meningkatkan kemampuan ibu post partum
(competent mothering) dalam melakukan pemeriksaan dan menggunakan pelayanan yang diberikan
oleh petugas kesehatan (Khalaf et al., 2009). Salah satu jembatan untuk mengoptimalkan upaya
edukasi postnatal adalah melalui pendidikan prenatal atau saat ibu berada pada perawatan nifas .
Seperti fenomena yang tergambar di RSD dr. Soebandi Jember yang telah melaksanakan rawat
gabung dan kelas prenatal, namun dalam pelaksanaannya masih belum optimal dalam mencapai
peningkatan pemahaman ibu dalam optimalisasi competent mothering. Kelas prenatal merupakan
bagian dari pendekatan family cantered maternity care (FCMC) yang bertujuan agar ibu yang telah
mengikuti kelas prenatal ini dapatmengaplikasikan pengetahuan yang telah didapat pada area
postnatal. Kenyataannya dalam pelaksanaan masih terdapat beberapa masalah dan kendala.
Permasalahan tersebut yaitu pertama adanya ibu hamil yang melakukan Antenatal Care (ANC) di
rumah sakit dr. Soebandi Jember, namun pada waktu intranatal tidak bersalin di rumah sakit
tersebut dan sebaliknya. Karena terputusnya pendidikan antenatal

dengan masa perawatan nifas ini maka upaya peningkatan persepsi ibu dalam mengemban tugas
fungsi sebagai orangtua belum optimal dilaksanakan, dimana fenomena ini juga ditemukan di
rumah sakit-rumah sakit lain. Data menyebutkan dari hasil pengkajian bahwa dari 28 pasien
terdapat 85,71% merupakan pasien dengan rujukan yang tidak melakukan ANC di rumah sakit dr.
Soebandi Jember. Untuk pasien yang melakukan ANC dan melahirkan di rumah sakit dr. Soebandi
Jember hanya 14, 29%. Karena hal ini berarti petugas kesehatan bukan melakukan review dan
follow up pada periode intranatal dan postnatal, melainkan baru memulai penerapan Family
Centered Maternity Care (FCMC) dengan intervensi berupa pendidikan atau edukasi postnatal
(Ecenrod & Zwelling, 2000; Zwelling & Phillips, 2001). Salah satu penelitian terkait edukasi
postnatal yang telah dilakukan oleh Indriyani (2006) dengan sampel ibu postpartum dengan sectio
caesarea didapatkan hasil bahwa menyusui ASI secara dini dan teratur dapat mengoptimalkan
produksi ASI pada ibu postpartum dengan sectio caesaria. Ibu dengan dukungan keluarga melalui
pendekatan FCMC diharapkan memiliki kemampuan yang optimal dalam beradaptasi secara
maternal pada masa nifas, juga kemampuan dalam mengasuh bayi (Clay & Parsh, 2014; Gasparini,
Champagne, Stephany, Hudson, & Fuchs, 2015). Mengingat AKI dan AKB di Indonesia masih
cukup tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator penting dalam menilai tingkat derajat
kesehatan masyarakat disuatu negara (Depkes RI, 2009). Oleh karena itu pemerintah memerlukan
upaya yang sinergis dan terpadu untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB di Indonesia
khususnya dalam mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015.
Berkaitan dengan permasalahan tersebut di atas sangat perlu dipecahkan dan

diselesaikan, salah satunya dengan mengupayakan membangun Model Edukasi Postnatal yang
difokuskan pada ibu postpartum dengan melibatkan keluarga sebagai sosial support. Masalah yang
diteliti ini berkaitan dengan 1) peran petugas kesehatan, institusi kesehatan dan institusi pendidikan
dalam optimalisasi competent mothering ibu postpartum dalam upaya menurunkan Angka
Kematian Ibu dan Bayi; 2) peran keluarga dengan pendekatan FCMC dalam optimalisasi competent
mothering ibu postpartum dalam upaya menurunkan Angka KemMETODE

Kegiatan penelitian yang digunakan terdapat 2 tahapan yang akan dilakukan pada penelitian ini
yaitu: (1) pendekatan partisipatif (kualitatif) maupun kuantitatif yang diarahkan untuk pendalaman
kasus sebagai pendukung model Edukasi Postnatal yang menjadi luaran peneliti, (2) dilakukan
upaya untuk peningkatan penyadaran dengan

metode Participatory Action Research (PRA). Penelitian dilaksanakan selama 1 tahun yaitu pada
bulan Maret- Oktober 2014 dengan lokasi di ruang nifas RSD Dr. Soebandi Kabupaten Jember dan
di wilayah Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember. Penentuan sampel dilakukan dengan tehnik
purposive sampling. Adapun sampel adalah ibu postpartum beserta keluarga dengan jumlah 50
sampel di RSD Dr. Soebandi Jember dan 50 sampel di Wilayah Kecamatan Kaliwates, sehingga
jumlah keseluruhan adalah 100 responden. Pengolahan data yang diperoleh telah dianalisis secara
kualitatif. Sedangkan data yang berupa angka digunakan untuk melengkapi dan membantu dalam
mendeskripsikan data kualitatif yang telah diperoleh. Penyajian data kuantitatif juga dilakukan baik
berupa distribusi frekuensi maupun cross tabulationatian Ibu dan Bayi.
METODE

Kegiatan penelitian yang digunakan terdapat 2 tahapan yang akan dilakukan pada penelitian ini
yaitu: (1) pendekatan partisipatif (kualitatif) maupun kuantitatif yang diarahkan untuk pendalaman
kasus sebagai pendukung model Edukasi Postnatal yang menjadi luaran peneliti, (2) dilakukan
upaya untuk peningkatan penyadaran dengan

metode Participatory Action Research (PRA). Penelitian dilaksanakan selama 1 tahun yaitu pada
bulan Maret- Oktober 2014 dengan lokasi di ruang nifas RSD Dr. Soebandi Kabupaten Jember dan
di wilayah Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember. Penentuan sampel dilakukan dengan tehnik
purposive sampling. Adapun sampel adalah ibu postpartum beserta keluarga dengan jumlah 50
sampel di RSD Dr. Soebandi Jember dan 50 sampel di Wilayah Kecamatan Kaliwates, sehingga
jumlah keseluruhan adalah 100 responden. Pengolahan data yang diperoleh telah dianalisis secara
kualitatif. Sedangkan data yang berupa angka digunakan untuk melengkapi dan membantu dalam
mendeskripsikan data kualitatif yang telah diperoleh. Penyajian data kuantitatif juga dilakukan baik
berupa distribusi frekuensi maupun cross tabulation.

HASIL DAN PEMBAHASAN

No Tingkat Pendidikan Ibu Nifas Tingkat Pendidikan Suami Pendidikan Jumlah (%) Pendidikan
Jumlah (%) 1 Rendah 20 80.0 Rendah 14 56.0 2 Menengah 4 16.0 Menengah 11 44.0 3 Tinggi 1
4.0 Tinggi 0 0

No Tingkat Pendidikan Ibu Nifas Tingkat Pendidikan Suami Pendidikan Jumlah (%) Pendidikan
Jumlah (%) 1 Rendah 12 48.0 Rendah 4 16.0 2 Menengah 12 48.0 Menengah 19 76.0 3 Tinggi 1
4.0 Tinggi 2 8.0 Total 25 100 25 100

Kondisi pendidikan ibu nifas di wilayah Puskesmas Kaliwates Jember untuk pendidikan rendah dan
menengah sama, yaitu

sebanyak 12 orang untuk masing-masing (48%). Sedangkan pendidikan suami sebagian besar
adalah pendidikan menengah yaitu

sebanyak 19 orang (76%).

131Model Edukasi Postnatal Melalui Pendekatan Family Centered Maternity Care (FCMC)

Volume 5, Nomor 2

Melalui wawancara mendalam dan diskusi kelompok tim peneliti mendapatkan gambaran tentang
perawatan diri ibu nifas juga perawatan bayi baru lahir yang dipersepsikan maupun dijalankan oleh
ibu nifas dan keluarga. Adaptasi fisiologis yang terjadi pada ibu nifas menurut responden antara
lain:
a) perut yang sebelumnya besar menjadi kecil (kempes);

b) rasa sakit yang dialami menjadi berkurang;

c) payudara menjadi besar;

d) kaki menjadi bengkak karena aliran darah tidak lancar (tidak normal);

e) tekanan darahmeningkat waktu kehamilan umur 9 bulan;

f) rambut menjadi rontok;

g) urat dikaki (pembuluh darah) menjadi lebih tampak;

h) tidak langsing lagi dan tidak cantik;

i) badan menjadi berubah, besar dan bertambah gemuk

j) perut bertambah kendor;

k) belum bisa melakukan hbungan suami istri;

l) dari perawan (gadis) berubah menjadi kendor;

m) wajah menjadi berubah;

n) pinggul berubah menjadi besar dan lebar;

o) kulit perut terdapat garis-garis putih (streth macth);

p) payudara terdapat garis-garis putih dan kehitaman; dan

q) mudah merasa lelah. Selain ibu nifas juga menanggapi hal yang berkaitan dengan adaptasi
maternal psikologis.

Secara umum ibu nifas mengungkapkan bahwa adaptasi psikologis ibu nifas antara lain yaitu:

a) merasa bahagia;

b) bersyukur;

c) saat melahirkan pasrah;

d) emosi tidak menentu;

e) semakin dewasa;

f) bayinya sehat sehingga merasa senang;

g) sifat keibuan semakin menonjol;

h) merasa repot tetapi senang;


i) merasa senang karena anak yang sangat diinginkan;

KESIMPULAN DAN SARAN

Berkaitan dengan persepsi ibu nifas tentang adaptasi maternal fisik, ibu nifas secara umum
mengungkapkan bahwa adaptasi fisik pada masa nifas lebih ditekankan hanya pada ukuran perut
yang berubah menjad besar, berat badan bertambah, payudara menjadi lebih besar karena menyusui
dan wajah berubah setelah melahirkan. Adapun adaptasi fisik pada sistem yang lain belum optimal
diungkapkan. Persepsi ibu nifas tentang adaptasi maternal psikologis lebih cenderung diungkapkan
dengan kondisi perasaan senang telah melahirkan dan bersyukur karena dapat melahirkan dengan
selamat. Persepsi ibu nifas tentang personal hygiene di masa nifas secara umum diungkapkan yaitu
dengan cara

mandi yang bersih, sedangkan untuk perawatan daerah perineum diungkapkan dengan cara ganti
pembalut bila penuh atau sesuai keadaan, cebok dari arah depan ke belakang, setelah buang air
kecil cara mengganti pembalut tanpa mengeringkan daerah kemaluan, cebok dengan air hangat dari
rebusan daun sirih, menggunakan betadin setelah cebok, menggunakan alkohol saat merawat dan
mengkonsumsi jamu. Berkaitan dengan nutrisi masa menyusui ibu nifas mengungkapkan sudah
benar bahwa mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna, tidak ada pantangan makanan. Namun
masih didapatkan ungkapan dari ibu nifas dan keluarga yang melakukan budaya pantang makan
telor dan ikan laut, makanan pedas (sambal), makanan yang dikonsumsi cenderung tanpa kuah dan
membatasi konsumsi air. Untuk mengoptimalkan produksi ASI ibu nifas mengungkapkan bahwa
dengan cara makan kacang-kacangan, sayuran yang berwarna hijau (daun katuk) dan
mengkonsumsi jamu. Persepsi tentang perawatan bayi baru lahir yang diungkapkan oleh ibu nifas
bahwa perawatan bayi terutama dalam hal memandikan dilakukan oleh orangtua (ibu), dukun,
petugas kesehatan. Tidak ada satupun ibu yang pernah memandikan bayinya sejak usia 1 hari, ibu
pertama kali memandikan mulai bayi berusia 1 minggu-3 bulan. Hal ini dengan alasan takut karena
tali pusat belum lepas, bayi masih lemes, tidak bisa, dan kepala bayi belum kokoh. Perawatan bayi
yang dilakukan hanya dalam hal mengganti popok, merawat bayi saat BAB dan BAK serta
menyusui. Adapun dalam perawatan tali pusat pada bayi ibu mempersepsikan dengan cara memakai
kasa dan alkohol, hanya memakai kasa saja, memaka kasa dan betadin, serta tidak tahu caranya.h
karena nyeri dan takut.
BAB 2

ISI JURNAL

JURNAL 2
Hubungan Peran Suami Dan Orangtua Dengan Perilaku Ibu Hamil Dalam Pelayanan
Antenatal Dan Persalinan Di Wilayah Puskesmas Kecamatan Sedan Kabupaten Rembang

ABSTRACT

Background : Maternal mortality rate (MMR) in Central Java is still very high. It is around 250 to
300 per 100.000 child births. The higher MMR in Indonesia is mostly caused by bleeding, infection
and eclampsia and other disease complications that have been suffered before and during pregnancy
of the women. Improving community participation particularly husband and parent, to support
antenatal care and delivery care of their pregnant women, might be expected to reduce maternal
mortality rate. Method : This study aims to identify the relationship between the role of husband
and parent in supporting to visit health personnel (at least midwife) for antenatal care and delivery
care of pregnant women and their behaviour. This study employs a cross-sectional survey with 87
samples of pregnant women. Face to face interview was employed to collect data from the
respondents. Triangulation was employed by using indepth interviews to husband and parents to
confirm their roles. Quantitative data was analysed using Chi-square and logistic regression test and
content analysis was used to analyse qualitative data. Results : The study shows that there was
significant relationship between the role of husband and behaviour of pregnant mothers in antenatal
care and delivery (p: 0.000). Likewise, the role of parent has also significant relationship with
behaviour of pregnant mothers (p:0.000). Logistic regression test indicated that the role of
husband’s support has more influence than parent’s for both antenatal and delivery care. The study
suggests that midwife and other health personnel need to provide information to husbands in order
to socialize their role in antenatal and delivery care programmes.

Keywords : role of husband, parents, behaviour of women, antenatal and delivery care.

PENDAHULUAN

Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Salah satu program untuk mencapai Indonesia Sehat 2010 adalah
program kesehatan keluarga, kesehatan reproduksi, dan keluarga berencana. Karena di Indonesia
masih ditandai oleh penurunan angka kematian ibu (AKI) yang sangat lambat, yaitu 373/100.000
kelahiran hidup pada tahun 1995 (SKRT). Sementara target 2000 atau akhir Pelita VI 225/100.000
kelahiran hidup dan pada tahun 2010 ditargetkan 150/ 100.000 kelahiran hidup (Azwar, 2001).
Tingginya angka kematian ibu berkaitan dengan masih belum memadainya cakupan dan kualitas
pelayanan kesehatan antenatal dan pasca partum, status kesehatan dan gizi ibu hamil yang masih
rendah, kepercayaan dan tradisi yang tidak menunjang persalinan yang bersih serta sangat berkaitan
erat dengan peran suami. Lebih dari 90% kematian ibu bersalin adalah disebabkan oleh penyebab
langsung, yaitu perdarahan, infeksi, dan eklamsia. Ketiga penyebab langsung kematian ibu tersebut
disebut komplikasi kebidanan (komplikasi obstetri). Selain itu, persalinan lama (lebih dari 12 jam)
dan pengguguran kandungan (abortus terinfeksi) dapat berakibat perdarahan dan/atau infeksi.
Keadaan di atas menuntut peningkatan pelayanan KIA, baik dari segi jangkauan maupun mutu.
Belum meratanya jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak antara lain
keterjangkauan lokasi tempat pelayanan yang lokasinya sulit dicapai oleh para ibu menyebabkan
berkurangnya akses ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan. Jenis dan kualitas pelayanan yang
kurang memadai juga menjadi penyebab rendahnya akses ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan
berkualitas. Selain itu keterjangkauan terhadap informasi yang kurang menyebabkan juga
rendahnya penggunaan

pelayanan kesehatan yang tersedia. (WHO, 1998) Hasil Assesment Safe Motherhood di Indonesia
pada tahun 1990/1991, menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya kematian ibu
antara lain adalah pemeriksaan antenatal yang kurang baik dari segi kualitas maupun frekuensinya.
Hal ini disebabkan karena cakupan K1 dibawah 70% menunjukkan keterjangkauan pelayanan
antenatal yang rendah, cakupan K4 di bawah 60% menunjukkan kualitas pelayanan antenatal yang
belum memadai, cakupan persalinan oleh atau didampingi tenaga kesehatan di bawah 60%
menunjukkan tingkat keamanan persalinan di wilayah tersebut masih rendah, apabila persentase
kasus yang ditangani di wilayah Kabupaten kurang dari 50% berarti upaya deteksinya masih
bersifat pasif dan keterampilan penanganannya masih rendah. Kemudian apabila persentase
tindakan bedah cesar dalam persalinan selama setahun kurang dari 5% berarti masih banyak kasus
yang seharusnya dirujuk, tetapi tidak pernah mencapai Rumah Sakit Kabupaten (Anonim, 1999)
Angka kematian ibu di Jawa Tengah sekitar 250-300/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2000
(Dinkes Propinsi Jateng, 2002). Kemudian pada K1, K4 dan persalinan nakes selama tiga tahun
terakhir sejak 1998 sampai dengan 2000, dilaporkan bahwa, persentase cakupan K1, K4 dan
persalinan oleh nakes masih menunjukkan angka di bawah target Pelita VII, akan tetapi K1 ada
kenaikan yang stabil dari tahun 1998 hingga tahun 2000, hal ini menunjukkan bahwa ibu hamil
mulai terdorong untuk memeriksakan kehamilannya. Di Kabupaten Rembang, angka kematian ibu
230/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2000 dan kunjungan kehamilan dan persalinan nakes yang
diperoleh pada dua tahun terakhir mengalami kenaikan dari tahun 1999 sampai dengan 2000 dan
mengalami penurunan dari tahun 2000 sampai dengan 2001. Sedangkan penyebab kematian ibu di
Kabupaten Rembang lebih banyak disebabkan oleh perdarahan dan lain-lain (Dinkes Kab.
Rembang, 2002) Adapun angka cakupan K1, dan K4 di Kabupaten Rembang sejak tiga tahun
terakhir mengalami penurunan, walaupun masih di atas angka Provinsi. Hal ini menunjukkan
bahwa keterjangkauan pelayanan antenatal belum baik, demikian pula untuk K4 dapat dikatakan
bahwa kesempatan untuk mendeteksi dan menangani risiko tinggi di Kabupaten Rembang belum
baik. Dalam penelitian ini, dipilih Puskesmas Sedan karena setiap tahunnya ada kematian ibu
bersalin. Sejak tahun 1999 sampai 2001 kasus kematian ibu mengalami kenaikan yang berarti,
demikian pula cakupan K1, K4 dan persalinan nakes sejak tiga tahun terakhir mengalami
penurunan. Berdasarkan hal tersebut di atas, lahirlah dorongan untuk meneliti apakah ada hubungan
peran suami dan orangtua dengan perilaku ibu hamil dalam pelayanan antenatal dan persalinan di
Puskesmas Sedan, Kabupaten Rembang. Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan peran suami dan orangtua dengan perilaku ibu hamil dalam pelayanan
antenatal dan persalinan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan rancangan survei yang bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan
Cross Sectional. Data yang dikumpulkan merupakan gabungan dari data kuantitatif yaitu perilaku
ibu hamil dalam pelayanan antenatal dan persalinan juga data kualitatif pada beberapa faktor yang
dianggap penting yaitu pendapat suami dan orangtua terhadap perilaku ibu hamil dalam pelayanan
antenatal dan persalinan. Data yang dikumpulkan secara retrospektif. Populasi penelitian adalah ibu
yang maksimal satu tahun yang lalu melahirkan dan berdomisili dalam wilayah penelitian. Pada
pengumpulan data kuantitatif, sampel tercatat 832. Melalui perhitungan rumus Lemeshow didapat
besar sampel penelitian 87 yang tersebar

di 21 desa dan dibagi secara proporsional agar masing-masing desa dapat mewakili. Sampel
kuantitatif dari masing-masing desa, diambil secara acak sederhana. Adapun bagi sampel kualitatif
digunakan wawancara yang terdiri dari kelompok suami dan orangtua yang diambil secara acak.
Dan sampel bidan diambil semua. Alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data kuantitatif
dalam penelitian ini adalah kuesioner berupa pertanyaan tertulis untuk mengungkap kareakteristik
responden, dan peran orangtua dengan perilaku ibu hamil dalam pelayanan antenatal maupun
persalinan. Alat ukur lainnya, untuk mendapatkan data kualitatif, digunakan wawancara . Untuk
mengecek kebenaran data, dilakukan wawancara triangulasi kepada kelompok suami, orangtua,
dan bidan. Untuk membuktikan keabsahan kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini, perlu
diuji validitas dan reabilitasnya, dengan memilih desa yang mempunyai karakteristik hampir sama
dengan sampel. Uji validitas dilakukan dengan uji korelasi product moment, sedangkan uji
reliabilitas dilakukan sekurangkurangnya dua kali, sebelum kuesioner tersebut digunakan untuk
penelitian. Untuk menghitung reliabilitas, digunakan Test Retest yaitu mencobakan instrumen
beberapa kali pada responden pada waktu yang berbeda. Hasil pengukuran pertama dikorelasikan
dengan hasil pengukuran kedua dengan menggunakan teknik korelasi product moment. Varibel
penelitiannya adalah perilaku ibu hamil dalam pelayanan antenatal dan persalinan sebagai variabel
dependent (terikat), sedangkan peran suami dan orangtua merupakan variabel independent (bebas).
Data yang dikumpulkan berupa : data kuantitatif dengan wawancara langsung dengan responden
untuk menggali beberapa pertanyaan yang ada pada kuesioner, dengan dipandu oleh enumerator.
Untuk data kualitatif dilakukan

dengan FGD (Focus Group Discussion) untuk menggali pertanyaan-pertanyaan terbuka guna
mendapatkan jawaban yang disertai dengan penjelasan-penjelasan dari peserta diskusi yaitu
kelompok suami, kelompok orangtua, dan kelompok bidan. Setelah data terkumpul, kemudian
diolah dengan meneliti kuesioner, mengedit, memberi kode, memberi skor dan tabulasi data yang
selanjutnya untuk dianalisis. Analisis data bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel
independent dengan variabel dependent. Selain itu, analisis juga digunakan untuk menguji hipotesa
penelitian. Tehnik analisis yang dipakai berupa : Univariat, digunakan untuk menganalisis variabel-
variabel yang ada secara deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi dan proporsinya.
Bivariat, digunakan untuk menganalisa hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Untuk mencari faktor determinan dari peran suami terhadap praktik ibu dalam memeriksakan
pelayanan antenatal dan persalinan dilakukan uji statistik Chi Square. Untuk mengetahui kekuatan
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat digunakan rumus ( Sugiyono, 1999 ) :

C = Coefisien kontingensi n = Jumlah individu dalam sampel X2 h = Chi Square q = Jumlah baris
atau kolom yang kecil.Kekuatan hubungan pada tabel kontingensi 2x2, berdasarkan koefisien
kontingensi perlu mempertimbangkan nilai C maksimum. Nilai C akan menunjukkan besarnya
hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat. Nilai C berkisar antara 0 – 0,707. Tingkat
kekuatan hubungan digolongkan menjadi 5 katagori nilai C (Sudrajat, 1987) :

Interval Koefisien Kekuatan hubungan 0,000 – 0,140 Sangat lemah 0,141 – 0,280 Lemah 0,281 –
0,420 Cukup kuat 0,421 – 0,560 Kuat 0,561 – 0,707 Sangat kuat

Hipotesis : Apabila nilai X2 hitung sama atau lebih besar dari harga X2 tabel, maka Ho ditolak dan
apabila nilai X2 hitung kurang dari harga X2 tabel, maka Ho diterima, dengan taraf kepercayaan
95% Dari hasil uji analisa Bivariat, dilihat nilai koefisien kontingensi untuk melihat kuatnya
hubungan (peran suami, orangtua) terhadap praktik ibu hamil dalam pelayanan antenatal dan
persalinan. Hipotesis : apabila p hitung sama atau lebih besar dari tingkat kesalahan Ü = 5 % maka
Ho ditolak, dan apabila nilai p hitung kurang dari tingkat kesalahan á = 5 % maka Ho diterima.

HASIL PENELITIAN

1. Karakteristik Responden. Mayoritas responden berumur 20 sampai 35 tahun (83,90%), dengan


tingkat pendidikan terbanyak adalah lulus SD (53,00%) dan lama pendidikan SD (56,32%) dan
pekerjaaan responden tidak bekerja (35,63%). Lihat tabel 1.

2. Urutan anak yang dilahirkan, anak yang dilahirkan hidup, anak yang dilahirkan mati, riwayat
kehamilan dan persalinan dan tindakan saat persalinan. Hanya 30,00% responden melahirkan anak I
(pertama) dan sebagian besar anak yang dilahirkan hidup (31,03%), anak yang dilahirkan mati : 0
orang (78,16%), serta 74,71%

responden tidak mempunyai riwayat kehamilan dan persalinan. Semua responden melahirkan
dengan normal. (100%). Lihat tabel 2.

3. Perilaku ibu hamil, peran suami terhadap perilaku ibu hamil, serta peran orangtua terhadap
perilaku ibu hamil dalam pelayanan antenatal dan persalinan. Mayoritas perilaku ibu hamil baik
(71,30%) dalam melakukan pelayanan antenatal, dan sebagian besar perilaku ibu hamil baik
(70,10%) dalam melakukan pelayanan persalinan, Peran suami terhadap perilaku ibu hamil dalam
pelayanan antenatal, baik (73,60%) dan peran suami dalam pelayanan persalinan, baik (70,10%),
demikian pula peran orangtua terhadap perilaku ibu hamil baik (75,90%) dalam pelayanan
antenatal, dan peran orangtua baik (72,40%) dalam pelayanan persalinan.

4.Hubungan peran suami terhadap perilaku ibu hamil dalam pelayanan antenatal. Suami berperan
baik (92,20%) terhadap perilaku ibu hamil yang melakukan pelayanan antenatal. Dari hasil uji Chi
Square diketahui adanya hubungan yang signifikan antara peran suami dengan perilaku bumil
dalam pelayanan antenatal. Kondisi tersebut didukung pula hasil diskusi kelompok terarah yang
ditunjukkan oleh suami responden mengenai pemeriksaan kehamilan dengan informasi yang
diperoleh sebagai berikut :

1.Isteri saya pernah periksa hamil, alasannya adalah untuk mengetahui perkembangan ibu dan
bayinya agar tetap sehat. Dengan mengetahui perkembangannya perasaan isteri dan saya menjadi
tenang.

PEMBAHASAN

1. Hubungan peran suami terhadap perilaku bumil dalam pelayanan antenatal. Analisis secara
statistik menunjukkan ada hubungan peran suami terhadap perilaku ibu hamil dalam pelayanan
antenatal. Hal ini sependapat dengan Syamsul Arif (2001), yang menyatakan bahwa selama ibu
mengandung, diperlukan dukungan dan perhatian serta kerelaan untuk melakukan kerjasama dalam
mengurus rumah tangga dari sang suami. Dengan demikian ketenangan dan perlindungan yang
diberikan suami akan sangat membantu sang isteri untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan, baik berupa sesuatu yang mengancam keselamatan fisiknya maupun jiwanya.

2. Hubungan peran suami terhadap perilaku bumil dalam pelayanan persalinan. Analisis secara
statistik menunjukkan ada hubungan peran suami terhadap perilaku ibu hamil dalam pelayanan
persalinan, ini sesuai dengan pernyataan dari Syamsul Arif (2001) , bahwa pasca kelahiran
merupakan periode yang berisiko tinggi bagi wanita. Ada tiga tipe problem kejiwaan (depresi)
setelah melahirkan yang sering muncul yaitu perasaan sedih sementara, depresi sedang dan psikosis
pasca kelahiran. Sindrom ini terjadi pada taraf tertentu saat pemulihan kimia darah dan organ-
organ reproduksi pada saat hamil dan melahirkan menuju kondisi normal lagi. Oleh karena itu
sudah selayaknya suami peduli dan bertanggung jawab secara penuh. Suami harus mengerti akan
kondisi fisik dan perasaan sang isteri. Sudah sewajarnya dalam kondisi yang sangat lemah seorang
isteri mendapatkan perhatian yang lebih dari biasanya. Menurut hasil penelitian Rini Susilowati
(2000) dalam penentuan penolong persalinan dan tempat bersalin ada yang turut campur, dari pihak
keluarga yaitu orangtua dan mertua, dan pada saat menghadapi masalah medis persalinan masih
diperlukan musyawarah keluarga untuk merujuk ibu bersalin ke rumah sakit.

3. Hubungan peran orangtua terhadap perilaku bumil dalam pelayanan antenatal. Secara statistik
terdapat hubungan,n hal ini didukung hasil studi kasus di Jawa Tengah (1985) bahwa ciri-ciri ibu
yang mati karena kehamilan, persalinan dan nifas antara lain kurang disayang suami / mertua /
keluarga.

4. Hubungan peran orangtua terhadap perilaku bumil dalam pe layanan persalinan. Secara statistik
mempunyai hubungan, ini didukung dari hasil penelitian Rini Susilowati (2000) bahwa dalam
penentuan penolong persalinan dan tempat bersalin ada yang turut campur dari pihak keluarga yaitu
orangtua dan mertua, dan pada saat menghadapi masalah medis persalinan masih diperlukan
musyawarah keluarga untuk merujuk ibu bersalin ke rumah sakit. Untuk mengetahui variabel yang
paling berhubungan dengan perilaku bumil dalam pelayanan antenatal maupun persalinan maka
beberapa variabel diuji secara bersama-sama. Variabel independent dalam penelitian ini adalah
peran suami dan peran orangtua yang akan diuji apakah ada hubungannya dengan variabel
dependent perilaku responden. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan keluarga
(suami, orangtua) yang paling berhubungan dengan perilaku responden dalam pelayanan antenatal
dan persalinan. Berdasarkan hasil uji Chi Square diketahui ternyata variabel suami, yang paling erat
hubungannya dengan perilaku bumil dalam pelayanan antenatal maupun persalinan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan Khofifah Indar Parawansa, dalam
seminarnya tentang kematian ibu dan bayi di Pemalang (Jateng) 1999, disebutkan bahwa tingginya
angka kematian bumil di Indonesia karena kurangnya perhatian suami. Padahal seharusnya suami
yang memiliki isteri hamil harus selalu siap, antar dan jaga (siaga). Menurutnya bisa saja terjadi
pendarahan pada saat persalinan sampai mengakibatkan kematian. Ini akibat faktor demografis,
wilayahnya kurang bisa dijangkau dan aparat medis tidak ada. Tetapi faktor yang sangat penting
pada saat kritis, suami harus ada di tempat. Kalau tidak ada, isteri yang sedang mengalami masalah
tidak berani mengambil keputusan sendiri. Memang proses berproduksinya dilakukan sama-sama.
Tetapi ketika ada implikasi dari proses itu, harus ditanggung bersama.

SIMPULAN

Peran suami terhadap perilaku ibu hamil dalam pelayanan antenatal dan persalinan mempunyai
hubungan yang signifikan. Peran orangtua terhadap perilaku ibu hamil dalam pelayanan ANC dan
persalinan mempunyai hubungan yang signifikan. Peran suami yang paling dominan berpengaruh
terhadap perilaku ibu hamil dalam pelayanan ANC dan persalinan. Namun masih diperlukan
penyuluhan kepada ibu-ibu hamil mengenai pelayanan kebidanan khususnya frekuensi pemeriksaan
kehamilan sesuai standar 5 T secara berkala oleh bidan melalui wadah kelompok pengajian/arisan
dan juga sosialisasi program “suami SIAGA” ataupun Orangtua SIAGA melalui selebaran poster,
leaflet oleh bidan maupun kader agar suami, orangtua berperan untuk Siap, Antar, Jaga
JURNAL 3
KETERLIBATAN SUAMl DALAM MENJAGA KEHAMILAN ISTRl Dl PUSKESMAS
KECAMATAN KUTA ALAM BANDA ACEH, PROVlNSl NANGROE ACEH DARRUSALAM

ABSTRACT

Husbands involved in reproductive health is known to give positive impacts especially for mother
health services. Husbands may take major roles in supporting during pregnancy. It has not been
known how the husbands take parts in supporting and careing their wives' pregnanies. The
obyectives of this study were to find out husbands' involvement in taking care their
wives'pregnacies (cheking their nutritionffood, cheking their pregnancies from the early stage, and
making sure that giving births are assissted by health workers) based on age, education, and
occupation of the husbands. This study was a cross sectio nal study located at Kuta Alam sub
district (Banda district). The respondents were 96 husbands ofpregnant mothers who lived at the
Kuta Alam community Health Center's areas, Banda Aceh. Data collection used structural interview
to responsdents and analysed by Chi-square test. Result of the study showed: 1) More than 75%
husbands were commonly involved in care of safe guarding the pregnancy of their wives. In the
process of healthy reproduction, especially on the stage of pregnancy, the involvement and care of
husbands are expected to grow; 2) The husbands'education level, age and the occupational were
significant (p < 0,05) to influence ofproviding cares on nutrition/ food to the pregnant wives, on
early-stage pregnancy chek-up and in making sure that giving birth was taken care by paramedics.
The continuing of the study is needed to implement in remote areas to cover the problems of
gender's roles, especially husbands who linked with reproductive health.

Key words: husbands, pregnancy care, reproductive health

PENDAHULUAN

Angka kematian akibat kehamilan berkisar antara 51 5 ribu jiwa dan 99% diantaranya terjadi di
negara- negara berkembang. Meskipun demikian berapa tepatnya angka kematian tersebut masih
belum diketahui, karena beberapa bukti mengindikasikan masih banyak kematian yang belum
dilaporkan. Sebanyak 80% dari kasus kematian itu merupakan akibat langsung dari beberapa
komplikasi selama kehamilan, kelahiran atau enam minggu setelah kelahiran (Ruslaini, 2004).
Perhatian terhadap isu kesehatan reproduksi semakin meningkat. Disadari bahwa upaya
meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi bukan hanya berdampak pada kesehatan dan
pemberdayaan wanita, tetapi juga memiliki peran penting dalam upaya pengembangan sumber daya
menusia (Hartono, dkk, 1999).

Sikap dan perilaku masyarakat dalam upaya kesehatan reproduksi sering terlihat belum kondusif
untuk peningkatan cakupan pelayanan kesehatan reproduksi. Masih banyak anggapan bahwa hamil
dan melahirkan hanya peristiwa biasa dan tidak perlu mendapatkan perhatian yang berlebihan. Sikap
dan perilaku ini bukan hanya datang dari pihak wanita, melainkan juga laki-laki atau suami dan
keluarga yang lebih luas (Kartono, 1996). Kesetaraan gender dalam proses reproduksi sehat adalah
peran yang setara dalam proses reproduksi antar pria dan wanita atau suami dan istri. Meskipun
secara fisik hanya wanita atau istri yang mengalami kehamilan dan melahirkan, pria atau suami dapat
mengambil peran yang setara dengan berpartisipasi secara aktif selama proses reproduksi berlangsung
(Beni, 2000). Keterlibatan laki laki dalam kesehatan reproduksi diketahui memberikan dampak yang
positif terhadap kesehatan perempuan dan anak-anak termasuk mendapatkan pelayanan kesehatan
ibu. Sebuah penelitian di India tentang pemberian pendidikan antenatal kepada calon ayah
menunjukkan peningkatan yang signifikan terhadap frekuensi kunjungan ke klinik antenatal dan
penurunan kematian perinatal terhadap perempuan yang suaminya mendapatkan pendidikan antenatal
(Lucianawaty, 2004). Partisipasi pria dalam kesehatan reproduksi sangat rendah. Dalam ber-KB,
hanya 2% pria yang ikut serta. Dari angka kematian ibu (AKI) di Indonesia yang tinggi yaitu 37311
00.000 kelahiran hidup, sebanyak 17.000 kematian terjadi karena tiga terlambat (mendeteksi,
mengirim dan menolong), 68% persalinan tidak didampingi suami. Pangkal dari permasalahan
tingginya AKI dan rendahnya kualitas kesehatan reproduksi perempuan adalah budaya patriarkat
(Anonymous, 2004). Para suami lebih sering memandang penderitaan istri selama menjalani
kehamilan dan melahirkan sebagai sesuatu yang wajar dan harus dialami perempuan hamil. Jarang
ada pembicaraan serius tentang keluhan-keluhan yang dialami sehingga pertolongan seringkali
terlambat datang (Muhtar, dkk, 2004). Kehamilan dan persalinan merupakan ha1 yang istimewa
dalam proses reproduksi manusia (Beni, 2000). Laki-laki sebagai suami ikut berperan dalam
kehidupan dan kesehatan istrinya. Suami memainkan peran kunci selama masa kehamilan dan
persalinan istri serta setelah bayi lahir. Keputusan dan tindakan mereka berpengaruh terhadap
kesakitan dan kesehatan, kehidupan dan kematian ibu dan bayinya. Suami seharusnya menemani
istrinya konsultasi sehingga suami juga dapat belajar mengenai gejala dan tanda-tanda komplikasi
kehamilan, gizi yang baik dan istirahat yang cukup bagi ibu selama masa kehamilan (Lucianawaty,
2004). Bentuk kepedulian dan keterlibatan suami dalam menjaga kehamilan istrinya itu
dimanifestasikan dalam tindakan-tindakan seperti memperhatikan gizil makanan ibu hamil,
memeriksakan kehamilan sejak dini, menjaga kesehatan fisik dan mental ibu, berdoa kepada Tuhan,
mengusahakan agar persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan dan mengikuti tradisi. Melihat
fenomena dimasyarakat Aceh khususnya, dimana masih ada ibu hamil yang makan di bawah dari

angka kecukupan gizi yang dianjurkan sehingga tidak jarang kita jumpai ibu hamil mengalami
anemia berat dan mengalami perdarahan selama kehamilan yang sangat membahayakan diri ibu dan
janin yang dikandungnya. Aceh yang terkenal dengan tradisi yang berakar kuat pada agama Islam n
amun sampai saat ini belum pernah diketahui sejauh mana peran para suami dalam mendukung dan
menjaga kehamilan istrinya sehingga masa kehamilan ini bukan hanya menjadi masalah bagi para
ibu melainkan para suami juga mengambil peran penting dalam memberikan dukungan dan
menjaga selama masa kehamilan ini berlangsung.
TUJUAN PENELlTlAN

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keterlibatan suami dalam menjaga
kehamilan istri. Adapun tujuan khususnya adalah: 1. Mempelajari peran suami dalam pemeliharaan
gizi ibu hamil 2. Mempelajari peran suami dalam pemeriksaan kehamilan kehamilan sejak dini 3.
Mempelajari peran suami dalam pertolongan persalinan

METODOLOGI

Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang atau cross sectional untuk mengetahui
keterlibatan suami dalam menjaga kehamilan istri (memperhatikan gizilmakanan ibu hamil,
memeriksa kehamilan sejak dini, dan mengusahakan agar persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan) baik dilihat dari umur, pendidikan maupun pekerjaan suami. Lokasi penelitian adalah
Kecamatan Kuta Alam, dan ini salah satu Kecamatan dari sembilan Kecamatan yang ada di Kota
Banda Aceh dengan kriteria responden dengan sukarela bersedia menjadi subyek penelitian,.
WaMu penelitian bulan April sampai dengan Juli 2004. Adapun didaerah tersebut jumlah penduduk
50.338 jiwa, diantaranya 25.720 jiwa laki- laki dan 24.608 jiwa perempuan. Kepadatan penduduk
rata-rata 4.576 perdesa atau 5.01 0 per km2. Tingkat pendidikan penduduk mayoritas pendidikan
menegah ke atas, sedangkan pekerjaan penduduk umumnya pedagang, pegawai negerilswasta, wira
usaha dan sebagian kecil nelayan.

Buletin Penelitian Sistem Kesehatan-Vol. 8 No. 2 Desember 2005: 100-1 06

Jumlah pasangan usia subur (PUS) sebanyak 7.971, antara lain dilihat dari kelompok umur kurang
dari 20 tahun sebanyak 227, kelompok umur 20-30 tahun sebanyak 2.91 5 dan kelompok umur
lebih dari 30 tahun sebanyak 4.839, dari jumlah pasangan usia subur tersebut 74% adalah peserta
KB aktif. Cakupan pemeriksaan dan frekwensi kunjungan ibu hamil ke tempat pelayanan kesehatan
adalah K1 90% dan K4 87,5%, sedangkan cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
adalah 86,4%. Subjek penelitian adalah para suami yang istrinya sedang mengalami gravida (hamil)
di wilayah kerja Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh, kriteria responden usia kehamilan
istrinya trimester I ke atas dan bersedia menjadi responden. Responden diperoleh dengan cara
terlebih dahulu mendatangi Puskesmas dan bidan desa yang bertugas di wilayah tersebut untuk
mendapat informasi tentang responden, umur kehamilan dan alamat tempat tinggal, selanjutnya
baru didatangi kerumahnya untuk pendataan. Variabel penelitian adalah karakteristik suami dari ibu
hamil yaitu umur (umur > 35 tahun dan c 35 tahun), pendidikan (Dasar = tamat SD, SLTP dan
Menengah ke atas = tamat SLTA, Perguruan Tinggi) dan pekerjaan (formal = bekerja di
pemerintah, perusahaan dan informal = pedagang, petanilnelayan, wirausaha). Terpilihnya variabel
ini diperkirakan dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk menjaga dan memelihara
kesehatan keluarganya termasuk kehamilan istri, karena dengan variabel tersebut kemampuan,
kesadaran dan kematangan berpikir yang berbeda-beda pula. Waktu penelitian bulan April sampai
dengan Juli 2004. Besar sampel dihitung berdasarkan rumus estimasi dengan rumus:

(Za2PQ n=- d2 )

Di mana: n = Jumlah sampel Za = Deviasi normal atau tingkat kepercayaan 95% (1,96) P = Sifat
keadaan tidak diketahui dianggap 50%) Q = 1-P d = Tingkat ketepatan yang digunakan 10%
maka jumlah sampel diperoleh 96 orang. Pengambilan sampel menggunakan teknik acak sederhana
pada rumah tangga, apabila rumah tangga terpilih tidak memiliki subyek penelitian yang memenuhi
kriteria, maka dilakukan penambahan rumah tangga yang lain hingga mencapai jumlah sampel yang
perlukan. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan kepada
para suami mengenai keterlibatannya dalam masa kehamilan istri. Data dikumpulkan oleh peneliti
sendiri dan dibantu oleh 3 orang surveiyer yang sudah dilatih terlebih dahulu. Teknik pengumpulan
data dengan cara wawancara terstruktur dengan responden. Analisis data dengan uji Chi-square,
yaitu untuk mengetahui hubungan variabel umur, pendidikan, dan pekerjaan suami dengan
keterlibatannya dalam masa kehamilan istri. Keputusan pengujian hipotesis penelitian didasarkan
atas taraf signifikasi 950h (p = 0, 05).

HASlL DAN PEMBAHASAN

Program safe motherhood (keselamatan ibu) mencakup peningkatan kesehatan wanita dan
kandungan pada masa hamil, melahirkan dan setelah melahirkan. Semua proses reproduksi tentu
mengharapkan keterlibatan suami, salah satu keterlibatan suami yang tidak kalah pentingnya adalah
membantu dan menjaga agar istrinya yang sedang hamil dalam keadaan sehat. Keterlibatan suami
dalam menjaga kehamilan istrinya dapat dimanifestasikan dalam bentuk tindakan-tindakan yang
dilakukan suami selama istrinya hamil misalnya:

a) memperhatikan gizil makanan ibu hamil;

b) memeriksa kehamilan sejak dini; dan

c) mengusahakan agar persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan.

Pemeliharaan gizilmakan ibu hamil Kebiasaan seperti pantang makan atau ketidak pedulian
terhadap menu makanan akan menghambat intake bahan makanan kaya gizi pada masa anak- anak,
kehamilan atau menyusui, ha1 ini dapat meningkatkan resiko berkembangnya masalah gizi pada
periode yang membutuhkan gizi tmggi (Kurz dan Kathleen, 1991). Kehamilan, menyusui dan
mentruasi meningkat- kan kebutuhan gizi wanita yang lebih bervariasi jika dibandingkan dengan
masa premenarke. Rosso (1980) ibu hamil sangat membutuhkan zat gizi seperti antara lain: a)
Energi; diperlukan karena adanya adaptasi penggunaan energi, penurunan aktivitas fisik dan
mobilisasi lemak pada ibu hamil. Energi dibutuhkan tambahan sebesar 80.000 kal atau 285-300
kalhari; b) protein; tambahan sekitar 10 gr protein untuk pertumbuhan dan perkembangan janin; c)
Fe; perlu rnenambah sekitar 30 mg dalam diet karena kebutuhan fe ibu hamil tidakdapat dipenuhi
hanya dari makanan, kebutuhan Fe paling besar pada trimester akhir kehamilan diamana janin
rnenyimpan Fe sebagai cadangan, cadangan akan digunakan pada 6 bulan pertama dimana AS1
tidak kaya Fe; d) lodium; defesiensi iodium dapat menyebabkan kretin pada bayi yang ditandai
dengan retardasi mental dan fisik, pot belly, lidah membesar, raut wajah khas; e) Zinc; berperan
dalam sistim enzym yang mengatur proses metabolisme utama dalarn tubuh; f) Calcium;
dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang dan gigi, ibu harnil memerlukan Ca sekitar 1200 mglhari.
Selama trimester akhir Ca paling diperlukan; g) Asam folat; diet folat yang cukup sebelum 6
minggu kehamilan mengurangi inciden neural tube defect. Hasil pendataan tentang keterlibatan
suami dalam memperhatikan gizilrnakanan ibu hamil memper- lihatkan bahwa dari 96 subyek
penelitian atau para suami yang ditanyakan terdapat 74 (77,1°/~) mengatakan merperhatikan
gizilrnakanan istrinya terutama selama hamil, sedangkan 22 (22,9%) lainnya mengatakan tidak
terlalu peduli dengan keadaan gizil makanan selama istrinya hamil, artinya gizi makanan baik
selama istrinya hamil atau tidak hamil sama saja tidak ada beda. memperlihatkan dari segi umur
suami, bahwa antara umur 36 tahun ke atas dengan umur 35 tahun ke bawah terdapat perbedaan
yang mencolok dalam memperhatikan makanan bergizi selama istrinya hamil, dalam ha1 ini
menunjukan suami yang berumur di atas 35 tahun lebih banyak memperhatikan gizi makanan
istrinya (86.5%) dibandingkan dengan suami yang berumur 35 tahun ke bawah (65,9%) dan secara
statistik perbedaan tersebut bermakna (p < 0,05). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil
penelitian Beni (19 99) yang melaporkan suami dengan kelompok umur dibawah 30 tahun lebih
banyak bertindak dalam menjaga gizi selama kehamilan istrinya dibandingkan suarni yang berumur
30 tahun ke atas, namun perbedaan itu tidak begitu mencolok. Ditinjau dari tingkat pendidikan,
suami yang berpendidikan menengah ke atas lebih banyak mernperhatikan gizilrnakanan istrinya
selama hamil (85,7%) dibandingkan dengan suarni yang berpendidikan dasar atau SLTP ke bawah
(60,6%) dan perbedaan tersebut bermakna (p < 0,05%), hasil penelitian ini hampir bersamaan
dengan apa yang dilaporkan oleh Beni (1999) bahwa sernakin tinggi pendidikan semakin banyak
dijumpai suami yang memperdulikan gizi ibu hamil, sedangkan dilihat dari jenis pekerjaan antara
suami yang bekerja disektor formal juga lebih besar persentasenya dalam memperhatikan
gizilmakan istrinya selama istri hamil dibandingkan dengan suami yang bekerja di sektor non
formal, namun perbedaan tersebut secara statistik tidak bermakna (p > 0,05).

umur bahwa suami yang berumur lebih dari 35 tahun ke atas lebih banyak merencanakan persalinan
istrinya ditolong oleh tenaga kesehatan (84,6%) dibandingkan dengan suaimi yang berumur lebih
muda (77,3%), namun perbedaan ini secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang berrnakna
(p > 0,05). Dilihat dari segi tingkat pendidikan suami menunjukkan adanya perbedaan yang
bermakna (p < 0,05) dalam merencanakan atau rnengusahakan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan, dimana suami yang berpendidikan menengah ke atas persentasenya lebih - eesar (89,7%)
dibandingkan dengan suami yang berpendidikan dasar (60,7%), ha1 ini berarti semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang upaya rnendukung istrinya untuk berkonsultasi dan memilih
persalinan ke tenaga kesehatan semakin besar. Menurut Sujarno (2000) bahwa pendidikan dapat
mencerminkan kualitas seseorang dan lebih rasional dalam dalam menghadapi suatu permasalahan.
Sedangkan jenis pekerjaan suami tidak menunjukkan adanya perbedaan secara statistik dalam
merencanakan pertologan persalinan istrinya antara suami yang bekerja disektor formal dengan
suami yang bekerja disektor informal. Suami merencanakan atau mengusahakan persalinan istrinya
ditolong oleh petugas kesehatan terlatih merupakan salah satu program unggulan dalam program
safe mothehood. Pada dasarnya para suami ingin agar kelahiran anaknya ditolong oleh petugas
kesehatan yang terlatih namun kondisinya yang kurang memungkinkan yaitu ketidak sanggupan
dari segi ekonomi.
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Suami yang berumur di atas 35 tahun lebih banyak memperhatikan gizilmakanan istrinya
(86,S0h) dibandingkan dengan suami yang berumur 35 tahun ke bawah (65,g0h) dan secara statistik
perbedaan tersebut bermakna (p < 0,05).

2. Suami yang berpendidikan menengah ke atas lebih banyak rnemperhatikan gzilmakanan istrinya
selama hamil (85,7%) dibandingkan dengan suami yang berpendidikan dasar atau SLTP kebawah
(60,6%) dan perbedaan tersebut bermakna (p < 0,05%).

3. Dilihat dari pekerjaan antara suami yang bekerja disektor formal lebih besar persentasenya
dalam mernperhatikan gizilmakan istrinya selama istri hamil dibandingkan dengan suami yang
bekerja disektor non formal, narnun perbedaan tersebut secara statistik tidak bermakna (p > 0,05)

4. Suami yang berumur 36 tahun ke atas lebih sedikit (67.9%) memeriksa kehamilan istri sejak dini
dibandingkan dengan suami yang berumur 35 tahun ke bawah yang hanya mencapai 72,1%,
perbedaan tersebut secara statistik tidak berrnakna (P > 0,051.

5. Suarni yang berpendidikan menengah ke atas lebih banyak melakukan pemeriksaan kehamilan
istri
JURNAL 4
PENDAMPING PERSALINAN SEBAGAI PENGURANG RASA NYERI SAAT BERSALIN DI
RS MARGONO SOEKARDJO PURWOKERTO

ABSTRACT: LABOR COMPANION AS A REDUCTION OF PAIN DURING LABOR AT


MARGONO SOEKARDJO HOSPITAL IN PURWOKERTO. Labor is spending the products
of conception that is a baby and placenta frommother uterus with pain. Many method was doing to
decrease the pain during labor, such asthe physical therapy, pharmacology until the massage
technique. If the application and thetechnique use was error, it is the aim to reduce the pain won’t
be reached, even it will make more pain than before. Therefore, will more effective and efficient if
the labor pain of maternal reduced with affect maternal psychological. One of the way affect
maternalpsychological is bring the labor companion who highly desirable and trustworthy by
thematernal. Objective : Purpose of the study is to analyze influence of the presence of labor
companionas a reduction of pain during labor. Method : This study use the analytic research
method with cross sectional approach, takinginto 30 maternal active phase of the first stage. The
sampling technique use the accidental sampling. The collection of data obtained from anamnesis
and observation with data analysisusing the chi square test. Result : The majority of respondent was
accompanied during labor and just feel a little pain. There is a relationship between the presence of
labor companion with reduction of painduring labor, it’s proven from ρ value < α (0,002 < 0,05).
Conclusion : There is a relationship between the presence of labor companion withreduction of pain
during labor.

Keywords: Labor, Labor Pain, Labor Companion

ABSTRAK: PENDAMPING PERSALINAN SEBAGAI PENGURANG RASA NYERI SAAT


BERSALIN DI RS MARGONO SOEKARDJO PURWOKERTO. Persalinan merupakan
pengeluaran hasil konsepsi berupa bayi dan plasentadari rahim ibu yang disertai dengan nyeri.
Begitu banyak metode yang dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri saat bersalin mulai dari terapi
fisik, farmakologi sampai teknik massage. Jika pengaplikasian teknik dan penggunaan alat tersebut
kurang tepat diberikan pada ibu bersalin, maka tujuan untuk mengurangi rasa nyeri saat bersalinpun
tidak akan tercapai, atau bahkan dapat menambah rasa nyeri dari nyeri sebelumya. Untuk itu, akan
lebih efektif dan efisien apabila rasa nyeri ibu bersalin dikurangi dengan cara mempengaruhi
psikologis dari ibu bersalin yang bersangkutan. Salah satu cara mempengaruhi psikologis dari ibu
bersalin ini adalah menghadirkan pendamping persalinan yang sangat diinginkan dan dipercaya
oleh ibu bersalin. Tujuan : Penelitian ini dengan demikian bertujuan untuk menganalisis pengaruh
kehadiran pendamping persalinan sebagai pengurang rasa nyeri saat proses persalinan berlangsung.
Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik denganpendekatan cross
sectional. Sebagai subyek penelitian adalah 30 ibu bersalin yang sedang dalam kala I fase aktif.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan accidental sampling. Analisis
menggunakan uji chi square. Pengumpulan data diperoleh dari anamnesa dan observasi. Hasil
Penelitian : Sebagian besar responden didampingi saat bersalin dan hanya merasakan sedikit nyeri.
Terdapat hubungan antara pendamping persalinan dengan pengurangan rasa nyeri, dibuktikan dari
nilai ρ < α (0,002 < 0,05). Kesimpulan : Terdapat hubungan antara pendamping persalinan dengan
pengurangan rasa nyeri

Kata kunci : Persalinan, Nyeri Persalinan, Pendamping Persalinan

PENDAHULUAN

Nyeri saat persalinan merupakan kondisi fisiologis yang secara universal dialami oleh hampir
semua ibu bersalin. Menurut Danuatmaja dan Meiliasari (2008) saat yang paling melelahkan dan
berat, dan kebanyakan ibu mulai merasakan sakit atau nyeri pada saat persalinan adalah kala I fase
aktif. Dalam fase ini kebanyakan ibu merasakan sakit yang hebat karena kegiatan rahim mulai lebih
aktif. Pada fase ini kontraksi semakin lama semakin kuat dan semakin sering. Mander (2003)
menyatakan bahwa nyeri persalinan yang berat dan lama dapat mempengaruhi ventilasi, sirkulasi,
metabolisme dan aktivitas uterus. Nyeri saat persalinan bisa menyebabkan tekanan darah
meningkat, dan konsentrasi ibu selama persalinan menjadi terganggu. Nyeri yang terjadi dapat
mempengaruhi kondisi ibu berupa kelelahan, rasa takut, khawatir dan menimbulkan stress. Stress
dapat menyebabkan melemahnya kontraksi rahim dan berakibat pada persalinan yang lama. Nyeri
dan rasa sakit yang berlebihan akan menimbulkan rasa cemas. Sedangkan rasa cemas yang
berlebihan juga dapat berakibat menambah nyeri. Oleh karena itu, nyeri pada persalinan tidak
boleh diabaikan. Begitu banyak metode yang ditempuh untuk mengurangi rasa nyeri saat persalinan
berlangsung yang diantaranya adalah stimulasi dan massage, Terapi Es dan Panas, Stimulasi Syaraf
Elektris Transkutan (TENS), Hipnosis, ILA, Teknik,Relaksasi, serta Akupunktur.

Jenis-jenis metode di atas merupakan metode penghilang rasa nyeri yang menggunakan teknik dan
atau alat tertentu. Berdasarkan hal tersebut, jika pengaplikasian teknik dan penggunaan alat tersebut
kurang tepat diberikan pada ibu bersalin, maka tujuan untuk mengurangi rasa nyeri saat bersalinpun
tidak akan tercapai, atau bahkan dapat menambah rasa nyeri dari nyeri sebelumya. Untuk itu, akan
lebih efektif dan efisien apabila rasa nyeri ibu bersalin dikurangi dengan cara memengaruhi
psikologis dari ibu bersalin yang bersangkutan. Salah satu cara memengaruhi psikologis dari ibu
bersalin ini adalah menghadirkan pendamping persalinan yang sangat diinginkan dan dipercaya
oleh ibu bersalin. Dukungan dalam persalinan seperti pujian, penentraman hati, tindakan untuk
meningkatkan kenyamanan ibu, kontak fisik, penjelasan tentang yang terjadi selama persalinan dan
kelahiran serta sikap ramah yang konstan. Tugastugas tersebut dapat dipenuhi oleh bidan. Namun,
pada praktiknya bidan juga harus melakukan prosedur medis yang dapat mengalihkan perhatian
mereka dari ibu. (Nike Badhi Subeki, SKp, 2003). Dalam hal ini, seorang wanita yang bersalin
harus ditemani oleh orang yang ia percayai dan membuatnya merasa nyaman. Orang tersebut dapat
berupa pasangannya, sahabatnya atau anggota keluarganya. Akan terasa berbeda apabila seseorang
diperlakukan sama dengan orang yang berbeda. Hal itu pun berlaku dalam ruang persalinan
terhadap ibu yang sedang bersalin. Apabila suatu tindakan penghilang rasa nyeri dilakukan oleh
orang yang dipercayai ibu bersalin, reaksi yang akan timbul dari dalam dirinya adalah perasaan
yang nyaman, tentram, sesuai dengan keinginan ibu bersalin, dan merasakan kasih sayang yang
diharapkan oleh dirinya sendiri. Lain halnya apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan yang dalam
hal ini bukan salah satu dari keluarganya, ibu bersalin akan merasa canggung apabila teknik yang
dilakukan seorang bidan/tenaga kesehatan kurang memberikan kenyamanan pada dirinya. Entah itu
rasa takut, malu, ataupun enggan. Selama ini, peran pendamping persalinan tidak terlalu
dipedulikan baik oleh tenaga kesehatan maupun keluarga. Bahkan di beberapa Rumah Sakit tidak
memperbolehkan adanya pendamping persalinan saat proses persalinan berlangsung, jadi ibu
bersalin hanya didampingi bidan atau tenaga kesehatan saja. Padahal hal itu sangat memengaruhi
kenyamanan dari ibu bersalin itu sendiri yang pada akhirnya akan mengurangi rasa sakit dalam
persalinan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh kehadiran pendamping
persalinan sebagai pengurang rasa nyeri saat proses persalinan berlangsung. Secara umum
persalinan adalah serangkaian kajadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan
37-42 minggu lahir spontan, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janin, disusul dengan
pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu. Penyebab terjadinya persalinan belum
diketahui dengan jelas, tetapi banyak fakta yang memegang peranan dan bekerja sama sehingga
terjadi persalinan. Mulanya berupa kombinasi dari faktor hormon dan faktor mekanis. Nyeri
menurut kebanyakan ahli, sebagai suatu fenomena misterius yang tidak dapat didefinisikan secara
khusus. Menurut Brunner dan Suddart pengertian nyeri dalam kebidanan adalah sesuatu yang
dikatakan oleh pasien, kapan saja adanya nyeri tersebut. Sedangkan Wolf Firest (dalam Depkes RI,
1997) mendefinisikan nyeri sebagai suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan
yang dapat menimbulkan ketegangan. Menurut Arthur Custon (Depkes RI, 1997), nyeri adalah
suatu mekanisme proteksi bagi tubuh, timbul bilamana jaringan sedang dirusakkan dan menyebab
individu bereaksi untuk menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri. Nyeri merupakan kondisi
berupa kondisi perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri
berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya pada orang tersebutlah
yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Pendampingan adalah
perbuatan mendampingi, menemani dan menyertai dalam suka dan duka (Depdiknas, 2001).
Keluarga adalah dua individu atau lebih yang tergabung menjadi satu hubungan darah, hubungan
perkawinan, hidup dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi serta mempertahankan kebudayaan
(Effendy, 1998). Dukungan Pendampingan Persalinan Menurut Marshall (2000) menyebutkan
bahwa dukungan pada persalinan dapat dibagi menjadi dua yaitu : 1. Dukungan fisik adalah
dukungan lansung berupa pertolongan lansung yang diberikan oleh keluarga atau suami kepada ibu
bersalin. 2. Dukungan emosional adalah dukungan berupa kehangatan, kepedulian maupun
ungkapan empati yang akan menimbulkan keyakinan bahwa ibu merasa dicintai dan diperhatikan
oleh suami, yang pada akhirnya dapat berpengaruh kepada keberhasilan. Persalinan adalah saat
menegangkan dan menggugah emosi bagi ibu dan keluarga. Persalinan menjadi saat yang
menyakitkan dan menakutkan bagi ibu. Asuhan ibu yang dimaksud berupa dukungan emosional
dari suami dan anggota keluarga lain untuk berada di samping ibu selama proses persalinan dan
kelahiran. Suami dianjurkan untuk melakukan peran aktif dalam mendukung ibu dan
mengidentifikasi langkah-langkah yang mungkin untuk kenyamanan ibu. Dukungan suami dalam
proses persalinan akan memberi efek pada sistem limbic ibu yaitu dalam hal emosi, emosi ibu yang
tenang akan menyebabkan sel-sel neuronnya mensekresi hormon oksitosin yang reaksinya akan
menyebabkan kontraktilitas uterus pada akhir kehamilan untuk mengeluarkan bayi (Guyton, 1997).
Hamilton (1995) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi peran pendamping persalinan
antara lain sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, pengetahuan, umur dan pendidikan. Peran
pendamping menurut Hamilton (1995) menyatakan peran pendamping selama proses persalinan
yaitu :

1. Mengatur posisi ibu, dengan membantu ibu tidur miring atau sesuai dengan keinginan ibu
disela-sela kontraksi dan mendukung posisi ini agar dapat mengedan secara efektif saat relaksasi.

2. Mengatur nafas ibu, dengan cara membimbing ibu mengatur nafas saat kontraksi dan beristirahat
saat relaksasi.

3. Memberikan asuhan tubuh dengan menghapuskan keringat ibu, memegang tangan, memberikan
pijatan, mengelus perut ibu dengan lembut

4. Memberi informasi kepada ibu tentang kemajuan persalinan 5. Menciptakan suasana


kekeluargaan dan rasa aman 6. Membantu ibu ke kamar mandi 7. Memberikan cairan dan nutrisi
sesuai keinginan ibu 8. Memberikan dorongan spiritual dengan ikut berdoa 9. Memberi dorongan
semangat mengedan saat kontraksi serta memberikan pujian atas kemampuan ibu saat mengedan.

METODE PENELITIAN

Program penelitian akan dilaksanakan selama empat bulan di Rumah Sakit Margono Soekarjo
Purwokerto. Variabel independent dalam penelitian ini adalah pendamping persalinan sedangkan
variabel dependent adalah nyeri persalinan. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan
waktu cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah 30 ibu hamil yang dipilih
secaraaccidental sampling. Analisis data menggunakan chi square.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian tentang pendamping persalinan sebagai pengurang rasa nyeri saat bersalin yang
dilakukan pada bulan april 2013 didapatkan hasil terdapat 19 orang (63,3%) yang persalinannya
didampingi dan 11 orang (36,7%) yang tidak didampingi. Pendampingan adalah perbuatan
mendampingi, menemani dan menyertai dalam suka dan duka (Depdiknas, 2001). Keluarga adalah
dua individu atau lebih yang tergabung menjadi satu hubungan darah, hubungan perkawinan, hidup
dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi serta mempertahankan kebudayaan (Effendy, 1998).
Menurut Hamilton (1995) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi peran pendamping persalinan
antara lain sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, pengetahuan, umur dan pendidikan.
Pendampingan dapat dilakukan dengan memberikan dukungan fisik maupun emosional. Dukungan
tersebut akan mempengaruhi ibu bersalin. dukungan fisik adalah dukungan lansung berupa
pertolongan lansung yang diberikan oleh keluarga atau suami kepada ibu bersalin. Sedangkan
dukungan emosional adalah dukungan berupa kehangatan, kepedulian maupun ungkapan empati
yang akan menimbulkan keyakinan bahwa ibu merasa dicintai dan diperhatikan oleh suami, yang
pada akhirnya dapat berpengaruh kepada keberhasilan melahirkan (Marshall, 2000).
KESIMPULAN

Sebagian besar persalinan didampingi yaitu sebesar 63 %, Skala nyeri yang dirasakan yaitu skala
nyeri minimum sebesar 0, maksimum sebesar 9, mean sebesar 5,17 dan standar deviasi sebesar
2,534. Terdapat hubungan kehadiran pendamping persalinan dengan skala nyeri saat bersalin.
JURNAL 5
MODEL FAMILY CENTERED MATERNITY CARE SEBAGAI STRATEGI OPTIMALISASI
COMPETENT MOTHERING (Family centered maternity care model as the strategy to optimize
competent mothering)

ABSTRAK Pendahuluan: Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di
Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.Untuk persoalan
tersebut perlu pemecahan dalam mengatasi masalah kesehatan ibu dan bayi, salah satunya dengan
membangun model edukasi postnatal yang difokuskan pada ibu postpartum dengan melibatkan
keluarga sebagai dukungan sosial. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan penelitian
partisipatif (kualitatif) dan Participatory Action Research (PRA), dengan tujuan uji coba model
edukasi postnatal secara komprehensif sekaligus evaluasi dalam menyempurnakan model sehingga
diperoleh model yang tepat. Tehnik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara
survei/observasi, wawancara, FGD, wawancara mendalam pada ibu postpartum dan keluarga
sejumlah 100 responden, maupun petugas kesehatan. Hasil: Penelitian yang dilakukan telah
berhasil merumuskan model edukasi postnatal melalui pendekatan FCMC sebagai strategi
optimalisasi competent mothering dalam menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi. Model
tersebut telah dilakukan ujicoba secara komprehensif baik terhadap ibu postpartum dan keluarga
serta terhadap petugas kesehatan dengan media modul dan booklet tentang perawatan diri ibu nifas
dan perawatan bayi baru lahir yang disesuaikan dengan tahapan masa postpartum. Terdapat
pengaruh model edukasi postnatal dengan pendekatan FCMC terhadap persepsi ibu nifas dan
keluarga tentang perawatan diri pada masa immediately postpartum, perawatan diri dan bayi baru
lahir pada fase early postpartum dan fase late postpartum dengan nilai p masing-masing adalah 0,00
(α≤0,05). Selain itu juga didapatkan ada pengaruh sosialisasi model edukasi postnatal dengan
pendekatan FCMC terhadap persepsi petugas kesehatan dengan nilai p 0,00. Diskusi: Rekomendasi
penelitian ini adalah model edukasi postnatal melalui pendekatan FCMC sebagai strategi
optimalisasi competent mothering dapat diterapkan sebagai salah satu upaya dalam menurunkan
Angka Kematian Ibu dan Bayi. Kata Kunci: Model Edukasi Postnatal, FCMC, Competent
Mothering.
PENDAHULUAN

Periode masa nifas yang dijalani ibu postpartum masih memiliki berbagai kendala salah satunya
persepsi yang belum sinergis dengan anjuran kesehatan. Paradigma perawatan post partum yang
baru menekankan bahwa ibu post patum adalah ibu sehat dan merupakan

peristiwa yang fisiologis, sehingga prinsip keperawatannya berorentasi pada kemandirian ibu. Peran
sebagai orang tua tidak terlepas dari partisipasi atau kerja sama antara ibu dan keluarga (suami)
serta anggota keluarga yang lain (Sulistyawati 2009). Hambatan yang masih ditemukan dalam
perawatan ibu postpartum adalah adanya anggapan masyarakat bahwa ibu post partum merupakan
ibu yang sakit, mobilisasinya dihambat, jenis makanannya dibatasi, pemberian ASI colostrum
dihambat sehingga kebutuhan ibu post partum diprioritaskan untuk istirahat penuh. Keterlibatan
keluarga besar dalam perawatan bayi sejauh ini disalah artikan, dimana perawatan bayi diserahkan
pada anggota keluarga yang lain. Kondisi ini membuat ibu nifas cenderung merasa belum siap
dalam melakukan perkembangan dan tugas-tugas perawatan bagi diri serta bayinya. Oleh karena itu
pentingnya adanya pembelajaran pada periode postnatal yang memiliki tujuan untuk
mengadaptasikan ibu dan keluarga berpartisipasi dalam perawatan ibu nifas dan bayi baru lahir
melalui pendidikan postnatal. Salah satu jembatan untuk mengoptimalkan upaya edukasi postnatal
adalah melalui keterlibatan keluarga. Ibu dengan dukungan keluarga melalui pendekatan FCMC
diharapkan memiliki kemampuan yang optimal dalam beradaptasi secara maternal pada masa nifas,
juga kemampuan dalam mengasuh bayi. Berbagai persepsi yang kurang tepat dalam dua kondisi ini
akan sangat berisiko terhadap kesehatan baik ibu maupun bayi. Pemerintah memerlukan upaya
yang sinergis dan terpadu untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB di Indonesia khususnya
dalam mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015. Tentunya hal ini
merupakan tantangan yang cukup berat bagi Pemerintah Indonesia (RI 2007) Target RPJMN Tahun
2010-2014 mengamanatkan agar AKI dapat diturunkan menjadi 118 /100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2014. Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk menurunkan AKI dan AKB ini. Bila
diidentifikasi terkait faktor-faktor yang berkontribusi terhadap AKI dan AKB sangatlah kompleks
(Saifuddin 2004) Kondisi penyebab kematian ibu tersebut ternyata memang bisa ditemukan pada
periode postnatal. Untuk itu perlu perhatian dalam mengidentifikasi masalah kesehatan ibu selama
periode perinatal yang salah satunya adalah masa nifas, termasuk bayi yang menjadi tanggungjawab
ibu dalam berperan sebagai orangtua. Berkaitan dengan permasalahan tersebut di atas telah
dipecahkan, salah satunya dengan membangun Model Edukasi Postnatal yang difokuskan pada ibu
postpartum dengan melibatkan keluarga sebagai sosial support. Model ini memiliki keunggulan
bahwa dalam mengoptimalkan pemahaman ibu tentang peran dan fungsinya dalam beradaptasi
secara maternal dan perawatan bayi baru lahir, keluarga ikut terlibat aktif dalam upaya tersebut.
Dampak dari peningkatan pemahaman ibu postpartum tersebut ibu akan memiliki kemampuan
competent mothering secara optimal. Hal ini tentunya berkontribusi terhadap optimalisasi status
kesehatan ibu maupun bayi yang dilahirkan, sehingga dapat berdampak untuk menekan angka
kematian ibu dan bayi. Masalah yang diteliti ini berkaitan dengan 1) peran petugas kesehatan dan
institusi kesehatan dalam optimalisasi competent mothering ibu postpartum dalam upaya
menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi; 2) peran keluarga dengan pendekatan FCMC dalam
optimalisasi competent mothering ibu postpartum dalam upaya menurunkan angka kematian ibu
dan bayi.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini diawali dengan tahap penggalian data faktual persepsi tentang adaptasi maternal
fisiologis dan psikologis, perawatan diri dan perawatan bayi baru lahir (BBL) masa nifas dan status
kesehatan pada ibu nifas dan keluarga. Selain itu juga penggalian data peran (Dinas Kesehatan,
pelayanan kesehatan, dan petugas kesehatan). Selanjutnya pada tahap 2 dilakukan penyusunan
rancangan model dengan cara telaah hasil analisis data dan selanjutnya mengadakan diskusi untuk
menetapkan model. Pada tahap 3 dilakukan uji coba model secara komprehensif yang dilakukan
dengan: a) melakukan pendidikan kesehatan tentang adaptasi maternal fisiologis dan psikologis,
perawatan diri masa nifas, keluarga sebagai social support, perawatan bayi baru lahir, dan FGD
tentang kesiapan penerimaan peran menjadi orangtua; b) melakukan koordinasi dengan institusi
kesehatan terkait penyusunan kebijakan pelaksanaan edukasi postnatal bagi ibu nifas dan keluarga;
dan c) melakukan pelatihan terhadap petugas kesehatan tentang strategi edukasi postnatal dengan
pendekatan FCMC serta pelatihan tentang optimalisasi competent mothering ibu nifas. Model
edukasi postnatal dengan pendekatan FCMC memiliki beberapa Ketetapan tersebut antara lain:

1) pemberian edukasi postnatal dilakukan dengan menyediakan format discharge planning;

2) melibatkan keluarga terdekat bagi ibu nifas (misal: suami, ibu maupun mertua) sebagai social
support;

3) memperhatikan tahapan masa nifas yang terdiri dari fase immediately postpartum (0-24 jam
pertama), early postpartum (>24 jam-1 minggu pertama) dan late postpartum (> 1 minggu- 6/8
minggu);

4) memperhatikan karakterisktik ibu nifas dan keluarga, termasuk budaya yang digunakan oleh
mereka;

5) topik edukasi disesuaikan dengan kebutuhan ibu terkait tahapan masa nifas. Adapun topik pada
fase immediately postpartum meliputi adaptasi nyeri dan mobilisasi dini. Topik pada fase early
postpartum meliputi perawatan payudara, pijat oksitosin, tehnik menyusui yang benar, nutrisi masa
menyusui, perawatan perineum, personal hygiene, kebutuhan istirahat, senam nifas, ASI ekslusif,
perawatan bayi baru lahir (memandikan, perawatan tali pusat, dan mengganti popok). Sedangkan
topik pada fase late postpartum meliputi kontrasepsi, seksualitas, imunisasi bayi, mengenal perilaku
bayi, tumbuh kembang bayi dan keamanan bayi.

Penelitian ini melibatkan ibu nifas dan keluarga di Ruang Dahlia RSD dr. Soebandi Jember dan
wilayah Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember dengan pendekatan penelitian partisipatif
(kualitatif) dan Participatory Action Research (PRA). Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan
cara Survei/observasi, Wawancara, FGD, indept interview. Penentuan sampel dilakukan dengan
tehnik purposive sampling. Jumlah sampel diambil 50 orang sampel di RSD dr. Soebandi Jember
dan 50 sampel ibu postpartum di Wilayah Kecamatan Kaliwates, sehingga jumlah keseluruhan
adalah 100 responden. Data yang telah dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data 1) persepsi
ibu nifas dan keluarga tentang adaptasi maternal fisiologis dan psikologis; 2) persepsi ibu nifas dan
keluarga tentang perawatan diri masa nifas; 3) persepsi ibu nifas dan keluarga tentang perawatan
bayi baru lahir; 4) persepsi petugas kesehatan tentang edukasi postnatal dengan pendekatan FCMC;
5) pengaruh edukasi postnatal terhadap persepsi ibu nifas dan keluarga tentang perawatan diri masa
nifas dan bayi baru lahir. Pengolahan data yang diperoleh baik secara teoritis maupun lapangan
dianalisis secara kuantitatif baik secara deskriptif maupun menggunakan uji dependent t-tes.

PEMBAHASAN

Berdasarkan uji coba model yang telah dilakukan di RSD dr. Soebandi Jember dan di Puskesmas
Kaliwates Jember didapatkan hasil bahwa edukasi postnatal dengan pendekatan FCMC efektif
diterapkan untuk menguatkan persepsi bagi ibu nifas dan keluarga yang menjalani perawatan di
rumah sakit maupun di rumah. Peneliti berpendapat bahwa pemberian edukasi bagi ibu nifas akan
optimal jika diberikan sesuai tahapan masa nifas yang meliputi tiga fase yaitu immediately
postpartum, early postpartum, dan late postpartum. Topik yang diberikan jika disesuaikan dengan
fase yang sedang dijalani oleh ibu nifas akan lebih optimal karena sesuai dengan kebutuhan yang
sedang dijalani. Topik edukasi pada fase immediately postpartum (0-24 jam pertama) meliputi
adaptasi nyeri dan mobilisasi dini. Topik edukasi pada fase early postpartum (>24 jam1 minggu
pertama) meliputi: perawatan payudara, pijat oksitosin, tehnik menyusui yang benar, kebutuhan
istirahat, senam nifas, ASI ekslusif, perawatan perineum, personal hygiene, dan perawatan BBL
(memandikan, perawatan tali pusat, nutrisi masa menyusui, mengganti popok). Sedangkan topik
edukasi pada fase late postpartum (> 1 minggu- 6/8 minggu) meliputi: kontrasepsi, seksualitas,
imunisasi bayi, mengenal perilaku bayi, tumbang bayi dan keamanan bayi. Proses pemberian
edukasi tersebut dengan melibatkan keluarga sebagai social support. Keluarga merupakan
sekumpulan individu yang menyatu dalam sebuah

hubungan yang diikat denga norma-norma tertentu (Friedman, M.M. 2003). Keluarga ini adalah
kumpulan masyarakat terkecil yang ada di dalam sebuah komunitas. Adanya hubungan yang erat
antar sesama anggota keluarga merupakan dasar bahwa keluarga merupakan individu yang saling
mendukung satu sama lain. Sama halnya pada ibu nifas, dimana tahap perkembangan keluarga yang
dijalani yaitu keluarga dengan childbearing. Keluarga dengan childbearing adalah tahap kedua
dalam perkembangan keluarga yang dimulai sejak kelahiran anak pertama sampai bayi berusia 30
bulan (Friedman, M.M. 2003) Namun menurut Calgary tahap ini merupakan tahap ketiga dimana
terjadi transisi dari peran individu menjadi orang tua dan mulai membentuk sistem yang permanen.
Masa transisi dalam tahap ini menjadi faktor pencetus stres dan ketidakseimbangan dalam keluarga.
Setiap tahap dalam keluarga memiliki tugas yang harus dipenuhi, yang berkaitan dengan tanggung
jawab yang harus dicapai oleh keluarga sehingga keluarga dapat memenuhi kebutuhan keluarga,
yang disebut tugas perkembangan keluarga. tugas perawat pada fase nifas ini adalah memfasilitasi
keluarga khususnya ibu agar mempunyai kompetensi yang maksimal untuk melakukan perawatan
diri dan bayinya. Melalui edukasi postnatal dengan pendekatan FCMC keluarga menjadi optimal
dalam memenuhi tugas perkembangan keluarga dengan ibu nifas baik dalam melakukan perawatan
diri maupun perawatan bayinya. Melalui ujicoba pada ibu nifas dan keluarga yang dirawat di Ruang
Dahlia RSD dr. Soebandi Jember dan di wilayah Puskesmas Kaliwates Jember pada kebutuhan
informasi tentang perawatan diri pada masa Immadiately Postpartum diperoleh nilai p (p value
0,00). Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa etopik dukasi pada fase tersebut efektif
diberikan pada ibu nifas. Topik edukasi pada fase immediately postpartum (024 jam pertama)
meliputi adaptasi nyeri dan mobilisasi dini. Topik tersebut penting disampaikan pada ibu dan
keluarga karena adaptasi nyeri dan mobilisasi dini merupakan kebutuhan utama ibu pada 0-24 jam
pertama pasca melahirkan. Ketika melahirkan terdapat beberapa perubahan fisiologis pada anatomi
reproduksi ibu sehingga menimbulkan nyeri. Rasa nyeri yang dialami ibu karena perubahan serviks
dan iskemia uterus pada persalinan kala I (Wiknjosastro 2005). Kala I fase laten lebih banyak
penipisan di serviks sedangkan pembukaan serviks dan penurunan daerah terendah janin terjadi
pada fase aktif dan transisi. Rasa nyeri ini perlu diadaptasikan oleh perawat melalui edukasi yang
tepat dengan memanfaatkan dukungan yang ada yaitu keluarga. hal ini sesuai dengan teori yang
disampaikan Pillitery (Pillittery 2003) bahwa dukungan dari pasangan, keluarga maupun
pendamping persalinan dapat membantu memenuhi kebutuhan ibu bersalin juga membantu
mengatasi rasa nyeri. Topik lain pada fase immadiately postpartum adalah mobilisasi dini.
Beberapa penelitian telah banyak membuktikan bahwa mobilisisasi dini memberikan manfaat yang
besar bagi ibu nifas. Penelitian mahdiyah (Mahdiyah 2013) membuktikan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara mobilisasi dini dengan penurunan tinggi fundus uteri pada ibu postpartum.
Mobilisasi dini juga memberikan manfaat pada penyembuhan luka perineum bagi ibu yang
melahirkan normal dan luka post operasi sectio caesarea. Hal ini telah dibuktikan bahwa terdapat
hubungan antara mobilisasi dini dengan penyembuhan luka perineum pada ibu postpartum (Dewi,
Ratnawati 2011). Penelitian dari mustakim telah membuktikan bahwa moblisasi dini dinyakatan
efektif dalam mencegah terjadinya infeksi luka pada ibu postpartum dengan sectio caesarea
(Mustakim 2009). Mobilisasi dini penting untuk disampaikan oleh petugas kesehatan disamping
karena manfaatnya yang positif bagi ibu nifas, juga karena keberagaman budaya yang terjadi di
Indonesia. Beberapa masyarakat terkadang masih menganut budaya tertentu dan berkembang dalam
keluarga seperti keyakinan bahwa ibu nifas tidak diperbolehkan bergerak karena akan membuat
luka penyembuhannya menjadi lama, akan menambah rasa sakit pada ibu, dan masih banyak lagi
kepercayaan masyarakat yang salah terkait mobilisasi dini. Perawat perlu meluruskan anggapan
tersebut dengan pendekatan melalui keluarga sebagai sumber dukungan utama ibu nifas. Edukasi
yang diberikan akan efektif jika keluarga saling mendukung dan memahami pentingnya melakukan
perawatan pada ibu nifas salah satunya mobilisasi dini khususnya pada fase 024 jam pertama
melahirkan. Fase selanjutnya yang dilalui ibu nifas adalah early postpartum. Topik edukasi pada
fase early postpartum (>24 jam-1 minggu pertama) meliputi: perawatan payudara, pijat oksitosin,
tehnik menyusui yang benar, kebutuhan istirahat, senam nifas, ASI ekslusif, perawatan perineum,
personal hygiene, dan perawatan BBL (memandikan, perawatan tali pusat, nutrisi masa menyusui,
mengganti popok). Berdasarkan hasil uji coba pada ibu nifas dan keluarga di Ruang Dahlia RSD dr.
Soebandi Jember dan di wilayah Puskesmas Kaliwates Jember terkait perawatan diri pada fase early
postpartum didapatkan p value 0,00. Hasil tersebut menunjukkan bahwa topik edukasi yang
diberika pada fase ini efektif dapat diberikan pada ibu nifas dan keluarga. pentingnya kompetensi
ibu dalam merawat diri dan bayinya adalah salah satu faktor penting untuk menurunkan angka
kematian ibu dan bayi. Fase early postpartum adalah periode di mana ibu seharusnya telah mampu
untuk merawat diri dan bayinya. Melalui dukungan keluarga tentunya kompetensi ini akan lebih
mudah dimiliki oleh ibu nifas. Perawatan diri pada ibu nifas meliputi perawatan payudara, pijat
oksitosin, tehnik menyusui yang benar, kebutuhan istirahat, senam nifas, ASI ekslusif, perawatan
perineum, dan personal hygiene. Perawatan diri yang sedikit dilakukan adalah senam nifas, istirahat
dan tidur, asupan energi dan protein, dan memiliki pantangan makan sehingga direkomendasikan
untuk memberikan edukasi secara optimal bagi ibu nifas dan keluarga terkait topik edukasi tersebut.
Topik pertama yang perlu disampaikan oleh petugas kesehatan adalah perawatan payudara pada ibu
nifas. Perawatan payudara adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan teratur untuk
memelihara kesehatan payudara dengan tujuan untuk mempersiapkan laktasi pada waktu post
partum (Bobak, LM., Lowdermilk, D.L., & Jensen 2005). Tindakan ini dilakukan dengan tujuan
untuk 1) Memelihara kebesihan payudara; 2) Melenturkan dan menguatkan puting susu; 3)
Mengeluarkan puting susu yang masuk kedalam atau daftar; 4) Mempersiapkan produksi ASI; 5)
Mencengah pembendungan ASI; 6) Meningkatkn hygiene payudara; 7) Meningkatkan produksi
ASI; 8) Melenturkan dan menguatkan puting payudara. Hal tersebut telah dilakukan penelitian oleh
Astari & Djuminah (2008) yang membuktikan bahwa ada hubungan antara perawatan payudara
masa antenatal dengan kecepatan sekresi ASI (Djuminah 2008). Hasil uji korelasi menunjukkan
perawatan payudara akan menyebabkan sekresi ASI pada ibu postpartum cenderung lebih cepat
atau kurang dari 24 jam dengan peluang 11 kali lebih cepat dibandingkan dengan ibu yang tidak
melakukan perawatan payudara. Hal ini juga didukung oleh penelitian Masnila (Masnila 2013)
yang membuktikan bahwa ada hubungan perawatan payudara dengan produksi ASI pada ibu
postpartum. Selain itu pentingnya perawatan payudara ini ternyata mampu meningkatkan kualitas
kolostrum. Hal tersebut telah dibuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
kandungan protein dalam kolostrum sebelum dan sesudah perawatan payudara (Machmudah,
Khayati 2013). Melalui dukungan keluarga, kegiatan perawatan payudara pada ibu nifas mampu
dilakukan dengan baik karena edukasi yang diberikan akan langsung dipraktikkan oleh ibu dengan
didukung oleh keluarga khususnya suami dalam pelaksanaannya sehingga ibu mampu melakukan
perawatan payudara dengan benar dan rutin sehingga memberikan manfaat yang baik bagi produksi
ASI ibu nifas. Pijat oksitosin merupakan topik edukasi selanjutnya yang perlu disampaikan pada
ibu nifas dan keluarga. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang (vertebrae)
sampai tulang costae kelima-keenam dan merupakan usaha untuk merangsang hormon prolaktin
dan oksitosin setelah melahirkan (Bobak, LM., Lowdermilk, D.L., & Jensen 2005). Kegagalan
dalam proses menyusui sering disebabkan karena timbulnya masalah, baik pada ibu maupun pada
bayinya, salah satunya yaitu produksi ASI yang kurang. Untuk memperlancar produksi ASI dapat
dilakukan dengan merangsang reflek oksitosin yaitu dengan pijat oksitosin. Penelitian Suryani &
Astuti (2013) membuktikan bahwa pijat oksitosin efektif meningkatkan produksi ASI pada ibu
nifas. Hal ini sesuai dengan pedoman Depkes (Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2007)
bahwa pijat stimulasi oksitosin untuk ibu menyusui berfungsi untuk merangsang hormon oksitosin
agar dapat memperlancar ASI dan meningkatan kenyamanan ibu, mengurangi bengkak
(engorgement), mengurangi sumbatan ASI, dan mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi
sakit. Mengingat gerakan dalam melakukan pijat oksitosin ini adalah di vertebrae (tulang belakang)
maka lebih optimal jika dibantu oleh orang lain. Petugas kesehatan dapat melakukan pijat oksitosin
pada ibu sambil mengajarkan pada ibu dan keluarga cara dan titik yang harus dilakukan pemijatan
sehingga keluarga sebagai pendamping utama bagi ibu nifas dapat memberikan tindakan pemijatan
baik ketika di rumah sakit maupun saat di rumah agar produksi ASI lancar dan proses menyusui
dapat berjalan dengan optimal. Proses menyusui akan berjalan optimal jika kondisi fisik dan
psikologis ibu dalam keadaan baik. Selain itu produksi ASI juga merupakan faktor penting
keberhasilan proses menyusui. Namun produksi ASI yang banyak jika tidak dilakukan dengan
teknik menyusui yang benar juga akan menghambat proses menyusui. Teknik menyusui yang benar
adalah cara memberikan ASI kepada bayi dengan perlekatan sehingga proses menyusui optimal
karena posisi ibu dan bayi ketika menyusui dapat memberikan rangsangan pengeluaran ASI dan
bayi dapat menghisap puting dengan benar. Mengajari ibu bagaimana teknik menyusui yang benar
adalah tugas dari petugas kesehatan dengan mengoptimalkan dukungan keluarga sebagai social
support utama bagi ibu nifas. Posisi menyusui yang salah dapat menimbulkan masalah pada ibu dan
bayi seperti puting menjadi lecet karena perlekatan tidak sempurna sehingga membuat ibu enggan
menyusui, produksi ASI tidak lancar yang menyebabkan proses menyusui terhambat, dan bayi
sering menangis karena tidak merasa kenyang setelah disusui. Hal tersebut dapat menjadi masalah
ketidakberhasilan ibu dalam menyusui sehingga edukasi yang optimal diperlukan agar ibu mampu
dan kompeten dalam menyusui bayi. Dukungan keluarga sangat penting di sini karena petugas
kesehatan tidak selalu berada di samping ibu untuk mengamati apakah posisi menyusui sudah
benar. Keluarga adalah individu yang selalu berada di samping ibu sehingga bisa diberdayakan
untuk mengingatkan dan membantu ibu melakukan teknik menyusui yang benar. Masa nifas adalah
masa yang cukup melelahkan bagi ibu dan keluarga karena adanya anggota keluarga baru yaitu
bayi. Tahap perkembangan keluarga dengan anak kecil menurut Calgary adalah tahap ketiga. Pada
tahap ini orang dewasa menjadi pengasuh untuk bayinya. Pengalaman keluarga dapat
mempengaruhi pembentukan keluarga baru. Tahap ini merupakan tahap terjadinya transisi dari
peran individu menjadi orang tua dan mulai membentuk sistem yang permanen. Peran tersebut pada
mulanya sulit karena perasaan ketidakadekuatan menjadi orangtua baru, kurangnya bantuan dari
keluarga dan teman-teman, dan para profesional perawatan kesehatan yang bersifat membantu dan
sering terbangun tengah malam oleh bayi yang berlangsung 3 hingga 4 minggu. Ibu merasa letih
secara psikologis dan fisiologis. Ia sering merasakan beban tugas sebagai ibu rumah tangga dan
mungkin juga bekerja selain merawat bayi. Ketika periode tersebut ibu membutuhkan istirahat yang
cukup agar terhindar dari stress fisik maupun psikologis. Petugas kesehatan penting menyampaikan
kebutuhan istirahat dan tidur selama fase early postpartum karena kebutuhan ini adalah kebutuhan
utama bagi ibu. Kegunaan atau fungsi dari tidur yang cukup bagi ibu nifas yaitu regenerasi sel-sel
tubuh yang rusak menjadi baru, memperlancar produksi hormon pertumbuhan tubuh,
mengistirahatkan tubuh yang letih akibat aktivitas seharian, meningkatkan kekebalan tubuh dari
serangan penyakit, menambah konsentrasi dan kemampuan fisik. Dengan kondisi fisik dan
psikologis yang baik, ASI akan diproduksi dengan baik sehingga proses menyusui akan berjalan
dengan lancar.

Produksi ASI dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor selain pijat oksitosin, perawatan payudara,
teknik menyusui yang benar, cukup istirahat. Faktor lain yang juga mempengaruhi produksi ASI
yaitu nutrisi yang baik dan benar untuk ibu menyusui. Hal ini penting disampaikan karena ternyata
pengetahuan ibu terkait nutrisi masa menyusui masih tergolong kurang. Berdasarkan penelitian
didapatkan bahwa pengetahuan ibu menyusui tentang asupan nutrisi cukup, hal ini disebabkan
masih kurangnya informasi dan penyuluhan dari tenaga kesehatan tentang asupan nutrisi yang baik
(Maisyarah 2011). Disarankan kepada petugas kesehatan agar memberikan pemahaman tentang
pentingnya memberikan informasi mengenai asupan nutrisi yang baik. Hal tersebut juga disebabkan
masih banyaknya budaya pantang makan bagi ibu nifas yang berkembang di masyarakat sehingga
kebutuhan nutrisi kadang belum tercukupi. Petugas kesehatan penting untuk menyampaikan nutrisi
bagi ibu nifas karena menjadi salah satu faktor kelancaran produksi ASI dan meningkatkan
kesehatan ibu nifas serta bayinya. Dukungan keluarga sangat dominan di sini karena keluarga yang
\biasanya menyiapkan makanan bagi ibu nifas yang tinggal di tengah-tengah keluarga. Gizi pada
ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air susu, yang sangat dibutuhkan untuk
tumbuh kembang bayi. Bila pemberian ASI berhasil baik, maka berat badan bayi akan meningkat,
integritas kulit baik, tonus otot serta kebiasaan makan yang memuaskan.

KESIMPULAN

Model Edukasi Postnatal dengan pendekatan Family Centered Maternity Care efektif digunakan
sebagai strategi optimalisasi competent mothering bagi ibu nifas dengan melibatkan keluarga secara
langsung. Namun sampai dengan akhir penelitian masih perlu melakukan penyempurnaan modul
dan booklet sebagai medianya.
BAB 3

KELEBIHAN KELEMAHAN DAN MANFAAT

JURNAL 1

KELEBIHAN

1. Meningkatnya pengetahuan ibu dalam beradaptasi terhadap perubahan maternal yang terjadi
selama masa nifas baik perubahan fisik,psikologis,serta meningkatnya pengetahuan ibu dalam
merawat bayi.

2.Di mana dukungan keluarga melalui pendekatan FCMC dapat membantu ibu dalam
mengoptimalkan masa nifas,dan kemampuan dalam mengasuh bayi.

KELEMAHAN

1.Adanya hambatan yang masih di temukan dalam perawatan ibu post parfum,di mana adanya
anggapan masyarakat bahwa ibu post parfum merupaka n ibu yang sakit,mobolisasinya di
hambat,jenis makanannya di batasi,sehingga kebutuhan ibu post parfum di prioritaskan untuk
istirahat penuh.

2.Pelaksanaannya masih belum optimal dalam mencapai peningkatan pemahaman ibu dalam
optimalisasi competent mothering.pelaksanaanya masih belum optimal karena tenaga kesehatan
lebih meningkatkan perannya dalam memberikan informasi terkait ASI agar keberhasilan
pemberian ASI bisa optimal.

MANFAAT

1.Agar mampu meningkatkan kemampuan ibu dalam beradaptasi pada perubahan maternal yang
terjadi.

2.Sangat membutuhkan dukungan keluarga melalui pendekatan FCMC dan dapat membantu ibu
dalam mengoptimalkan masa nifas.
JURNAL 2

KELEBIHAN

1.Ketenangan dan perlindungan.Ketenangan dan perlindungan adalah sebuah kondisi dimana kita
bisa terhubung kepada salah satu bagian dalam jiwa kita.

2.Mengetahui hubungan keluarga (suami,orantua) yang paling berhubungan dengan perilaku


responden dalam pelayanan antenal persalinan.

KELEMAHAN

1.Setelah melahirkan di mana sering muncul perasaan sedih sementara,depresi sedang,dan psikosis
pasca kelahiran.

2.Tingginya angka kematian bumil di karenakan kurangnya perhatian suami,pada hal seharusnya
suami yang memiliki istri hamil harus selalu siap antar dan jaga (siaga).

MANFAAT

1.Memberikan ketenangan dan perlindungan dimana perlindungan dan ketenangan bisa terhubung
kepada salah satu bagian dalam jiwa kita.

2.Agar mengetahui hubungan keluarga dan yang paling berhubungan dengan perilaku responden
dalam pelayanan antenal persalinan.
JURNAL 3

KELEBIHAN

1.Keterlibatan suami dalam menjaga kehamilan istri.Disaat istri sedang mengandung itulah para
suami seharusnya menunjukkan dukungan ekstra.

2.Suami memainkan peran kunci selama masa kehamilan dan persalinan istri serta setelah bayi
lahir,keputusan dan tindakan mereka berpengaruh terhadap kesehatan,kehidupan dan kematian ibu
dan bayi.

KELEMAHAN

1.Sikap dan perilaku masyarakat dalam upaya kesehatan reproduksi sering terlihat belum kondusif
untuk pendekatan cakupan pelayanan kesehatan reproduksi.

2.Masih banyak anggapan bahwa hamil dan melahirkan hanya peristiwa biasa dan tidak perlu
mendapatkan perhatian yang berlebihan,sikap dan perilaku ini bukan hanya datang dari pihak
wanita melainkan juga laki-laki atau suami dan keluarga yang lebih luas.

MANFAAT

1.Suami ikut terlibat dalam menjaga kehamilan istri dan suami sangat berperan dalam menjaga
kandungan seorang ibu hamil.

2.Suami sangat berperan penting dalam menjaga kehamilan istri dan saat persalinan serta setelah
bayi lahir.
JURNAL 4

KELEBIHAN

1.Dapatkan meninggalkan Rumah sakit lebih cepat

2.Terhindar dari resiko yang diakibatkan oleh operasi

3.Ibu dapat langsung berinteraksi dengan bayi

KELEMAHAN

1.Posisi terlentang atau dalam kebidanan dikenal dengan litotomi : kelemahan pada posisi ini
adalah suplei oksigen pada janin kurang lancar

2.Posisi mering ke sala satu sisi tubuh: kelemahan disisi ini yaitu menyulitkan memonitr proses
keluarnya kepala bayi dari dasar panggul dan bila perlu pindahkan pengguntingan jalan lahir akan
menyulitkan tindakan episiotomi

MANFAAT

1.Bonding kuat

2.Agar bisa meninggalkan Rumah sakit lebih cepat

3.Dapat terhindar dari resiko yang di akibatkan oleh operasi

4.Sehingga bisa langsung berinteraksi dengan bayi


JURNAL 5

KELEBIHAN

1.Adanya hubungan yang erat antar sesama anggota keluarga merupakan dasar bahwa keluarga
merupakan individu yang saling mendukung satu sama lain.

2.Setiap tahap dalam keluarga memiliki tugas yang harus dipenuhi,yang berkaitan dengan tanggung
jawab yang harus dicapai oleh keluarga sehingga keluarga dapat memenuhi kebutuhan
keluarga,yang di sebut tugas perkembangan keluarga.

3.Melalui dukungan keluarga tentunya kompotensi ini akan lebih mudah dimiliki oleh ibu nifas.

KELEMAHAN

1.Produksi ASI juga merupakan faktor penting keberhasilan proses menyusui.Namun produksi ASI
yang banyak jika tidak dilakukan dengan teknik menyusui yang benarjuga akan menghambat proses
menyusui.

2.Posisi menyusui yang salah dapat menimbulkan masalah pada ibu dan bayi seperti puting menjadi
lecet karena perlekatan tidak sempurna sehingga membuat ibu enggan menyusui,produksi ASI tidak
lancar yang menyebabkan proses menyusui terhambat,dan bayi sering menangis karena tidak
merasa kenyang setelah disusui.

MANFAAT

1.Dapat berhubungan erat dengan sesama anggota keluarga dan merupakan dasar bahwa keluarga
merupakan individu yang saling mendukung satu sama lain.

2.Dapat menjadi dukungan keluarga yang kompetensi yang akan memudahkan dan dapat dimiliki
oleh ibu nifas.
BAB 4

MENGANALISIS JURNAL

MENGANALISIS DARI 5 JURNAL YANG PALING TERBAIK

Didapatkan bahwa FCMC pada jurnal ke-5 bahwa kelemahan dari jurnal ke-5 ialah

1.Produksi ASI juga merupakan faktor penting keberhasilan proses menyusui.Namun produksi ASI
yang banyak jika tidak dilakukan dengan teknik menyusui yang benar juga akan menghambat
proses menyusui.

2.Posisi menyusui yang salah dapat menimbulkan masalah pada ibu dan bayi seperti puting menjadi
lecet karena perlekatan tidak sempurna sehingga membuat ibu enggan menyusui.Produksi ASI
tidak lancar yang menyebabkan proses menyusui terhambat dan bayi sering menangis karena tidak
merasa kenyang setelah disusui.
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

A.KESIMPULAN

Model Edukasi Postnatal dengan pendekatan Family Centered Maternity Care efektif digunakan
sebagai strategi optimalisasi competent mothering bagi ibu nifas dengan melibatkan keluarga secara
langsung. Namun sampai dengan akhir penelitian masih perlu melakukan penyempurnaan modul
dan booklet sebagai medianya.

B.SARAN

Model edukasi postnatal dengan pendekatan FCMC dapat dipalikasikan oleh petugas kesehatan
untuk meningkatkan persepsi ibu nifas dan keluarga dalam mengoptimalkan perannya dalam
merawat diri dan merawat bayi yang dilahirkan. Keluarga sebagai social support utama bagi ibu
nifas disarankan untuk terlibat aktif dalam proses edukasi postnatal maupun dalam proses
perawatan ibu dan bayinya selama periode postpartum. Diperlukan kebijakan pada system
pelayanan kesehatan untuk implementasi model ini terkait dengan jumlah sumber daya manusia,
serta sarana dan prasarana untuk edukasi.
TUGAS JURNAL

NAMA NAMA KELOMPOK 3

1.NADIA SRI WUNU 2017610068

2.STEFI GRAF DARAD 2017610100

3.CIDALIA D.RESSURREICAO 2017610117

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2018

Anda mungkin juga menyukai