Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMOROID
A. Latar Belakang
Hemoroid adalah varikositis akibat dilatasi (pelebaran) pleksus vena
hemoroidalis internal yang fisiologis, sehingga tidak begitu berbahaya. Meskipun
hemoroid tidak berbahaya, akan tetapi apabila pelebaran pembuluh darah vena
bertambah luas, maka kita tetap perlu mencegahnya. Pencegahan dengan cara
memperbanyak makan makanan yang berserat tinggi, seperti buah-buahan dan
sayur-sayuran segar. Selain itu juga minum air putih yang banyak (1 jam 1 gelas
air putih). Minum air putih yang banyak dan makan makanan yang berserat adalah
cara agar dapat mempermudah defekasi. Apabila buang air besar lancar, maka
hemoroid kemungkinan besar tidak akan terjadi. Selain mengkonsumsi makanan
yang berserat dan banyak minum air putih, hemoroid dapat dicegah dengan cara
olah raga teratur, perbanyak jalan kaki, kurangi berdiri terlalu lama dan duduk
terlalu lama, serta istirahat yang cukup.

B. Definisi
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid
sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe
hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan diketahui
mengawali atau memperberat adanya hemoroid. (Brunner & Suddarth, 2002)
Hemoroid merupakan gangguan sirkulasi darah yang berupa pelebaran
pembuluh (dilatasi) vena pada anus dan rektal. Pembuluh darah tersebut disebut
sebagai venecsia atau varises di daerah anus atau perianus. Pelebaran pembuluh
darah tersebut terjadi disebabkan karena bendungan darah dalam susunan
pembuluh darah vena dan tidak hanya melibatkan pembuluh darah, tetapi juga
melibatkan jaringan lunak dan otot sekitar anorektal (Smeltzer, 2001).

1
C. Etiologi
Beberapa penyebab dari munculnya hemoroid menurut Sjamsuhidayat & Jong
(2004) yaitu:
1. Usia, degenerasi dari seluruh jaringan tubuh sehingga otot sfingter menjadi
tipis dan atonis.
2. Kehamilan, janin pada uterus serta perubahan hormonal menyebabkan
pembuluh darah hemorodialis meregang dan dapat diperparah ketika terjadi
tekanan saat persalinan.
3. Konstipasi, dapat terjadi jika feses terlalu kering yang timbul akibat defekasi
terlalu lama dan jumlah H2O yang diserap akan melebihi normal, sehingga
feses tetap menjadi kering dan keras.
4. Pekerjaan, seperti pekerjaan yang mengharuskan berdiri atau duduk terlalu
lama dan mengangkat beban yang berat memiliki faktor predisposisi untuk
terjadi hemoroid.
5. Hereditas, menurunkan kelemahan dinding pembuluh darah.
6. Nutrisi, kurang mengkonsumsi makanan berserat
7. Obesitas

D. Patofisiologi
Distensi vena awalnya merupakan struktur yang normal pada daerah anus,
karena vena ini berfungsi sebagai katup yang dapat membantu menahan beban.
Namun apabila distensi terus menerus akan terjadi gangguan vena berupa
pelebaran-pelebaran pembuluh darah vena. Distensi tersebut bisa disebabkan
karena adanya sfingter anal akibat konstipasi, kehamilan, tumor rektum,
pembesaran prostat. Penyakit hati kronik yang dihubungkan dengan hipertensi
portal sering mengakibatkan hemoroid karena vena hemoroidalis superior
mengalirkan darah kedalam sistem portal. Selain itu portal tidak memiliki katub
sehingga mudah terjadi aliran balik. Fibroma uteri juga bisa menyebabkan tekanan
intra abdominal sehingga tekanan vena portal dan vena sistemik meningkat

2
kemudian ditransmisi daerah anarektal. Aliran balik dan peningkatan tekanan vena
tersebut di atas yang berulang-ulang akan mendorong vena terpisah dari otot
sekitarnya sehingga vena prolap dan menjadi hemoroid.
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong
dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta
mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan
mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu
aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan mengedan,
konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air besar, serta
kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan
yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa lokal atau
inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya (Price & Wilson, 2005).

3
E. Pathway
Pre Hemoroidektomi

4
Post Hemoroidektomi

Resiko Konstipasi

5
F. Klasifikasi
Menurut Price & Wilson (2005), hemoroid dibagi menjadi beberapa klasifikasi
diantaranya :
1. Hemoroid internal
Pada hemoroid jenis ini terjadi pembengkakan pleksus hemorodialis interna
yang kemudian terjadi peningkatan yang berhubungan dalam massa jaringan
yang mendukungnya, lalu terjadi pembengkakan vena. Hemoroid interna
dikelompokkan dalam derajat I, II, III dan IV sebagai berikut :
a. Derajat I : Apabila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps
keluar kanal anus dan hanya dapat dilihat dengan
anorektoskop
b. Derajat II : Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau
masuk sendiri ke dalam anus secara spontan
c. Derajat III : Pembesaran hemoroid yang prolaps dan dapat masuk
kembali ke dalam anus dengan bantuan dorongan jari
d. Derajat IV : Prolaps hemoroid yang permanen, rentan dan cenderung
untuk mengalami trombosis dan infark
2. Hemoroid eksternal
Benjolan pada hemoroid ini terletak dibawah linea pectinea. Hemoroid eksterna
dibagi menjadi :
a. Hemoroid akut : Pembengkakan bulat kebiruan pada
pinggir anus dan merupakan suatu
hematoma. Bentuk ini sering terasa sangat
nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf
pada kulit merupakan reseptor nyeri.
b. Hemoroid kronis atau skin tag : Hemoroid ini berupa satu atau lebih lipatan
kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat
dan sedikit pembuluh darah.

6
G. Tanda dan Gejala
1. Hemoroid
Tanda dan gejala yang muncul dari hemoroid internal maupun eksternal
menurut Mansjoer (2000) diantaranya :
a. Hemoroid internal
- Prolaps dan keluar mukus
- Perdarahan rektal
- Rasa tidak nyaman
- Gatal
b. Hemoroid eksternal
- Rasa terbakar
- Nyeri (jika mengalami trombosis)
- Gatal
2. Post Hemoroidektomi :
a. Nyeri pada area luka operasi yang kemungkinan dapat menghambat
Konstipasi
b. Kesulitan BAK, karena takut mengenai luka operasi
c. Keterbatasan dalam melakukan aktivitas perawatan diri.
d. Ketidaktahuan klien dalam pemulihan pasca operasi.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien hemoroid adalah :
1. Anoskopi
Untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid
2. Sigmoidoskopi
Anus dan rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding
untuk perdarahan rektal dan rasa tidak nyaman seperti pada fisura anal dan
fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker

7
3. Pemeriksaan Barium Enema X-Ray
Pemeriksaan ini dilakukan apda pasien dengan umur diatas 50 tahun dan pasa
pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap
hemoroid

I. Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistematis untuk mengumpulkan
data atau informasi dan menganalisa sehingga dapat diketahui kebutuhan penderita
tersebut.
1. Pre Operasi
Subjektif
a. Pola makan dan minum
- Kebiasaan
- Keadaan saat ini
b. Riwayat kehamilan
Kehamilan dengan frekwensi yang sering akan menyebabkan
hemorrhoid berkembang cepat
c. Riwayat penyakit hati
Pada hypertensi portal, potensi berkembangnya hemorrhoid lebih besar.
d. Gejala / keluhan yang berhubungan
- Perasaaan nyeri dan panas pada daerah anus
- Perdarahan dapat bersama feces atau perdarahan spontan (menetes)
- Prolaps (tanyakan pasien sudah berapa lama keluhan ini, faktor-
faktor yang menyebabkannya dan upaya yang dapat menguranginya
serta upaya atau obat-obatan yang sudah digunakan)
- Gatal dan pengeluaran sekret melalui anus

8
Obyektif
a. Pemeriksaaan daerah anus
- Tampak prolaps hemorrhoid, atau pada hemorrhoid eksterna dapat
dilihat dengan jelas. Rasakan konsistensinya, amati warna dan
apakah ada tanda trombus juga amati apakah ada lesi.
- Pemeriksaan rabaan rektum (rectal toucher)
b. Amati tanda-tanda kemungkinan anemia :
- Warna kulit
- Warna konjungtiva
- Waktu pengisian kembali kapiler
- Pemeriksaan Hb
2. Post Operasi
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan adalah pengkajian
mengenai keadaan lingkungan yang tenang (nyaman), pengkajian
mengenai pengetahuan tentang perawatan pre operasi. Selain itu juga
penting dilakukan pengkajian mengenai harapan klien setelah operasi.
b. Pengkajian pola nutrisi metabolik setelah operasi adalah mengenai
kepatuhan klien dalam menjalani diit setelah operasi.
c. Pengkajian pola eliminasi setelah operasi adalah ada tidaknya
perdarahan. Pengkajian mengenai pola BAB dan buang air kecil.
Pemantauan klien saat mengejan setelah operasi, juga kebersihan
setelah BAB dan buang air kecil.
d. Pengkajian pola aktivitas dan latihan yang penting adalah mengenai
aktivitas klien yang dapat menimbulkan nyeri, pengkajian keadaan
kelemahan yang dialami klien.
e. Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah mengenai gangguan tidur
yang dialami klien akibat nyeri.

9
f. Pengkajian pola persepsi kognitif adalah mengenai tindakan yang
dilakukan klien bila timbul nyeri.
g. Pengkajian pola persepsi dan konsep diri klien adalah kecemasan yang
dialami klien setelah operasi.

J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan hemoroid (Doenges dkk, 1999)
meliputi :
Pre operasi
1. Nyeri b.d agen injuri biologis (pembengkakan, trombus pembuluh darah pada
anus)
2. Konstipasi b.d nyeri pada saat defekasi
3. Resti perdarahan b.d. penekanan pada vena hemoroidal akibat konstipasi.
4. Cemas b.d. rencana pembedahan
5. Kurang pengetahuan b.d. kurang informasi tentang operasi.
Post operasi
1. Nyeri b.d agen injuri fisik (luka insisi post hemoroidektomi)
2. Resiko konstipasi b.d hemoroidektomi
3. Gangguan mobilitas fisik b.d. menurunnya kekuatan/ketahanan konstruktur
nyeri.
4. Resiko tinggi perdarahan b.d. hemoroidektomi
5. Defisit perawatan diri b.d. kelemahan, nyeri.
6. Resiko tinggi infeksi b.d. adanya luka operasi di daerah anorektal.
7. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. resiko tinggi perdarahan.

K. Fokus Intervensi
1. Meningkatkan kenyamanan
2. Mencegah komplikasi

10
3. Memberikan informasi trntang prosedur pembedahan,/prognosis, kebutuhan
pengobatan dan potensial komplikasi.

L. Perencanaan keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Pre Operasi Setelah dilakukan asuhan Pain Management
Nyeri b.d agen keperawatan diharapkan nyeri - Lakukan pengkajian nyeri secara
injuri biologis yang dirasakan pasien komprehensif termasuk lokasi,
(pembengka- berkurang dengan kriteria karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
kan, trombus hasil: dan faktor presipitasi
pembuluh - Observasi reaksi nonverbal dari
darah di anus) Pain Level, ketidaknyamanan
Pain control, - Kaji kultur yang mempengaruhi respon
Post Operasi Comfort level nyeri
Nyeri b.d agen - Evaluasi pengalaman nyeri masa
injuri fisik Indikator lampau
(luka insisi - Kontrol lingkungan yang dapat
Mampu mengontrol
post hemoroid- mempengaruhi nyeri seperti suhu
nyeri (tahu penyebab
ektomi) ruangan, pencahayaan dan kebisingan
nyeri, mampu
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
menggunakan teknik
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri
nonfarmakologi untuk
(farmakologi, non farmakologi dan
mengurangi nyeri,
inter personal)
mencari bantuan)
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Melaporkan bahwa - Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri berkurang nyeri
dengan menggunakan - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
manajemen nyeri - Tingkatkan istirahat
Mampu mengenali
nyeri (skala, intensitas, Analgesic Administration
frekuensi dan tanda - Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
nyeri) dan derajat nyeri sebelum pemberian
Menyatakan rasa obat
nyaman setelah nyeri - Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
berkurang dosis, dan frekuensi
Tanda vital dalam - Cek riwayat alergi
rentang normal - Tentukan pilihan analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
Keterangan : - Monitor vital sign sebelum dan sesudah
1. Keluhan ekstrim pemberian analgesik pertama kali

11
2. Keluhan berat - Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
3. Keluhan sedang dan gejala (efek samping)
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan

Resiko Setelah dilakukan asuhan Constipation/ Impaction Management


konstipasi b.d keperawatan diharapkan - Monitor tanda dan gejala konstipasi
hemoroidek- konstipasi tidak terjadi dengan - Monior bising usus
tomi kriteria hasil: - Monitor feses: frekuensi, konsistensi
dan volume
Bowel elimination - Konsultasi dengan dokter tentang
Hydration penurunan dan peningkatan bising usus
- Mitor tanda dan gejala ruptur
usus/peritonitis
Indikator - Jelaskan etiologi dan rasionalisasi
Mempertahankan tindakan terhadap pasien
bentuk feses lunak - Identifikasi faktor penyebab dan
setiap 1-3 hari kontribusi konstipasi
Bebas dari - Dukung intake cairan
ketidaknyamanan dan - Kolaborasikan pemberian laksatif
konstipasi
Mengidentifikasi
indicator untuk
mencegah konstipasi

Keterangan :
6. Keluhan ekstrim
7. Keluhan berat
8. Keluhan sedang
9. Keluhan ringan
10. Tidak ada keluhan

12
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, E. M., Moorhouse, F. M., & Geisser, C. A. (1999). Rencana Asuhan


Keperawatan (3 ed.). Jakarta: EGC.
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W. I., & Setiowulan, W. (2001).
Kapita selekta kedokteran (Edisi Ketiga ed., Vol. Jilid 1). Jakarta: Media
Aesculaplus.
NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012
- 2014. (M. Ester, Ed., M. Sumarwati, D. Widiarti, & E. Tiar, Trans.) Jakarta:
EGC.
Potter & Perry. (2006). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi
4 vol 1. Jakarta: EGC
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses
penyakit (6 ed., Vol. II). (H. Hartanto, Ed., & B. U. Pendit, Trans.) Jakarta:
EGC.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
vol 3. Jakarta: EGC
Suddarth, B. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (8 ed., Vol. 3). Jakarta:
EGC.

13

Anda mungkin juga menyukai