Anda di halaman 1dari 32

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Sejarah Limbah B3


Sejarah penanganan limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3) berawal
dari beberapa tragedi yang sangat mengerikan dengan korban manusia dan lingkungan
dalam skala besar dan akut. Salah satu contoh tragedi itu adalah tragedy love canal.
Tragedi ini bermula ketika William T. Love datang ke Niagara Falls, New York pada
tahun 1890 dengan rencana sangat ambisius. Dengan dibangunnya pembangkit listrik
tenaga air di Niagara Falls pada tahun 1890, maka industri menjadi berkembang pesat
di daerah tersebut. William T. Love pada tahun 1892 merencanakan membuat sebuah
kanal yang akan dapat menghubungkan bagian hulu dan hilir sungai Niagara, sepanjang
sekitar 7 mil. Direncanakan bahwa di sekitar kanal tersebut akan dibangun kawasan
industri dan pemukiman untuk memanfaatkan tenaga listrik yang ada. Pembangunan
dimulai tahun 1893. Namun pembangunan kanal tersebut tidak dilanjutkan, dan
menyisakan dua bagian yang tidak terhubungkan, masing-masing sepanjang seperempat
mil.
Pemilik tanah dan pengusaha membayangkan akan terbentuk sebuah kota
metropolitan yang besar. Kota tersebut akan menjadi rumah bagi industri yang patut
ditiru, dan perumahan untuk lebih dari satu juta orang. Ribuan hektar tanah akan
berubah menjadi taman yang paling indah di dunia. Ia berencana akan menggunakan
bendungan hidroelektrik di kanal dengan panjang 11 km di atas Niagara Rivers yang
lebih rendah. Dalam setahun, rencana tersebut gagal karena suatu masalah. Salah satu
bagian dari kota tersebut terdapat kanal atau lubang dengan panjang beberapa
kilometer. Setelah beberapa dekade berlalu, lubang ini dibeli oleh City of Niagara Falls,
yang telah memutuskan bahwa kanal tersebut akan menjadi lokasi yang ideal untuk
penimbunan limbah bahan-bahan kimia. Setelah lubang penuh dengan limbah, ditimbun
dengan tanah, tanpa diberi tanda pagar dan informasi apapun bahwa lokasi tersebut
sebagai bekas penimbunan limbah bahan kimia. Setelah bertahun-tahun, karena
perkembangan pembangunan dan perluasan perkotaan, maka dibangun di atas tanah
tersebut sekolah, perumahan, pasar dan aktifitas lainnya. Pada tahun 1970 tempat
tersebut menjadi tempat salah satu bencana lingkungan yang paling mengerikan dan
terburuk dalam sejarah Amerika.
Niagara Falls menjadi pusat industri, khususnya industri kimia. Produk kimia yang
dihasilkan antara lain adalah natrium hidroksida, yang merupakan produk elektrolisa
natrium khlorida. Elektrolisa ini juga menghasilkan produk samping (by-product) yang
tidak diinginkan yaitu khlor yang terproduksi dalam jumlah besar. Pengembangan
penelitian menghasilkan alternatif pemanfaatan produk samping ini menjadi bahan
organik berkhlor seperti plastik, pestisida dan hasil industri. Pada saat itu pihak
pemerintah dan industri belum mengetahui akibat dari produk ini. Belum seorang pun
yang menyadari bahwa keuntungan dari pestisida seperti DDT, endrin atau dari bahan
organik berklor lainnya seperti pelarut berkhlor akan mendatangkan masalah bagi
lingkungan di kemudian hari.
Tanah di dekat Niagara Falls menjadi sebuah kota industri yang berkembang dan
mulai menggunakan lubang sebagai tempat pembuangan limbah kimia. Hal ini
berlangsung selama lebih dari dua puluh tahun, setelah itu Hooker Chemical and Plastic
Corporation membeli tanah untuk pembuangan bahan kimia pribadi mereka sendiri.
Pada 1953, perusahaan telah mengubur hampir 22.000 ton limbah, dan lubang itu
hampir penuh. Tahun 1952 kanal tersebut ditutup oleh Hooker Chemical. Tahun 1953
pihak kotamadya meminta Hooker Chemical untuk menjual sebagian lahan kanal
tersebut untuk pembangunan sekolah baru. Pihak Hooker menjual sebagian kanal
tersebut ke pengelola kota hanya seharga US $1.
Pada saat itu, bahaya limbah kimia sudah diketahui. Bukannya khawatir atau
bahkan waspada hidup di samping produsen bahan kimia, penduduk kota sangat senang
melihat perkembangan industri kimia yang sangat pesat. Hanya sesekali ilmuwan
mengakui bahaya limbah kimia pada 1940-an. Dr Robert Mobbs, telah menjelajahi
hubungan antara insektisida dan kanker, ia kemudian sangat mencela penimbunan
limbah kimia dan mengatakan perbuatan yang ceroboh, tetapi juga sangat menyadari
potensi bahaya di tempat pembuangannya. Hal ini tidak dapat dibuktikan dampak
potensial dari produk limbah. Namun, fakta bahwa perusahaan menjual tanah dengan
harga yang sangat murah sehingga sangat mencurigakan. Dewan Pendidikan Niagara
Falls, yang membutuhkan ruang kelas yang lebih, bersemangat membeli tanah dan
mulai membangun sebuah sekolah dasar baru. Pada tahun 1955, empat ratus anak mulai
menghadiri sekolah, dan sekitar 100 rumah segera dibangun di daerah sekitarnya.
Meskipun sebagian besar penduduk Niagara Falls tidak mengetahui tanah itu
sebelumnya telah digunakan untuk menimbun limbah B3.
Sekolah kemudian dibangun berdampingan dengan daerah yang sebelumnya
adalah pengurug limbah industri. Sebagian dari lahan tersebut dijadikan taman bermain.
Sering dijumpai anak-anak bergembira menemukan residu fosfor yang dapat
menimbulkan bunga api bila dilemparkan ke permukaan yang berbatu. Pada tahun 1958
tiga anak-anak mengalami luka bakar akibat terpapar dengan residu yang muncul ke
permukaan. Seorang keluarga di dekat Love Canal melahirkan anak dengan cacat fisik
dan mental, tetapi hal ini dianggap alamiah. Pada suatu pagi di tahun 1974, satu
keluarga mendapatkan kolam renang mereka menjadi lebih tinggi sekitar 60 cm ketika
kolam ini dibongkar, maka galiannya langsung terisi air tanah berwarna kuning, biru
dan ungu, dengan sifat yang sangat tajam yang dapat menghanguskan akar pohon
sekitarnya. Tahun 1959 sebuah keluarga lain mendapat masalah di lantai bawahnya
(basement) dengan adanya lumpur hitam yang masuk ke dalamnya. Segala upaya
dicoba untuk menghentikannya. Akhirnya mereka membuat lobang untuk mengetahui
apa yang terdapat di balik tembok. Sejumlah besar cairan hitam masuk memenuhi
ruangan. Sejak saat itu, masalah Love Canal mulai diketahui dan diperhatikan.
Delapan bulan setelah kejadian kolam renang, dilakukan pengambilan sampel
udara di beberapa basement rumah di daerah tersebut. Hasilnya adalah bahwa udara di
daerah tersebut mengandung bahan-bahan toksik yang berada di atas ambang Threshold
Limit Value (TLV). Survai kesehatan juga dimulai dan dijumpai bahwa keguguran
spontan ternyata 250 kali lebih tinggi dibandingkan kondisi normal. Sampel darah yang
diambil juga menunjukkan indikasi adanya kerusakan hati yang meningkat. Kelahiran
cacat fisik dan mental juga sering dijumpai. Disamping itu, senyawa-senyawa toksik
berhalogen terdeteksi pada sistem penyaluran air buangan kota. Analisa lebih lanjut
menemukan bahwa cemaran kimia dalam konsentrasi tinggi telah mencemari air tanah,
termasuk diantaranya 11 jenis cemaran penyebab kanker seperti benzene, chloform dan
trichloroethylene. Hooker Chemical akhirnya mengeluarkan pernyataan bahwa sekitar
22.000 ton limbah kimia, diantaranya 200 ton trichlorophenol, telah diurug di lahan-
urug tersebut.
Tidak mengherankan, efek langsung dari penggalian tanah dan bau yang aneh
keluar dari isi lubang segera terasa. Bau menyengat dan zat yang keluar dilaporkan oleh
warga, terutama mereka yang berada dalam ruang bawah tanah. Anak-anak di halaman
sekolah bermain dan dibakar oleh limbah beracun. Pejabat lokal disiagakan, tapi tidak
mengambil tindakan. Pada tahun 1976, air dari hujan lebat dan badai salju
menyebabkan sejumlah besar limbah kimia bermigrasi ke permukaan, dan
terkontaminasi seluruh lingkungan. Dalam tahun-tahun berikutnya daerah tersebut
terserang berbagai penyakit dan banyak bayi lahir langsung mati dan keguguran, dan
banyak bayi yang lahir dengan cacat. Studi informal saat ini mencatat kejadian yang
menakutkan. Badan Zat Beracun dan Penyakit di Amerika Serikat, mengamati lebih
dari 400 jenis bahan kimia di udara, air, dan tanah, dengan kandungan benzena yang
sangat tinggi dan sudah diketahui karsinogenik. Kisah yang mengerikan tersebut juga
dirasakan satu dari ibu Lois Gibbs. Setelah membaca tentang sejarah Love Canal dari
publikasi lokal, ia menyadari bahwa putranya Michael sudah sakit terus-menerus sejak
memulai di sekolah baru. Situasi ternyata lebih buruk dari yang ia bayangkan,
menegaskan bahwa seluruh siswa sakit. Gibbs memimpin kampanye untuk
memperhatikanlingkungan, dia bergabung dengan banyak orang tua lokal lainnya serta
para editor Niagara Falls Gazette. Akhirnya, pada musim semi tahun 1978, Dr Robert
P. Whalen menyatakan daerah sekitar Love Canal berbahaya. Sekolah ditutup, tanah itu
ditutup, dan lebih dari 200 keluarga dievakuasi. Pada bulan Agustus tempat berbahaya
tersebut sedang mendapat perhatian nasional. Pada tanggal 7 Agustus, Presiden Jimmy
Carter dipanggil Badan Bantuan Bencana Federal untuk diminta bantuan. Pada bulan
September, Dr Whalen merilis laporan mengenai bencana, yang berbunyi antara lain:
"Sebuah akibat mendalam dan menghancurkan dari tragedi love canal, dari segi
kesehatan manusia, penderitaan, dan kerusakan lingkungan, tidak bisa, dan tidak akan
pernah terbayarkan. Tuntutan hukum kepada penimbun lebih dari $ 11 miliar.
Korporasi membantah keterlibatannya dalam siding di Departemen Kehakiman federal
pada tahun 1979 dan New York State pada tahun 1989. Namun, banyak kerusakan telah
dilakukan, dan akhirnya lebih dari 1.000 keluarga harus pindah dari wilayah Love
Canal. Sebuah studi EPA mengungkapkan bahwa dari tiga puluh enam diuji, sebelas
mengalami kerusakan kromosom, dan bahwa dari lima belas bayi yang lahir antara
Januari 1979 dan Januari 1980, hanya dua yang sehat. Agen di tingkat negara bagian
dan federal menghabiskan ratusan juta dolar mencoba untuk membersihkan polusi
akibat limbah B3.
Satu hal yang baik yang keluar dari bencana itu munculnya peraturan mengenai
lingkungan seperti Komprehensif Respon Lingkungan, Kompensasi, dan Kewajiban
Undang-undang, lebih dikenal sebagai "Hukum Superfund". Tujuannya adalah untuk
mengumpulkan pajak dari perusahaan gas dan kimia yang digunakan secara langsung
untuk membersihkan dan mengolah limbah B3 yang dihasilkan.
Pada awal 1990 sebagian besar daerah itu dinyatakan aman lagi, dan sekarang
membuat lingkungan yang dikenal sebagai Black Creek Village. Daerah itu diambil
dari daftar Superfund pada bulan September 2004 bahwa upaya pembersihan love canal
telah dicapai. Sebagian besar tempat itu, dilindungi oleh pagar kawat, untuk setiap
orang yang lewat tempat tersebut sebagai tanda telah terjadi bencana. Tragedi ini juga
memunculkan perhatian besar ke berbagai Negara terutama di Indonesia sehingga
keluar Peraturan Pemerintah tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun.

2.2 Kejadian Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Indonesia


Sebanyak 52 sungai strategis nasional di 33 provinsi telah tercemar, "Tercemar
berat adalah Sungai Ciliwung (DKI Jakarta) dan Sungai Citarum (Jawa Barat)," kata
Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Pengembangan Sarana Teknis Lingkungan
dan Peningkatan Kapasitas. Saat ini, di seluruh Indonesia terdapat 411 titik pantau yang
berada di 52 sungai strategis nasional. Kriteria sungai yang dipantau dan masuk
strategis nasional adalah sungai lintas provinsi dan batas negara, sungai prioritas KLH
untuk diperbaiki, serta sungai prioritas yang ditetapkan Menteri Pekerjaan Umum untuk
diperbaiki. Berdasar data pantauan 2012, 75,25 persen titik pantau sungai memiliki
status tercemar berat, 22,52 persen titik tercemar sedang dan 1,73 persen tercemar
ringan. Jumlah titik pantau sungai tercemar berat tertinggi ada di Jawa, yaitu 94 titik.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mencatat sebanyak 75 persen dari 400
lebih titik sampel di 52 sungai seluruh Provinsi Indonesia tercemar berat. Deputi
Menteri Lingkungan Hidup Bidang Pembinaan Sarana Teknis Lingkungan dan
Peningkatan Kapasitas KLH, mengatakan, sungai yang tercemar paling banyak
disebabkan oleh limbah domestik. Sungai tersebut diantaranya berada di Pulau Jawa,
yakni Sungai Ciliwung di Jakarta dan Sungai Citarum di Jawa Barat.

Gambar 1.1 Sungai yang tercemar limbah bahan berbahaya dan beracun
Rumah sakit merupakan sumber limbah B3 yang harus mendapat perhatian.
Limbah B3 yang dikeluarkan dari rumah sakit meliputi limbah inveksius, sisa operasi,
sisa suntikan, obat kedaluarsa, virus, bakteri, limbah padat dan lain-lain. Hampir semua
limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit masuk dalam kategori limbah B3. Beberapa
rumah sakit melanggar prosedur pengelolaan limbah medis dan B3 dengan cara
menyerahkan pengelolaan limbah medis dan B3 nya kepada pihak yang tidak memiliki
kualifikasi pengelolaan limbah medis dan B3 bersertifikat. Akibatnya, limbah medis
dan B3 Rumah Sakit diperjualbelikan kembali setelah disortir oleh pengepul dan
pemulung yang menampung limbah medis. Hal ini sangat berbahaya dan tidak sesuai
dengan peraturan pemerintah tentang pengelolaan limbah B3.
Banyak kota penghasil peroduk-produk bernilai tinggi tetapi membuang limbah B3
ke sungai atau menimbun secara langsung. Berbagai alasan tindakan tersebut dilakukan
karena biaya pengolahan limbah yang sangat tinggi. Salah satunya adalah produksi
batik yang hampir dapat ditemui di berbagai penjuru daerah. Produksi batik hampir
terjadi setiap hari. Industri pembuatan batik ini menghasilkan limbah pewarna batik
yang cukup banyak. Biasanya, para produsen membuang limbah tersebut ke sungai.
Sungai-sungai sekarang tidak lagi jernih, bahkan beberapa diantaranya berwarna hitam
pekat. Limbah batik merupakan limbah B3 yang sangat berbahaya sehingga perlu
dilakukan pengolahan terlebih dulu sebelum dibuang ke lingkungan atau ditimbun
dalam tanah. Beberapa cara yang sudah dilakukan yaitu dengan cara absorbsi,
elektrolisis dan mikrobiologi.

2.3 Pengertian Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)


Manahan (1994) mengatakan sebuah benda yang berbahaya adalah material yang
boleh jadi menghadirkan bahan berbahaya bagi kehidupan organisme, matrial,
bangunan, atau linkungan karena ledakan atau bahaya kebakaran, korosi, keracunan
bagi organisme, maupun akibat yang menghancurkan. Maka apakah limbah yang
berbahaya itu? Meskipun telah di katakan bahwa “Pembahasan tentang pertanyaan
tersebut selama ini tidak membuahkan hasil” maka definisi sederhana tentang limbah
berbahaya adalah ia merupakan substansi/zat berbahaya yang telah dipisahkan/dibuang,
tak diacuhkan, dilepaskan, atau direncanakan sebagai matrial limbah, atau sesuatu yang
bias jadi berhubungan dengan zat lain menjadi berbahaya. Definisi tentang limbah yang
berbahaya dalam pengertian yanag sederhana tidak demikian dan boleh jadi
membahayakan anda jika anda berhadapan dengannya.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industry
maupun domestic (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukin, disanalah berbagai
jenis sampah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), da nada air
buangan dari berbagai aktivitas domestic lainnya (grey water).
Menurut PP No. 18 tahun 1999 pengertian limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan sedang limbah bahan berbahaya dan beracun disingkat menjadi limbah B3
adalah sisa suatu usha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau
beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara
langsung, maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakan linkungan
hidup, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lain.
Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah)
suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3)
karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau
jum;ahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak,
mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.

2.4 Klasifikasi Limbah B3


2.4.1 Klasifikasi Limbah dan Bahan-bahan Berbahaya
Berbagai zat kimia spesifik dengan penggunaan yang luas adalah berbahaya
karena reaktivitas kimianya, bahaya kebakaran, bahaya keracunan, dan
kandungan-kandungan lainnya. Ada berbagai macam zat yang berbahaya yang
biasanya mengandung campuran kimia spesifik. Hal tersebut meliputi:
Bahan peledak, misalnya dinamit, atau amunisi.
Gas-gas tekanan tinggi misalkan hidrogen dan sulpur dioksida.
Cairan yang mudah terbakar misalkan gas oil/minyak tanah almunium alkali.
Bahan-bahan keras yang mudah terbakar, metal magnesium, sodium hidrit,
dan kalsium carbide yang siap terbakar adalah reaktip dengan air, atau
terbakar secara spontan.
Bahan-bahan korosif, termasuk oleum, sulfur oksida, dan soda caustik, yang
akan melukai kulit terbuka atau menyebabkan porak-porandanya kontainer
logam.
Bahan-bahan beracun misalnya seperti asam hidrosianida atau aniline.
Bahan-bahan etiologik termasuk agen penyebab antraks, botulisme, atau
tetanus.
Bahan-bahan radioaktif, termasuk plutonium, cobalt-60 dan uranium
hexafluorida.

2.4.1.1 Karakteristik Bahan Berbahaya dan Beracun


Untuk tujuan perundang-undangan dan peraturan di AS, zat yang
berbahaya secara resmi tercatat dan ditentukan sesuai dengan
karakteristik umum. Wewenang Resource Conservation and Recover
Act (RCRA) United States Environmental Protection Agency/biro
perlindungan lingkungan AS yaitu menentukan zat-zat yang berbahaya
sesuai dengan karakteristik sebagai berikut:
Kemampuan terbakar, karakteristik zat cair yang uapnya
kemungkinan terbakar karena keberadaan sumber pembakaran, non
liquid yang akan menangkap api dari gesekan atau sentuhan dengan
air dan terbakar dengan hebat atau terus menerus, gas-gas
dipadatkan yang dapat terbakar, oksidator.
Corrosivity, karakteristik zat yang menunjukkan keasaman tinggi
atau basis atau adanya satu tendensi menyebabkan karat pada baja.
Reaktivitas, karekteristik zat yang memiliki tendensi perubahan
kimia hebat (contoh bahan peledak, bahan piroporik, bahan yang
bereaksi dengan air, atau sianida, atau limbah mengandung sulfit).
Beracun, didefinisikan menurut sebuah prosedur ekstraksi standard
diikuti oleh analisis kimia bagi zat spesifik.

Sebagai tambahan bagi klasifikasi menurut karakteristik, EPA


menentukan lebih dari 450 limbah tercatat yang merupakan zat spesifik
atau kelas zat-zat yang di ketahui berbahaya. Masing-masing zat seperti
itu memiliki sebuah nomor limbah berbahaya EPA dalam format huruf
diikuti oleh tiga nomor, di mana huruf yang berbeda di berikan pada zat
masing-masing dari empat/huruf sebagai berikut:
Tipe F limbah dari sumber-sumber nonspesifik, misalnya limbah air
lumpur pendinginan pemanasan metal di mana cyasida digunakan
dalam proses (F012).
Tipe limbah K berasal dari sumber spesifik, misalnya cairan berat
yang berasal dari distilasi ethylene diklorin dalam produksi ethylene
diklorida (K019).
P-tipe limbah yang sangat berbahaya, Limbah ini didapati sangat
fatal terhadap manusia dalam dosis yang rendah, atau mampu
menyebabkan atau secara signifikan membantu peningkatan
penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Bahan-bahan ini
kebanyakan jenis kimia spesifik misalnya fluorine (P056) atau 3-
chloropropane nitrile (P027).
U-tipe limbah lainnya yang berbahaya, bahan-bahan ini sebagian
besar adalah campuran misalnya kalsium kromat (U032) atau
phthalic anhidrida (U190).

Dibandingkan dengan RCRA, CERLA memberikan difinisi agak


luas tentang zat-zat berbahaya yang meliputi berikut:
Elemen, kumpulan, campuran cairan, atau zat-zat, yang lepas yang
boleh jadi secara substansial membahayakan kesehatan publik,
kesejahteraan publik atau lingkungan.
Elemen, kumpulan, campuran, cairan atau zat-zat dalam kuantitas
yang dilaporkan ditentukan oleh CERCLA bagian 102.
Zat-zat tertentu atau polutan beracun yang di tentukan oleh Federal
Water pollution Control Act.
Zat-zat kimia yang akan segera berbahaya ataupun campurannya
yang menjadi topik aksi pemerintahan dalam bagian 7 dari Toxic
Subtances Control Act (TSCA).
Dengan pengecualian yang ditunda oleh kongres dalam Solid Waste
Disposal Act, semua limbah berbahaya yang ditentukan atau
memiliki karakteristik yang diidentifikasi oleh RCRA paragrap
3001.

2.4.1.2 Limbah Berbahaya


Setelah didefinisikan secara mendetail di atas, sekarang saatnya
sampai pada yang lebih detail sehubungan dengan arti limbah
berbahaya. Tiga pendeketan utama untuk mendefinisikan limbah
berbahaya yaitu (1) sebuah diskripsi kualitatif pada asalnya, tipe, dan
pendukungnya, (2) klasifikasi dengan dasar karaktristik terutama
bedasarkan prosedur tes, dan (3) dengan cara konsentrasi zat-zat
spesifik yang berbahaya. Limbah digolongkan menurut tipe umum,
misalnya”spent halogenated solvents” atau pelarut terhalogenasi atau
oleh sumber-sumber industri misalnya “picking liquor from steel
manufacturing”atau mendapat cairan dari industri manufaktur baja.
Berbagai negara mempunyai definisi yang berbeda tentang limbah
yang berbahaya. misalnya The Federal Republic of Germany Federal
Act tentang Pembangunan Limbah (1972, yang diamandir tahun 1976)
menyebutkan limbah khusus adalah khususnya berbahaya bagi
kesehatan manusia, udara, air, atau eksplosif, mudah terbakar, atau
boleh jadi menyebabkan penyakit. “The Ontario Waste Management
Corporation” sebuah biro propinsi yang di bentuk lembaga konstitusi
Ontorio, Kanada mendefinisikan limbah khusus adalah cairan industri
dan limbah yang berbahaya yang tidak layak disuling dan dibuang pada
sistem penyulingan limbah, pembakaran atau di tanam di daratan yang
karenannya memerlukan perlakuan khusus.
Limbah radioaktif adalah sebuah persoalan bagi berbagai negara
yang memiliki pembangkitan listrik nuklir atau industri atau senjata
nuklir yang signifikan. Di AS, limbah seperti itu di atur di bawah
Neclear Regulatory Commission (NRC) dan depertemen
energi/Departemen of Energi (DOE). Problem khusus dihadirkan oleh
limbah campuran yang mengandung limbah kimia dan limbah
radioaktif. Salah satu contoh baru baru ini tentang sebuah fasilitas yang
disulitkan oleh radioaktif dan limbah campuran di AS adalah Rocky
Flat di dekat Denver, Colorado, yang digunakan untuk memproduksi
sanjata nuklir semenjak tahun 1950 an, kompleks ini memperkerjakan
6000 pekerja meliputi 384 are di tengah-tengah 6650 are daerah
penyangga/buffer zone, dan mendiami 134 bangunan dengan luas area
kira-kira 90.000 m2. Dalam tahun 1957 dan 1969, terjadi kebakaran
lagi yang menyangkut plutonium. Plutonium menyebar di daratan
Rocky Flats, dan terjadi beberapa insiden pelepasan tritium pada
sumber mata air minum. Diantara sebagian besar limbah yang harus
ditangani di Rocky Flats adalah sebagai berikut:
Radionuclides: americium 241, plutonium 238, 239, 241, 242
thorium 232, tritium, uranium 233, 234, 238.
Logam beracun: berllium, cadmium, chromium, timbal, air raksa,
nikel.
Pelaryt: bensin, karbon tetrachloride, chlorofrom, chlorometan,
tetracholoroetheylene, 1,1,1-trichloroetane, trichloroethylene.
Berbagai campuran berbahaya: benzenedine, 1,3-butadeine, ethylene
oxide, propylene oxide, formaldehyde hydrazine, nitric acid.

Problem besar sehubungan dengan limbah radioaktif adalah


handford Nuclear Reservation terletak dekat Richland di negara bagian
Washington. Ini adalah lokasi sebuah fasilitas besar untuk
memproduksi plutonium yang di peruntukkan bagi senjata nuklir dari
tahun 1940-an hingga kira-kira 1990. Proses ekstraksi uranium
plutonium (purex) digunakan untuk mengekstraksi plutonium dari
bahan bakar reakton nuklir neutron uranium tak teradisi. Produksi
setiap kg limbah radioaktif tinggi dan kira-kira 200.000 liter limbah
nuklir adalah tangki 101-SY yang mengandung 48 kg plutonium di
dalam 4 juta liter lumpur yang berbahaya. Radioaktif di dalam tangki
memanaskan isinya, dan reaksi kimia menghasilkan campuran gas
hidrogen dan nitrogenoksida yang mudah meledak. Pada interval kira-
kira 90 hari, suatu gelembung-gelembung gas dilepaskan, dan isi tangki
mendingin. Selama kejadian ini lapisan kerak di atas limbah naik kira-
kira 30 cm. Ini benar-benar situasi yang menarik.

2.4.2 Identifikasi limbah B3 menurut PP No 18 Tahun 1999


Limbah B3 dapat diidentifikasi menurut sumber dan karakteristiknya.
1) Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi :
a. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
b. Limbah B3 dari sumber spesifik;
c. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan bekas, kemasan dan
buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
Limbah B3 dari sumber tidak spesifik adalah limbah B3 yang pada
umumnya berasal bukan dari proses utamanya, tetapi dari kegiatan
pemeliharaan alat, pencucian, pencegah korosi (inhibitior korosi), pelarut
kerak, pengemasan dan lain-lain. Limbah B3 dari sumber spesifik adalah
limbah B3 sisa proses suatu industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat
ditentukan. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, sisa
kemasan, atau buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasai, karena
tidak memenuhi spesifikasi yang ditentukan atau tidak dapat di manfaatkan
kembali, maka suatu produk menjadi limbah B3 yang memerlukan
pengelolahan seperti limbah B3 lainnya. Hal yang sama juga berlaku untuk
sisa kemasan limbah B3 dan bahan-bahan kimia yang kadaluarsa.

2) Daftar limbah dengan kode limbah D220, D221, D222, dan D223 dapat
dinyatakan limbah B3 setelah di lakukan uji Toxicity Characteristic Leaching
Prosedure(TCLP)dan/ atau uji karaktristik.

3) Memiliki salah satu atau lebih karakteristik sebagai berikut :


a. Mudah meledak
b. Mudah terbakar
c. Bersifat reaktif
d. Beracun
e. Menyebabkan infeksi dan
f. Bersifat korosif.

4) Limbah yang termasuk limbah B3 adalah limbah lain yang apabila diuji
dengan metode toksikologi memiliki LD50 di bawah ambang batas yang
telah ditetepkan. Pengujian karaktristik limbah dilakukan sebelum limbah
tersebut mendapat perlakuan pengolahan. Dalam ketentuan ini yang di
maksud dengan :
a) Limbah mudah meledak adalah limbah yang pada suhu tekanan standar
(25oC, 760 mmHg) dapat meledak atau melaluireaksi kimia dan/atau
fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang
dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya.
b) Limbah mudah terbakar adalah limbah limbah yang mempunyai salah satu
sifat-sifat sebagai berikut:
Limbah yang berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24%
volume dan/atau pada titik nyala tidak lebih dari 60oC (140oF) akan
menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api atau sumber
nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg.
Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada temperatur dan tekanan
standar (25oC, 760 mmHg) dapat mudah menyebabkan kebakaran
melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara
spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang terus
menerus.
Merupakan limbah yang bertekanan yang mudah terbakar.
Merupakan limbah pengoksidasi.
c) Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah-limbah yang mempunyai salah
satu sifat-sifat sebagai berikut:
Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan
perubahan tanpa peledakan.
Limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air.
Limbah yang apabila bercampur dengan air berpotensi menimbulkan
ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang
membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
Merupakan limbah sianida, sulfida atau amoniak yang pada kondisi pH
antara 2 dan 12,5 dapat menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam
jumlah yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
Limbah yang dapat mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan
tekanan standar (25oC, 760 mmHg).
Limbah yang menyebabkan kebakaran karena lepas atau menerima
oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu
tinggi.
d) Limbah beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat
racun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian
atau sakit yang serus apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan,
kulit atau mulut, penentuan sifat racun untuk identifikasi limbah ini dapat
menggunakan baku mulut konsentrasi TCLP (Toxicity Charactristic
Leaching Prosedure) pencemar organik dan aroganik dalam limbah
sebagaimana PP No. 18 tahun 1999. Apabila limbah mengandung salah
satu pencemar yang terdapat dalam lampiran 4, dengan konsentrasi sama
atau lebih besar dari nilai dalam lampiran 4 tersebut, maka limbah tersebut
merupakan limbah B3. Bila ini ambang batas zat pencemar tidak terdapat
pada lampiran Tabel 4 tersebut maka dilakukan uji toksikologi.
e) Limbah yang menyebabkan infeksi bagian tubuh manusia yang
diamputasi dan cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah
dari labotarium atau limbah lainnya yang terinfeksi kuman penyakit yang
dapat menular. Limbah ini berbahaya karena mengandung kuman
penyakit yang dapat menular, limbah ini berbahaya karena mengandung
kuman penyakit seperti hepatitis dan kolera yang di tularkan pada pekerja,
pembersih jalan, dan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan limbah.
f) Limbah bersifat korosif adalah limbah yang mempunyai salah satu sifat
sebagai berikut:
Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit.
Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja (SAE 1020)
dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur
pengujian 55oC.
Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam
dan sama atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat baja.
5) Pengawasan limbah berbahaya, polusi udara dan air Agak berlawanan,
tindakan-tindakan yang diambil untuk mengurangi polusi udara dan air
mempunyai tendensi meningkat limbah berbahaya. Kebanyakan proses
pemurnian air menghasilkan lumpur ataupun cairan konsentrat yang
memperlukan stabilisasi dan pembuangan. Proses penggosokan dengan
udara/scrubbing air proses demikian pula menghasilkan lumpur.
Pengendapan dan unit pengolahan limbah selalu mengontrol pencemaran
udara atas segala hasil limbah padat yang signifikan jumlahnya, beberapa di
antaranya berbahaya.
2.5 Asal dan Jumlah Limbah
Dalam pengertian non peraturan tidak terdapat pemisahan yang tajam antara
limbah berbahaya dan tidak berbahaya. Beberapa limbah, misalnya limbah logam berat
beracun, beberapa diantaranya adalah berbahaya. Sebagai perbandingan daun-daun
yang rontok dan potongan-potongan dahan dianggap sebagai tidak menyebabkan
bahaya, dimana batang pohon yang tumbang adalah menimbulkan bahaya kebakaran
pada kondisi-kondisi tertentu. Bahan-bahan yang karena sifat-sifatnya sendiri tidak
berbahaya boleh jadi berinteraksi dengan zat-zat berbahaya. Misalnya, zat-zat humus
dari daun-daun yang membusuk boleh jadi larut dan memindah ion-ion logam berat.
Jumlah yang mencengangkan dari segala limbah diprodusir oleh kegiatan manusia.
Misalnya limbah-limbah termasuk sampah perkotaan. Lumpur kotoran residu-residu
pertanian dan racun, hasil samping proses pabrik. Suatu gambaran tentang kuantitas
limbah padat dapat diperoleh dengan memperhatikan limbah dari industri
pertambangan. Kuantitas limbah yang semacam itu dapat sangat besar karena sejumlah
banyak gunung harus diolah guna mendapatkan bijih dan karena logam atau bahan-
bahan yang berharga secara ekonomis biasanya dalam presentase kecil dari biji-biji
tersebut. Karenanya hasil samping limbah yang terkumpul sangatlah banyak. Limbah
pertambangan menyebabkan lebih kurang setengah dari pada limbah padat yang
dihasilkan di AS, dengan jumlah kira-kira 2 juta metrik ton setiap tahun.
2.5.1 Limbah padat yang tidak berbahaya
Adalah layak mempertimbangkan limbah “tak berbahaya” (limbah padat,
sampah perkotaan, dan sampah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia) bersama
dengan limbah berbahaya karena boleh jadi ia tidak berbahaya dalam segala
kasus dan situasi, dan ia boleh jadi berinteraksi dengan limbah berbahaya. Lebih
lanjut lagi, jumlah hasil limbah padat setiap tahun adalah demikian banyak
sehingga kapasitas menangani persoalan ini selalu dalam tekanan. Pembuangan
dari 92% sampah percobaan di AS pada pengukuran tanah oleh sebab itu ketika
kuantitas limbah padat meningkat, kapasitas mengurukan tanah menurun.
Ketika peraturan RCRA yang asli di setujui dalam tahun 1976, kira-kira 30.000
pengurukan tanah sedang beroprasi (meski banyak dari padanya sekedar
membuang tanah). Ketika tahun 1988 jumlah pengurukan tanah perkotaan yang
beroprasi menurun hingga kira-kira 6500 dan pada tahun 1994, bahkan lebih
sedikit tersedia. Sebagai akibatnya, beberapa kota harus mengangkut sampah
sejauh kira-kira 70 mil atau lebih dan bahaya.
Potensi pembakaran untuk menangani sampah kota sangatlah tinggi karena
pembakaran dapat mengurangi bobot sebesar 75% dan mengurangi volume
90%. Akan tetapi keprihatinan lingkungan atas pengotor organik (khususnya
dioxin) pada cerobong pembakaran dan logam berat pada abu pembakaran
menurun pengembangan pembakaran sampah perkotaan di AS.
Daur ulang dapat mengurangi kuantitas limbah padatsebesar 50%, tetapi
bukanlah obat mujarab yang diklaim oleh para pendukungnya yang
bersemangat. Solusi menyeluruh atas persoalan limbah padat harus melibatkan
beberapa macam tindakan, khususnya (1) pengurangan limbah pada asalnya, (2)
daur ulang sebanyak mungkin, (3) mengurangi volume limbah sisa dengan cara
pembakaran, (4) menyuling limbah residu sebanyak mungkin berubah menjadi
tidak lumer dan tidak berbahaya, menempatkan bahan-bahan residu pada
pengurukan dijaga ketat agar tidak lumer ataupun terlepas melalui cara lain.

2.5.2 Asal dan Jumlah Limbah Berbahaya


Jumlah limbah berbahaya yang dihasilkan setiap tahun tidaklah diketahui
secara pasti dan tergantung definisi-definisi yang digunakan bagi material/bahan
semacam itu. Dalam tahun 1988 angka limbah yang di atur RCRA berada pada
jumlah 290 juta ton limbah padat.
Beberapa limbah air berbahaya dihasilkan langsung oleh proses-proses
yang memerlukan jumlah air yang besar bagi pemurniannya, dan limbah-limbah
cair lainnya dihasilkan oleh campuran limbah berbahaya dengan air limbah.
Beberapa limbah yang mungkin menunjukkan tahapan berbahaya dikecualian
oleh peraturan RCRA dengan undangundang. Perkecualian limbah-limbah
tersebut termasuk berikut :
Abu bahan bakar dan kerak lumpur yang berasal dari pembangkit tenaga.
Lumpur pengeboran minyak dan gas.
Produk samping air asin dari produksi minyak bumi.
Abu cerobong semen.
Limbah dan lumut dari pertambangan fosfat dan semacamnya.
Limbah pertambangan uranium dan mineral lainnya.
Limbah rumah tangga.
2.5.3 Tipe Limbah Berbahaya
Menurut kuantitas, lebih banyak limbah yang dikategorikan dengan nomor
yang didahului F dan K, dibandingkan dengan semua limbah secara gabungan,
yaitu dari sumber-sumber non spesifik termasuk contoh-contoh berikut:
F001 buangan pelarut yang dihalogenisasi yang digunakan untuk
membersihkan gemuk; tetrachloroethylene, trichloroethylene, methy
chloride, 1,1,1-trichloroethane, carbon tetrachloride dan chlorinated
fluorocarbon; dan lumpur dari pemlihan pelarut-pelarut pada pekerjaan
pembersihan gemuk.
F004 buangan pelarut nonhalogenated, cresol, creslic acid dan nitrobenzene;
dan kerak dasar dari permukaan pelarut-pelarut ini.
F007 buangan cairan perendam dari pada pekerjaan
pelapisan/penyepuhan/electro plating.

Limbah berbahaya “tipe K” berasal dari sumber-sumber khusus yang


dihasilkan oleh industri misalnya pabrik pigmen anorganik, kimia organik,
pestisida, bahan peledak, besi dan baja, dan logam-logam anti karat dan proses-
proses penyulingan minyak atau pengawetan kayu contoh-contoh sebagai
berikut:
K001 lumpur sendimen dasar dari pengolahan limbah cair yang berasal dari
proses pengawetan kayu yang menggunakan kreosote dan/atau
pentachloropenol.
K002 pengolahan lumpur limbah cair dari produksi verkrom kuning dan
pigmen-pigmen oranye.
K020 residu berat dari distilasi finil klorida dalam produksi vinil klorida
monomer.
K043 2,6-diklorofenol limbah yang berasal dari produksi TNT.
K049 air keruh emulasi emulasi padatan minyak yang berasal dari industri
penyulingan minyak.
K060 ammonia lime still sludge/lumpur asam ammonia dari kegiatan
memasak.
K067 lumpur anode elektronik yang berasal dari produksi seng primer
Kategori yang terbesar kedua limbah adalah yang berasal dari limbah
reaktif, diikuti oleh limbah karat/korosive dan limbah racun. Kira-kira 1% dari
pada limbah dianggap sebagai dapat terbakar dan 1% lainya adalah tipe P (sisa
produk kimia, jenis-jenis diluar spesifikasi, dan residu luberan, container) atau
limbah “U”. Beberapa persen lainya tidak dispesifikasikan.

2.5.4 Penghasil Limbah Berbahaya


Di AS kira-kira 650.000 perusahaan menghasilkan limbah berbahaya.
Penghasil limbah berbahaya terdistribusi/tersebar tidak merata secara geografis
di seluruh AS, yang tertif besar terletak di hulu Barat Tengah Amerika Serikat,
termasuk negara-negara bagian Ilinois, Indiana, Ohio, Michigan, dan
Wisconsin.

2.5.5 Distribusi Kuantitas Limbah Berbahaya


Tipe industri penghasil limbah berbahaya dapat dibagi diantara 7 kategori
utama berikut ini, masing-masing meliputi urutan kandungan 10-20% penghasil
limbah berbahaya, kimia dan pabrik produk yang bersinggungan, yang
berhubungan dengan industry minyak, pabrikasi logam, produk-produk yang
berhubungan dengan logam, pabrik pembuat peralatan elektrik, “pabrik-pabrik
yang lain” dan penghasil-penghasil limbah non pabrik dan tak jelas. Kira-kira
10% penghasil limbah menghasilkan sebanyak 95% limbah berbahaya dan
beracun. Penghasil limbah berbahaya didistribusikan hampir merata diantara
beberapa tipe-tipe industri, 70-85% dari kuantitas limbah berbahaya dihasilkan
oleh industri kimia dan perminyakan, sekitar ¾ datang dari industri-industri
yang berhubungan dengan logam atau industri logam seperti pertambangan,
elektroplating, baja, alloy.

2.6 Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Rumah Tangga


Beberapa sebab yang mengakibatkan pencemaran antara lain sebagai berikut:
1) Limbah industri batik, tekstil, yang sejak dahulu pembuangan limbahnya dialirkan
ke sungai-sungai;
2) Industri dan pabrik kulit yang sejak sepuluh tahun terakhir ini terus meningkat
jumlah pengrajinnya;
3) Bengkel-bengkel kendaraan baik roda empat maupun roda dua yang terus meningkat
akibat booming kepemilikan sepeda motor. Tiadanya pembatasan wilayah yang
diizinkan dan yang tidak diizinkan untuk mendirikan perbengkelan menjadi faktor
penyebab utama;
4) Berdirinya laundry-laundry diberbagai tempat sebagai pelayanan jasa yang tidak
disediakan tempat pembuangan limbahnya;
5) Berdirinya laboratorium-laboratorium kesehatan, rumah sakit dan sekolah-sekolah
yang banyak menyelenggarakan limbah cair dan limbah padat berbahaya dan
beracun.

Sumber-sumber limbah B3 yang di hasilkan oleh aktifitas kegiatan sebagai berikut:


1) Penghasil Limbah B3 dari Pelayanan Kesehatan, terdiri dari Rumah Sakit,
Puskesmas, Laboratorium Kesehatan, dan Apotek;
2) Penghasil Limbah B3 bersumber dari Lembaga pendidikan (sekolah dan perguruan
tinggi) dan lembaga riset, terdiri atas: Unit laboratorium dan tempat yang sejenis
untuk kepentingan praktikum dan riset;
3) Penghasil Limbah B3 dari Industri, terdiri atas Penyamakan kulit, Industri lampu,
Industri tekstil, Industri farmasi, Industri pangan/susu, Home industi batik;
4) Penghasil Limbah B3 Perhotelan, Pariwisata, dan Usaha Laundry;
5) Penghasil Limbah B3 dari Bandara dan Bengkel kendaraan, seperti sisa oli bekas
dan sisa air aki bekas;
6) Penghasil Limbah B3 dari kegiatan pertambangan emas;
7) Penghasil Limbah B3 dari kegiatan usaha percetakan dan fotografi;
8) Penghasil Limbah B3 dari industri kreatif atau Home Made dan Handicraft;
9) Penghasil Limbah B3 dari rumah tangga, antara lain: lampu bekas, baterai bekas,
dan sprayer.

Limbah rumah tangga merupakan sumber bahan berbahaya dan beracun (B3).
Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan rumah tangga seperti:
1) Bekas cat, tabung bekas pewangi ruangan
2) Sumber dari dapur: pembersih saluran air, soda kaustik, semir, gas elpiji, minyak
tanah, asam cuka, kaporit sebagai desinfektan, spiritus.
3) Dari kamar mandi dan cuci: cairan setelah mencukur, obatobatan, shampoo anti
ketombe, pembersih toilet, pembunuh kecoa.
4) Dari kamar tidur: parfum, kosmetik, kamfer, obat-obatan, hairspray, air freshener,
pembunuh nyamuk.
5) Dari ruang keluarga: korek api, alkohol, baterai, cairan pembersih.
6) Dari garasi atau taman: pestisida dan insektisida, pupuk, cat dan solvent pengencer,
perekat, oli mobil dan motor, aki bekas.

2.7 Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun


Dasar peraturan penyimpanan dan pengumpulan limbah bahan berbahaya dan
beracun adalah Peraturan Pemerintah 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan beracun dan perubahannya yaitu Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun
1999. Selain itu secara teknik diatur dalam Keputusan Kepala Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan: Kep-01/Bapedal/09/1995 tentang tata cara dan persyaratan teknis
penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Penyimpanan
dilakukan jika belum dapat diolah dengan segera dengan tujuan untuk mencegah
terlepasnya ke lingkungan sehingga potensi bahaya terhadap manusia dan lingkungan
dapat dihindarkan.Ketentuan ini berlaku bagi kegiatan pengemasan/pewadahan limbah
B3 di fasilitas:
a. Penghasil, untuk disimpan sementara di dalam lokasi penghasil;
b. Penghasil, untuk disimpan sementara di luar lokasi penghasil tetapi tidak sebagai
pengumpul;
c. Pengumpul, untuk disimpan sebelum dikirim ke pengeloh;
d. Pengolah, sebelum dilakukan pengolahan dan atau penimbunan.

2.8 Prinsip Pengemasan Limbah B3


1) Limbah-limbah B3 yang tidak saling cocok, atau limbah dan bahan yang tidak
saling cocok tidak boleh disimpan secara bersama-sama dalam satu kemasan;
2) Untuk mencegah resiko timbulnya bahaya selama penyimpanan, maka
jumlah pengisian limbah dalam kemasan harus mempertimbangkan
kemungkinan terjadinya pengembangan volume limbah, pembentukan gas atau
terjadinya kenaikan tekanan.
3) Jika kemasan yang berisi limbah B3 sudah dalam kondisi yang tidak layak
(misalnya terjadi pengkaratan, atau terjadi kerusakan permanen) atau jika mulai
bocor, maka limbah B3 tersebut harus dipindahkan ke dalam kemasan lain yang
memenuhi syarat sebagai kemasan bagi limbah B3.
4) Terhadap kemasan yang telah berisi limbah harus diberi penandaan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dan disimpan dengan memenuhi ketentuan
tentang tata cara dan persyaratan bagi penyimpanan limbah B3.
5) Terhadap kemasan wajib dilakukan pemeriksaan oleh penanggung jawab
pengelolaan limbah B3 fasilitas (penghasil, pengumpul atau pengolah)
untuk memastikan tidak terjadinya kerusakan atau kebocoran pada kemasan
akibat korosi atau faktor lainnya.
6) Kegiatan pengemasan, penyimpanan dan pengumpulan harus dilaporkan
sebagai bagian dari kegiatan pengelolaan limbah B3.

2.9 Persyaratan Pengemasan Limbah B3


1) Kemasan (drum, tong atau bak kontainer) yang digunakan harus:
a) Dalam kondisi baik, tidak bocor, berkarat atau rusak;
b) Terbuat dari bahan yang cocok dengan karakteristik limbah B3 yang akan
disimpan;
c) Mampu mengamankan limbah yang disimpan di dalamnya;
d) Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan
saat dilakukan pemindahan atau pengangkutan
2) Kemasan yang digunakan untuk pengemasan limbah dapat berupa drum/tong
dengan volume 50 liter, 100 liter atau 200 liter, atau dapat pula berupa bak
kontainer berpenutup dengan kapasitas 2M3,4M3 atau 8M3
3) Limbah B3 yang disimpan dalam satu kemasan adalah limbah yang sama,
atau dapat pula disimpan bersama-sama dengan limbah lain yang memiliki
karakteristik yang sama, atau dengan limbah lain yang karakteristiknya saling
cocok;
4) Untuk mempermudah pengisian limbah ke dalam kemasan, serta agar lebih aman,
limbah B3 dapat terlebih dahulu dikemas dalamkantong kemasan yang tahan
terhadap sifat limbah sebelum kemudian dikemas dalam kemasan dengan
memenuhi butir 2) di atas;
5) Pengisian limbah B3 dalam satu kemasan harus dengan mempertimbangkan
karakteristik dan jenis limbah pengaruh pemuaian limbah, pembentukan gas
dan kenaikan tekanan selama penyimpanan.
a) Untuk limbah B3 cair harus dipertimbangkan ruangan untuk pengembangan
volume dan pembentukan gas;
b) Untuk limbah B3 yang bereaksi sendiri sebaiknya tidak menyisakan ruang
kosong dalam kemasan;
c) Untuk limbah B3 yang mudah meledak kemasan dirancang tahan akan
kenaikan tekanan dari dalam dan dari luar kemasan.
6) Kemasan yang telah diisi atau terisi penuh dengan limbah B3 harus: ditandai
dengan simbol dan label yang sesuai dengan ketentuan mengenai penandaan
pada kemasan limbah B3; selalu dalam keadaan tertutup rapat dan hanya dapat
dibuka jika akan dilakukan penambahan atau pengambilan limbah dari
dalamnya; disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan untuk penyimpanan
limbah B3 serta mematuhi tata cara penyimpanannya.
7) Terhadap drum/tong atau bak kontainer yang telah berisi limbah B3 dan
disimpan ditempat penyimpanan harus dilakukan pemeriksaan kondisi kemasan
sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu satu kali.
a) Apabila diketahui ada kemasan yang mengalami kerusakan (karat
atau bocor), maka isi limbah B3 tersebut harus segera dipindahkan ke
dalam drum/tong yang baru, sesuai dengan ketentuan butir 1 diatas.
b) Apabila terdapat ceceran atau bocoran limbah, maka tumpahan limbah
tersebut harus segera diangkat dan dibersihkan, kemudian disimpan
dalam kemasan limbah B3 terpisah.
8) Kemasan bekas mengemas limbah B3 dapat digunakan kembali untuk
mengemas limbah B3 dengan karakteristik:
a) Sama dengan limbah B3 sebelumnya, atau
b) Saling cocok dengan limbah B3 yang dikemas sebelumnya. Jika
akan digunakan untuk mengemas limbah B3 yang tidak saling cocok,
maka kemasan tersebut harus dicuci bersih terlebih dahulu sebelum dapat
digunakan sebagai kemasan limbah B3
9) Kemasan yang telah dikosongkan apabila akan digunakan kembali untuk
mengemas limbah B3 lain dengan karakteristik yang sama, harus
disimpan ditempat penyimpanan limbah B3. Jika akan digunakan untuk
menyimpan limbah B3 dengan karakteristik yang tidak saling sesuai dengan
sebelumnya, maka kemasan tersebut harus dicuci bersih terlebih dahulu dan
disimpan dengan memasang “label kosong” sesuai dengan ketentuan penandaan
kemasan Limbah B3.
10) Kemasan yang telah rusak (bocor atau berkarat) dan kemasanyang tidak
digunakan kembali sebagai kemasan limbah B3 harus diperlakukan sebagai limbah
B3.

2.10 Persyaratan Pewadahan Limbah B3 dalam Tangki


1) Sebelum melakukan pemasangan tangki penyimpan limbah B3, pemilik atau
operator harus mengajukan permohonan rekomendasi kepada Kepala Bapedal
dengan melampirkan laporan hasil evaluasi terhadap rancang bangun dari sistem
tangki yang akan dipasang untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan.
Laporan tersebut sekurang-kurangnya meliputi:
a) Rancang bangun dan peralatan penunjang sistem tangki yang akan dipasang;
b) Karakteristik limbah B3 yang akan disimpan;
c) Jika sistem tangki dan atau peralatan penunjangnya terbuat dari logam dan
kemungkinan dapat terkontak dengan air dan atau tanah, maka evaluasi
harus mencakup pengukuran potensi korosi yang disebabkan oleh faktor
lingkungan serta daya tahan bahan tangki terhadap faktor korosi tersebut;
d) Perhitungan umur operasional tangki;
e) Rencana penutupan sistem tangki setelah masa operasionalnya berakhir;
f) Jika tangki dirancang untuk dibangun di dalam tanah, maka harus
dengan memperhitungkan dampak kegiatan di atasnya serta menerapkan
rancang bangun atau kegiatan yang dapat melindungi sistem tangki terhadap
potensi kerusakan.
2) Selama masa konstruksi berlangsung, maka pemilik/ operator harus
memastikan agar selama pemasangan tangki dan sistem penunjangnya telah
diterapkan prosedur penanganan yang tepat untuk mencegah terjadinya
kerusakan selama tahap konstruksi. Pondasi, rangka penunjang, keliman,
sambungan dan kontrol tekanan (jika ada) dirancang memenuhi persyaratan
keamanan lingkungan. Sistem tangki harus ditunjang kekuatan rangkayang
memadai, terbuat dari bahan yang cocok dengan karakteristik limbah yang
akan disimpan atau diolah, dan aman terhadap korosi sehingga tangki tidak mudah
rusak.
3) Terhadap tangki penyimpanan limbah B3 yang telah terpasang dan atau
telah dioperasikan sebelum keputusan ini ditetapkan, atau terhadap tangki
penyimpan bahan yang menurut peraturan yang berlaku merupakan limbah B3,
maka pemilik/operator diharuskan untuk mengajukan rekomendasi
pengoperasian tangki dengan melampirkan.
4) Dalam pengoperasian tangki sebagai tempat pengemasan/ pewadahan limbah B3,
maka:
a) tangki dan sistem penunjangnya harus terbuat dari bahan yang saling
cocok dengan karakteristik dan jenis limbah B3 yang dikemas/disimpannya;
b) limbah-limbah yang tidak saling cocok tidak ditempatkan secara bersama-sama
di dalam tangki. Apabila tangki akan digunakan untuk menyimpan
limbah yang tidak saling cocok dengan karakteristik limbah sebelumnya,
maka tangki harus terlebih dahulu dicuci bersih;
c) tidak digunakan untuk menyimpan limbah mudah menyala atau reaktif
kecuali:
limbah tersebut telah diolah atau dicampur terlebih dahulu sebelum/segera
setetah ditempatkan di dalam tangki, sehingga olahan atau campuran
limbah yang terbentuk tidak lagi berkarakteristik mudah menyala atau
reaktif; atau
limbah disimpan atau diolah dengan suatu cara sehingga tercegah dari
kondisi atau bahan yang menyebabkan munculnya sifat mudah menyala
atau reaktif
5) Untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan, tangki wajib
dilengkapi dengan penampungan sekunder. Penampungan sekunder dapat berupa
satu atau lebih dari ketentuan berikut: pelapisan (dibagian luar tangki); tanggul
(vault; berm) dan atau tangki berdinding ganda, dengan ketentuan bahwa
penampungan sekunder tersebut harus:
a) dibuat atau dilapisi dengan bahan yang saling cocok dengan limbah B3
yang disimpan serta memiliki ketebalan dan kekuatan memadai untuk
mencegah kerusakan akibat pengaruh tekanan;
b) ditempatkan pada pondasi atau dasar yang dapat mendukung ketahanan
tangki terhadap tekanan dari atas dan bawah dan mampu mencegah
kerusakan yang diakibatkan karena pengisian, tekanan atau uplift;
c) dilengkapi dengan sistem deteksi kebocoran yang dirancang dan dioperasikan
24 jam sehingga mampu mendeteksi kerusakan pada struktur tangki primer
dan sekunder, atau lepasnya limbah B3 dari sistem penampungan
sekunder.
d) penampungan sekunder, dirancang untuk dapat menampung dan mengangkat
cairan-cairan yang berasal dari kebocoran, ceceran atau presipitasi.
6) Pemilik atau operator harus melakukan pemeriksaan sekurangkurangnya 1
(satu) kali sehari selama sistem tangki dioperasikan. Pemeriksaan dilakukan
terhadap:
a) Peralatan pengendalian luapan/tumpahan;
b) Mendeteksi korosi atau lepasnya limbah dari tangki;
c) Pengumpulan data untuk memastikan bahwa sistem tangki berfungsi sesuai
dengan rancang bangunnya; dan
d) Bahan-bahan konstruksi dan areal seputar sistem tangki termasuk struktur
pengumpul sekunder (misalnya tembok isolasi tumpahan) untuk mendeteksi
pengikisan atau tandatanda terlepasnya limbah B3 (misalnya bintik lembab,
kematian vegetasi);
7) Pemilik atau operator harus memeriksa sistem perlindungan katodik (jika ada),
untuk memastikan bahwa peralatan tersebut bekerja sempurna. Pemeriksaan
meliputi;
Fungsi sistem perlindungan katodik harus dilakukan dalam 6 (enam) bulan
setelah pengoperasian awal, dan selanjutnya setiap tahun sekali;
Semua bagian yang dapat mempengaruhi sistem perlindungan (a) harus
diperiksa sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sekali.
8) Sistem tangki atau sistem pengumpul sekunder yang mengalami kebocoran
atau gangguan yang menyebabkan limbah B3 yang disimpannya terlepas, maka
pemilik atau operator harus segera melakukan:
Penghentian operasional sistem tangki dan mencegah aliran limbah.
Memindahkan limbah B3 dari sistem tangki atau sistem penampungan sekunder.
Mewadahi limbah yang terlepas ke lingkungan, mencegah terjadinya
perpindahan tumpahan ke tanah atau air permukaan, serta mengangkat
tumpahan yang terlanjur masuk ke tanah atau air permukaan.
Membuat catatan dan laporan mengenai kecelakaan dan penanggulangan
yang telah dilakukan.
2.11 Penyimpanan Kemasan Limbah B3
1) Penyimpanan kemasan harus dibuat dengan sistem blok. Setiap blok terdiri
atas 2 (dua) x 2 (dua) kemasan (gambar sehingga dapat dilakukan
pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan sehingga jika terdapat
kerusakan kecelakaan dapat segera ditangani.
2) Lebar gang antar blok harus memenuhi persyaratan peruntukannya.
Lebar gang untuk lalu lintas manusia minimal 60 cm dan lebar gang untuk
lalu lintas kendaraan pengangkut (forklift) disesuaikan dengan kelayakan
pengoperasiannya.
3) Penumpukan kemasan limbah B3 harus mempertimbangkan kestabilan
tumpukan kemasan. Jika kemasan berupa drum logam (isi 200 liter), maka
tumpukan maksimum adalah 3 (tiga) lapis dengan tiap lapis dialasi palet
(setiap palet mengalasi 4 drum). Jika tumpukan lebih dan 3 (tiga) lapis atau
kemasan terbuat dari plastik, maka harus dipergunakan rak
4) Jarak tumpukan kemasan tertinggi dan jarak blok kemasan terluar terhadap
atap dan dinding bangunan penyimpanan tidak boleh kurang dari 1 (satu) meter.

2.12 Penempatan Tangki


Penyimpanan limbah cair dalam jumlah besar disarankan menggunakan tangki
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Disekitar tangki harus dibuat tanggul dengan dilengkapi saluran pembuangan
yang menuju bak penampung.
2) Bak penampung harus kedap air dan mampu menampung cairan minimal
110% dan kapasitas maksimum volume tangki.
3) Tangki harus diatur sedemikian rupa sehingga bila terguling akan terjadi
di daerah tanggul dan tidak akan menimpa tangki lain.
4) Tangki harus terlindung dari penyinaran matahari dan masuknya air hujan
secara langsung.
5) Kemasan-kemasan berisi limbah B3 yang tidak saling cocok harus disimpan
secara terpisah, tidak dalam satu blok, dan tidak dalam bagian penyimpanan
yang sama. Penempatan kemasan harus dengan syarat bahwa tidak ada
kemungkinan bagi limbah-limbah yang tersebut jika terguling/tumpah akan
tercampur/masuk ke dalam bak penampungan bagian penyimpanan lain.
2.13 Persyaratan Bangunan Penyimpanan Kemasan Limbah B3
1) Bangunan tempat penyimpan kemasan limbah B3 harus:
Memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai dengan
jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan/akan disimpan;
Terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak
langsung;
Dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang memadai
untuk mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang penyimpanan, serta
memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung atau
binatang kecil lainnya ke dalam ruang penyimpanan;
Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk
operasional penggudangan atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu,
maka lampu penerangan harus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan
denqan sakelar (stop contact) harus terpasang di sisi luar bangunan;
Dilengkapi dengan sistem penangkal petir;
Pada bagian luar tempat penyimpanan diberi penandaan (simbol)
sesuai dengan tata cara yang berlaku.
2) Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat
dan tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai turun kearah bak
penampungan dengan kemiringan maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan,
kemiringan lantai diatur sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir
kearah menjauhi bangunan penyimpanan.
3) Tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan lebih dari 1 (satu)
karakteristik limbah B3, maka ruang penyimpanan:
Harus dirancang terdiri dari beberapa bagian penyimpanan, dengan
ketentuan bahwa setiap bagian penyimpanan hanya diperuntukkan
menyimpan satu karakteristik limbah B3, atau limbah-limbah B3 yang saling
cocok
Antara bagian penyimpanan satu dengan lainnya harus dibuat tanggul atau
tembok pemisah untuk menghindarkan tercampurnya atau masuknya tumpahan
limbah B3 ke bagian penyimpanan lainnya.
Setiap bagian penyimpanan masing-masing harus mempunyai bak
penampung tumpahan limbah dengan kapasitas yang memadai.
Sistem dan ukuran saluran yang ada harus dibuat sebanding dengan
kapasitas maksimum limbah B3 yang tersimpan sehingga cairan yang masuk
ke dalamnya dapat mengalir dengan lancar ke tempat penampungan yang telah
disediakan.
4) Sarana lain yang harus tersedia adalah:
Peralatan dan sistem pemadam kebakaran;
Pagar pengaman;
Pembangkit listrik cadangan;
Fasilitas pertolongan pertama;
Peralatan komunikasi;
Gudang tempat penyimpanan peralatan dan perlengkapan;
Pintu darurat;
Alarm.

2.14 Persyaratan Khusus Bangunan Penyimpanan Limbah B3


1) Persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3 mudah terbakar
a) Jika bangunan berdampingan dengan gudang lain maka harus dibuat tembok
pemisah tahan api, berupa:
Tembok beton bertulang, tebal minimum 15 cm; atau
Tembok bata merah, tebal minimum 23 cm; atau
Blok-blok (tidak berongga) tak bertulang, tebal minimum 30 cm.
b) Pintu darurat dibuat tidak pada tembok tahan api pada butir a.
c) Jika bangunan dibuat terpisah dengan bangunan lain, maka jarak minimum
dengan bangunan lain adalah 20 meter.
d) Untuk kestabilan struktur pada tembok penahan api dianjurkan agar
digunakan tiang-tiang beton bertulang yang tidak ditembusi oleh kabel listrik.
e) Struktur pendukung atap terdiri dari bahan yang tidak mudah menyala.
Konstruksi atap dibuat ringan, dan mudah hancur bila ada kebakaran,
sehingga asap dan panas akan mudah keluar.
f) Penerangan, jika menggunakan lampu, harus menggunakan instalasi yang
tidak menyebabkan ledakan/percikan listrik (explotion proof).
g) Faktor-faktor lain yang harus dipenuhi:
Sistem pendeteksi dan pemadam kebakaran;
Persediaan air untuk pemadam api;
Hidran pemadam api dan perlindungan terhadap hidran.
2) Rancang bangun untuk penyimpanan limbah B3 mudah meledak
Konstruksi bangunan baik lantai, dinding maupun atap harus dibuat tahan
ledakan dan kedap air. Konstruksi lantai dan dinding dibuat lebih kuat dari
konstruksi atap, sehingga bila terjadi ledakan yang sangat kuat akan
mengarah ke atas (tidak ke samping).
Suhu dalam ruangan harus dapat dikendalikan tetap dalam kondisi normal.
Desain bangunan sedemikian rupa sehingga cahaya matahari tidak langsung
masuk ke ruang gudang.
3) Rancang bangun khusus untuk penyimpan limbah B3 reaktif, korosif dan
beracun
Konstruksi dinding harus dibuat mudah dilepas, guna memudahkan
pengamanan limbah B3 dalam keadaan darurat.
Konstruksi atap, dinding dan lantai harus tahan terhadap korosi dan api.
4) Persyaratan bangunan untuk penempatan tangki
Tangki penyimpanan limbah B3 harus terletak di luar bangunan tempat
penyimpanan limbah B3;
Bangunan penyimpanan tangki merupakan konstruksi tanpa dinding yang
memiliki atap pelindung dan memiliki lantai yang kedap air;
Tangki dan daerah tanggul serta bak penampungannya harus terlindung dari
penyinaran matahari secara langsung serta terhindar dari masuknya air
hujan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

2.15 Persyaratan Lokasi untuk Tempat Penyimpanan Limbah B3


Lokasi bangunan tempat penyimpanan kemasan drum/tong, bangunan tempat
penyimpanan bak kontainer dan bangunan tempat penyimpanan tangki harus:
Merupakan daerah bebas banjir, atau daerah yang diupayakan melalui
pengurugan sehingga aman dari kemungkinan terkena banjir;
Jarak minimum antara lokasi dengan fasilitas umum adalah 50 meter.

2.16 Persyaratan Lokasi Pengumpulan


a) Luas tanah termasuk untuk bangunan penyimpanan dan fasilitas lainnya
sekurang-kurangnya 1 (satu) hektar;
b) Area secara geologis merupakan daerah bebas banjir tahunan;
c) Lokasi harus cukup jauh dari fasilitas umum dan ekosistem tertentu. Jarak terdekat
yang diperkenankan adalah:
150 meter dari jalan utama atau jalan tol; 50 meter dari jalan lainnya;
300 meter dari fasilitas umum seperti; daerah pemukiman,
perdagangan, rumah sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel,
restoran, fasilitas keagamaan, fasilitas pendidikan, dll.
300 meter dari perairan seperti; garis pasang tertinggi laut, badan sungai,
daerah pasang surut, kolam, danau, rawa, mata air, sumur penduduk, dll.
300 meter dari daerah yang dilindungi seperti: cagar alam, hutan lindung,
kawasan suaka, dan lain-lain.

2.17 Persyaratan Bangunan Penyimpanan Limbah B3 Mudah Meledak


a) Bangunan penyimpanan harus memiliki lantai, dinding dan atap yang kuat terhadap
ledakan. Konstruksi lantai dan dinding harus lebih kuat dari konstruksi atap
sehingga jika terjadi ledakan yang kuat, maka ledakan akan mengarah ke atas (tidak
ke samping);
b) Ruang pengumpulan dilengkapi dengan pencatat suhu dan pengatur suhu dan
atau desain bangunan dirancang sedemikian rupa sehingga suhu dalam ruang
pengumpulan tidak akan melampaui suhu aman/normal penyimpanan;
c) Sistem ventilasi udara dirancang untuk mencegah terjadinya akumulasi
gas di dalam ruang pengumpulan, serta memasang kasa atau bahan lain
untuk mencegah masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang
pengumpulan;
d) Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk
operasional penggudangan atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka
lampu penerangan harus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan dengan
sakelar (stop contact) harus terpasang di sisi luar bangunan;
e) Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat
dan tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai turun ke arah bak
penampungan dengan kemiringan maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan,
kemiringan lantai diatur sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir
menjauhi bangunan penyimpanan;
f) Pada bagian luar bangunan harus dipasang tanda (simbol) limbah B3 mudah
meledak, sesuai dengan peraturan penandaan yang berlaku.
2.18 Persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3 bersifat korosif atau reaktif
atau beracun
a) Konstruksi dinding harus dibuat mudah untuk dilepas sehingga penanganan
limbah dalam keadaan darurat lebih mudah untuk dilakukan;
b) Untuk bangunan pengumpulan limbah korosif dan reaktif, maka konstruksi
bangunan (atap, lantai dan dinding) harus terbuat dari bahan yang tahan korosi dan
api/panas;
c) Sistem ventilasi udara dirancang untuk mencegah terjadinya akumulasi
gas di dalam ruang pengumpulan, serta memasang kasa atau bahan lain
untuk mencegah masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang
pengumpulan;
d) Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk
operasional penggudangan atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka
lampu penerangan harus dipasang minimum 1 meter di atas kemasan dengan
sakelar (stop contact) harus terpasang di sisi luar bangunan;
e) Lantai bangunan pengumpulan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat
dan tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai turun kearah bak
penampungan dengan kemiringan maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan,
kemiringan lantai diatur sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir
kearah menjauhi bangunan penyimpanan;
f) Pada bagian luar bangunan harus dipasang tanda (simbol) limbah B3 sesuai
dengan peraturan penandaan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

Riyanto. 2013. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3). Yogyakarta:
Deepublish.

Sucipto Dani, Cecep. 2014. Keselamatan dan Kesehatab Kerja. Yogyakarta: Gosyen
Publishing.

Sunarsih Endang, Lilis. 2018. Penanggulangan Limbah. Yogyakarta: Deepublish

Anda mungkin juga menyukai