Bab 2 Tinjauan Pustaka: Tuberculosis Paru
Bab 2 Tinjauan Pustaka: Tuberculosis Paru
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Definisi
tubuh, namun bakteri TBC lebih sering menyerang organ paru (80-85%) (Depkes,
2008). Tubekulosis yang menyerang paru disebut tuberculosis paru dan yang
menyerang selain paru disebut tuberculosis ekstra paru. Tuberculosis paru dengan
penderita secara klinis tidak sakit, hanya didapatkan test tuberkulin positif dan 10%
akan sakit. Penderita yang sakit bila tanpa pengobatan, setelah 5 tahun, 50% penderita
TB paru akan mati, 25% sehat dengan pertahanan tubuh yang baik dan 25% menjadi
kronik dan infeksius (Jusuf, 2010). Namun ODHA (orang dengan HIV/AIDS) dengan
TB paru aktif yang tidak diobati lebih mungkin meninggal dalam waktu yang lebih
karena berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron,
tahan terhadap pewarnaan yang asam, sehingga dikenal sebagai bakteri tahan asam
(BTA). Sebagian besar bakteri terdiri dari asam lemak dan lipid, yang membuat lebih
tahan asam. Bisa bertahan hidup bertahun-tahun. Sifat lain adalah bersifat aerob, lebih
menyukai jaringan kaya oksigen (Achmadi, 2008). Bila dijumpai BTA atau
Mycobacterium tuberculosis dalam dahak orang yang sering batuk-batuk, maka orang
tersebut di diagnosis sebagai penderita TB paru aktif dan memiliki potensi yang
Secara khas bakteri berbentuk granula dalam paru menimbulkan nekrosis atau
sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap
dan lembab. Dalam jaringan tubuh dapat dormant, tertidur lama selama bertahun-
tuberculosis, yang di sebut dengan BTA (basil tahan asam). Makin tinggi derajat hasil
dahaknya negatif maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Namun tidak semua
yang dalam istilah kedokteran disebut droplet nuclei. Sekali batuk dapat
saat batuk. Bakteri akan masuk ke dalam paru-paru dan berkumpul hingga
berkembang menjadi banyak terutama pada orang yang memiliki daya tahan tubuh
rendah. Sementara, bagi yang mempunyai daya tahan tubuh baik, maka penyakit TB
paru tidak akan terjadi. Tetapi bakteri akan tetap ada di dalam paru dalam keadaan
”tidur”, namun jika setelah bertahun-tahun daya tahan tubuh menurun maka bakteri
yang ”tidur” akan ”bangun” dan menimbulkan penyakit. Salah satu contoh ekstrim
keadaan ini adalah infeksi HIV yang akan menurunkan daya tahan tubuh secara
drastis sehingga TB paru muncul. Seseorang dengan HIV positif 30 kali lebih mudah
dahak) ada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah droplet,
sementara cahaya dan sinar matahari langsung dapat membunuh bakteri. Droplet
dapat bertahan beberapa jam dalam kondisi gelap dan lembab. Orang dapat terinfeksi
jika droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Jadi penularan TB paru
tidak terjadi melalui perlengkapan makan, baju, dan perlengkapan tidur (Depkes,
2005).
terpapar bakteri TB paru ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lama
menghirup udara tersebut. Risiko tertular tergantung dari tingkat terpapar dengan
ventilasi yang kurang baik serta cahaya matahari tidak dapat masuk kedalam rumah
(Achmadi, 2008).
Pada tahun 1993, Badan Kesehatan Dunia WHO (World Health Organization)
WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2006 terdapat 9,24 juta penderita TB
paru diseluruh dunia, pada tahun 2007 jumlah penderita naik menjadi 9,27 juta jiwa.
Dan hingga tahun 2009 angka penderita TB paru menjadi 9,4 juta jiwa. Dari jumlah
tersebut, 1,8 juta jiwa meninggal (600.000 diantaranya adalah perempuan) naik dari
angka kematian pada tahun 2007 yang berjumlah 1,77 jiwa. Setiap harinya terdapat
Indonesia sebagai penyumbang terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina
dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 jiwa dan jumlah kematian sekitar 101.000
jiwa per tahun. Di Indonesia jumlah kematian akibat penyakit tuberculosis terutama
TB paru hingga tahun 2008 menurun hingga 88.113 jiwa dari jumlah kasus penularan
TB paru yang berjumlah 534.439 jiwa. Sedangkan pada tahun 2009 kasus penularan
TB paru menurun mencapai jumlah 528.063 jiwa dan 236.029 untuk kasus TB paru
BTA positif, akan tetapi angka kematian naik menjadi 91.368 jiwa. Sepertiga dari
pemerintah dan swasta, praktik swasta dan sisanya belum terjangkau unit pelayanan
91.368 per tahun atau setiap hari ada 250 orang meninggal (Depkes, 2010).
Tabel 2.1. Angka Prevalensi, Insidensi dan Kematian di Indonesia Tahun 1990
dan 2009
terus berjalan. Saat ini pemerintah telah mencanangkan program pemeriksaan dan
Penemuan kasus TB paru di Kabupaten Deli Serdang tahun 2006 secara klinis
adalah 14.987 kasus, 13.393 kasus pada tahun 2007, 13.221 kasus pada tahun 2008,
13.318 kasus pada tahun 2009, pada tahun 2010 meningkat secara drastis yaitu
Provinsi, 2011).
Menurut Crofton (2002), gejala yang dirasakan oleh penderita TB paru dapat
1. Permulaan Sakit
pertama menyerupai ”influenzae” akan segera mereda dan keadaan akan pulih
multiplikasi 3 bulan. Serangan kedua akan bertahan lebih lama dari yang pertama
sebelum orang sakit ”sembuh” kembali. Pada serangan ketiga serangan sakit akan
lebih lama dibandingkan serangan kedua. Sebaliknya masa ”tidak sakit” menjadi
lebih pendek dari masa antara serangan pertama dan kedua. Seterusnya masa aktif
makin pendek. Salah satu keluhan pertama penderita TB paru adalah sering
2. Malaise
anoreksia, badan makin kurus, sakit kepala, badan terasa pegal-pegal, demam
3. Batuk
bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, orang sakit tidak akan batuk. Batuk
pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
Batuk darah akan terjadi bila ada pembuluh darah yang terkena dan kemudian
pecah. Tergantung dari besarnya pembuluh darah yang pecah maka akan terjadi
yang harus diingat adalah tidak semua batuk darah dengan disertai gambaran lesi
di paru secara radiologis adalah TB paru. Batuk darah juga terjadi pada berbagai
penyakit paru lain seperti penyakit yang namanya bronkiektesi, kanker paru dan
lain-lain.
6. Keringat Malam
7. Demam
hanya satu atau 2 gejala saja. Berat ringannya masing-masing gejala juga sangat
paru. Oleh karena itu setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK)
dengan gejala tersebut diatas, harus di anggap ”suspek tuberculosis” atau tersangka
1. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TBC akan menjadi sakit TB paru. Dengan
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
3. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TBC menjadi
sakit TB paru. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan
seperti tuberculosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan
bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka
sebagai berikut:
1. Penemuan penderita TB paru harus dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.
dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat,
bisa di kenal dengan istilah passive promotive case finding (penemuan penderita
3. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif.
1. Pengumpulan Dahak
lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan
tidak bocor yang telah diberi label atau nomor urut sediaan dahak. Pemeriksaan dahak
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
b. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
dahak pagi.
a. Kaca sediaan dipengang pada kedua sisinya untuk menghindari sidik jari pada
badan sediaan.
b. Setiap kaca sediaan diberi nomor identitas sesuai dengan identitas pada pot dahak
tertukarnya sediaan.
3. Pembuatan Preparat
Pilih bagian dahak yang kental, warna kuning kehijauan, ada pus, darah atau ada
kaca obyek dengan ukuran ±2-3 cm. Hapusan sputum yang dibuat jangan terlalu
tebal atau tipis. Keringkan dalam suhu kamar. Ose sebelum dibakar dicelupkan
dulu kedalam botol berisi campuran alkohol 70% dan pasir dengan perbandingan
2 : 1 dengan tujuan untuk melepaskan partikel yang melekat pada ose (untuk
melewatkan preparat diatas lidah api dengan cepat sebanyak 3 kali selama 3-5
detik. Setelah itu sediaan langsung diwarnai dengan pewarna Ziehl Neelsen.
Pada dasarnya prinsip pewarnaan Mycobacterium yang dinding selnya tahan asam
karena mempunyai lapisan lemah atau lilin sehingga sukar ditembus cat. Oleh
pengaruh phenol dan pemanasan maka lapisan lemak dapat ditembus cat basic
fuchsin. Pada pengecatan Ziehl Neelsen setelah BTA mengambil warna dari basic
fuchshin kemudian dicuci dengan air mengalir, lapisan lilin yang terbuka pada
waktu dipanaskan akan merapat kembali karena terjadi pendinginan pada waktu
dicuci. Sewaktu dituang dengan asam sulfat dan alkohol 70% atau HCI alkohol,
warna merah dari basic fuchsin pada BTA tidak akan dilepas/ luntur. Bakteri yang
tidak tahan asam akan melepaskan warna merah, sehingga menjadi pucat atau
tidak bewarna. Akhirnya pada waktu dicat dengan Methylien Blue BTA tidak
mengambil warna biru dan tetap merah, sedangkan bakteri yang tidak tahan asam
Letakkan sediaan diatas rak pewarna, kemudian tuang larutan Carbol Fuchsin
sampai menutupi seluruh sediaan. Panasi sediaan secara hati-hati diatas api
selama 3 menit sampai keluar uap, tetapi jangan sampai mendidih. Biarkan
selama 5 menit (dengan memakai pinset). Cuci dengan air mengalir, tuang HCL
menit. Cuci dengan air mengalir, tuangkan larutan Methylen Blue 0,1% tunggu
Setelah preparat terwarnai dan kering, dilap bagian bawahnya dengan kertas
tissue, kemudian sediaan ditetesi minyak imersi dengan 1 tetes diatas sediaan.
ujung kiri dan digeser ke kanan kemudian digeser kembali ke kiri (pemeriksaan
7. Pelaporan Hasil
skala International Union Against Tuberculosis (IUAT) yaitu dalam 100 lapang
2. 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah bakteri yang ditemukan
Diagnosis TB paru pada orang dewasa yakni dengan pemeriksaan sputum atau
dari 3 spesimen SPS BTA hasilnya positif. Apabila hanya 1 spesimen yang positif
maka perlu dilanjutkan dengan rontgen dada atau pemeriksaan SPS diulang. Jika hasil
BTA positif. Dan jika hasil rontgen tidak mendukung TB paru, maka pemeriksaan
Pemeriksaan lain seperti foto toraks dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
mendiagnosis TB paru hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks. Foto toraks tidak
selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
penularan bakteri dari penderita yang terinfeksi dan menghilangkan atau mengurangi
yang utama adalah memberikan obat anti tuberculosis yang benar dan cukup, serta
dengan cara mengurangi atau menghilangkan faktor risiko yang pada dasarnya adalah
sembarangan, mengkonsumsi makanan yang bergizi yang baik dan seimbang. Dengan
demikian salah satu upaya pencegahan adalah dengan penyuluhan (Jusuf, 2010).
hal yang penting dalam upaya pengendalian penyakit TB paru. Tujuan pengobatan TB
kekambuhan, dan menurunkan tingkat penularan. Salah satu komponen dalam DOTS
Menelan Obat (PMO) dan pemberian panduan OAT didasarkan klasifikasi TBC.
Bakteri ini dapat di matikan dengan kombinasi beberapa obat yang sudah jelas
Rifampisin, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol) dalam jumlah cukup dan dosis
tepat selama 6-8 bulan, supaya semua bakteri (termasuk bakteri persisten) dapat di
tetapi hal ini memerlukan penyelidikan dan penelitian lebih lanjut, untuk sementara di
paru pada kelompok umur 15-44 tahun ternyata lebih tinggi pada perempuan
satu juta perempuan yang meninggal akibat TB paru. Perlu di catat bahwa kematian
ibu akibat kehamilan, persalinan dan masa nifas (yang dikenal dengan istilah
kematian maternal) dalam satu tahun ada setengah juta orang. Tegasnya TB paru
membunuh sedikitnya dua kali lebih banyak perempuan dari pada kematian akibat
kaum perempuan.
sebagian besar perempuan pada usianya yang paling produktif. Beberapa alasan para
5. Faktor sosial budaya yang menghambat perempuan untuk kontak dengan petugas
penyakit TB paru. Pada dasarnya berbagai faktor saling berkaitan satu sama lain.
1. Umur
seiring dengan peningkatan usia. Pada wanita prevalensi mencapai maksimum pada
usia 40-50 tahun dan kemudian berkurang sedangkan pada pria prevalensi terus
(Notoatmodjo, 2011).
Lingkungan rumah terdiri dari lingkungan fisik yaitu ventilasi, suhu, kelembaban,
lantai, dinding serta lingkungan sosial yaitu kepadatan penghuni. Rumah yang
ruangan terlalu sempit atau terlalu banyak penghuninya akan kekurangan oksigen
sehingga penularan penyakit saluran pernapasan seperti TB paru akan mudah terjadi
semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk
kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan
individu, oleh karena itu lingkungan rumah merupakan suatu hal yang sangat penting
kurang baik merupakan salah satu tempat yang baik dalam menularkan penyakit
kepadatan yang ditentukan oleh jumlah dan distribusi penduduk. Dalam hal ini
kepadatan hunian yang apabila tidak dapat suplai rumah sehat yang memadai dan
anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan untuk kepadatan hunian
untuk seluruh perumahan biasa dinyatakan dalam m 2 per orang. Luas minimum per
orang sangat relatif, tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia.
2
Untuk perumahan sederhana minimum 9 m per orang. Untuk kamar tidur di perlukan
2
minimum 3 m per orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni ≥ 2 orang kecuali untuk
suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Jarak antara tempat tidur satu dengan lainnya
bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya
akan menyababkan overcrowded. Hal ini tidak sehat karena di samping menyebabkan
kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga menderita suatu
penyakit infeksi terutama TB paru akan mudah menular kepada anggota keluarga
yang lain, karena seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada dua sampai
padat maka perpindahan penyakit khususnya penyakit melalui udara akan semakin
mudah dan cepat. Oleh sebab itu kepadatan hunian dalam rumah merupakan variabel
2. Lantai Rumah
rumah harus rapat air dan selalu kering agar mudah di bersihkan dari kotoran dan
debu. Selain itu dapat menghindari meningkatnya kelembaban dalam ruangan. Untuk
mencegah masuknya air ke dalam rumah, maka lantai rumah sebaiknya di naikkan 20
cm dari permukaan tanah. Keadaan lantai rumah perlu dibuat dari bahan yang kedap
terhadap air sehingga lantai tidak menjadi lembab dan selalu basah seperti tegel,
Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat dijadikan tempat hidup dan
Menjadikan udara dalam ruangan lembab, pada musim panas lantai menjadi kering
3. Ventilasi
Menurut Sarudji (2010), rumah harus memiliki sistem pertukaran udara yang
baik, karena penghuni memerlukan udara yang segar. Setiap ruang/ kamar
penghuninya.
banyak manusia dalam satu ruangan, kelembaban semakin tinggi khususnya karena
uap air baik dari pernapasan maupun keringat. Kelembaban dalam ruangan tertutup di
mana banyak terdapat manusia di dalamnya lebih tinggi di banding di luar ruangan
(Sarudji, 2010).
luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan meteran. Menurut
indikator penghawaan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah
Menurut Sarudji (2010), entilasi yang baik dalam suatu ruangan memerlukan
persyaratan tertentu, diantaranya yang penting adalah luas lubang ventilasi tetap,
minimum 5% dari luas lantai ruangan, sedangkan luas ventilasi insidental (yang dapat
memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Salah satu
fungsi ventilasi adalah menjaga aliran udara dalam rumah tersebut tetap segar. Fungsi
terutama bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus-menerus
ruangan selalu tetap didalam kelembaban (humidity) yang optimum. Salain itu luas
proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah,
akibatnya bakteri Mycobacterium tuberculosis yang ada di dalam rumah tidak dapat
ventilasi yang baik akan menjamin pertukaran udara, sehingga konsentrasi droplet
dapat dikurangi. Konsentrasi droplet bervolume udara dan lamanya waktu menghirup
kadar oksigen, bertambahnya gas CO2, adanya bau pengap, suhu udara ruangan naik,
dan kelembaban udara bertambah. Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi
media yang baik untuk tumbuh dan berkembang biaknya bakteri-bakteri patogen
4. Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak
yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari disamping kurang
nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan
rumah akan menyebabkan silau, dan akhirnya dapat merusakan mata. Menurut
a. Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya matahari ini sangat penting, karena
Mycobacterium tuberculosis. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai
jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogyanya jalan masuk cahaya (jendela)
luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat di
sinar matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari dinding). Maka sebaiknya
b. Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti
lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya. Kualitas dari cahaya buatan
pada tempat yang sejuk, lembab dan gelap tanpa sinar matahari bertahun-tahun
lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari, lisol, sabun, karbon dan kapas api,
bakteri ini akan mati dalam waktu dua jam. Rumah yang tidak masuk sinar matahari
mempunyai risiko menderita TB paru 3-7 kali di bandingkan dengan rumah yang
5. Kelembaban
Kelembaban berhubungan negatif (terbalik) dengan suhu udara. Semakin tinggi suhu
penurunan daya tahan tubuh seseorang dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap
penyakit terutama penyakit infeksi. Kelembaban juga dapat meningkatkan daya tahan
hidup bakteri. Kelembaban dianggap baik jika memenuhi 40%-70% dan buruk jika
Kelembaban berkaitan erat dengan ventilasi karena sirkulasi udara yang tidak
lancar akan mempengaruhi suhu udara dalam rumah menjadi rendah sehingga
akan mambawa pengaruh bagi penghuninya. Rumah merupakan media yang baik
bagi pertumbuhan mikroorganisme, antara lain bakteri, spiroket, ricketsia dan virus.
Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara. Seperti yang
telah diuraikan oleh (Gould, 2003, dalam Ayunah, 2008), bakteri Mycobacterium
tuberculosis seperti halnya bakteri lain, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan
dengan kelembaban tinggi karena air membentuk lebih dari 80% volume sel bakteri
dan merupakan hal essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri.
6. Suhu
Salah satu faktor yang menentukan kualitas udara dalam rumah adalah suhu.
Di katakan nyaman apabila suhu udara berkisar antara 18 oC -30oC, dan suhu tersebut
di pengaruhi oleh suhu udara luar, pergerakan udara dan kelembaban udara. Bakteri
Mycobacterium tuberculosis hidup dan tumbuh baik pada kisaran suhu 31oC -37oC.
panas tentu akan berpengaruh pada aktivitas (Depkes, 1999, dalam Ayunah, 2008).
Rumah yang sehat menurut Winslow dan APHA (American Public Health
Kondisi rumah yang baik penting untuk mewujudkan masyarakat yang sehat.
air bersih, pembuangan tinja dan air limbah rumah tangga, bebas dari vektor
penyakit, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, sinar matahari yang cukup,
makanan dan minuman yang terlindung dari pencemaran serta pencahayaan dan
Sejalan dengan kenyataan bahwa pada umumnya yang terserang penyakit TB paru
Menurut (WHO, 2003 dalam Suarni, 2009) juga menyebutkan 90% penderita
paru. Kondisi ekonomi itu sendiri mungkin tidak hanya berhubungan secara langsung,
namun dapat merupakan penyebab tidak langsung seperti adanya kondisi gizi
memburuk, serta perumahan yang tidak sehat, dan akses terhadap pelayanan
ada, mungkin oleh karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat atau
untuk membeli yang lain. Rendahnya jumlah penghasilan keluarga juga memicu
peningkatan angka kurang gizi dikalangan masyarakat miskin yang akan berdampak
terhadap daya tahan tubuh dan dengan mudah timbulnya penyakit TB paru.
Keterbatasan biaya untuk berobat ke dokter atau ke Puskesmas, hal ini dapat
kesehatan yang baik, sehingga penyakit TB paru menjadi ancaman bagi mereka
(Tjiptoherijanto, 2008).
bulan waktu kerja dalam setahun. Mereka juga kehilangan penghasilan setahun secara
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu
dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat
(Notoatmodjo, 2011).
pengobatan secara teratur dan lengkap juga relatif rendah. Pengaruh lain dari tingkat
pendidikan yang rendah tercermin dalam hal menjaga kesehatan dan kebersihan
lingkungan yaitu perilaku dalam membuang dahak dan meludah di sembarang tempat
(Suarni, 2009).
akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat (Suarni, 2009).
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
rasa sakit yang ada dalam dan luar dirinya), maupun aktif (tindakan) yang
dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit
penyakit yaitu:
sebagainya.
tradisional.
pengetahuan dan perilaku penderita dalam mencegah agar anggota keluarga tidak
terutama perilaku yang tidak positif, sehingga lingkungan dapat berubah sedemikian
rupa menjadi tempat yang ideal sebagai tempat penularan penyakit. Perilaku
penderita TB paru BTA positif yang tidur bersama-sama dalam satu tempat tidur/
kamar dengan istri, suami anak dan anggota keluarga lainnya dapat menularkan
penyakit TB paru sebanyak 68%. Selama sakitnya penderita TB paru dengan sputum
BTA positif bisa menularkan berpuluh-puluh orang sampai beratus-ratus orang tetapi
bisa juga hanya 1-2 orang saja atau nihil. Untuk mempertahankan keadaan seimbang
atau prevalensi tetap sama. Seorang penderita TB paru dengan BTA positif hanya
perlu menulari 20 orang sehat, dan kemudian di antaranya satu orang akan menjadi
pengganti sebagai sumber penularan baru setelah lama menjadi sembuh atau mati
Menurut Entjang (2000), perilaku hidup sehat merupakan salah satu hal yang
sangat penting dalam pengendalian penyakit TB paru. Berikut ini ada beberapa upaya
pengendalian diri terhadap penyakit TB paru yang berkaitan dengan perilaku hidup
sehat yaitu:
a. Badan : mandi minimal dua kali sehari, gosok gigi, cuci tangan dan
sebagainya.
air limbah pada tempatnya, membuka jendela pada siang hari dan lain-lain.
a. Makan makanan yang bersih, bebas dari penyakit, cukup kualitas maupun
mengunakan piring atau gelas yang sama dengan keluarga yang lain.
c. Penderita tidak tidur satu kamar dengan keluarga lainnya terutama anak-anak.
a. Menghindari kontak dengan sumber penularan penyakit baik yang berasal dari
bergizi dan selalu menjaga kesehatan badan supaya sistem imun senantiasa
e. Tidur dan istirahat yang cukup dan menghindari melakukan hal-hal yang
penyebaran dan penularan penyakit sebagai upaya agar penderita tidak menularkan
kepada orang lain dan meningkatkan derajat kesehatan pribadi dengan cara:
a. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin dengan sapu tangan atau tissu.
c. Tidur terpisah dari keluarga terutama pada dua minggu pertama pengobatan.
d. Tidak meludah disembarang tempat, tetapi dalam wadah yang diberi lysol, dan
dibuang dalam lubang dan ditimbun dalam tanah. Meludah di tempat yang tarkena
e. Menjemur alat tidur secara teratur pada siang hari karena bakteri Mycobacterium
f. Membuka jendela pada pagi hari dan mengusahakan sinar matahari masuk ke
ruang tidur dan ruangan lainnya agar rumah mendapat udara bersih dan cahaya
g. Minum obat secara teratur sampai selesai dan sembuh bagi penderita TB paru.
Pemberian imunisasi BCG pada penderita yang memiliki anak atau bayi
merupakan hal yang sangat penting dalam upaya pencegahan penularan. Pemberian
imunisasi BCG bertujuan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit TBC
kejadian penyakit TB paru dan teori dari Achmadi (2008), tentang paradigma
manusia dimulai dari bibit penyakit yang berasal dari sumbernya (Simpul 1) yaitu
transmisi udara dalam rumah (Simpul 2) yang dipengaruhi faktor risiko lingkungan,
faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit TB paru adalah pelayanan
kesehatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kerangka teori di bawah ini:
- Umur
- Tingkat
Pendidikan
Penderita
Bakteri - Upaya
Udara dalam TB Paru:
Mycobacterium Pencegahan
- BTA(+)
Tuberculosis Rumah Penyakit
- Upaya - BTA (-)
Pengendalian
Penyakit
mempunyai hubungan kuat dengan kejadian penyakit TB paru. Dalam penelitian ini
keluarga dan tingkat pendidikan serta upaya pengendalian penyakit (perilaku hidup