LP Gizi Kurang
LP Gizi Kurang
KURANG GIZI
A. TINAJUAN TEORI
1. DEFINISI KURANG GIZI
Menurut Supariasa (2002:18), malnutrisi adalah keadaan
patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut
saat lebih zat gizi.
Menurut Ngastiyah (2005:258), gizi kurang pada keadaan
awalnya tidak ditentukan kelainan biokimia tapi pada keadaan lanjut akan
didapatkan kadar albumin rendah, sedangkan globulin meninggi.
Sedangkan menurut Almatsier(2002: 303), Gizi kurang
disebabkan oleh kekurangan makanan sumber energi secara umum dan
kurang sumber protein.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Gizi kurang
adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh konsumsi makanan yang
kurang sumber protein, penyerapan yang buruk atau kehilangan zat gizi
secara berlebih.
3. PATOFISIOLOGI
Sebenarnya malnutrisi (Gizi kurang) merupakan suatu sindrom
yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas
tiga faktor penting yaitubhost, agent, environment (Supariasa, 2002).
Memang faktor diet makanan memegang peranan penting tetapi faktor lain
ikut menentukan dalam keadaan keluarga makanan, tubuh selalu berusaha
untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau
energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein
dan lemak, merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan
kehidupan, (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai
bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat
sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan.
Akibat katabolisme protrein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilkan asam amino yang segera di ubah menjadi karbohidrat di
hepar dan di ginjal selama puasa jaringan lemak di pecah jadi asam lemak,
gliseraal dan keton bodies, asam lemak dan keton bodies sebagai sumber
energi kalau kekurangan makan ini berjalan menahun. Tubuh akan
mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-
kira kehilangan separuh tubuh.
Proses patogenesis terlihat pada faktor lingkungan dan manusia
(host dan environment) yang didukung oleh asupan-asupan zat-zat gizi,
akibat kekurangan zat gizi maka simpanan zat gizi pada tubuh digunakan
untuk memenuhi kebutuhan, apabila keadaan ini berlangsung lama. Maka
simpanan zat gizi ini akan habis ahirnya terjadi pemerosotan jaringan.
Pada saat ini orang sudah dapat digolongkan sebagai malnutrisi , walaupun
hanya baru dengan ditandai dengan penurunan berat badan dan
pertumbuhan terhambat.
Patofisiologi menurut Nurcahyono (2007), Pada keadaan ini
yang muncul adalah pertumbuhan yang kurang atau disertai mengecilnya
otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Kelainan demikian
merupakan proses psikologis untuk kelangsungan jaringan hidup. Tubuh
memerlukan energi dan dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan
4. PATHWAYS
/
5. MANIFESTASI KLINIS
a. Marasmus
Menurut Anggoro (2007) marasmus adalah kekurangan
energi pada makanan yang menyebabkan cadangan protein lebih
terpakai sehingga anak menajdi kurus dan emosional dan tanda-tanda
kurus (simpanan lemak dan protein yang disertai gangguan fisiologi
sampai terjadinya oedem aktivitas metabolik normal/rendah).
Menurut Sugiono (2007) marasmus merupakan akibat dari
kelaparan yang hampir menyeluruh. Seorang anak yang mengalami
marasmus, mendapatkan sangat sedikit makanan, sering disebabkan
karena ibu tidak dapat memberikan ASI. Badannya sangat kurus akibat
hilangnya otot dan lemak tubuh. Hampir selalu disertai terjadinya
infeksi. Jika anak mengalami cedera atau infeksi yang meluas,
prognosanya buruk dan bisa berakibat fatal.
Menurut Purhadi (2007) Marasmus umumnya dialami
masyarakat yang menderita kelaparan. Marasmus adalah permasalahan
serius yang terjadi di Negara-negara berkembang. Menurut data WHO
sekitar 49% dari 10,4 juta kematian yang terjadi pada anak-anak di
bawah usia 5 tahun di Negara berkembang berkaitan dengan defisiensi
energi dan protein sekaligus. Marasmus juga umum terjadi pada anak-
anak miskin perkotaan, anak-anak dengan penyakit kronik dan akan-
anak dipenjara. Tingginya jumlah penderita marasmus tak hanya
menimbulkan resiko kematian tapi juga menyebabkan syaraf otak tidak
berkembang optimal.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa marasmus
adalah kekurangan energi pada makanan yang menyebabkan cadangan
protein lebih terpakai sehingga anak menjadi kurus dan emosional
yang diakibatkan oleh kelaparan secara menyeluruh.
Menurut Nurcahyo (2007). Pada keadaan ini yang menyolok
adalah pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai otot dan
menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada mulanya kelainan
demikian merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup
jaringan, tubuh yang memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh
makanan yang diberikan, sehingga harus dapat dari tubuh sendiri,
sehingga cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan
energi tersebut.
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja
membantu memenuhi kebutuhan energi, akan tetapi juga untuk
memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti
asam amino untuk komponen homeostatic. Oleh karena itu pada
marasmus berat kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang
normal sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumia.
Tanda dan Gejala Menurut Hamzah (2006) tanda-tanda
marasmus adalah :
a) Otot akan mengecil/atrofi
b) Apatis
c) Sangat kecil/kurus
d) BB kurang, tidak sesuai umur
e) Kulit kedodoran
f) Muka seperti orang tua dan kulit kering
g) Perut buncit dengan gambaran usus yang nyata
h) Vena superfisialis tampak jelas , ubun-ubun cekung, tulang pipi
dan dagu kelihatan menonjol.
b. Kwashiorkor
Menurut Ngastiyah (2005) kwashiorkor adalah gangguan gizi
disertai dengan edema. Sebab utama penyakit ini adalah defisiensi
protein. Penyakit kwashiorkor umunya terjadi pada anak dari keluarga
social ekonomi yang rendah karena tidak mampu membeli makanan
yang mengandung protein hewani seperti : daging, hati, usus, susu,
dsb. Sebenarnya selain protein hewani protein nabati terdapat pada
kedelai, kacang-kacangan juga dapat menghindarkan kekurangan
protein tersebut apabila diberikan, tetapi karena kurangnya
pengetahuan orang tua anak menderita defisiensi protein ini. Sering
kurangnya pengetahuan juga adanya factor takhayul turut menjadi
penyebab pula. Kwashiorkor biasanya dijumpai pada golongan umur
tertentu yaitu bayi pada masa disapih dan pada anak pra sekolah yang
merupakan golongan umur yang relatif memerlukan lebih banyak
protein untuk tumbuh sebaik-baiknya.
Menurut Widodo (2005) kwashiorkor adalah gangguan gizi
karena kekurangan protein biasa sering disebut busung lapar. Gejala
yang timbul diantaranya adalah tangan dan kaki bengkak, perut buncit,
rambut rontok dan patah, gangguan kulit.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa
kwashiorkor adalah suatu keadaan gangguan gizi yang diakibatkan
karena kurangnya protein dalam tubuh.
Menurut Judarwanto (2005) pada kwashiorkor yang klasik
gangguan metabolik dan perubahan sel menyebabkan ederma dan
perlemean hati. Kelainan ini merupakan gejala yang mencolok.
Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan
berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Karena
dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan
meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang jumlahnya
sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot. Berkurangnya asam
amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya ke otot.
Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab
kurangnya pembentukan albumin oleh hepar sehingga kemudian
timbul ederma.
Gejala Klinis Menurut Aditya (2006), gejala klinis
kwashiorkor adalah :
a) Oedem di seluruh tubuh terutama kaki
b) Wajah membulat dan sembab
c) Otot-otot mengecil lebih nyata apabila diperiksa dalam posisi
berdiri dan duduk.
d) Perubahan status mental, cengeng, rewel, kadang apatis.
e) Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia)
f) Pembesaran hati
g) Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut
h) Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas
i) Pandangan mata anak tampak sayu
j) Penatalaksanaan
Menurut Hamzah (2006) prinsip pengobatan kwashiorkor adalah:
a. Memberikan makanan yang mengandung banyak protein bernilai
biologi tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin, dan mineral.
b. Makanan harus mudah dicerna dan diserap.
c. Makanan yang diberikan secara bertahap, karena toleransi terhadap
makanan sangat rendah
d. Penanganan terhadap penyakit penyerta
e. Tindak lanjut berupa pemantauan kesehatan penderita dan
penyuluhan gizi tambahan.
6. STATUS GIZI
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk
variabel tertentu, contoh gondok endemik merupakan keadaaan tidak
seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh.
Perlunya deteksi dini status gizi mengingat penyebabnya sangat
kompleks, pengelolaan gizi buruk memerlukan kerjasama yang
komprehensif dari semua pihak.
Bukan hanya dari dokter maupun tenaga medis, namun juga
pihak orang tua, keluarga, pemuka masyarakat maupun agama dan
pemerintah. Langkah awal pengelolaan gizi buruk adalah mengatasi
kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan "frekuen feeding"
(pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet penerimaan
tubuh terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan pemberian
stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein
serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar sesuai umur anak,
Pada daerah endemis gizi buruk perlu distribusi makanan yang memadai.
Menurut Menkes No. 9201 menkes/SK/VIII/2002 status gizi
ditentukan berdasarkan Z-SCORE berdasarkan berat badan (kg) terhadap
umur (bulan) yang diklasifikasikan sebagai berikut :
Gizi Lebih: apabila berat badan balita berada > +2 SD (Standar
Deviasi)
Gizi Baik : apabila berat badan balita berada antara <-2 SD
Gizi Buruk: apabila berat badan balita <-3 SD
Kategori
Keterangan
IMT
Kurus
<>
Kurus sekali
17,0 – 18,4
Normal
Normal
18,5 – 25,0
Gemuk
25,1 – 27,0
Obes
> 27,0
DAFTAR PUSTAKA
Hidayati, 2000. Status Gizi Balita Berdasarkan Karakteristik Balita dan Keluarga
di Provinsi Sumatera Barat Tahun 1998, Skripsi, FKM-UI, Depok