Anda di halaman 1dari 15

Daftar Isi

Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir: 6-7 Agustus 2008(407-421)

ESTIMASI KEBUTUHAN BAHAN BAKAR SISTEM


KELISTRIKAN SUMATERA HINGGA TAHUN 2030

Edwaren Liun*

ABSTRAK

ESTIMASI KEBUTUHAN BAHAN BAKAR SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA


HINGGA TAHUN 2030. Untuk pemenuhan pembangkit listrik grid Sumatera, dibutuhkan volume
bahanbakar dalam jumlah yang bervariasi menurut kategori bahanbakar yang berhubungan dengan faktor
biaya pada masing-masing pembangkit. Dari hasil optimasi diperoleh bahwa adanya perbedaan yang
cukup signifikan kebutuhan bahanbakar fosil antara kasus yang memunculkan nuklir dan yang tidak.
Perbandingan antara pemanfaatan PLTN dan tanpa pemanfaatan PLTN dapat dilihat pada hasil base
scenario dengan discount rate 8%, 10% dan 12%. Dengan discount rate 8% pada skenario ini dibutuhkan
bahanbakar 178 505,33 kiloton batubara, 1 295,51 kiloton gas alam dan 2,73 kiloton uranium sebagai
penghasil listrik yang dominan. Pada discount rate 10% dibutuhkan bahanbakar 403 242,51 batubara,
2 692,58 kiloton gas alam dan 1,37 kiloton uranium. Sedangkan pada discount rate 12% yang tidak
memunculkan PLTN dibutuhkan bahanbakar 649 331,96 kiloton batubara dan 3 625,88 kiloton gas alam.
Secara keseluruhan perbandingan volume pada discount rate 8%, 10% dan 12% adalah 180 699,37
kiloton, 403 242,51 kiloton dan 654 791,11. Biaya bahanbakar pengaruhi secara signifikan oleh pangsa
sumbangan pembangkit nuklir yang muncul di dalam sistem optimal. Pada base scenario dibutuhkan
biaya 14 690,8 juta US$ dengan discount rate 12% yang tanpa memunculkan PLTN, 1 9057,0 juta US$
pada discount rate 10%, dan 11 710,9 pada 8% yang memunculkan PLTN lebih banyak.

Kata-kata kunci: pembangkit listrik, volume bahanbakar, biaya bahan bakar, solusi optimum.

ABSTRACT

FUEL DEMAND ESTIMATION OF SUMATRA ELECTRICITY SYSTEM UNTIL 2030.


Sumatra needs a variety amount of fuel according to cost factor on each plant. The results of optimal
solution obtain some significant different of fuel costs between cases appearing nuclear power and the no
nuclear in the other side. The comparison between nuclear and no nuclear is visible on results of base case
with 8%, 10% and 12% of discount rate. As discount rate of 8% the need of fuel are 178 505.33 kiloton of
coal, 11 295.51 kiloton of natural gas, and 2.73 kiloton uranium as dominant power producer. On 10%
applied discount rate needs 403 242.51 of coal, 2 692.58 kiloton of natural and 1.37 kiloton of uranium.
While on the 12% discount rate without appearing nuclear needs 649 331.96 kiloton of coal and 3 625.88
kiloton of natural gas. The total comparison fuel volume on 8%, 10% and 12% discount rate is
180 699.37 kiloton, 403 242.51 kiloton and 654 791.11 kiloton. Fuel is significant influenced by nuclear
share appearing on the optimal solution in the system. Base scenario needs 14 690,8 million US$ with
12% with discount rate without nuclear, 1 9057.0 million US$ on 10%, and 11 710.9 on 8% appearing
more nuclear power plant.

Keywords: power plant, fuel volume, fuel cost, optimum solution.

*
Pusat Pengembangan Energi Nuklir – BATAN, e-mail: edwaren@batan.go.id

407
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir: 6-7 Agustus 2008(407-421)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik yang tinggi di wilayah Sumatera akhir-


akhir ini tidak terimbangi oleh penambahan kapasitas daya. Adanya beberapa fakta
tentang krisis listrik di Indonesia khususnya Sumatera serta terjadinya kenaikan harga
bahanbakar fosil terutama minyak bumi sejak beberapa tahun belakangan ini,
mendorong untuk mempertimbangkan penggunaan nuklir sebagai sumber energi yang
cukup berlimpah sebagai alternatif penyediaan energi listrik masa depan yang andal di
wilayah Sumatera. Besarnya potensi dan peluang penggunaan nuklir di Sumatera
didasarkan pada fakta bahwa sebagian sumber energi yang tersedia saat ini tidak
kompetitif dari segi biaya dan terbatas ketersediaannya.
Defisit daya disebabkan karena pertumbuhan beban yang tinggi, serta
rendahnya kemampuan penyediaan kapasitas akibat melonjaknya harga bahanbakar
minyak yang menjadi ketergantungan selama ini. Di samping itu berbagai jenis
pembangkit yang beroperasi saat ini telah relatif tua. Menurunnya pasokan gas
Pertamina juga menjadi tantangan yang berat penyediaan energi listrik, dan harus
menggantinya dengan bahanbakar diesel jenis solar (HSD) yang bahkan menghadapi
dilema keekonomian. Hal ini mengakibatkan terjadinya pemadaman bergilir dengan
lama 2-3 jam setiap hari. Sementara itu terjadi banyak keluhan dari sektor industri
yang tidak terpenuhi kuota dayanya, sehingga pertumbuhan sektor ini mengalami
hambatan oleh keterbatasan energi listrik sebagai komponen operasional utamanya.
Dari kenyataan bahwa kebutuhan energi berkembang pesat dan merupakan komponen
kehidupan yang tak terpisahkan dari kegiatan sehari-hari, penambahan daya dalam
skala ratusan megawatt setiap tahun ternyata telah merupakan tuntutan mutlak di
Sumatera. Namun perkembangan kebutuhan seiring perkembangan zaman yang cepat
berubah tersebut merupakan dinamika yang timpang antara dua sisi penggunaan dan
penyediaan. Pada sisi penggunaan adalah kebutuhan akan peningkatan kapasitas dan
kualitas, sedangkan pada sisi penyedia adalah menyusutnya cadangan bahan energi
fosil seiring dengan pesatnya laju pembangunan yang menguras sumberdaya tak
terbarukan. Pengurasan tersebut tidak hanya untuk konsumsi dalam negeri, tetapi sejak
beberapa dekade yang lalu lebih melalui upaya penerimaan devisa dari sektor ekspor.
Sementara hingga saat ini belum ada solusi jangka panjang dalam upaya penyediaan
energi masa depan. Pertumbuhan ekonomi terutama di bidang teknologi dan industri
hinga saat ini cenderung hanya mempertinggi laju konsumsi sumber energi fosil.
Melihat kenyataan demikian makalah ini mencoba untuk mengestimasi
kebutuhan bahanbakar untuk sistem kelistrikan Wilayah Sumatera dengan
memasukkan opsi nuklir sebagai salah satu sumberdaya yang sangat potensial dan
digunakan oleh masyarakat internasional secara luas. Dengan opsi nuklir masalah
kekurangan daya di Sumatera diharapkan dapat diperbaiki secara bertahap melalui
program perencanaan pengembangan sistem jangka panjang. Estimasi dilakukan
dengan memasukkan besaran-besaran dalam proses konversi bahanbakar sesuai

408
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir: 6-7 Agustus 2008(407-421)

karakteristik masing-masing sistem pembangkitan ke dalam perangkat lunak yang


digunakan untuk mendapatkan solusi optimum berupa Wien Automatic System
Planning Versi IV (WASP-IV).

TUJUAN STUDI

Tujuan studi adalah untuk menganalisis kebutuhan pasokan bahanbakar sistem


pembangkit listrik Sumatera termasuk opsi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
(PLTN). Analisis dengan opsi nuklir dilakukan dengan mempertimbangkan
penyediaan tenaga listrik yang dibutuhkan pada masa mendatang di Wilayah
Sumatera. Informasi yang dihasilkan diharapkan dapat memberikan gambaran
sehubungan dengan rencana pengembangan sistem kelistrikan yang optimum sebagai
solusi terbaik menurut kriteria tekno-ekonomi dan keandalan sistem.

METODOLOGI

Studi ini dilakukan dengan menyusun suatu pemodelan berdasarkan kondisi dan
data sistem kelistrikan Sumatera. Data disusun sebagai masukan paket program
WASP-IV (Wien Automatic System Planning Versi IV), dengan kriteria keekonomian,
rencana dan kebijakan yang terkait dengan pengembangan sistem pembangkitan yang
optimum ditentukan sebagai masukan. Model ini menggunakan estimasi probabilistik
untuk menghitung biaya produksi, biaya energy not served dan keandalan sistem, dan
menggunakan teknik linear programming untuk menentukan kebijakan dispatching
optimal pembangkit yang memenuhi kriteria ekonomi.

Perhitungan bahan bakar

Kebutuhan bahanbakar untuk pembangkit listrik mengikuti seperti persamaan


sederhana berikut:
J   kg 
V [kg ] = P   × F × E  × cf × t (1)
t   kcal 
dengan:
V = volume bahan bakar yang dibutuhkan
P = daya listrik yang dibutuhkan
F = fakktor konversi
E = kandungan kalor bahanbakar
cf = faktor kapasitas pembangkit
t = waktu

409
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir: 6-7 Agustus 2008(407-421)

Sebagai contoh, jika diasumsikan bahwa ada 4 unit PLTU @ 30 MWe


beroperasi 3 unit setiap saat dengan faktor kapasitas 80% dan satu unit siaga, maka
konsumsi batubara per satuan waktu (jam) adalah:

J 2,4 × 10 −4 kcal kg 10 6 1
V = 3 × 30 × 0,8 MW × × × × ×
W s J 5300 kcal M 0.33
= 9,88 kg / s atau 35,6 ton / h.

Biaya Bahanbakar

Biaya bahanbakar bervariasi menurut Skenario dan discount rate yang


diterapkan. Komponen biaya pembangkitan ini mendapat pengaruh yang signifikan
oleh pangsa sumbangan pembangkit nuklir yang muncul dalam sistem optimal.
Semakin tinggi pangsa nuklir semakin rendah biaya bahanbakar. Pada discount rate
10% terdapat kemunculan PLTN mulai tahun 2014. Sedangkan pada discount rate
12% tidak ada kemunculan PLTN selama periode studi. Dalam persamaan biaya
bahanbakar adalah:

∑ [α ]
h = NHYD
F j ,t = (1 + i )
−t 1 − 0 , 5
h . Ψ j ,t ,h (2)
h =1

dengan:
αh = probabilitas dari hydro condition h, untuk Indonesia adalah 1,
ψj,t,h= total biaya bahanbakar (jumlah biaya bahanbakar untuk unit termal
dan nuklir),
NHYD = jumlah hydro condition yang didefinisikan.

Biaya penyimpanan bahan bakar

Biaya penyimpanan bahanbakar dirumuskan dengan persamaan berikut:

[
L j ,t = (1 + i ) − (1 + i )
−t ' −T '
] × ∑ [UFIC kt × MWkt ] (3)

dengan:
∑ = jumlah dihitung terhadap semua unit termal kt yang ditambahkan pada
sistem dalam tahun t,
UFICkt = biaya penyimpanan bahanbakar per-unit kt (dalam $/MW).

410
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir: 6-7 Agustus 2008(407-421)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem kelistrikan Sumatera

Laju pertumbuhan konsumsi energi di Sumatera juga tinggi dibanding dengan


pertumbuhan kemampuan suplainya. Hal tersebut menyebabkan terjadinya defisit
daya listrik sehingga sering terjadi pemadaman bergilir hampir setiap hari di hampir
seluruh Pulau Sumatera.

Gambar 1. Sistem Interkoneksi Jaringan Listrik Sumatera

Meningkatnya konsumsi bahanbakar minyak domestik selain akibat


pertumbuhan penduduk, perluasan dan pengembangan daerah pedesaan, juga karena
peningkatan intensitas konsumsi energi per kapita. Ketidak imbangan antara
pengembangan suplai dengan pertumbuhan permintaan menyebabkan berkurangnya
keandalan sistem pembangkitan. Untuk wilayah Sumatera bagian utara kekurangan
daya telah mencapai sekitar 200 MW atau sekitar 20% dari puncak beban yang ada,
atau sekitar 500 MW dari permintaan kapasitas terpasang. Dengan pertumbuhan beban
saat ini potensi kekurangan daya semakin tinggi untuk masa mendatang akibat
meningkatnya harga bahanbakar minyak secara ekstrim sebagai bahanbakar utama
pembangkit listrik selama ini.
Sistem Sumatera sejak dekade yang lalu telah dikembangkan untuk menyatu
secara bertahap menjadi jaringan interkoneksi dari ujung utara (Aceh) ke ujung selatan
(Lampung) yang diharapkan tercapai secara penuh pada tahun 2008, sehingga
kekurangan daya di suatu wilayah dapat disuplai oleh pembangkit yang berada di
lokasi yang lain. Gambar 1 menunjukkan sistem jaringan interkoneksi Sumatera yang
sedang dikembangkan. Disamping menggunakan pembangkit-pembangkit termal
Sumatera juga didukung oleh pembangkit-pembangkit bertenaga air (hydro) dengan
total kapasitas terpasang sekitar 1200 MW yang masuk sebagai fixed system. Walau
demikian pertumbuhan permintaan daya tidak terimbangi oleh penambahan kapasitas
terpasang.
411
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir: 6-7 Agustus 2008(407-421)

Sumber: www.ptpln/p3bs.com

Gambar 2. Neraca Daya Sistem Sumatera Bagian Utara (Rabu, 9 Mei 2007)

Gambar 2 menunjukkan kurva kekurangan daya di wilayah Sumatera bagian utara,


sedangkan Gambar 3 adalah neraca daya wilayah Sumatera bagian selatan yang
kemampuan pembangkitnya masih berada diatas beban puncak.

Sumber: www.ptpln/p3bs.com

Gambar 3. Neraca Daya Sistem Sumatera Bagian Selatan (Rabu, 9 Mei 2007)

Penggunaan BBM (bahanbakar minyak) sebagai sumber energi pembangkitan


listrik di Wilayah Sumatera masih tinggi. Namun akibat tingginya pertumbuhan
permintaan listrik, sementara di pihak suplai terjadi kenaikan harga yang sangat tinggi
pada minyak bumi, maka pembangkit-pembangkit berbahanbakar minyak seperti
mesin diesel dan PLTG yang menggunakan minyak solar (ADO/HSD) terpaksa harus
dioperasikan secara terbatas untuk mengurangi beban subsidi yang memberatkan
anggaran negara. Tabel 1 menunjukkan kemampuan sistem pembangkitan wilayah

412
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir: 6-7 Agustus 2008(407-421)

Sumatera berdasarkan masing-masing wilayah propinsi. Di sini tampak bahwa daya


mampu cukup jauh di bawah kapasitas terpasang.

Tabel 1. Daya mampu Sistem Sumatera tahun 2005 (MW)

Kapasitas Daya Mampu Persentase Daya


Wilayah
Terpasang (MW) (MW) Mampu
Wil. Nanggroe Aceh Darussalam 143,92 78,23 54,36%
Wil. Sumatera Utara 0,44 0,37 84,09%
Wil. Sumatera Barat 43,06 28,84 66,98%
Wil. Riau 161,27 121,88 75,58%
Wil. Sumsel, Jambi dan Bengkulu 79,13 48,28 61,01%
~ Sumatera Selatan 36,38 24,77 68,09%
~ Jambi 16,65 13,42 80,60%
~ Bengkulu 26,11 10,09 38,64%
Wil. Bangka Belitung 94,59 55,66 58,84%
Wil. Lampung 7,25 4,30 59,31%
PT PLN Batam 137,50 83,30 60,58%
Kitlur Sumbagut 1.524,05 1.215,24 79,74%
Kitlur Sumbagsel 1.410,05 1.147,31 81,37%
Total 3.601,27 2.783,41 77,29%

Sumber : Statistik PLN 2005

Pembangkit yang dikonteskan

Pembangkit yang dikonteskan terdiri dari pembangkit hydro dan thermal


dengan varian jenis bahanbakar dan ukuran yang berbeda. Dari jenis berbahanbakar
fosil adalah pembangkit berbahanbakar batubara masing-masing berukuran 300 MW
dan 600 MW dengan spesifikasi bahanbakar yang sedikit berbeda. Pembangkit
batubara 300 MW menggunakan batubara sub-bituminus dengan kandungan kalor
5300 kcal/kg dan harga $20/ton. Sedangkan pembangkit berbahanbakar batubara 600
MW menggunakan batubara dengan kandungan kalor lebih tinggi, yaitu 5736 kcal/kg
dengan harga $23/ton.
Penerapan harga yang rendah untuk batubara didasarkan asumsi bahwa
sebagian besar pembangkit batubara dibangun di sekitar atau tidak begitu jauh dari
sumber bahanbakar. Pembangkit lainnya adalah dari jenis PLTGU (siklus ganda) yang
dianggap paling efisien dari jenis yang menggunakan bahanbakar gas. Bahanbakar gas
mengandung 11 ribu kcal/kg dengan harga US$5/MMBTU, atau 1990
US¢/million-kcal. Pembangkit nuklir yang dikonteskan adalah dua tipe dan ukuran.

413
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir: 6-7 Agustus 2008(407-421)

Tipe pertama adalah Korean Standard berkapasitas 1000 MWe dengan burn-up
45.000 MW-d/ton. Sedangkan kedua dari AP-600 (Advanced Pressurrized Water
Reactor) berkapasitas 600 MWe. Pembangkit ini ideal dari segi jenis dan ukuran
untuk kondisi dan sistem wilayah Sumatera. Selain masa pembangunan yang relatif
singkat, ukurannya memungkinkan untuk penambahan kapasitas daya yang signifikan
dalam memacu penyediaan daya Wilayah Sumatera yang mengalami ketertinggalan
saat ini.
Beberapa jenis pembangkit termal yang diinputkan sebagai candiddated plants
(yang dikonteskan) di dalam model, disusun dengan nama-nama singkatan sebagai
berikut:
1. CC2H, Siklus ganda berbahanbakar gas alam berkapasitas 200 MWe,
2. N600, PLTN dari jenis AP-600 berkapasitas 600 MWe,
3. N10H, PLTN dari jenis Korean Standard berkapasitas 1000 MWe,
4. C600, PLTU berbahanbakar batubara berkapasitas 600 MWe,
5. C300, PLTU berbahanbakar batubara berkapasitas 300 MWe,

Sedangkan kategori pembangkit berdasarkan bahanbakar adalah sebagai berikut:


1. STCO, PLTU berbahanbakar batubara,
2. GTOI, PLTG berbahanbakar minyak bakar,
3. GTGA, PLTG berbahanbakar gas,
4. CCGA, Siklus ganda berbahanbakar gas alam,
5. DIEP, Pembangkit berbahanbakar minyak diesel,
6. NUC, Pembangkit berbahanbakar nuklir

Spesifikasi teknis masing-masing pembangkit yang dikonteskan ditunjukkan pada


Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Rangkuman Pembangkit Termal yang Dikonteskan pada VARSYS

Heat Rates Fuel Costs


Min. Capa- KCAL / KWH Days Main O&M O&M
Cents / FOR
No. Name Load city MILLION KCAL Schl Clas (FIX) (VAR)
Base Avge %
Main
MW MW Load Incr DMSTC FORGN MW $/KWM $/MWH
1 CC2H 100 200 3600 2450 1990 0 4 24 200 2.1 4.0
2 N600 500 600 3200 2550 0 202 8 42 600 2.2 3.5
3 N10H 700 1000 3200 2550 0 202 8 48 1000 2.2 2.0
4 C600 450 600 3550 2550 433 0 5 40 600 1.8 2.0
5 C300 150 300 3550 2550 377 0 5 28 300 2.9 2.5

Dengan dicount rate 12% pada Modul DYNPRO, dan IDC masing-masing
sebesar 11,89% terhadap PLT gas siklus ganda, 24,63% terhadap N600 (PLTN 600
MWe), 30,41% terhadap N10H (PLTN 1000 MWe), 20,56% terhadap C600 (PLTU
Batubara 600 MWe) dan 14,13% terhadap C300 (PLTU Batubara 300 MWe),
program WASP menghitung biaya investasi pembangkit sebagai biaya investasi per
414
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir: 6-7 Agustus 2008(407-421)

satuan daya dalam $/kW yang dikalikan dengan ukuran unit (dalam MW) dikali 1000.
Kemudian nilai tersebut digolongkan sebagai biaya konstruksi murni atau biaya IDC
yang diambil dari biaya totalnya; persentase IDC ditentukan di dalam DYNPRO untuk
pembangkit tersebut. Kemudian distribusi biaya ini (domestic dan foreign) selama
periode konstruksi dilakukan oleh REPROBAT yang mengasumsikan kurva ´S´ untuk
fungsi yang menyatakan pengeluaran menurut waktu. Distribusi IDC ini memerlukan
tambahan spesifikasi laju bunga.

Estimasi volume bahanbakar

Operasi sistem pembangkitan listrik Sumatera membutuhkan volume


bahanbakar dalam jumlah bervariasi menurut kategori bahanbakar yang berhubungan
dengan faktor biaya pada masing-masing pembangkit. Rangkuman volume
bahanbakar selama periode studi ditunjukkan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Pada Tabel
tersebut ditunjukkan lima jenis pembangkit listrik yang dikonteskan. Kelimanya
digolongkan berdasarkan kategori bahanbakar, yaitu STCO dengan batubara, GTOI
dengan bahanbakar minyak bakar, GTGA dengan bahanbakar gas alam, DIEP dengan
bahanbakar minyak diesel, dan NUC dengan bahanbakar nuklir.
Dari hasil optimasi diperoleh bahwa adanya perbedaan yang cukup signifikan
kebutuhan bahanbakar fosil antara kasus yang memunculkan nuklir dan yang tidak.
Pada kasus dengan scenario dasar dan discount rate 8%, nuklir (PLTN) masuk sebagai
pembangkit listrik paling dominan menyumbang energi. Pada skenario yang sama
dengan discount rate 10% dan 12% solusi optimum berubah, semakin tinggi discount
rate sumbangan nuklir semakin kecil. Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5 menunjukkan
perbandingan volume kebutuhan bahanbakar antara kasus dengan discount rate 8%
dan 10% yang memunculkan nuklir dan kasus dengan discount rate 12% yang tidak
memunculkan nuklir. Tampak bahwa pada kasus yang tidak memunculkan nuklir
kebutuhan bahanbakar fosil sekitar 50% lebih tinggi.

Tabel 3. Volume Bahanbakar (kiloton) untuk Base Scenario DR 8%

Year STCO GTOI GTGA CCGA DIEP NUC


2006 3,710.15 10.73 10.56 0.00 4.47 0.01
2010 6,937.85 19.79 115.36 0.00 9.98 0.01
2015 7,315.84 9.95 16.66 50.69 8.07 0.05
2020 5,756.19 0.34 1.29 26.33 0.80 0.12
2025 7,262.39 0.35 1.26 100.02 0.92 0.20
2030 13,892.59 0.21 0.73 242.37 0.56 0.27
Total for 30 years:
44,875.01 41.37 145.86 419.41 24.80 0.66

415
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir: 6-7 Agustus 2008(407-421)

Tabel 4. Volume Bahanbakar (kiloton) untuk Base Scenario DR 10%

Year STCO GTOI GTGA CCGA DIEP NUC


2006 5,795.12 5.21 5.36 0 0.75 0
2010 8,797.59 15.45 77.05 0 4.76 0
2015 13,360.33 5.22 10.71 38.36 2.89 0.01
2020 20,158.02 0.09 0.36 150.28 0.19 0.03
2025 19,970.58 0.13 0.5 198.3 0.34 0.12
2030 24,896.25 0.12 0.41 269.83 0.3 0.2
Total for 30 years:
403,242.50 142.48 389.78 2692.58 59.84 1.37

Perbandingan antara opsi nuklir dan tanpa nuklir dapat dilihat pada hasil base
case discount rate, yaitu 8%, 10% dan 12%. Dengan discount rate 8% pada
skenario ini dibutuhkan 178 505,33 kiloton batubara, 1 295,51 kiloton gas alam
dan 2,73 kiloton uranium sebagai penghasil listrik yang dominan. Pada
discount rate 10% dibutuhkan 403 242,51 batubara, 2 692,58 kiloton gas alam
dan 1,37 kiloton uranium. Sedangkan pada discount rate 12% yang tidak
memunculkan nuklir dibutuhkan 649 331.96 kiloton batubara dan 3 625,88
kiloton gas alam. Secara keseluruhan perbandingan volume pada discount rate
8%, 10% dan 12% adalah 180 699,37 kiloton, 403 242.51 kiloton dan
654 791,11.

Tabel 5. Volume Bahanbakar (kiloton) untuk Base Scenario DR 12%

Year STCO GTOI GTGA CCGA DIEP NUC


2006 4,490.46 399.49 162.15 0.00 154.08 0.00
2010 9,497.72 15.45 77.05 0.00 4.76 0.00
2015 15,747.81 3.44 8.27 160.94 1.34 0.00
2020 26,762.57 0.03 0.15 142.22 0.07 0.00
2025 41,109.89 0.02 0.08 299.62 0.05 0.00
2030 60,348.91 0.00 0.02 301.70 0.01 0.00
Total for 30 years:
649,331.96 790.97 802.71 3,625.88 239.59 0.00

Biaya bahan bakar

Komposisi biaya dapat dibandingkan untuk satu skenario (base scenario).


Berikut ini ditampilkan hasil studi kasus menurut discount rate yang diterapkan.
Sumbangan masing-masing jenis pembangkit bervariasi berdasarkan karakteristik
keekonomian sehingga hasil optimum yang diperoleh dari eksekusi program WASP
adalah sebagai tergambar pada Gambar 4 berikut.
416
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir: 6-7 Agustus 2008(407-421)

Base Scen. DR 8% (Million US$) Base Scen. DR 10% (Million US$)

O&M, ENS
O&M, ENS 19%
20%

CAPITAL COST
FUEL COST
56%
CAPITAL COST 25%
FUEL COST
20% 60%

Base Scen. DR 12% (Million US$)

O&M, ENS,
10863, 19%
CAPITAL COST,
27876, 48%
Gambar 4. Perbandingan komposisi
FUEL COST, biaya untuk Base Scenario
19057, 33%
dengan discoun rate 8,10
dan 12 %

Energi yang Diproduksi

Energi yang diproduksi menurut jenis bahanbakar disini ditampilkan hanya


sebagai pembanding penggunaan bahanbakar untuk kasus discount rate 8%, 10% dan
12% pada base scenario. Hasilnya adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 5 berikut.
Gambar 5 (a) dan Gambar 5 (b) adalah energi yang diproduksi oleh masing-masing
jenis bahanbakar pada discount rate 8% dan 10% yang memunculkan PLTN,
sedangkan Gambar 5 (c) pada discount rate 12% yang tidak memunculkan PLTN.

417
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir: 6-7 Agustus 2008(407-421)

Expected Generation by Plant Type (GWh) Expected Generation by Plant Type (GWh)
Base Scen, DR 8% Base Scen, DR 10%
203388, 13% 203388, 13%

HYD1 HYD1
STCO STCO
GTOI 500771, 32% GTOI
GTGA GTGA
382846, 24%
432, 0% CCGA 206, 0% CCGA
DIEP DIEP
988718, 63% NUC 11742, 1% NUC
865987, 54%
544, 0%
1671, 0%
2498, 0%
723, 0%
5651, 0%

Expected Generation by Plant Type (GWh)


Base Scen, DR 12%
15042, 1%
3466, 0% 201868, 13%

0, 0%
HYD1
STCO Gambar 5. Energi yang diproduksi
GTOI
GTGA menurut jenis bahanbakar
CCGA
DIEP
selama 30 tahun untuk Base
1360113,
NUC Scenario dengan discoun
86% rate 8,10 dan 12 %

KESIMPULAN

Pengembangan jangka panjang sistem kelistrikan Sumatera membutuhkan


berbagai jenis sumberdaya energi, seperti hidro, panas bumi, gas, batubara dan nuklir.
Di samping perkembangan beban dan pertumbuhan kebutuhan listrik di Sumatera,
adanya rencana sistem interkoneksi jaringan listrik Asia Tenggara memperbesar
peluang untuk introduksi PLTN di Sumatera.
Estimasi kebutuhan volume bahanbakar pada discount rate 10% adalah
403 242,51 batubara, 2 692,58 kiloton gas alam dan 1,37 kiloton uranium. Sedangkan
pada discount rate 12% yang tidak memunculkan nuklir dibutuhkan bahanbakar
649 331.96 kiloton batubara dan 3 625,88 kiloton gas alam. Secara keseluruhan
perbandingan volume pada discount rate 8%, 10% dan 12% adalah 180 699,37
kiloton, 403 242.51 kiloton dan 654 791,11.
Penggunaan PLTN untuk memenuhi kebutuhan listrik untuk Wilayah Sumatera
sangat memungkinkan ditinjau dari segi penyediaan bahanbakar, karena bahanbakar
nuklir dapat diterapkan untuk pembangkitan listrik dalam skala besar secara efisien
yang saat ini dibutuhkan di Wilayah Sumatera. Kendala dalam pengembangan

418
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir: 6-7 Agustus 2008(407-421)

pembangkit berbahanbakar fosil terutama batubara membutuhkan volume yang besar


sementara pertumbuhan beban Sumatera cukup tinggi. Pemanfaatan minyak sebagai
bahanbakar pembangkit, sudah tidak realistis mengingat harganya yang terus
melambung. Akan lebih baik jika minyak dihemat untuk kebutuhan-kebutuhan yang
belum bisa tergantikan saja (transportasi). Untuk pembangkit berbahanbakar gas
masih dimungkinkan untuk beberapa dasawarsa mendatang dalam kapasitas daya
terbatas.
Hasil yang diperoleh memberikan gambaran bahwa sebagai efek konsumsi
bahanbakar, biaya operasi yang lain dan biaya investasi memberikan fungsi objektif
bervariasi menurut skenario dan discount rate, yaitu berada pada kisaran 7,3 sampai
9,5 miliar US$ pada low scenario, 11,0 sampai 15,2 miliar US$ pada base scenario
dan 21,2 sampai 27,2 miliar US$ pada high scenario.

DAFTAR PUSTAKA

1. Statistik PLN 2005, (PT. PLN Persero), 2006.

2. Laporan Studi Perencanaan Pengembangan Sistem Pembangkitan Listrik


Sumatera dengan Opsi Nuklir, Pusat Pngembangan Energi Nuklir, Januari 2008.

3. Data Statistik Indonesia 2007 (www.datastatistik-indonesia.com)

4. RUPTL Sumatera, P3B Sumatera, 2006.

5. Nuclear Technology Review 2004, International Atomic Energy Agency, Vienna,


2004.

6. www.ptpln/p3bs.com.

DISKUSI

NOER’AIDA

1. Bagaimana bila diadakan kerjasama dengan PPIN dalam hal diseminasi Iptek
Nuklir ke Perguruan Tinggi dengan memberikan satu sesi materi mengenai hasil
pengkajian dari PPEN tentang kebutuhan energi pada suatu daerah/propinsi?
2. Bagaimana dan darimana bapak dapat menyimpulkan bahwa Sumatera saja dapat
menerima PLTN sementara Jawa tidak?

419
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir: 6-7 Agustus 2008(407-421)

EDWAREN LIUN

1. Saya kira itu adalah ide yang baik


2. Kesimpulan berdasarkan hasil optimasi dengan menginputkan data-data yang
dibutuhkan untuk memenuhi criteria teknoekonomi.

SRIYONO

1. Mana yang lebih dulu dilakukan dalam perhitungan bapak, menentukan


ketersediaan bahan baker terlebih dahulu baru kapasitas terpasang atau sebaliknya
2. Apakah sudah memperhitungkan kenaikan biaya PLTN pada computer antar
pembangkit

EDWAREN LIUN

1. Pertama kali adalah memproyeksikan kebutuhan listrik 30 tahun ke depan,


selanjutnya mengoptimalkan sistem yang ada diubah pembangkit yang, baru
diperoleh besaran bahan bakarnya.
2. Studi ini dilakukan sebelum harga bahan bakar energi naik setinggi sekarang

IBON SUPARMAN

1. Adanya kebijakan diversifikasi energi dari pemerintah apakah mempengaruhi


estimasi yang anda lakukan?
2. Apakah ada keterkaitan antara kebutuhan bahan bakar, sumber energi yang tersedia
dan jumlah pembangkit yang ada, pada kegiatan estimasi yang anda lakukan

EDWAREN LIUN

1. Kebijakan diversifikasi berdasarkan pada hasil kajian-kajian yang dilakukan oleh


berbagai instansi-instansi terkait. Sedangkan studi ini bersifat teknis semata
2. Benar ada keterkaitan

420
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir: 6-7 Agustus 2008(407-421)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Edwaren Liun


2. Tempat/Tanggal Lahir : Sulit Air Sumbar, 05 Maret 1957
3. Instansi : P2EN - BATAN
4. Pekerjaan / Jabatan : Staf Peneliti
5. Riwayat Pendidikan : (setelah SMA sampai sekarang)
• S1 Jurusan Teknik Elektro, Fak. Teknik, Universitas Indonesia, 1979 - 1987
6. Pengalaman Kerja :
• P2EN, 1988 - sekarang
• PUSDIKLAT, 1985-1988
7. Organisasi Professional :
• KNI-WEC, 1996-sekarang
• Himpunan Ahli Elektronik Indonesia (HAEI)

Daftar Isi 421

Anda mungkin juga menyukai