Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

KURANG GIZI

A. TINAJUAN TEORI
1. DEFINISI KURANG GIZI
Menurut Supariasa (2002:18), malnutrisi adalah keadaan
patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut
saat lebih zat gizi.
Menurut Ngastiyah (2005:258), gizi kurang pada keadaan
awalnya tidak ditentukan kelainan biokimia tapi pada keadaan lanjut akan
didapatkan kadar albumin rendah, sedangkan globulin meninggi.
Sedangkan menurut Almatsier(2002: 303), Gizi kurang
disebabkan oleh kekurangan makanan sumber energi secara umum dan
kurang sumber protein.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Gizi kurang
adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh konsumsi makanan yang
kurang sumber protein, penyerapan yang buruk atau kehilangan zat gizi
secara berlebih.

2. FAKTOR PENYEBAB GIZI KURANG


a. Tidak tersedianya makanan secara adekuat Tidak tersedinya makanan
yang adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi. Kadang
kadang bencana alam, perang, maupun kebijaksanaan politik maupun
ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini.
Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya makan yang
adekuat. Data Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa adanya
hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan
merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Proporsi
anak malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil
pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan
gizi.
b. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang makanan
alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu (ASI), dan sesudah usia 6
bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang
tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status
gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi
dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat,
vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan
baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat
pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus
puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi
balita karena ketidaktahuan.
c. Pola makan yang salah Suatu studi "positive deviance" mempelajari
mengapa dari sekian banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya
sebagian kecil yang gizi buruk, padahal orang tua mereka semuanya
petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak
berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya
sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti
soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun
sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan
perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya
sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau
pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan. Banyaknya
perempuan yang meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota
bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat menyebabkan anak
menderita gizi buruk.
d. Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat
tertentu yang tidak benar dalam pemberian makan akan sangat
merugikan anak . Misalnya kebiasaan memberi minum bayi hanya
dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini, berpantang
pada makanan tertentu ( misalnya tidak memberikan anak anak daging,
telur, santan dll) , hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk
mendapat asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup sehingga
anak menjadi sering sakit (frequent infection)
a. Infeksi kronik seperti misalnya tuberculosis (TBC) masih sangat
tinggi. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan
yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling
memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi
dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada
sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi.

3. PATOFISIOLOGI
Sebenarnya malnutrisi (Gizi kurang) merupakan suatu sindrom
yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas
tiga faktor penting yaitubhost, agent, environment (Supariasa, 2002).
Memang faktor diet makanan memegang peranan penting tetapi faktor lain
ikut menentukan dalam keadaan keluarga makanan, tubuh selalu berusaha
untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau
energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein
dan lemak, merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan
kehidupan, (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai
bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat
sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan.
Akibat katabolisme protrein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilkan asam amino yang segera di ubah menjadi karbohidrat di
hepar dan di ginjal selama puasa jaringan lemak di pecah jadi asam lemak,
gliseraal dan keton bodies, asam lemak dan keton bodies sebagai sumber
energi kalau kekurangan makan ini berjalan menahun. Tubuh akan
mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-
kira kehilangan separuh tubuh.
Proses patogenesis terlihat pada faktor lingkungan dan manusia
(host dan environment) yang didukung oleh asupan-asupan zat-zat gizi,
akibat kekurangan zat gizi maka simpanan zat gizi pada tubuh digunakan
untuk memenuhi kebutuhan, apabila keadaan ini berlangsung lama. Maka
simpanan zat gizi ini akan habis ahirnya terjadi pemerosotan jaringan.
Pada saat ini orang sudah dapat digolongkan sebagai malnutrisi , walaupun
hanya baru dengan ditandai dengan penurunan berat badan dan
pertumbuhan terhambat.
Patofisiologi menurut Nurcahyono (2007), Pada keadaan ini
yang muncul adalah pertumbuhan yang kurang atau disertai mengecilnya
otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Kelainan demikian
merupakan proses psikologis untuk kelangsungan jaringan hidup. Tubuh
memerlukan energi dan dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan

4. PATHWAYS
/

5. MANIFESTASI KLINIS
a. Marasmus
Menurut Anggoro (2007) marasmus adalah kekurangan
energi pada makanan yang menyebabkan cadangan protein lebih
terpakai sehingga anak menajdi kurus dan emosional dan tanda-tanda
kurus (simpanan lemak dan protein yang disertai gangguan fisiologi
sampai terjadinya oedem aktivitas metabolik normal/rendah).
Menurut Sugiono (2007) marasmus merupakan akibat dari
kelaparan yang hampir menyeluruh. Seorang anak yang mengalami
marasmus, mendapatkan sangat sedikit makanan, sering disebabkan
karena ibu tidak dapat memberikan ASI. Badannya sangat kurus akibat
hilangnya otot dan lemak tubuh. Hampir selalu disertai terjadinya
infeksi. Jika anak mengalami cedera atau infeksi yang meluas,
prognosanya buruk dan bisa berakibat fatal.
Menurut Purhadi (2007) Marasmus umumnya dialami
masyarakat yang menderita kelaparan. Marasmus adalah permasalahan
serius yang terjadi di Negara-negara berkembang. Menurut data WHO
sekitar 49% dari 10,4 juta kematian yang terjadi pada anak-anak di
bawah usia 5 tahun di Negara berkembang berkaitan dengan defisiensi
energi dan protein sekaligus. Marasmus juga umum terjadi pada anak-
anak miskin perkotaan, anak-anak dengan penyakit kronik dan akan-
anak dipenjara. Tingginya jumlah penderita marasmus tak hanya
menimbulkan resiko kematian tapi juga menyebabkan syaraf otak tidak
berkembang optimal.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa marasmus
adalah kekurangan energi pada makanan yang menyebabkan cadangan
protein lebih terpakai sehingga anak menjadi kurus dan emosional
yang diakibatkan oleh kelaparan secara menyeluruh.
Menurut Nurcahyo (2007). Pada keadaan ini yang menyolok
adalah pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai otot dan
menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada mulanya kelainan
demikian merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup
jaringan, tubuh yang memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh
makanan yang diberikan, sehingga harus dapat dari tubuh sendiri,
sehingga cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan
energi tersebut.
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja
membantu memenuhi kebutuhan energi, akan tetapi juga untuk
memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti
asam amino untuk komponen homeostatic. Oleh karena itu pada
marasmus berat kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang
normal sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumia.
Tanda dan Gejala Menurut Hamzah (2006) tanda-tanda
marasmus adalah :
a) Otot akan mengecil/atrofi
b) Apatis
c) Sangat kecil/kurus
d) BB kurang, tidak sesuai umur
e) Kulit kedodoran
f) Muka seperti orang tua dan kulit kering
g) Perut buncit dengan gambaran usus yang nyata
h) Vena superfisialis tampak jelas , ubun-ubun cekung, tulang pipi
dan dagu kelihatan menonjol.

b. Kwashiorkor
Menurut Ngastiyah (2005) kwashiorkor adalah gangguan gizi
disertai dengan edema. Sebab utama penyakit ini adalah defisiensi
protein. Penyakit kwashiorkor umunya terjadi pada anak dari keluarga
social ekonomi yang rendah karena tidak mampu membeli makanan
yang mengandung protein hewani seperti : daging, hati, usus, susu,
dsb. Sebenarnya selain protein hewani protein nabati terdapat pada
kedelai, kacang-kacangan juga dapat menghindarkan kekurangan
protein tersebut apabila diberikan, tetapi karena kurangnya
pengetahuan orang tua anak menderita defisiensi protein ini. Sering
kurangnya pengetahuan juga adanya factor takhayul turut menjadi
penyebab pula. Kwashiorkor biasanya dijumpai pada golongan umur
tertentu yaitu bayi pada masa disapih dan pada anak pra sekolah yang
merupakan golongan umur yang relatif memerlukan lebih banyak
protein untuk tumbuh sebaik-baiknya.
Menurut Widodo (2005) kwashiorkor adalah gangguan gizi
karena kekurangan protein biasa sering disebut busung lapar. Gejala
yang timbul diantaranya adalah tangan dan kaki bengkak, perut buncit,
rambut rontok dan patah, gangguan kulit.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa
kwashiorkor adalah suatu keadaan gangguan gizi yang diakibatkan
karena kurangnya protein dalam tubuh.
Menurut Judarwanto (2005) pada kwashiorkor yang klasik
gangguan metabolik dan perubahan sel menyebabkan ederma dan
perlemean hati. Kelainan ini merupakan gejala yang mencolok.
Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan
berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Karena
dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan
meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang jumlahnya
sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot. Berkurangnya asam
amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya ke otot.
Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab
kurangnya pembentukan albumin oleh hepar sehingga kemudian
timbul ederma.
Gejala Klinis Menurut Aditya (2006), gejala klinis
kwashiorkor adalah :
a) Oedem di seluruh tubuh terutama kaki
b) Wajah membulat dan sembab
c) Otot-otot mengecil lebih nyata apabila diperiksa dalam posisi
berdiri dan duduk.
d) Perubahan status mental, cengeng, rewel, kadang apatis.
e) Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia)
f) Pembesaran hati
g) Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut
h) Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas
i) Pandangan mata anak tampak sayu
j) Penatalaksanaan
Menurut Hamzah (2006) prinsip pengobatan kwashiorkor adalah:
a. Memberikan makanan yang mengandung banyak protein bernilai
biologi tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin, dan mineral.
b. Makanan harus mudah dicerna dan diserap.
c. Makanan yang diberikan secara bertahap, karena toleransi terhadap
makanan sangat rendah
d. Penanganan terhadap penyakit penyerta
e. Tindak lanjut berupa pemantauan kesehatan penderita dan
penyuluhan gizi tambahan.

6. STATUS GIZI
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk
variabel tertentu, contoh gondok endemik merupakan keadaaan tidak
seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh.
Perlunya deteksi dini status gizi mengingat penyebabnya sangat
kompleks, pengelolaan gizi buruk memerlukan kerjasama yang
komprehensif dari semua pihak.
Bukan hanya dari dokter maupun tenaga medis, namun juga
pihak orang tua, keluarga, pemuka masyarakat maupun agama dan
pemerintah. Langkah awal pengelolaan gizi buruk adalah mengatasi
kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan "frekuen feeding"
(pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet penerimaan
tubuh terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan pemberian
stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein
serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar sesuai umur anak,
Pada daerah endemis gizi buruk perlu distribusi makanan yang memadai.
Menurut Menkes No. 9201 menkes/SK/VIII/2002 status gizi
ditentukan berdasarkan Z-SCORE berdasarkan berat badan (kg) terhadap
umur (bulan) yang diklasifikasikan sebagai berikut :
 Gizi Lebih: apabila berat badan balita berada > +2 SD (Standar
Deviasi)
 Gizi Baik : apabila berat badan balita berada antara <-2 SD
 Gizi Buruk: apabila berat badan balita <-3 SD

a. Penilaian Status Gizi Secara Langsung


Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat
penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.
1) Antropometri
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan
ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan
tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
a) Indeks Masa Tubuh (IMT) Atau Body Mass Index (BMI)
Salah satu contoh penilaian ststus gizi dengan antropometri
adalah Indeks Massa Tubuh. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau
Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang
sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa,
khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan
berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko
terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan
meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh
karena itu, mempertahankan berat badan normal
memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup
yang lebih.
Pedoman ini bertujuan memberikan penjelasan tentang cara-
cara yang dianjurkan untuk mencapai berat badan normal
berdasarkan IMT dengan penerapan hidangan sehari-hari yang
lebih seimbang dan cara lain yang sehat. Untuk memantau
indeks masa tubuh orang dewasa digunakan timbangan berat
badan dan pengukur tinggi badan. Penggunaan IMT hanya
untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat
diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan
olahragawan.
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus
berikut:
Menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus:
/IMT = Berat Badan (kg)/(Tinggi Badan (cm)/100)2

Kategori

Keterangan

IMT
Kurus

Kekurangan berat badan tingkat berat

<>

Kurus sekali

Kekurangan berat badan tingkat ringan

17,0 – 18,4

Normal

Normal

18,5 – 25,0

Gemuk

Kelebihan berat badan tingkat ringan

25,1 – 27,0

Obes

Kelebihan berat badan tingkat berat

> 27,0

Untuk mengukur status gizi anak baru lahir adalah dengan


menimbang berat badannya yaitu : jika ≤ 2500 gram maka
dikategorikan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) jika 2500 –
3900 gram Normal dan jika ≥ 4000 gram dianggap gizi lebih.

DAFTAR PUSTAKA

Basuki, U. 2003, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Baduta


pada Keluarga Miskin & Tidak Miskin di Kota Bandar Lampung, FKMUI

FK UI. 2007, Ilmu Kesehatan Anak, Cetakan kesebelas, Bagian Ilmukesehatan


Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia

Hidayati, 2000. Status Gizi Balita Berdasarkan Karakteristik Balita dan Keluarga
di Provinsi Sumatera Barat Tahun 1998, Skripsi, FKM-UI, Depok

Hadi, I. 2005, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita di


Kelurahan Neglasari dan Kedaung Wetan, Skripsi, FKM-UI, Depok

Hermann, W. 2003, ‘USDA Nutrient Database’, American Journal of Clinical


Nutr.

Hermansyah, 2002, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian KEP Anak


Umur 6-59 Bulan Pada Keluarga Miskin di Kota Sawah Lunto, Tesis,
FKMUI
Supriatna, N. 2004. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak
Usia 24-60 Bulan di Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka, FKM-
UI

Susanto,MKM. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan IMT/U pada


Balita Vegetarian Lakto Ovo dan Non Vegetarian di DKI Jakarta, 2008

Anda mungkin juga menyukai