Anda di halaman 1dari 22

BAB IV

TEORI YANG DIGUNAKAN

4.1 Tinjauan Teori Yang Relevan Dengan Fenomena


4.1.1 Pengertian Keuangan Daerah

Masalah keuangan daerah menjadi masalah yang sering dan

banyak dibicarakan dalam sektor publik.

Halim (2001:19) mendefinisikan Keuangan daerah sebagai semua


hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula
segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat
dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh
negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai
ketentuan/peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun ruang lingkup dari keuangan daerah menurut Halim

(2001:20) ada 2 (dua) yaitu:

1. Keuangan daerah yang dikelolah lansung, meliputi :


a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD);
b. Barang-barang inventaris milik daerah.
2. Kekayaan daerah yang dipisahkan, emiputi Badan Usama Milik
Daerah (BUMD).

Selanjutnya diungkapkan oleh Halim (2001:20) bahwa, Keuangan


Daerah dikelolah melalui manajemen keuangan daerah. Adapun
arti dari keuangan daerah sendiri yaitu pengorganisasian dan
pengelolaan sumber-sumber daya/kekayaan yang ada pada suatu
daerah untuk mencapai tujuan yang dikehendaki daerah tersebut.
Sedangkan alat untuk melaksanakan manajemen keuangan
daerah yaiutu tata usaha daerah yang terdiri dari tata usaha
umum dan tata usaha keuangan yang sekarang lebih dikenal
dengan akuntansi keuangan daerah.

Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa

keuangan daerah adalah pengelolaan, pengorganisasian, sumber daya

50
51

yang terdapat dalam suatu daerah serta segala sesuatu yang dapat dinilai

dengan uang.

4.1.2 Pelaksanaan

Agar suatu pelaksanaan berjalan dengan baik, hendaknya dikaji

dari beberapa sisi, yaitu: fungsi pelaksanaan harus terpenuhi, serta sikap

dan perilaku seseorang pemimpin yang hendaknya memenuhi kriteria

agar dia dapat menggerakkan bawahannya. Jika syarat-syarat untuk

penggerakkan ini dipandang akan terpenuhi, maka dapat

direkomendasikan bahwa dari sisi pelaksanaan dinyatakan layak. (Husein

Umar, 2005:140)

Sedangkan menurut George R. Terry (2006:3) mengemukakan

bahwa : “Pelaksanaan (actuating) merupakan usaha untuk menggerakkan

anggota-anggota kelompok demikian rupa hingga mereka berkeinginan

dan berusaha untuk mencapai sasaran-sasaran perusahaan yang

bersangkutan dan sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut”.

Hal yang sama diungkangkap oleh Higgins dalam Salusu

(2008:409), pelaksanaan/implementasi adalah rangkuman dari berbagai

yang didalamnya sember daya manusia menggunakan sumber daya lain

untuk mencapai sasaran dan strategis, kegiatan itu puncak sampai ini

paling bawah.

Menurut Luankali (2007:227-230) hal-hal yang mempengaruhi


pelaksanaan program-program pemerintahan diantaranya adalah :
1. Mudah atau tidaknya masalah dikendalikan.
52

Suatu permasalahan sosial pada umumnya akan lebih dapat


dikendalikan (tractable), apabila :
a. tersedia teori yang handal yang mampu menjelaskan hubungan
antara perubahan perilaku dan memecahkan masalah
persyaratan teknolginya dipenuhi, dan tindakan atau langkah
yang dimaksudkan utuk mengatasi masalah tersebut tidak
mahal.
b. variasi atau perbedaan perilaku yang menyebabkan timbulnya
masalah relatif kecil.
c. Kelompok sasaran tersebut merupakan sebagian kecil dari
totalitas penduduk suatu wilayah
d. Tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan
sedang.
2. kesukaran-kesukaran teknis
3. keseragaman perilaku yang akan diatur
4. persentase totalitas penduduk yang tercakup dalamkelompok
sasaran
5. tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki
6. kemampuan kebijakan menstrukturkan proses implementasi.
7. Kecermatan dan kejelasan perjenjangan tujuan-tujuan resmi yang
akan dicapai
8. Keterandalan teori kausalitas yang dipergunakan
9. Ketetapan alokasi sumber-sumber dana
10. Keterpaduan hierarki didalam lingkungan dan diantara lembaga-
lembaga atau instansi-instansi pelaksana
11. Atuan-aturan pembuatan keputusan dari badan-badan pelaksana
12. Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termaktub dalam
undang-undang atau peratuan
13. Akses formal pihak-pihak luar
14. Variabel-variabel diluar undang-undang yang mempengaruhi
implementasi
15. Kondisi-kondisi sosial-ekonomis dan teknologi
16. Dukungan publik
17. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok-kelompok
masyarakat
18. Dukungan dari badan-badan atau lembaga-lembaga atasan yang
berwenang
19. Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinana para pejabat
pelaksana
20. Tahap-tahap dalam proses implementasi
21. Output kebijaksanaan badan-badan pelaksana
22. Kepatuhan kelompok sasaran terhadap output-output
kebijaksanaan
23. Dampak nyata dari output kebijakan
24. Persepsi terhadap dampak output kebijakan
25. Perbaikan (revisi) mendasar dalam undang-undang.
53

Beberapa pendapat dari para ahli tentang pelaksanaan, maka

dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian pelaksanaan adalah proses

penjabaran, atau penerapan suatu konsep, rencana, kebijaksanaan dan

program yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang dalam

prosesnya, berinteraksi dengan beberapa aspek baik kekuatan politik,

ekonomi, maupun sosial budaya yang menimbulkan dampak yang

diharapkan maupun dampak yang tidak diharapkan

Keberhasilan dalam pelaksanaan juga dapat dipengaruhi oleh

faktor motivasi. Motivasi berasal dari bahasa latin, yaitu Mavere yang

memiliki makna dorongan atau daya penggerak. Motivasi ini hanya

diberikan kepada bawahan atau pengikut. Motivasi dimaksudkan

bagaimana cara mendorong gairah bawahan agar bawahan tersebut mau

bekerja dengan kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan

tujuan organisasi. Malayu (2006:223) mengemukakan teori motivasi yaitu :

1. Teori Kepuasan
Teori ini mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor
kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkan bertindak
dan berperilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan
perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan,
mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilakunya.
2. Teori Proses (Proses Theory)
Teori Proses ini pada dasarnya berusaha untuk menjawab
pertanyaan, bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara
dan menghentikan perilaku individu bekerja giat sesuai dengan
keinginan pimpinan.
3. Teori Pengukuhan (Reinforcment Theory)
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku
dan pemberian kompensasi. Misalnya promosi tergantung dari
prestasi yang selalu dapat dipertahankan.
54

Sedangkan Handoko (2000:98) mengemukakan bahwa “Motivasi

adalah sebagai keadaan pribadi seseorang yang mendorong indivdu

untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan”.

Beberapa pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa

pelaksanaan motivasi merupakan hubungan anatara pemimpin dengan

bawahan dalam suatu proses pembinaan, penegmbangan dan

pengerahan sumber daya manusia dalam suatu organisasi karena

bawahan merupakan salah satu unsur terpenting jadi apapun yang

dilakukan bawahan untuk mencapai tujuan, pada akhirnya harus dapat

memberikan kepuasan kepada bawahan.

Dalam buku “Manajemen Sumber Daya Manusia” tahun 1996


karya Suradinata, menyatakan bahwa, Motivasi merupakan suatu
proses atau fenomena yang mendorong manusia untuk bertindak
atau berbuat sesuatu dengan cara tertentu sesuai kebutuhan dan
tujuan.
proses motivasi tersebut dapat ditinjau dari sisi :
1) pengenalan dan penilaian kebutuhan yang belum dipuaskan;
2) penentuan tujuan yang akan memuaskan kebutuhan ; dan
3) penentuan tindakan yang diperlukan untuk memuaskan
kebutuhan.
Gambar 1
Proses Motivasi

Ucapan, sikap tingkah


laku diarahkan pada Terpenuhinya
Dorongan
pemenuhan kebutuhan pemenuhan
kebutuhan
sesuai tujuan kebutuhan
individu

Dorongan kebutuhan
lainnya

Sumber : Suradinata (1996:136)


55

Proses motivasi sebagai suatu sistem sebagaimana diuraikan

dalam gambar 1 diatas, pada dasarnya semua manusia mempunyai

kebutuhan individu yang timbul dari dorongan dalam dirinya, setelah

terdorong diikuti dengan rasionalitas diproses, dan timbul berupa ucapan,

sikap tingkah laku yang diarahkan pada pemenuhan kebutuhan, langkah

selanjutnya diharapkan terpenuhinya kebutuhan. Setelah terpenuhinya

pemenuhan kebutuhan. Setelah terpenuhinya pemenuhan kebutuhan.

Setelah terpenuhinya pemenuhan kebutuhan. Setelah terpenuhinya

pemenuhan kebutuhan proses selanjutnya dapat menimbulkan kebutuhan

lainnya pada saat terpenuhinya kebutuhan saat itu, demikian seterusnya

kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan merupakan suatu sistem

yang tidak akan puas dan tidak akan habis selama manusia hidup selalu

merasa tidak puas dalam segala hal, selalu ada saja dalam hal tertentu

rasa tidak puas.

Apabila dikaitkan dengan pegawai dalam organisasi motivasi

utama bagi seorang pegawai dalam suatu organisasi, sebagai manusia

organisasional adalah untuk dapat terpenuhinya kebutuhan pokok seperti

pangan, sandang dan papan. Kesemuanya itu dapat terpenuhi walaupun

tidak sepenuhnya puas, baik dalam bentuk uang maupun penghargaan

lainnya yang diberikan kepada pegawai yang bersangkutan.

Manakala kebutuhan pokok yang bersifat mendasar telah

terpenuhi, maka pada tingkat tertentu akan tampak pada pola tingkah laku
56

tertentu, sedangkan kebutuhan yang sifatnya tidak lagi dalam bentuk

material maka akan tampak dirinya dengan bobot yang lebih lain lagi.

4.1.3 Pengertian Anggaran

Penganggaran Pemerintah Daerah tertuang dalam APBD

merupakan langkah penting karena dengan rencana anggaran tersebut

pejabat institusi dapat mengumpulkan, mengalokasikan sumber daya

yang dimilki dan menggunakan sebagai pengeluaran dan belanja untuk

mencapai penyelenggaraan Pemerintah Dearah.

Menurut Simone (2005:19) “anggaran adalah pendapatan dan

belanja daerah ditetapkan tiap tahun dalam Peraturan daerah dan

dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk kemakmuran

rakyat. Pada waktunya anggaran tidak disetujui DPRD, maka pemerintah

menggunakan anggaran tahun yang lalu.”

Lebih lanjut ditambahkan Simone (2005:20) “tujuan utama

anggaran adalah meningkatkan pendapatan nasional dan daerah agar

setiap anggaran mengalami surplus”. .

Sedangkan pengertian anggaran dikemukakan oleh Halim dan


Supomo (2005:166) yaitu:
Anggaran adalah suatu rencana yang dinyatakan secara
kuantitaif, umumnya dalam bentuk satuan uang, untuk jangka
waktu tertentu. Anggaran merupakan salah satu kegiatan yang
berkaitan dengan perencanaan. Dalam menyusun anggaran harus
memperhatikan kemungkinan perubahan kondisi pada masa yang
akan datang, dan menentukan langkah yang diperlukan utnuk
menghadapi perubahan kondisi tersebut.
57

Adapun pengertian anggaran menurut Winardi (2003:226) :


Sebuah rencana untuk pendapatan atau pengeluaran atau untuk
kedua hal tersebut, yang menyangkut uang, barang-barang yang
dibeli, personil, barang-barang penjualan ataupun identitas lain
mengenai soal mengenai soal apa pihak manajer menganggap
bahwa pentapan tindakan-tindakan yang akan dilakukan pada
masa yang akan datang membantu usaha-usaha manajerialnya.
Dengan demikian untuk menentukan anggaran diperlukan suatu
perencanaan anggaran yang matang dan pengalokasian
anggaran ehingga kegiatan yang telah direncanakan dapat
berjalan secara efektif.

Beberapa uraian diatas, telah dikemukakan bahwa proses

penganggran meliputi seluruh rencana kegiatan dimasa akan datang.

Proses penganggaran meliputi seluruh rencana pendapatan, darimana

sumbernya, dan berapa jumlah yang akan dihimpun untuk membiayai

rencana pengeluaran. Penganggaran mencakup juga rencana detail

penggunaan dalam pengeluaran yang lazimnya dirinci per unit organisasi,

program, kegiatan dan jenis belanja.

4.1.3.1 Fungsi Anggaran


Dikemukakan oleh Mardiasmo (2002:63) mengungkapkan ada
beberapa fungsi utama dari adanya anggaran sektor publik, yaitu :
1. Anggaran sebagai alat perencanaan (Planning Tool)
2. Anggaran sebagai alat pengendalian (Control Tool)
3. Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal (fiscal Tool)
4. Anggaran sebagai alat politik (Political Tool
5. Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi (Coordinatian
and Communicatian Tool)
6. Anngaran sebagai alat penilaian kinerja (Performance
Measurement Tool)
7. Anggaran sebagai alat Motivasi (Motivation Tool)
8. Anggaran sebagai alat menciptakan ruang publik (Public Sphere).
58

4.1.3.3 Tipe Anggaran

Tipe dari anggaran menurut Bastian (2006:166) adalah sebagai


berikut :
1. Line Item Budgeting adalah penyusunan anggaran yang didasarkan
pada dan dari mana berasal (pos-pos penerimanan) dan untuk apa
dana tersebut digunakan (pos-pos pengeluaran). Jenis anggaran ini
relatif dianggap paling tua dan banyak mengandung kelemahan
atau sering disebut Tradisional Budgeting.
2. Planing Programming Budgeting system (PPBS) adalah suatu
proses perencanaan, pembuatan program, dan penganggaran,
serta didalamnya terkandung identifikasi tujuan organisasi atas
permasalahan yang mungkin timbul.
3. Zero Based Budgeting (ZBB) merupakan sistem anggaran yang
didasarkan pada perkiraan kegiatan, bukan pada apa yang telah
dilakukan dimasa lalu, setiap kegiatan dievaluasikan secara
terpisah.
4. Performance Budgeting adalah sistem penganggaran yang
berorientasi pada output organisasi dan berkaiatan dengan visi,
misi, dan rencana strategis organisasi.
5. Medium Term Budgeting Framework (MTBF) adalah suatau
kerangka strategi kebijakan pemerintah tentang anggaran belanja
untuk departemen dan lembaga non departemen, dan kerangka
tersebut memberikan tangung jawab yang lebih besar kepada
departemen untuk penetapan alokasi dan penggunaan sumber
dana pembangunan.

4.1.4 Kinerja

Amstrong dan Baron dalam Wibowo (2007:7) menyatakan bahwa

“Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat

dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan

kontribusi pada ekonomi.” Hal ini mengartikan bahwa kinerja ialah

kegiatan yang dilakukan oleh seorang pegawai dengan berorientasi pada

tujuan organisasi itu sendiri.


59

Selanjutnya mengikuti, Mangkunegara (2009:67) mengemukakan

bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual

performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh

seseorang). Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara

kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya. Pengertian tersebut menerangkan bahwa dalam

melaksanakan kerja (kinerja) maka pegawai memiliki target secara

kualitas dan kuantitas sesuai tanggung jawabnya.

Berkaitan dengan kinerja, Rummler dan Brache dalam Sudarmanto

(2009:7) mengemukakan ada 3 level kinerja yaitu :

1. Kinerja organisasi : merupakan pencapaian hasil (outcome)


pada level atau unit analisis organisasi. Kinerja pada level
organisasi ini terkait dengan tujuan organisasi, rancangan
organisasi, dan manajemen organisasi.
2. Kinerja proses : merupakan kinerja pada proses tahapan dalam
menghasilkan produk atau pelayanan. Kinerja pada level proses
ini dipengaruhi oleh tujuan proses, rancangan proses, dan
manajemen proses.
3. Kinerja individu/pekerjaan : merupakan pencapaian atau
efektivitas pada tingkat pegawai atau pekerjaan. Kinerja pada
level ini dipengaruhi oleh tujuan pekerjaan, rancangan
pekerjaan, dan manajemen pekerjaan serta karakteristik
indvidu.

Menurut uraian di atas, penjelasan bahwa kinerja

individu/pekerjaan memiliki makna bahwa kinerja merupakan suatu tingkat

keefektifan atas pekerjaan yang dilaksanakan oleh pegawai. Kinerja ini

pun selanjutnya dinilai oleh seseorang yang memiliki kompetensi dengan

melihat karakteristik pegawai dalam melaksanakan tugasnya.


60

4.1.4.1 Pengukuran Kinerja

Moeheriono (2010:61) menyatakan bahwa aspek yang mendasar

dan paling pokok dari pengukuran kinerja, yaitu sebagai berikut :

1. Menetapkan tujuan, sasaran dan strategi organisasi, dengan


menetapkan secara umum apa yang diinginkan oleh organisasi
sesuai dengan tujuan, visi dan misinya.
2. Merumuskan indikator kinerja dan ukuran kinerja yang
mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung.
Sedangkan indikator kinerja mengacu pada pengukuran kinerja
secara langsung yang berbentuk keberhasilan utama dan
indikator kinerja kunci.
3. Mengukur tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi,
menganalisis hasil pengukuran kinerja yang dapat
diimplementasikan dengan membandingkan tingkat capaian
tujuan dan sasaran organisasi.
4. Mengevaluasi kinerja dengan menilai kemajuan organisasi dan
pengambilan keputusan yang berkualitas, memberikan
gambaran atau hasil kepada organisasi seberapa besar tingkat
keberhasilan tersebut dan mengevaluasi langkah apa yang
diambil organisasi selanjutnya.

4.1.4.2 Pengertian Kinerja Keuangan


Dalam organisasi sektor publik, setelah adanya operasional

anggaran, langkah selanjutnya adalah pengukuran kinerja untuk menilai

prestasi, dan akuntabilitas organisasi dalam menghasilkan pelayanan

publik yang lebih baik. Akuntabilitas yang merupakan salah satu ciri dari

terapan good governance bukan hanya sekedar kemampuan

menunjukkan bagaimana bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan

secara ekonomis, efisien, dan efektif. (Mardiasmo 2002:121)

Pengertian Kinerja menurut Mangkunegara (2005:1), Kinerja adalah


tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan
perusahan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka
mewujudkan tujuan perusahaan. Kinerja suatu perusahaan atau
organisasi adalah akumulasi kinerja semua individu yang bekerja
61

didalamnya. Dengan kata lain, upaya peningkatan kinerja


perusahaan adalah melalui peningkatan kinerja masing-masing
individu.

Sedangkan menurut Wasistiono (2002:51) “pengertian kinerja

adalah bukan hanya pada takaran keluaran (output) melainkan termasuk

pula pada takaran hasil guna (outcome) dan dampak (impact). Kinerja

aparat pemerintah sangat mempengaruhi dalam pelaksanaan tugasnya.”

Selanjutnya diungkapkan oleh Mardiasmo (2002:4) bahwa


ekonomis terkait input resources yang digunakan yaitu dengan
menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Efisiensi
merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan
kinerja atau target yang telah ditetapkan. Sedangkan efektif
merupakan pencapaian hasil program dan target yang ditetapkan,
yang merupakan tingkat pencapaian hasil program dengan target
yang telah ditetapkan, yang merupakan perbandingan outcome
dengan output.

4.1.5 Anggaran Berbasis Kinerja

Menurut Said Akhmad Jauhari dalam Skripsi dengan judul Analisis

Keuangan Daerah Sebelum dan Sesudah Diterapkannya Anggaran

Berbasis Kinerja Di Kabupaten Kota Baru (2009:33) “Anggaran Kinerja

adalah suatu pendekatan sistematis untuk membantu pemerintah menjadi

lebih tanggap kepada masyarakat dengan membayar pajak dengan

mengaitkan pendanaan program pada kinerja dan produksi.”

Anggaran Berbasis Kinerja dikemukakan oleh Halim (2007:177),

“merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan

setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan


62

keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian

hasil dan pengeluaran tersebut.”

Syarat anggaran berbasis kinerja sebagai berikut :

1. Kejelasan sasaran startegis

2. Pengembangan dan ketersediaan indikator kinerja

3. Keterkaitan yang jelas antara sasaran startegis dan indicator

kinerja

4. Kejelasan akuntabilitas kinerja dan laporan akuntabilitas kinerja

yang lebih menekankan pada outcome

5. Perlu perencanaan lebih awal guna mencapai consensus

6. Leadership untuk mempromosikan perubahan, dan

7. Kehatia-hatian dalam implementasi.

Selanjutnya adapun kondisi-kondisi yang diperlukan dalam

penganggaran berbasis kinerja adalah :

1. Orientasi yang sama pada hasil (Similar orientation of result)

2. Penetapan rencana kinerja tahunan (annual performance plan)

3. Pengembangan indikator kinerja (performance indicator)

4. Sistem pengumpulan data kinerja (performance data collection

system ).

Konsekuensi penerapan anggaran berbasis kinerja meliputi :

1. Perubahan klasifikasi anggaran dan interasinya dengan sistem

akuntansi pemerintah
63

2. Aturan tentang fleksibilitas anggaran perlu diseimbangkan dengan

akuntabilitas

3. Restrukturasi program-program pemerintah.

4.1.6 Pengertian APBD

Menurut Halim (2001:16) mengutip dari Mamesah (1995:20)

APBD adalah:

APBD berdasarkan pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5


Tahun 1974 dapat diartikan sebagai rencana operasional keuangan
pemerintah daerah, dimana disatu pihak menggambarkan perkiraan
pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan
dan proyek-proyek daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran tertentu,
dan dipihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan
sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-
pengeluaran dimaksud”.

4.1.6.1 Stuktur APBD

A. Pendapatan

Dikemukakan oleh Halim (2001:64) pendapatan adalah “semua

penerimaan daerah dalam bentuk aktiva atau penurunan utang dari

berbagai sumber dalam periode tahun anggaran bersangkutan”.

Sedangkan dikemukakan oleh Rosjidi (2001:85) anggaran pendapatan

daerah dibagi dalam 2 (dua) kelompok sumber penerimaan, yaitu :

1. Rencana penerimaan rutin;

2. Rencana penerimaan pembangunan.


64

1) Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Menurut Halim (2001:64), “PAD merupakan semua penerimaan

yang berasal dari sumber ekonomi ali daerah. Kelompok PAD dipisahkan

menjadi 4 (empat) macam, yaitu : pajak daerah, retribusi daerah, bagian

laba usaha daerah, lain-lain PAD”.

2) Dana Perimbangan

Dikemukakan oleh Halim (2001:65), “dana perimbangan

merupakan data yang bersumber dari penerimaan anggaran pendapatan

dan belanja Negara (APBN) dialokasikan kepada daerah untuk membiayai

kebutuhan daerah”.

Dana perimbangan terdiri dari :

a. Bagi hasil pajak, terdiri atas pajak bumi dan bangunan (PBB), bea

perolehan hak atas tanah dan bangunan, pajak penghasilan.

b. Bagi hasil bukan pajak, terdiri atas provinsi sumber daya hutan

(PSDH), pemberian ha katas tanah Negara, landrent, dan

penerimaan dari iuran eksplorasi.

c. Dana alokasi umum (DAU), adalah dana yang berasal dari APBN

yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan

keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan

pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

d. Dana alokasi khusus (DAK), adalah dana yang berasal dari APBN

yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai

kebutuhan tertentu.
65

e. Dana darurat, dana kontigensi.

3) Lain-Lain pendapatan Yang Sah

Lain-lain pendapatan yang sah adalah hibah (grant), dan dana

darurat dipergunakan untuk kepentingan yang mendesak, contohnya dana

darurat adalah dana bencana alam nasional yang tidak dapat

ditanggulangi oleh daerah.

Sedangkan menurut Rosjidi (2001:87) “pinjaman daerah termasuk

salah satu dari lain-lain pendapatan yang sah”. Selanjutnya Rosjidi

(2001:88) mendefinisikan “pinjaman daerah adalah penerimaan yang

diperoleh darah yang bersumber dari pinjaman dalam negeri maupun luar

negeri. Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman jangka pendek

maupun jangka panjang”.

B. Belanja

1) Belanja Administrasi umum (BAU)

Menurut Halim (2001:69) “belanja administrasi umum (BAU)

adalah semua pengeluaran yang tidak berhubungan secara langsung

dengan aktivitas atau pelayanan publik”. Adapun kelompok BAU tediri

dari:

a. Belanja pegawai

b. Belanja barang

c. Belanja perjalanan dinas

d. Biaya pemeliharaan
66

2) Belanja operasional dan pemeliharaan (sarana dan Prasaran

publik)

Belanja operasinal dan pemeliharaan merupakan semua

pengeluaran pemerintah daerah yang berhubungan dengan

aktivitas/pelayanan publik (Halim 2001:70). Kelompok belanja tersebut

meliputi:

a. Belanja Pegawai

Merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk orang/personil

yang berhubungan dengan aktivitas yang meliputi :

1. Honorarium

2. Upah lembur

3. Upah paket

4. Insentif

b. Belanja barang dan jasa

Merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk penyediaan

barang dan jasa yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik,

yakni biaya sewa dan biaya bahan percontohan (hewan dan tanaman).

c. Belanja perjalanan dinas

Merupakan pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah

untuk biayai perjalan pegawai yang berhubungan langsung dengan


67

pelayan publik, terdiri dari : biaya perjalanan dinas dalam daerah dan

biaya perjalanan luar daerah.

d. Biaya pemeliharaan

Merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk barang daerah

yang mempunyai hubungan langsung dengan pelayanan publik.

3) Belanja modal

Menurut Halim (2001:72) bahwa, belanja modal merupakan

pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi 1 (satu) tahun

anggaran dan akan menambah asset/kekayaan daerah dan selanjutnya

akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti baiya operasional dan

pemeliharaan.

C. Pembiayaan

Pembiayaan dikutip dalam skripsi Said Akhmad Jauhari (2009:31)

bahwa pembiayaan meliputi :

1. Penerimaan daerah
a. Sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalau (SILPA)
b. Transfer dari dana cadangan
c. Penerimaan pinjaman dan obligasi
d. Hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan
2. Pengeluaran daerah
a. Transfer ke dana cadangan
b. Penyertaan modal
c. Pembayaran utang pokok yang jatuh tempo
d. Sisa lebih perhitungan anggaran tahun berjalan
68

4.2 Tinjauan Normatif yang relevan dengan fenomena

Adapun tinjauan normatif dari beberapa teori diatas antara lain

sebagai berikut :

1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan

Negara pasal 3 (tiga) disebutkan bahwa keuangan Negara

dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,

efisien, efektif, transparan dan brtanggung jawab dengan rasa

keadilan dan kepatuhan.

2. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 Tentang Sitem

Perencanaan Pembangunan Nasional disebutkan dalam Pasal 5

(lima) ayat (2) bahwa RPJM Daerah merupakan penjabaran dari

visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya

berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM

Nasional, memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi

pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan

Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah,

dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja

dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat

indikatif.

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan

Negara dalam Pasal 1 ayat (1) Perbendaharaan Negara adalah

pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Negara,


69

termasuk investasi yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN

dan APBD.

4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan

Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara dalam pasal

4 ayat (3) tertulis bahwa Pemeriksaan Kinerja adalah

Pemeriksaan atas pengelolaan keuangan yang terdiri atas

pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan

aspek evektifitas.

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah dalam pasal 23 ayat (1) dan (2) bahwa :

(1) Hak dan kewajiban daerah sebagaimana dimaksud dalam

pasal 21 dan pasal 22 diwujudkan dalam bentuk rencana

kerja pemerintah daerah dan dijabarkan dalam bentuk

pendapatan, belanja, dan pembiayaan darah yang dikelolah

dalam sistem pengelolaan keuangan daerah.

(2) Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan secara efisien, efektif, transparan,

akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan

perundang-undangan

6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

dalam Pasal 2 (dua) ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa :


70

(1) Perimbangan antara pemerintah dan Pemerintah Daerah

merupakan subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi

pembagian tugas antara pemerintah dan Pemerintah Daerah

(2) Pembagian sumber keuangan Negara kepada Pemerintah

Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi didasarkan

atas penyerahan tugas oleh Pemerintah kepada Pemerintah

Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan

fiskal.

7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang engeloaan

Keuangan Daerah pasal 1 (satu) menyatakan bahwa, pengelolaan

keuangan daerah adalah selurh kegiatan yang meliputi

perencanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban,

dan pengawasan keuangan daerah.

8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan

Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah dalam pasal 1 (satu)

ayat (3) dijelaskan bahwa laporan kinerja adalah ikhtisar yang

menjelaskan secara ringkas dan lengkap tengtang capaian kinerja

yang disusun apkan dalam rencana kerja yang ditetapkan

berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan dalam rangka

pelaksanaan APBN/APBD.

9. Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 21 Tahun 2011 Tentang

perubahan kedua atas peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 13

Tahun 2006 Tentang Pedoman pengelolaan keuangan daerah


71

disebutkan dalam pasal 1 (satu) poin ke (43) sasaran adalah hasil

yang diharapkan dari suatu program atau keluaran yang

diharapkan dari suatu kegiatan, Hasil (outcome) adlah segala

sesuatu yang mencerminkan berfungsinya pengeluaran

darikegiatan-kegiatan dalam satu program, dan Keluaran (output)

adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan yang

diharapkan dari suatu kegiatan.

10. Peraturan Daerah Kabupaten Buol Nomor 1 Tahun 2011 Tentang

Anggaran Pendapatan dan Belanja dDaerah kabupaten Buol

tahun 2011.

11. Peraturan Daerah Kabupaten Buol Nomor 1 Tahun 2012 tentang

anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabuapten Buol Tahun

2012.

Anda mungkin juga menyukai