ﺻﺪق وﻋﺪه وﻧﺼﺮ ﻋﺒﺪه. ھﻮ ﷲ اﻛﺒﺮ, ﻻإﻟﮫ إﻟﻰ ﷲ, ﷲ اﻛﺒﺮ, ﷲ اﻛﺒﺮ,ﷲ اﻛﺒﺮ
ﻻإﻟﮫ إﻟﻰ ﷲ وﻻ ﻧﻌﺒﺪ إﻟﻰ إﯾﺎه وﻟﻮ ﻛﺮه اﻟﻜﺎﻓﺮوﻟﻮ,واﻋﺰ ﺟﻨﺪه وھﺰم اﻻﺣﺰاب وﺣﺪه
. .ﻛﺮه اﻟﻤﺸﺮﻛﻮن وﻟﻮ ﻛﺮه اﻟﻤﻨﺎﻓﻘﻮن
Sidang idul Fitri rakhimakumullah,
Terlebih dahulu, marilah kita panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Dia telah memenangkan kita dalam pertarungan melawan hawanafsu sehingga di pagi
ini, atas dasar ajaran dan keyakinan, kita lahir kembali sebagai manusia baru sesuai dengan
fitrah keterciptaan kita yang salah satu tandanya adalah bersih dari dosa yang telah sengaja,
tidak sengaja, atau terpaksa kita lakukan. Allah memang maha pemurah, maha pengasih, dan
maha pengampun. Marilah kita berdoa, semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam
kepada junjungan Nabi besar, Muhammad saw, istri dan keluarganya, shahabatnya, dan seluruh
yang mengikuti millah beliau dengan ikhlas hingga hari kiyamat kelak. Marilah kita tingkatkan
ketakwaan kepada Allah karena hanya Dia lah yang akan menjadi hakim tunggal di yaumidin
yang benar-benar adil, tidak ada pembela maupun penuntut kecuali hanya Dia yang maha
perkasa. Dengan meningkatnya ketakwaan, insya Allah kita selamat dalam pengadilan itu
selagi kita istiqamah dalam kefitrahan kita sebagai manusia maupun agama yang kita jalani
hari demi hari hingga suatu saat nanti Allah berkenan memangggil kita menghadap kepada-
Nya. insya Allah, mudah-mudahan kita termasuk yang dipanggil oleh Allah dengan seruan “Ya
ayyatuhannafsul muthma innah, irji’ii ilaa Rabbika Raadliyatan mardliyyah. Fadkhulii fii
‘ibaadii wadkhulii jannatii”
Allahhu Akbar walillahil Hamd; jamaah yang berbahagia,
Hakikat keterciptaan manusia digambarkan dalam al-Qur’an sebagai berikut:
Artinya:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah
yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. Ar-Rum/30:30).
Dalam ayat ini, Allah menciptakan manusia dalam hakikat berada dalam agama hanif,
yaitu agama tauhid. Secara teknis, agama tauhid menunjuk kepada agama Ibrahim, yaitu agama
yang bertuhan hanya satu, Tuhan yang menciptakan alam semesta dengan segala isinya. Islam
yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad saw di sebut agama hanif mempunyai arti pula
konsisten terhadap agama yang hanya menyembah kepada Allah Yang Esa, tidak terdiri atas
gejala, bagian, maupun unsur. Pernyataan ini sangat penting karena sepeninggal Nabi Ibrahim,
sampai pada generasi Nabi Musa, dari pengikutnya memuncul dimensi baru dalam
berketuhanan, di luar kontrol Nabi Musa sendiri. Mereka menyatakan Tuhan memiliki putra
bernama ‘Uzair. Sepeninggal Nabi Musa, yaitu sampai pada generasi Nabi Isa, muncul dimensi
baru dalam berketuhanan di luar kontrol Nabi Isa sendiri menyatakan bahwa Isa adalah anak
Tuhan atau disebut Tuhan putra. Dalam perubahan cara bertuhan inilah Islam datang dengan
lantang menyatakan sebagai agama hanif, cenderung dan sangat konsisten untuk bertauhid
seraya menyatakan diri terbebas dari kemusyrikan dengan tanpa komromi kepada mereka
kaum musyrikin dalam berketuhanan, meskipun mereka membenci kita. Semoga Allah
senantiasa dekat dan memberi pertolongan kepada kaum muwahidun (berakidah tauhid), amin.
Pernyataan kita sebagai muwahidun (berakidah tauhid) itu harus dilahirkan seraya mengucap:
Artinya
Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (al-Qur’an) dengan (membawa)
kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya QS.az-
Zumar/39:2).
Ayat ini dapat dipahami bahwa Allah menetapkan agar manusia dalam mengabdi kepada-
Nya didasari konsideran bahwa Allah berkata dengan sungguh-sungguh (bil Haqqi), alias
tidak main-main. Kata ‘abdun, secara harfiah berarti budak. Jadi kita-kita yang beriamn
tauhid ini adalah budak Allah. Dengan demikian, Allah sebagai majikan kita. Majikan itu
ternyata banyak perintah, anjuran, maupun larangannya. Semuanya harus kita laksanakan
dengan penuh ketundukan. Jika kita melaksanakan semua tuntutan majikan itu
sebagaimana Allah kehendaki baru bisa disebut beragama, yaitu agama Islam. Artinya,
keberagamaan kita dalam berislam itu harus murni, tanpa campuran dari unsur luar Islam.
Jika keberagamaan kita terdapat campuran dari unsur luar, melalui metode tafsir Imam
syafii yang disebut mafhum mukhalafah, keberagamaan itu tidak lagi bisa disebut
beragama Islam. Menurut hukum logika, dua pernyataan yang bertentangan tidak
mungkin dua-duanya benar. Satu diantara keduanya pasti salah. Kedua pernyataan itu
adalah (1) agama murni adalah agama Islam, (2) agama tidak murni adalah agama Islam.
Terbukti sudah, melalui hukum logika, beragama Islam tidak murni adalah salah. Terbukti
pula melalui petunjuk agama atas dasar firman Allah, beragama Islam tidak murni, bukan
hanya sekedar salah, melainkan lebih dari itu, tidak beragama.
Allahu Akbar Walillahil Hamd
Kalau ayat 2 surat az-Zumar itu Allah yang menyatakan tentang keberagamaan murni,
pada ayat berikutnya memperkuat dan menegaskan kembali:
Artinya:
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik) . . . (QS.az-
Zumar/39:3). Tadabbur atas ayat ini adalah jangan sekali-kali menyampur agama Islam
dengan unsur luar Islam. Kalau tetap melakukan campuran atas unsur-unsur luar Islam,
akhir ayat ini menyebutkan bahwa yang bersangkutan telah menjadi musyrik, alias tidak
fitrah lagi (QS. Az-zumar/39:3).
Hadirin yang berbahagia, peringatan Allah agar beragama secara murni itu pertama-tama
ditujukan kepada utusan-Nya, yaitu Rasulullah. Beliau disuruh Allah agar memaklumkan
kemurnian agama Islam itu ke seluruh penjuru dunia. Demikian lounching keberagamaan
murni Rasulullah Muhammad saw, itu teksnya didektekan dari Allah:
Artinya
Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama (QS az-Zumar/39:11).
Dalam kesempatan lain disebutkan bahwa Rasulullah adalah uswatun hasanah bagi kaum
muslimin, bahkan semua manusia (QS. Al-Ahzab/33:21). Karena itu, sudah sepantasnya
kita mencontoh belaiu, yaitu dalam beragama Islam ini secara murni, tanpa campuran
unsur luar Islam. Sebenarnya, mencontoh kepada beliau itu bukan hanya sekedar kreatif
kaum mukminun saja, melainkan dalam beragama juga diprintah langsung oleh Allah.
Demikian Allah berfirman:
Artinya:
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus
(QS.al-Bayyinah/98:5).
Sidang Id yang berbahagia, ketiga ayat di atas yaitu Qs az-Zumar ayat 2, ayat 11, dan QS
al-Bayyinah ayat 5 menunjukkan konsistensi pembentukan keberagamaan murni, yaitu:
Allah menyatakan sendiri dengan sebenarnya menghendaki keberagamaan murni,
Rasulullah diprintah memaklumkan keberagamaan murni bagi dirinya kepada seluruh
umat mansia, dan kaum muslimin seluruhnya juga diprintah agar memurnikan
keberagamaannya. Sekali lagi, konsistensi pembentukan opini, sikap, dan geraklangkah
seirama sejak dari Allah hingga kepada akar rumput umat Islam terulang hingga sebanyak
24 kali. Tetapi kaum muslimin, harap maklum dan menyesal. Mengapa? Kebanyakan kita
justru terlalu berani menentang kebijakan Allah. Banyak sekali, atau lebih praktisnya
mayoritas umat Islam, menyampur aduk antara Islam dan unsur-unsur luar Islam ke dalam
bangunan aneka peribadatan dan diklaim sebagai Islam dengan berbagai argumen yang
direka-reka, tetapi secara praktis tidak pernah dipraktikkan oleh Rasulullah, ratusan ribu
sahabat beliau, maupun puluhan juta umat Islam dari generasi tabi’in dan tabi’ut tabiin
yang mukhlishin dalam beragama Islam. Untuk itu, marilah kita pahami, kita renungkan
hadis shahih riwayat Bukhari dan Muslim dalam kategori muttafaqun ‘alih sebagai
berikut:
ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﯾَﻘُﻮ ُل ﯾَﺨْ ُﺮ ُج ﻓِﯿ ُﻜ ْﻢ ﻗَﻮْ ٌم ﺗَﺤْ ﻘِﺮُونَ ﺻ ََﻼﺗَ ُﻜ ْﻢ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ِﷲ َﺳ ِﻤﻌْﺖُ َرﺳُﻮ َل ﱠ
ﺻﯿَﺎ ِﻣ ِﮭ ْﻢ َو َﻋ َﻤﻠَ ُﻜ ْﻢ َﻣ َﻊ َﻋ َﻤﻠِ ِﮭ ْﻢ َوﯾَ ْﻘ َﺮءُونَ ا ْﻟﻘُﺮْ آنَ َﻻﯾُﺠَﺎ ِو ُز
ِ ﺻﯿَﺎ َﻣ ُﻜ ْﻢ َﻣ َﻊِ َﻣ َﻊ ﺻ ََﻼﺗِ ِﮭ ْﻢ َو
ق اﻟ ﱠﺴ ْﮭ ُﻢ ﻣِﻦْ اﻟ ﱠﺮ ِﻣﯿﱠ ِﺔ ﯾَ ْﻨﻈُ ُﺮ ﻓِﻲ اﻟﻨﱠﺼْ ِﻞ ﻓ ََﻼ ُ َﺣﻨَﺎ ِﺟ َﺮھُ ْﻢ ﯾَ ْﻤ ُﺮﻗُﻮنَ ﻣِﻦْ اﻟﺪﱢﯾ ِﻦ َﻛﻤَﺎ ﯾَ ْﻤ ُﺮ
ﺶ ﻓ ََﻼ ﯾَ َﺮى َﺷ ْﯿﺌًﺎِ ح ﻓ ََﻼ ﯾَ َﺮى َﺷ ْﯿﺌًﺎ َوﯾَ ْﻨﻈُ ُﺮ ﻓِﻲ اﻟ ﱢﺮﯾ ِ ﯾَ َﺮى َﺷ ْﯿﺌًﺎ َوﯾَ ْﻨﻈُ ُﺮ ﻓِﻲ ا ْﻟﻘِ ْﺪ
َوﯾَﺘَﻤَﺎ َرى ﻓِﻲ ا ْﻟﻔُﻮق
Artinya:
Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Akan ada suatu kaum
yang berada ditengah-tengah kalian, dan kalian akan meremehkan shalat kalian bila
melihat shalat mereka, begitu juga dengan shaum kalian jika melihat shaum mereka, serta
amal kalian jika melihat amal mereka. Akan tetapi, mereka membaca Al Qur`an, namun
bacaan mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan, mereka keluar dari Din,
sebagaimana meluncurnya anak panah dari busurnya. Ia melihat pada ujung panahnya,
namun ia tidak mendapatkan sesuatu, kemudian melihat pada lubangnya, juga tak
menemukan sesuatu, lalu ia melihat pada bulunya juga tidak melihat sesuatu. Ia pun saling
berselisih akan ujung panahnya." (HR. al-Bukhari dari Abu Sa’id al-Hudri)