Anda di halaman 1dari 31

SARI KEPUSTAKAAN ACC Supervisor Telah Dibacakan

Divisi Geriatri
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Universitas Sumatera Utara

dr. Arianto S. Purba, Sp.PD dr. Arianto S. Purba, Sp.PD

NUTRISI PADA GERIATRI

Catur Prianwari, Bistok Sihombing, Dina Aprilia A., Arianto S. Purba,


Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RS Haji Adam Malik Medan

BAB I. PENDAHULUAN

Tetap berprestasi dimasa tua adalah harapan setiap insan, baik individu itu
sendiri maupun keluarga dan kerabatnya. Namun demikian, tidak setiap harapan
dapat diwujudkan dengan mulus. Harapan yang demikian pernah dikemukakan
oleh seorang Gerontolog dari Amerika yang menyatakan "Not only add years to
life, but also life to years" atau jangan hanya menambah tahun pada kehidupan,
tetapi juga menambah kehidupan pada tahun-tahun itu.
Dengan adanya kemajuan ilmu dan teknologi, termasuk teknologi
kedokteran, maka umur harapan hidup manusia menjadi lebih panjang dan umur
rata-rata penduduk menjadi lebih tua. Tetapi, menambah panjang umur tanpa
peningkatan kualitas hidup tentunya tidak cukup, karena hanya akan menambah
panjang penderitaan bagi individu tersebut maupun keluarga dan masyarakat, baik
ditinjau dari segi budaya, sosial, maupun ekonomi. Dengan bertambahnya usia,
ditunjang kemunduran kemampuan psikis dan fisik, serta menderita berbagai
penyakit, merupakan keadaan yang sangat tidak diharapkan. Padahal, pada
kenyataannya terdapat beberapa orang usia lanjut yang masih mempunyai
keinginan dan harapan-harapan yang ingin dicapai.
Pembahasan tentang proses menua semakin sering muncul seiring dengan
semakin bertambahnya populasi usia lanjut di berbagai belahan dunia. Telah
banyak dikemukakan bahwa proses menua amat dipengaruhi oleh faktor genetik

1
dan lingkungan. Proses menua bukanlah sesuatu yang terjadi hanya pada orang
berusia lanjut, melainkan suatu proses normal yang berlangsung sejak maturitas
dan berakhir dengan kematian. Namun demikian, efek penuaan tersebut menjadi
lebih terlihat setelah usia 40 tahun.1
Secara umum dapat dikatakan terjadi kecenderungan menurunnya
kapasitas fungsional baik pada tingkat seluler maupun pada tingkat organ sejalan
dengan proses menua. Akibat penurunan kapasitas fungsional tersebut, orang
berusia lanjut umumnya tidak berespon terhadap berbagai rangsangan internal
maupun eksternal. Menurunnya kapasitas untuk berespon terhadap lingkungan
internal cenderung membuat orang usia lanjut kesulitan untuk memelihara
kestabilan status fisik dan kimiawi dalam tubuh. Gangguan pada homeostasis
tubuh tersebut dapat memudahkan terjadinya berbagai disfungsi sistem organ.1
Nutrisi merupakan penentu yang sangat penting terhadap kesehatan, fungsi
fisis, dan kognitif, vitalitas, kualitas hidup keseluruhan, dan panjangnya usia.
Status nutrisi memiliki dampak utama pada timbulnya penyakit dan hendaya pada
usia lanjut. Kecenderungan pola diet saat ini di negara – negara yang sedang
berkembang adalah menuju diet tinggi lemak yang ikut menambah resiko
penyakit kronik.2
Prevalensi malnutrisi meningkat seiring dengan timbulnya kelemahan dan
ketergantungan fisik pada geriatri. Selain malnutrisi, obesitas dan defisiensi
mikronutrien juga kerap terjadi pada populasi lanjut usia yang kemudian akan
mencetuskan berbagai penyakit kronik.2

A. Batasan Usia Lanjut


Batas umur untuk usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. WHO
membagi umur tua sebagai berikut:
1. Umur lanjut (elderly): 60--74 tahun
2. Umur tua (old): 75--90 tahun
3. Umur sangat tua (very-old): > 90 tahun

B. Beberapa Jenis Penyakit pada Kelompok Usia Lanjut


Jenis penyakit yang ditemukan pada kelompok usia lanjut sebenarnya
tidak berbeda dengan yang ditemukan pada kelompok usia lebih muda. Penyakit

2
yang diketemukan pada usia lanjut antara lain osteoporosis, osteomalasia,
dementia, penyakit alzheimer, katarak, dan otosklerosis. Beberapa penyakit yang
frekuensinya lebih lebih tinggi dari usia muda lainnya antara lain osteoartritis,
artritis reumatoid, penyakit keganasan, penyakit parkinson, dan gangguan
pembuluh darah otak (cerebro-vascular disease = CVD). Beberapa penyakit lain
yang menimbulkan masalah pada kelompok usia lanjut, misalnya diabetes militus,
hipertensi, penyakit infeksi, bronkopneumonia, penyakit paru obstruksi menahun,
tuberkulosis, fraktur, dan lain-lain.

C. Transisi Nutrisi
Penyebab kematian utama pada usia lanjut adalah penyakit vaskuler dan
penyakit kronik yang menyertainya. Upaya pencegahan penyakit ini dilakukan
melalui pola hidup sehat yang mencakup aktivitas fisik, diet bergizi, dan tidak
merokok. Bersamaan dengan pesatnya peningkatan populasi usia lanjut,
didapatkan bukti perubahan tingkah laku dan pola aktivitas fisik yang
meningkatkan resiko timbulnya penyakit kronis. Hal ini disebut dengan transisi
nutrisi.2

Urbanisasi, pertumbuhan ekonomi, Progresivitas Makanan olahan,


diet tradisional pedesaan Diet barat modern

Aneka ragam
Kurang variasi
Tinggi lemak
Kurang lemak
Rendah serat
Tinggi serat

adekuat & hati-hati


tidak adekuat tidak hati-hati

Bagan 1. Transisi Nutrisi obesitas


Gizi kurang, penyakit infeksi Nutrisi optimal
D. Metabolisme Energi peny kronik
Produksi energi untuk tiap m2 luas tubuh menurun secara progresif dengan
bertambahnya usia. Rata – rata penurunannya adalah 12kal/m2/jam untuk tiap
tahun antara usia 20 sampai dengan 90 tahun. Penurunan ini terjadi oleh karena

3
berkurangnya jaringan aktif (metabolizing tissue) sejalan dengan bertambahnya
usia.
Produksi ini merupakan produksi untuk metabolisme basal ditambah
dengan energi untuk aktivitas. Kebutuhan energi untuk aktivitas menurun lebih
besar daripada untuk metabolism basal, terutama pada lansia.5

4
BAB II. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Menua (aging) merupakan proses normal yang dimulai sejak konsepsi dan
berakhir saat kematian. Selama periode pertumbuhan, proses anabolisme
melampaui proses katabolisme. Pada saat tubuh sudah mencapai tingkat
kematangan fisiologik, kecepatan katabolisme atau proses degenerasi lebih besar
daripada proses regenerasi sel. Akibat yang timbul adalah hilangnya sel – sel yang
berdampak dalam bentuk penurunan efisiensi dan gangguan fungsi organ.
A. Komposisi tubuh
Sarcopenia (berkurangnya massa, kekuatan, dan kualitas otot). menua
ditandai dengan kehilangan lean body mass secara progresif dan perubahan di
semua sistem dalam tubuh manusia. berikut ini adalah perubahan fisiologik
yang berhubungan dan mempengaruhi status gizi lansia.5

Tabel 1. Faktor fisiologis dan metabolik yang mempengaruhi kebutuhan gizi 3


Faktor Efek terhadap kebutuhan
Atropik gastritis Meningkatkan kebutuhan akan folat,
Ca, Vit K, B12, dan besi
Menurunnya sintesis Vit D di kulit, Meningkatkan kebutuhan vitamin D
gangguan aktivasi renal, menurunnya dan kalsium
respon GIT terhadap 1,25(OH)2D3
Retensi Vitamin A, perubahan Berkurangnya kebutuhan vitamin A
metabolisme hepar
Peningkatan homosistein Meningkatkan kebutuhan folat dan
vitamin B12

B. Indera
Indera pengecap, pencium, dan penglihatan menurun yang akan secara
langsung dan tak langsung mempengaruhi nafsu dan asupan makan. Papila
pengecap mulai mengalami atrofi pada usia 50 tahun, dari jumlah 245 pada
anak menjadi hanya 88 pada usia 74 – 85 tahun. Terjadi penurunan sensitifitas
terhadap rasa manis dan asin. Selain itu muncul glossodyna atau nyeri pada
lidah.3,4,5
C. Saluran Gastrointestinal

5
Terjadi perubahan – perubahan pada kemampuan digesti dan absorbsi yang
terjadi sebagai akibat hilangnya opioid endogen dan efek berlebihan dari
kolesistokin. Akibat yang muncul adalah anoreksia. Atropi gastritis,
menurunnya motilitas usus hingga terjadi konstipasi, gigi tanggal dan karies
sehingga menimbulkan rasa nyeri dan gangguan pengunyahan, menurunnya
sekresi saliva dan mucus hingga terjadi gangguan pengunyahan dan
penelanan, disfagia, menurunnya sekresi asam lambung, hiperchlorhidria
yakni berkurangnya sel parietal mukosa lambung yang akan mengakibatkan
penurunan absorbsi kalsium dan non-hem iron, overgrowth bakteri yang
terjadi dapat menurunkan bioavailibilitas B12, malabsorbsi lemak, penurunan
fungsi asam empedu, dan diare.3,4,5
D. Metabolisme
Pada lansia dapat terjadi penurunan toleransi glukosa yang akan
mengakibatkan kenaikan glukosa dalam plasma sekitar 1,5 mg/dl untuk tiap
dekade umur. Hal ini terjadi mungkin karena penurunan produksi insulin atau
karena respon jaringan terhadap insulin yang menurun. Metabolisme basal
(BM) menurun sekitar 20% antara usia 30 – 90 tahun. Hal ini terjadi karena
berkurangnya lean body mass pada lansia.5
E. Ginjal
Fungsi ginjal menurun sekitar 50% antara usia 30 – 80 tahun. Reaksi
respon asam basa terhadap perubahan metabolik melambat. Pembuangan sisa
metabolisme protein dan elektrolit yang harus dilakukan ginjal akan
merupakan beban tersendiri.5
F. Sistem saraf
Menurunnya regulasi selera makan, rasa haus, serta fungsi indra.3,4
G. Endokrin
Menurunnya kadar estrogen, progesterone, GH, dan toleransi glukosa.3,4

6
BAB III. JENIS GANGGUAN GIZI PADA USIA LANJUT

Gangguan gizi yang dapat muncul pada usia lanjut dapat berbentuk gizi
kurang maupun gizi lebih. Gangguan ini dapat menyebabkan munculnya penyakit
atau terjadi sebagai akibat dari penyakit tertentu. Oleh karena itu langkah pertama
yang harus dilakukan adalah menentukan terlebih dahulu ada tidaknya gangguan
gizi, mengevaluasi faktor – faktor yang berhubungan dengan gangguan gizi serta
merencanakan bagaimana gangguan gizi teresebut dapat diperbaiki.5
A. Malnutrisi Energi Protein
1. Definisi
Manutrisi energi protein adalah kondisi dimana energi dan atau
protein yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan metabolik. Hal ini dapat
terjadi karena buruknya asupan protein atau kalori, meningkatnya
kebutuhan metabolik bila terdapat penyakit atau trauma, atau
meningkatnya kehilangan zat gizi. Usia lanjut merupakan kelompok yang
rentan terhadap malnutrisi. Banyaknya penyakit serta meningkatnya
hendaya berkaitan dengan indikator – indikator resiko nutrisi. Status
nutrisi mempengaruhi berbagai sistem pada usia lanjut seperti imunitas,
cara berjalan dan keseimbangan, fungsi kognitif, serta merupakan faktor
resiko untuk timbulnya infeksi
2. Patofisiologi
Manutrisi energi protein dapat terjadi sebagai akibat dari asupan
yang tidak adekuat, atau berhubungan dengan mekanisme fisiologis
penyakit yang mempengaruhi metabolisme, komposisi tubuh, dan selera
makan (contohnya kakeksia). Pada keadaan defisiensi kalori primer, tubuh
beradaptasi dengan menggunakan cadangan lemak sambil menghemat
protein dan otot. Perubahan fisiologis yang terjadi sering reversible dengan
kembalinya asupan dan aktivitas seperti biasa. Kakeksia dicirikan dengan
tingginya respon fase akut yang berkaitan dengan peningkatan mediator
inflamasi (seperti TNF-α dan interleukin 1) serta meningkatnya degradasi
protein dan otot yang dapat pulih dengan membaiknya asupan. Meskipun

7
kakeksia biasanya berhubungan dengan kondisi penyakit kronis spesifik,
keadaan ini dapat timbul pada usia lanjut tanpa penyakit yang jelas.
3. Presentasi klinis
Penilaian status nutrisi dengan antropometri standar, biokimia, dan
pengukuran imunologis sangat kompleks. Monitor ketat berat badan yang
mencerminkan ketidakseimbangan antara asupan kalori dan kebutuhan
energi, merupakan cara yang paling sederhana dan paling dapat dipercaya
untuk menilai malnutrisi. Perubahan berat badan dinyatakan dalam
persentase perubahan dibandingkan saat sebelum sakit. Kehilangan ≥ 5%
berat badan biasanya berkaitan dengan meningkatnya morbiditas dan
mortalitas. Bila kehilangan berat badan >10% biasanya berkaitan dengan
penurunan status fungsional dan hasil pengobatan. Kehilangan berat badan
15-20% atau lebih biasanya secara tidak langsung menunjukan manutrisi
berat. Pengukuran antropometri cadangan lemak dan massa otot dapat
membantu penilaian malnutrisi. Evaluasi klinis kehilangan turgor kulit,
atrofi otot interosseus tangan dan otot temporalis kepala juga dapat menilai
hilangnya lemak subkutan dan massa otot.Meskipun tidak ada kriteria
definitif untuk klasifikasi derajat manutrisi energi protein, bila berat badan
turun >20% berat badan sebelum sakit, albumin serum kurang dari 2,1
mg/dl, dan trasferin serum kurang dari 80 U/ul, biasanya telah terjadi
malnutrisi berat.2
4. Penyebab gizi kurang pada lansia
a. Penyebab PRIMER
 Isolasi sosial
Hidup sendiri, kehilangan gairah hidup, kehilangan pasangan
hidup, tidak ada keinginan untuk memasak
 Ketidaktahuan
dapat terjadi sejak kecil atau karena pengetahuan yang rendah
 Gangguan fisik
Gangguan indra, hemiplegic/hemiparese, artritis
 Gangguan mental
Depresi, demensia
 Kemiskinan
 Iatrogenik
Diet lambung jangka lama hingga terjadi kekurangan vitamin C

8
b. Penyebab SEKUNDER

Gangguan nafsu makan

Gangguan mengunyah

Malabsorbsi

Obat – obatan

Peningkatan kebutuhan gizi

Alkoholisme4,5
Tabel 2. Penyebab kehilangan berat badan

Penyebab Kehilangan Berat Badan2


M Medication effects
E Emotional problems
A Anorexia tardive (nervosa), alcoholism
L Late-life paranoia
S Swallowing disorder

O Oral factors
N No Money

W Wondering and other dementia-related behaviours


H Hyperthyroidism, hypothyroidism, hyperparathyroidism, hypoadrenalism
E Enteric problems
E Eating problem
L Low salt, low cholesterol diets
S Social problems

5. Penatalaksan
a. Atasi problem akut (jika ada) seperti mengatasi infeksi, kontrol
tekanan darah, dan menjaga kondisi keseimbangan metabolik,
elektrolit, dan cairan. Setelah masalah akut teratasi, pasien diminta
mengkonsumsi sebanyak mungkin makanan. Tujuannya adalah
memberikan asupan kalori kira – kira 35 kkal/kgBB ideal. Lakukan
upaya intervensi nutrisi yang agresif. Sebagai patokan umum, dalam
48 jam pertama perawatan sudah diberikan asupan gizi adekuat.
Pendekatan yang diambil tergantung kondisi klinis pasien, apakah
memerlukan support nutrisi jangka pendek atau jangka panjang. Bagi

9
yang membutuhkan support jangka pendek (<10 hari) diberikan
hiperalimentasi melalui vena perifer berupa larutan asam amino,
dekstrosa 10%, dan intralipid.
b. Pemberian diet per NGT harus dihindari pada pasien usia lanjut
dengan delirium karena resiko aspirasi dan tarikan selang oleh pasien.
Bila pasien tidak delirium dapat diberikan diet per flowcare. Selang ini
tidak mengiritasi dan tidak terlalu mengganggu mobilitas atau
kemampuan menelan makanan. Untuk pasien yang membutuhkan
terapi nutrisi selama 6 minggu atau lebih, dianjurkan pemberian
melalui gastrostomi atau yeyunostomi. Diet cair harus mengandung
tidak lebih dari 1 kkal/ml dengan kecepatan 25 ml/jam agar tidak
terlalu kental dan dapat masuk ke selang dengan mudah.
c. Target utama adalah kemandirian fungsional dan meningkatkan
kekuatan otot sehingga strategi yang bertujuan memperbaiki massa
otot sangatlah penting. Latihan fisik yang sesuai dapat dilakukan untuk
tujuan ini. Sangatlah penting memahami perlunya pendekatan terpadu
dalam tatalaksana malnutrisi pada usia lanjut. Intervensi nutrisi agresif
hanya merupakan bagian dari keseluruhan strategi.2

B. Obesitas
Berat badan lebih per definisi adalah indeks massa tubuh ≥25 kg/m2.
Pasien disebut menderita obesitas bila indeks massa tubuh ≥20 kg/m2. Dengan
meningkatnya usia, biasanya terjadi peningkatan massa lemak total serta
berkurangnya massa tubuh kering dan massa tulang. Lemak terdistribusi
secara sentral dengan pertambahan lemak visceral yang dicerminkan oleh
lingkar pinggang. Bertambahnya berat badan dan massa lemak berkaitan
dengan perubahan metabolik dan fisiologis yang mempengaruhi kesehatan dan
fungsi fisik. Terdapatnya faktor – faktor resiko kardiovaskuler seperti
hipertensi, dislipidemia, dan diabetes mencerminkan adanya peningkatan berat
badan dan lemak tubuh. Pada tingkat yang lebih tinggi, lemak intraabdominal
berkaitan dengan resistensi insulin yang dapat menimbulkan abnormalitas
metabolik.

10
Lemak juga berperan penting dalam promosi inflamasi. lemak
merupakan jaringan penyimpan energia aktif utama untuk produksi steroid
seks dan metabolisme glukokortikoid. Saat ini diketahui bahwa jaringan lemak
secara aktif memproduksi dan mensekresi sejumlah hormone dan protein yang
disebut adipokin yang memiliki efek lokal dan sistemik. Faktor – faktor ini
mencakup leptin, angiotensin, resistin, adiponektin, plasminogen-activator
inhibitor 1, dan sitokin IL-6 dan TNF-α. Banyak dari zat ini yang
berhubungan dengan morbiditas kardiovaskuler, hendaya, atau resiko
mortalitas.
Berat badan lebih juga merupakan penyebab osteoarthritis lutut dan
panggul. Pada wanita pasca menopause, kegemukan berkaitan dengan resiko
kanker payudara dan kanker kolon. Kegemukan juga meningkatkan resiko
diabetes dan penyakit jantung koroner.2
Dilakukan dengan upaya meningkatkan aktivitas fisik dan mengurangi
asupan kalori. Terapi farmakologis harus dipertimbangkan bila tampaknya
sulit untuk mengontrol akibat metabolik obesitas. Bila program penggunaan
berat badan diambil, penting diingat bahwa tulang dan otot akan turut
berkurang selama periode penurunan berat badan. Perlu dilakukan upaya guna
mencegah kehilangan massa tulang dan otot seperti latihan aerobic dan daya
tahan atau terapi antiosteoporotik lainnya. Selain itu, restriksi kalori perlu
ditambahkan guna memastikan asupan adekuat zat gizi dan vitamin selama
periode diet.2
Tabel 3. Perbandingan antara kriteria WHO dan Asia Pasifik
KATEGORI WHO ASIA PASIFIK
Underweight < 18,5 < 18,5
Batas normal 20 – 20,5 18,5 – 22,9
Overweight > 25 ≥ 23
At risk 25 – 30 23 – 24,9
Obese I 30 – 40 25 – 29,9
Obese II > 40 ≥ 30
C. Defisiensi Vitamin dan Mineral

11
Tidak memadai asupan mikronutrien sering terjadi pada usia lanjut.
Sebagai contoh, vitamin B6, B12, dan asam folat dibutuhkan untuk mencegah
akumulasi homosistein, suatu asam amino yang secara konsisten berhubungan
dengan resiko penyakit vaskuler. Juga terdapat hubungan antara rendahnya
konsentrasi vtamin B dengan menurunnya fungsi kognitif.
Terdapat beberapa bukti manfaat suplementasi vitamin pada fungsi
kognitif dan penyembuhan ulkus. Kalsium dan vitamin D juga merupakan zat
gizi yang perlu mendapat perhatian pada usia lanjut. Dengan bertambahnya
usia, penurunan fungsi ginjal menyebabkan malabsorbsi kalsium dan
meningkatnya kehilangan massa tulang. Kebutuhan vitamin D juga meningkat
pada usia lanjut. Pada proses menua, kemampuan kulit membentuk provitamin
D-3 dari sinar ultraviolet berkurang.
Dengan transisi nutrient menuju diet tinggi lemak dan rendah serat,
perlu dijaga dan ditingkatkan asupan buah, sayuran, dan biji – bijian utuh yang
akan sangat membantu mengontrol peningkatan insidensi penyakit kronik.
Kebutuhan terhadap zat besi dan vitamin A pada usia lanjut lebih
rendah daripada dewasa muda. Pada usia lanjut terdapat penurunan klirens
vitamin A lewat hepar dan jaringan perifer lainnya. Cadangan zat besi pada
usia lanjut terakumulasi dan tingginya kadar feritin serum berkaitan dengan
makin besarnya resiko penyakit jantung koroner.2

12
BAB IV. KEBUTUHAN ZAT GIZI PADA LANSIA

Tiap negara mempunyai standar/baku untuk kebutuhan zat gizi dengan


menggunakan standar FAO/WHO sebagai acuan utamanya. Indonesia memiliki
Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (KGA)
A. Menu Harian Lansia
1. Prinsip Pemberian Makan Melalui Mulut (Oral)
Pemberian makan melalui mulut dapat dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi bagi pasien lanjut usia yang tidak memiliki masalah
dalam menelan dan mengunyah makanan. Adapun prinsip pemberiannya
adalah sebagai berikut :
a. Siapkan makanan dan minuman yang akan diberikan
b. Posisikan pasien duduk atau setengah duduk.
c. Berikan sedikit minum air hangat sebelum makan.
d. Biarkan pasien untuk mengosongkan mulutnya setelah setiap
sendokan.
e. Selaraskan kecepatan pemberian makan dengan kesiapan
pasien, tanyakan pemberian makan terlalu cepat atau lambat.
f. Perbolehkan pasien untuk menunjukkan perintah tentang
makanan pilihan pasien yang ingin dimakan.
g. Setelah selesai makan, posisi pasien tetap dipertahankan selama
± 30 menit.
2. Para ahli gizi menganjurkan bahwa untuk manula yang sehat, menu sehari-
hari hendaknya
a. Tidak berlebihan, tetapi cukup mengandung zat gizi sesuai
dengan persyaratan kebutuhan manula.
b. Bervariasi jenis makanan dan cara olahnya
c. Membatasi konsumsi lemak yang tidak kelihatan (menempel
pada bahan pangan, terutama pangan hewani)
d. Membatasi konsumsi gula, dan minuman yang banyak
mengandung gula

13
e. Menghindari konsumsi garam yang terlalu banyak, merokok
dan minuman alkohol
f. Cukup banyak mengkonsumsi makanan berserat (buah-buahan,
sayuran dan serealia) untuk menghindari sembekit atau
konstipasi
g. Minuman yang cukup.
Susunan makanan sehari-hari untuk manula hendaknya tidak terlalu
banyak menyimpang dari kebiasaan makan, serta disesuaikan dengan keadaan
pisikologisnya. Pola makan disesuaikan dengan kecukupan gizi yang dianjurkan
(lihat Tabel 1.), dan menu makannya dapat disesuaikan dengan ketersediaan dan
kebiasaan makan tiap daerah.
Menu makanan manula dalam sehari dapat disusun berdasarkan konsep
“empat sehat lima sempurna” atau konsep “gizi seimbang”. Sebagai contoh menu
berdasarkan “empat sehat lima sempurna” terdiri atas kelompok makanan pangan
pokok (utama) yaitu nasi (1 porsi = 200 gram), kelompok lauk pauk misalnya
daging (1 potong = 50 gram) atau tahu (1 potong = 25 gram), kelompok sayuran
misalnya sayur bayam (1 mangkok = 100 gram ), kelompok buah-buahan
misalnya pepaya (1 potong = 100 gram) dan susu ( 1 gelas = 100 gram). Pola
susunan makan manula dalam sehari berdasarkan empat sehat lima sempurna
tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Masing-masing kelompok makanan tersebut
dapat diganti atau ditukar sesuai dengan kebiasaan makan dan ketersediaan
pangan di tempat (akan diuraikan kemudian).

14
Tabel 4. Pola susunan makanan manula dalam sehari

Kelompok Jenis Pangan Jumlah Porsi Per Hari


Makanan Per Porsi
Laki-Laki Perempuan

Bahan Pokok Nasi 3 2


(1 prg = 200 g)
Lauk pauk Daging 1.5 2
(1 ptg = 50 g)
Tahu 5 4
(1 ptg = 25 g)
Sayuran Bayam 1.5 1.5
(1 mgk = 100 g)
Buah-buahan Pepaya 2 2
(1 ptg = 100 g)
Susu Skim 1 1
(1 gls = 100 g)

Sumber : Ditjen Binkesmas, Depkes RI (1992)

Sedangkan berdasarkan konsep “gizi seimbang”, contoh menu manula


dalam sehari disajikan pada Tabel 4. Menu ini disusun berdasarkan kecukupan
energi dan gizi bagi manula.
Tabel 5. Menu untuk manula dalam sehari

Waktu makan Menu Porsi

Pagi Roti – telur 1 tangkep


Susu 1 gelas
Selingan Papais 2 bungkus
Siang Nasi 1 piring
Semur daging 1 potong
Pepes tahu 1 bungkus
Sayur bayam 1 mangkok
Selingan Pisang 1 buah
Malam Kolak pisang 1 mangkok
Mie baso 1 mangkok
Pepaya 1 buah

Sumber : Amini Nasoetion dan Dodik Briawan (1993)

15
Untuk menjaga menjaga agar menu harian tidak monoton, tetapi
bervariasi, Tabel 5 menyajikan berbagai bahan makanan pengganti atau penukar
bagi kelompok makanan yang telah disajikan pada Tabel 2 dan 3. Variasi dalam
menu harian sangat diperlukan karena sangat menghindari rasa bosan dan baik
bagi kelengkapan zat gizi (komplementasi zat gizi).

Tabel 6. Berbagai kelompok makanan pengganti/penukar

Kelompok Makanan Jenis Makanan


Sumber Karbohidrat Nasi, jagung, ketan, bihun, biskuit, kentang, mie instan,
mie kering, roti tawar, singkong, talas, ubi jalar, pisang
nangka, makaroni
Sumber Protein Hewani Daging ayam, daging sapi, hati (ayam atau sapi), telur
unggas, ikan mas, ikan kembung, ikan sarden, bandeng,
baso daging
Sumber Protein Nabati Kacang tanah, kedelai, kacang hijau, kacang merah,
kacang tolo, tahu, tempe, oncom
Buah-buahan Pepaya, belimbing, alpukat, apel, jambu biji, jeruk,
mangga, nangka, pisang ambon, sawo, semangka, sirsak,
tomat
Sayuran Bayam, buncis, beluntas, daun pepaya, daun singkong,
katuk, kapri, kacang panjang, kecipir, sawi, wortel, selada
Makanan Jajanan Bika ambon, dadar gulung, getuk lindri, apem, kroket, kue
pia, kue putu, risoles
Susu Susu sapi, susu kambing, susu kerbau, susu kedelai, skim

B. Asupan yang dianjurkan


Tabel 7. Asupan nutrisi yang dianjurkan
Laki – laki (60+) Perempuan (60+)
Energi (Kal) 2200 1850
Protein (gram) 62 54
Zat besi (mgram) 13 14
Kalsium (mgram) 500 500
Vit C (mgram) 60 60

 Serat : perlu untuk pencegahan penyakit kronis


 Lemak : 10 – 15% asam lemak jenuh tunggal dan 10% asam lemak jenuh
ganda
 Protein 10-15 %
16
 Cairan

Vitamin A. Tidak ada peningkatan kebutuhan vitamin A pada lansia. Lansia lebih
rentan mengalami retensi vitamin A dimana akumulasi dari vitamin A (>3000 Å)
akan meningkatkan resiko fraktur osteoporosis.
Vitamin D. Pada lansia terdapat perubahan fungsi tubuh yang berpengaruh
terhadap kebutuhan vitamin D, yakni menurunnya fotosintesis di kulit,
berkurangnya kemampuan ginjal untuk mengkonversi 25-hydroxyvitamin D
menjadi vitamin D aktif (calcitriol) serta menurunnya respon usus pada
1,25(OH)2D dan menurunnya kemampuan absorbsi vitamin D, sehingga asupan
vitamin D yang adekuat penting pada lansia karena vitamin D dapat menurunkan
penyerapan kalsium yang beresiko osteomalasia dan osteoporosis.
Vitamin E. Fungsi utama vitamin ini adalah sebagai lipid antioksidan, pelindung
membrane biologis, dan menunda penyakit degeneratif. RDA menganjurkan
konsumsi vitamin E sebanyak 15 mg/hari. Sumber vitamin E yang baik adalah
minyak sayur, kacang – kacangan, margarine, dan gandum.
Vitamin K. Fungsi vitamin K adalah untuk sintesis faktor koagulan. Vitamin K
juga berperan sebagai kofaktor enzim yang mengkatalisis konversi protein-bound
glutamyl residu menjadi carboxyglutamyl residu, termasuk pembentukan
osteoocalcin, sehingga defisiensi vitamin K juga dapat meningkatkan resiko
menurunnya bone mineral density (BMD) dan fraktur.3

C. Piramida makanan

Piramida makanan dengan beragam pilihan makanan dapat menjadi


suatu petunjuk dalam memilih makanan sehat, tidak tergantung pada usia
(mulai usia 2 tahun ke atas) atau gaya hidup anda. Piramida makanan
memenuhi prinsip-prinsip dasar dari makanan sehat, yaitu variatif, seimbang,
dan terbatas.

1) Variatif
17
Tidak ada satupun jenis makanan yang dapat memenuhi semua zat
gizi yang dibutuhkan. Diet bervariasi yang mengandung beberapa jenis
makanan berbeda dari lima kelompok makanan utama pada Piramida
dapat memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan.

2) Seimbang

Diet dengan gizi seimbang dalam jumlah yang cukup dari kelima jenis
makanan, dapat memenuhi kebutuhan kalori dan zat gizi. Kebutuhan
setiap orang berbeda tergantung dari umur, jenis kelamin dan aktifitas
fisik yang dilakukan.

3) Tidak berlebihan

Memilih makanan dan minuman secara hati-hati akan membantu anda


mengontrol kalori dan jumlah lemak total, lemak jenuh, kolesterol,
garam, gula dan minuman beralkohol. Sistem ini juga fleksibel
sehingga anda dapat memilih dan menikmati jenis makanan yang
tersedia

18
Gambar 2. Piramida makanan

Suplemen
Penggunaan suplemen bermanfaat dalam meningkatkan status vitamin dan
status antioksidan serta fungsi imun. Suplemen yang digunakan sebaiknya berupa
multivitamin dengan tambahan kalsium. Kondisi yang memerlukan suplemen
antara lain adalah saat berkurangnya nafsu makan dan gangguan absorbsi zat gizi.3
Beberapa jenis vitamin yang menunjang kebugaran di usia lanjut dan
mempunyai dampak anti penuaan adalah beta karoten (provitamin A), B6
(piridoksin), B12 (sianokobalamin), asam folat, C, D, dan E (alfa tokoferol). Beta
karoten berfungsi melawan radikal bebas penyebab proses penuaan. Manfaatnya
yang telah teruji adalah menghambat pertumbuhan sel kanker, mencegah
penyumbatan arteri yang dapat menyebabkan serangan jantung, menurunkan
resiko stroke, merangsang fungsi kekebalan tubuh, dan mencegah katarak.
Vitamin B6 dalam tubuh memiliki fungsi sebagai koenzim beberapa reaksi kimia,
terutama metabolisme protein.
Vitamin B12 merupakan unsure penting untuk meningkatkan kemampuan
daya ingat. Disamping itu, bekerja sama dengan asam folat membantu
memproduksi sel darah merah dan dibutuhkan untuk sintesis asam amino.
Mengonsumsi makanan yang banyak mengandung asan folat dapat pula
menurunkan resiko terkena kanker usus besar. Vitamin C sangat bermanfaat untuk
menghambat berbagai penyakit. Fungsinya antara lain meningkatkan kekebalan
tubuh, melindungi dari serangan kanker, melindungi arteri, meremajakan dan
memproduksi leukosit, mencegah katarak, memperbaiki kualitas sperma, dan
mencegah penyakit gusi.
Untuk mempertahankan kekuatan tulang diperlukan Vitamin D serta
kalsium. Vitamin ini penting untuk membantu penyimpanan kalsium dalam tulang
serta mencegah penyakit tulang. Vitamin E berfungsi menghambat penyumbatan
arteri, mencegah serangan jantung, meningkatkan kekebalan tubuh, menghindari
kanker dan katarak, memperlambat penuaan pada otak, dan membantu
mengurangi gejala arthritis.6
Sementara itu, beberapa jenis mineral yang menunjang kebugaran di usia
lanjut dan mempunyai efek anti penuaan adalah kalsium, zat besi, seng, selenium,

19
magnesium, mangan, kromium, dan kalium. Kalsium berfungsi menjaga
kesehatan tulang dan gigi, menghambat tekanan darah tinggi, mencegah kanker,
dan melawan kolesterol. Zat besi diperlukan oleh tubuh untuk pembentukan
hemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen dan karbondioksida antara paru
dan jaringan. Kekurangan zat besi pada usia lanjut bisa menyebabkan anemia.
Vitamin C membantu tubuh menyerap zat besi. Seng dibutuhkan tubuh untuk
melawan infeksi, memperbaiki jaringan tubuh, serta mencegah gangguan prostat
dan infertilitas. Sehubungan dengan proses penuaan, mineral ini dapat
mengembalikan fungsi kekebalan dan melawan radikal bebas. Seng juga dapat
kembali mengaktifkan kelenjar timus untuk memproduksi horman timulan yang
berfungsi merangsang produksi sel T. Selenium memiliki kemampuan antioksidan
yang berpengaruh terhadap proses penuaan dan menjaga elastisitas jaringan tubuh.
Mineral ini juga berperan sebagai faktor esensial pada enzim glutation
peroksidase yang berfungsi mereduksi peroksida untuk mencegah pembentukan
radikal bebas. Magnesium berfungsi memperkuat tulang, melawan radikal bebas,
menyehatkan jantung, menurunkan tekanan darah, dan mencegah diabetes.
Mangan berfungsi untuk memperbaiki daya ingat, memperlancar metabolisme
lemak dan karbohidrat, serta untuk integritas jaringan kartilago dan tulang.
Kromium di dalam tubuh memiliki fungsi meningkatkan efektivitas insulin dalam
memproses gula sehingga dapat menjaga kadar glukosa normal dalam darah,
metabolisme lemak, menurunkan kolesterol darah, dan meningkatkan produksi
hormone dehydroepiandrosterone (DHEA). Kalium bersama natrium berfungsi
menjaga keseimbangan cairan elektrolit dalam tubuh, fungsi lainnya adalah untuk
kontraksi otot, mengirim oksigen ke otak, dan menjaga kestabilan tekanan darah.6
D. Penentuan Status Gizi
Status gizi lansia dapat dinilai dengan cara – cara yang baku bagi berbagai
tahapan umur yakni penilaian secara langsung dan tak langsung. Penilaian secara
langsung dilakukan melalui pemeriksaan klinik, antropometri, biokimia, dan
biofisik.
Dalam melakukan pemeriksaan klinik perlu dibedakan tiga kelompok
gejala, yaitu : (1) tanda – tanda yang dianggap mempunyai nilai dalam
pemeriksaan gizi; (2) gejala – gejala yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut;

20
(3) gejala – gejala yang tidak berhubungan dengan gizi. Tanda – tanda yang
masuk ketiga kategori dapat ditemukan pada berbagai organ seperti pada rambut,
lidah, konjungtiva, bibir, kulit, hati, limpa, dan sebagainya.
Pemeriksaan antropemetri adalah pengukuran variasi berbagai dimensi
fisik dan komposisi tubuh secara umum pada berbagai tahapan umur dan derajat
kesehatan. Pengukuran yang dilakukan meliputi berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas, dan tebal lemak di bawah kulit. Semua hasil pengukuran tersebut
harus dikontrol terhadap umur dan jenis kelamin. Dalam melakukan interpetrasi,
digunakan beberapa standar internasional maupun nasional seperti standar WHO,
NCHC, Harvard, dan sebagainya. Perlu ditekankan di sini bahwa pemeriksaan
tinggi badan pada lansia dapat memberikan nilai kesalahan yang cukup bermakna
oleh karena telah terjadinya osteoporosis pada lansia yang berakibat kompresi
pada columna vertebra. Untuk itu para ahli sepakat bahwa sebagai gantinya tinggi
badan dapat diganti dengan panjang rentang tangan (armspan) dalam penentuan
indeks massa tubuh (BMI).
Pemeriksaan biokimia dapat dilakukan terhadap berbagai jaringan tubuh,
namun yang paling lazim, mudah, dan praktis adalah darah dan urin. Zat gizi
tertentu dapat dievaluasi statusnya melalui pemeriksaan biokimiawi seperti status
besi, vitamin A, iodium protein, dan sebagainya.
Pemeriksaan biofisik dapat dilakukan misalnya pada tulang untuk menilai
derajat osteoporosis, jantung untuk kecurigaan beri – beri. dan smear terhadap
mukosa organ tertentu.5
Untuk kekurangan kalori protein, waspadai lansia dengan riwayat pendapatan
yang kurang, kurang bersosialisasi, hidup sendirian, kehilangan pasangan hidup atau
teman, kesulitan mengunyah, pemasangan gigi palsu yang kurang tepat, sulit untuk
menyiapkan makanan, sering mangkonsumsi obat-obatan yang mengganggu nafsu
makan, nafsu makan berkurang, makanan yang ditawarkan tidak mengundang selera.
Karena hal ini dapat menurunkan asupan protein bagi lansia, akibatnya lansia menjadi
lebih mudah sakit dan tidak bersemangat.
Sementara untuk kekurangan vitamin D, biasanya terjadi pada lansia yang
kurang mendapatkan paparan sinar matahari, jarang atau tidak pernah minum susu,
dan kurang mengkonsumsi vitamin D yang banyak terkandung pada ikan, hati, susu
dan produk olahannya.

21
E. Anjuran Gizi Seimbang dengan Pertimbangan Berbagai Resiko Penyakit
Degenerasi pada Usia Lanjut
Khusus untuk Indonesia, Departemen Kesehatan telah menerbitkan
Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) (DepKes, 1995) yang berisi pesan
dasar gizi seimbang bagi lansia dengan dasar PUGS dan dengan
mempertimbangkan pengurangan berbagai resiko penyakit degenerasi yang
dihadapi para lansia.
1. Makanlah aneka ragam makanan
Mengkonsumsi berbagai bahan makanan secara bergantian akan
menurunkan kemungkinan kekurangan zat gizi tertentu.
2. Sumber karbohidrat komplek (serealia, umbi) dalam jumlah sesuai
anjuran. Tujuannya adalah untuk menjamin kecukupan serat, serta tidak
bersifat refined carbohydrate.
3. Batasi konsumsi lemak dan minyak yang berlebihan.
Gunakan sumber lemak nabati seperti kacang – kacangan. Tujuannya
mengurangi konsumsi lemak jenuh, trigliserida, dan kolesterol yang
merupakan faktor resiko penyakit kardiovaskuler.
4. Makan sumber zat besi secara cukup
Bergantian antara sumber hewan dan nabati, sumber hewani ada pada
daging (red meat) dan sumber nabati ada pada semua sayur yang berwarna
hijau pekat. Hal ini perlu ditekankan karena anemia masih merupakan
masalah gizi utama di Indonesia dan terdapat di berbagai kelompok umur.
5. Minum air bersih, aman, cukup jumlahnya, dan telah dididihkan.
Anjuran ini bersifat mendidik agar tiap orang meminum air bersih yang
tidak membawa kontaminan baik bahan kimiawi maupun mikroorganisme.
6. Kurangi konsumsi makanan, jajanan, dan minuman yang tinggi gula murni
dan lemak.
Anjuran ini diberikan untuk mengurangi kemungkinan terkena penyakit
diabetes mellitus.
7. Perbanyak frekuensi konsumsi hewan laut.
Lemak tak jenuh omega 3 yang banyak pada golongan ikan telah terbukti
memberikan perlindungan terhadap/mencegah terjadinya aterosklerosis.
8. Gunakan garam beryodium, namun batasi jumlahnya atau kurangi
konsumsi makanan yang diawetkan atau diolah dengan banyak
menggunakan garam, penyedap, atau pengawet lain. Penggunaan garam

22
iodium masih perlu dikampanyekan mengingat gangguan akibat
kekurangan iodium (GAKI) masih merupakan masalah gizi utama di
Indonesia dan dapat mengenai semua golongan umur.
9. Perbanyak sayur dan buah berwarna hijau, kuning, maupun oranye karena
banyak mengandung serat, vitamin C, provitamin A, dan vitamin E yang
melindungi sel – sel tubuh dan kerusakan yang terjadi secara dini.4,5
10. Perlu diperhatikan porsi makanan, jangan terlalu kenyang.
Porsi makan hendaknya diatur merata dalam satu hari sehingga dapat makan
lebih sering dengan porsi yang kecil.
11. Bagi pasien lansia yang proses penuaannya sudah lebih lanjut perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
 Makanlah makanan yang mudah dicerna
 Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goring-gorengan
 Bila kesulitan mengunyah karena gigirusak atau gigi palsu kurang
baik, makanan harus lunak/lembek atau dicincang
 Makan dalam porsi kecil tetapi sering
 Makanan selingan atau snack, susu, buah, dan sari buah sebaiknya
Diberikan
12. Batasi minum kopi atau teh, boleh diberikan tetapi harus diencerkan sebab
berguna pula untuk merangsang gerakan usus dan menambah nafsu makan.
13. Makanan mengandung zat besi seperti : kacang-kacangan, hati, telur, daging
rendah lemak, bayam, dan sayuran hijau.
14. Lebih dianjurkan untuk mengolah makanan dengan cara dikukus, direbus,
atau dipanggang kurangi makanan yang digoreng
15. Perencanaan makan untuk mengatasi perubahan saluran cerna Untuk
mengurangi resiko konstipasi dan hemoroid:
a. Sarankan untuk mengkonsumsi makanan berserat tinggi setiap hari,
seperti sayuran dan buah-buahan segar, roti dan sereal.
b. Anjurkan pasien untuk minum paling sedikit 8 gelas cairan setiap hari
untuk melembutkan feses.
c. Anjurkan untuk tidak menggunakan laksatif secara rutin , karena pasien
akan menjadi tergantung pada laksatif.

F. Kebutuhan Cairan Pada Lansia


1. Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan Pada Lansia

23
a. Berat badan (lemak tubuh) cenderung meningkat dengan bertambahnya
usia, sedangkan sel-sel lemak mengandung sedikit air, sehingga
komposisi air dalam tubuh lansia kurang dari manusia dewasa yang lebih
muda atau anak-anak dan bayi.
b. Fungsi ginjal menurun dengan bertambahnya usia. Terjadi penurunan
kemampuan untuk memekatkan urin, mengakibatkan kehilangan air yang
lebih tinggi.
c. Terdapat penurunan asam lambung, yang dapat mempengaruhi individu
untuk mentoleransi makanan-makanan tertentu. Lansia terutama rentan
terhadap konstipasi karena penurunan pergerakan usus. Masukan cairan
yang terbatas, pantangan diit, dan penurunan aktivitas fisik dapat
menunjang perkembangan konstipasi. Penggunaan laksatif yang
berlebihan atau tidak tepat dapat mengarah pada masalah diare.
d. Lansia mempunyai pusat haus yang kurang sensitif dan mungkin
mempunyai masalah dalam mendapatkan cairan ( misalnya gangguan
dalam berjalan ) atau mengungkapkan keinginan untuk minum (misalnya
pasien stroke).

2. Masalah Cairan Pada Lansia


Masalah cairan yang lebih sering dialami lansia adalah kekurangan
cairan tubuh, hal ini berhubungan dengan berbagai perubahan-perubahan
yang dialami lansia, diantaranya adalah peningkatan jumlah lemak pada
lansia, penurunan fungsi ginjal untuk memekatkan urin dan penurunan rasa
haus.

3. Tanda-tanda kekurangan cairan


a. Tanda – tanda vital
1) Terjadi peningkatan suhu tubuh
2) Dapat terjadi peningkatan frekuensi pernafasan dan kedalaman
pernafasan (normal : 14 – 20 x/mnt)
3) Peningkatan frek. denyut nadi (normal : 60-100 x/mnt), nadi lemah,
halus
4) Tekanan darah menurun
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit kering dan agak kemerahan
2) Lidah kering dan kasar

24
3) Mata cekung
4) Penurunan BB yang terjadi scr tiba2/drastis
5) Turgor kulit menurun (Lansia kurang akurat)
c. Perilaku:
1) Penurunan kesadaran
2) Gelisah
3) Lemah
4) Pusing
5) Tidak nafsu makan
6) Mual dan muntah
7) Kehausan (pada lansia kurang signifikan)
d. Terjadi penurunan jumlah urin

4. Tanda-tanda kelebihan cairan


a. Tanda –tanda vital:
1) Terjadi penurunan suhu tubuh
2) Dapat terjadi sesak nafas
3) Denyut nadi teraba kuat dan frekuensinya meningkat
4) Tekanan darah meningkat
b. Pemeriksaan fisik:
1) Turgor kulit meningkat (lansia kurang akurat)
2) Edema
3) Peningkatan BB secara tiba-tiba
4) Kulit lembab
c. Perilaku:
1) Pusing
2) Anoreksia / tidak nafsu makan
3) mual muntah
d. Peningkatan jumlah urin (jika ginjal masih baik)

G. Nutrisi Enteral dan Parenteral


Pada keadaan tertentu, terkadang diperlukan pemberian makan secara
enteral maupun parenteral bagi lansia terutama yang mengalami perawatan di
rumah sakit. Aspen (American Society for Parenteral and Enteral Nutrition)
Board of Disorder telah membuat pedoman umum pada tahun 1993.
Pedomannya adalah sebagai berikut :

1. Nutrisi Enteral
a. Dukungan nutrisi enteral melalui feeding tube hendaknya dilakukan
pada pasien yang akan atau telah mengalami malnutrisi, atau pada
pasien yang melalui oral feeding nya tak dapat mempertahankan status
gizinya.

25
b. Pada pasien yang akan mengalami home care , lansia dan
perawatnyaharus dididik tentang prosedur yang perlu dan diberi tahu
tentang komplikasi yang dapat terjadi.
c. Program nutrisinya harus sesuai dengan pemenuhan kebutuhan pola
hidup di rumah.
d. Disamping perawat/anggota keluarga yang terlatih, masih diperlukan
pemantauan berkala oleh tenaga yang memiliki pengetahuan tentang
potensi resiko infeksi, mekanik, dan metabolik dari feeding tube.
e. Efek samping utama adalah retensi cairan berlebihan. Peningkatan
berat badan dalam 2 – 3 hari pertama yang mencerminkan adanya
retensi cairan bila pertambahan berat badan berkaitan dengan
penurunan signifikan kadar hemoglobin dan albumin serum. Bila
pasien menderita gangguan fungsi ginjal maka dapat terjadi oedema
perifer atau bahkan gagal jantung. Pada kondisi ini diet dimodifikasi
menjadi bentuk yang lebih padat.
f. Masalah lain yang mungkin timbul adalah diare berat. Minimalkan
dengan pemberian infuse lambat.
g. Prinsip Pemberian Makan Melalui Sonde (Ngt)
1) Siapkan makanan cair dan minuman hangat
2) Naikkan bagian kepala tempat tidur 30 – 45 derajat pada saat
memberi makan dan 30 menit setelah memberi makan.
3) Bilas selang sonde dengan air hangat terlebih dahulu.
4) Pastikan tidak ada udara yang masuk ke dalam sonde pada saat
memberi makan atau air. Pastikan pula selang dalam keadaan
tertutup selama tidak diberi makan.
5) Periksa kerekatan selang, jika selang longgar beritahu perawat.
6) Laporkan adanya mual dan muntah dengan segera.
Lakukan perawatan kebersihan mulut dengan sering.

2. Nutrisi Parenteral
a. Calon penerima nutrisi parenteral adalah mereka yang telah mengalami
malnutrisi atau berpotensi mengalami malnutrisi namun tidak bisa

26
mencerna atau tidak dapat menyerap nutrient yang diberikan secara
oral.
b. Peripheral parenteral nutrition (PPN) diindikasikan untuk dukungan
nutrisi parsial atau total sampai dengan 2 minggu.
c. Total parenteral nutrition (TPN) diberikan bila nutrisi parenteral
diindikasikan lebih dari 2 minggu atau terbatasnya jalan masuk
perifer.5
d. Cara Menghitung Tetesan Infus
Adakalanya pasien lanjut usia membutuhkan asupan cairan melalui
infus. Pemberian cairan infus ini membutuhkan pengaturan yang
dihitung secara seksama. Adapun prinsip penghitungannya adalah
sebagai berikut :

Rumus :

N =  cairan x FT

W (menit)

Keterangan :
N = Jumlah tetesan dalam menit
FT = Faktor tetes ( biasanya 15 )
W = Waktu pemberian dalam menit
 cairan = Jumlah cairan dalam ml

e. Refeeding Syndrome
Refeeding syndrome merupakan kekacauan elektrolit yang sering
terjadi pada pasien malnutrisi yang sakit akut setelah diberi larutan
glukosa dari nutrisi parenteral dan enteral. Tanda khasnya adalah
fosfatemia, namun hipokalemia dan hipomagnesemia juga bisa terjadi.
Pada starvasi atau kelaparan sekresi insulin berkurang akibat asupan
karbohidrat yang rendah. Sebagai kompensasi, cadangan lemak dan
protein dikatabolisme untuk menghasilkan energi. Hal ini
mengakibatkan elektrolit intrasel terkuras terutama fosfat. Cadangan
fosfat intraseluler dari pasien malnutrisi bisa berkurang walaupun

27
kadar fosfat serum normal. Ketika pasien malnutrisi mulai makan
kembali pola metabolisme berubah dari lemak ke karbohidrat
menyebabkan sekresi insulin meningkat.hal ini merangsang ambilan
fosfat ke dalam sel dan bisa mencetuskan hipofosfatemia yang
signifikan. Fosfat dibutuhkan untuk menghasilkan adenin trifosfat dari
adenin monofosfat dan reaksi fosforilasi penting lainnya. Kadar fosfat
serum kurang dari 0,5 mmol/L (normal 0,85 – 1,4 mmol/L) bisa
menghasilkan gambarab klinis refeeding sindrom, yang terdiri atas
rhabdomiolisis, disfungsi leukosit, gagal nafas, gagal jantung,
hipotensi, aritmia, kejang, koma bahkan mati mendadak. Penting
diketahu nahwa gambaran klinis dari refeeding syndrome tidak
spesifik dan mungkin tidak dikenali. Fenomena ini biasa terjadi dalam
beberapa hari setelah mulai makan. Refeeding syndrom dapat
menyebabkan komplikasi metabolik, kardiovaskular, hematologi dan
neurologis.
Terapi dari refeeding syndrome dengan awalnya dengan
memberikan elektrolit, vitamin dan mineral yang dibutuhkan kemudian
dilanjutkan kadar kalori yang rendah (25% dari kebutuhan) untuk
mengurangi terjadinya refeeding syndrome.

H. Macam-macam Olah Raga/ Latihan yang Baik bagi Kelompok Usia


Lanjut
Agar tetap memperoleh gizi seimbang, selain variasi penyajian
makanan yang menarik juga perlu tetap aktif dan bergaul untuk meningkatkan
nafsu makan dan penyerapan nutrisi. Berikut ini beberapa aktivitas kegiatan
yang baik bagi kelompok usia lanjut:
1. Pekerjaan rumah dan berkebun
Pekerjaan rumah dan berkebun merupakan suatu latihan untuk
menjaga kesegaran dan daya tahan tubuh. Tetapi, pekerjaan dimaksud perlu
dilakukan secara cepat sehingga denyut jantung dan otot akan lebih cepat,
karena denyut jantung usia lanjut cenderung melemah.

28
2. Berjalan-jalan
Berjalan-jalan dengan baik berguna untuk meregangkan kaki dan
menjaga daya tahan tubuh. Bila berjalan dilakukan makin lama makin cepat,
akan makin sempurna.
3. Senam tera dan aerobik
Senam tera dan aerobik atau yoga memberikan keuntungan dalam
mempertahan bentuk fisik dan mental.
4. Jogging
Dilakukan dengan tidak terlalu cepat, berguna untuk memperbaiki
kemampuan pengambilan zat asam (O2) yang menyangkut fungsi jantung,
paru-paru, peredaran darah kaki, dan lain-lain.
5. Bersepeda atau berenang
Kegiatan ini dapat dilakukan apabila memungkinkan, terutama untuk
penderita artritis, karena dapat meningkatkan keregangan dan daya tahan
tubuh, tapi tidak menambah kelenturan pada derajat yang lebih tinggi.

29
BAB V. KESIMPULAN

Penuaan merupakan proses yang terjadi secara alami. Proses menua


bukanlah sesuatu yang terjadi hanya pada orang berusia lanjut, melainkan suatu
proses normal yang berlangsung sejak maturitas dan berakhir dengan kematian.
Efek penuaan tersebut menjadi lebih terlihat setelah usia 40 tahun.
Secara umum dapat dikatakan terjadi kecenderungan menurunnya
kapasitas fungsional baik pada tingkat seluler maupun pada tingkat organ sejalan
dengan proses menua. Akibat penurunan kapasitas fungsional tersebut, orang
berusia lanjut umumnya tidak berespon terhadap berbagai rangsangan internal
maupun eksternal. Menurunnya kapasitas untuk berespon terhadap lingkungan
internal cenderung membuat orang usia lanjut kesulitan untuk memelihara
kestabilan status fisik dan kimiawi dalam tubuh. Orang lanjut usia juga
mengalami persoalan khusus tentang nutrisi. Mereka beresiko tinggi menderita
malnutrisi dan lebih rentan terkena dampak malnutrisi. Gangguan pada
homeostasis tubuh tersebut dapat memudahkan terjadinya berbagai disfungsi
sistem organ.
Penyebab kematian utama pada usia lanjut adalah penyakit vaskuler dan
penyakit kronik yang menyertainya. Upaya pencegahan penyakit ini dilakukan
melalui pola hidup sehat yang mencakup aktivitas fisik, diet bergizi, dan
menghentikan kebiasaan buruk seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol.

30
KEPUSTAKAAN

1. Setiati, Siti. 2006. Proses Menua dan Implikasi Kliniknya. Dalam : Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Jakarta : PAPDI.


2. Sari, Nina. 2006. Gangguan Nutrisi pada Usia Lanjut. Dalam : Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Jakarta : PAPDI.


3. Wiboworini, Budi. 2009. Gizi untuk Dewasa dan Lansia. Dalam : Blok

Geriatri Fakultas Kedokteran UNS. Solo : UNS.


4. Soewoto, Sumarmi. 2009. Nutrisi pada Usia lanjut. Dalam : Blok Geriatri

Fakultas Kedokteran UNS. Solo : UNS.


5. Darmojo,R. Boedhi. 1999. Gizi pada Usia Lanjut, Dalam : Buku Ajar

Geriatri. Jakarta : FKUI


6. Proverawati, Atikah. 2009. Gizi bagi Lanjut Usia. Dalam : Buku Ajar Gizi

Untuk Kebidanan. Yogyakarta : NuMed


7. Laksmiarti, Turniani Dan Maryani, Herti. Tetap Sehat di Usia Lanjut Dengan

Gizi Sehat. Puslitbang Pelayanan dan Teknologi Kesehatan Surabaya


8. Darmojo, R. Boedhi.,dkk.1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI
9. Gallo, Joseph.1998. Buku Saku Gerontologi. Jakarta : EGC
10. Nugroho, Wahjudi.2000. Keperawatan Gerontik.Jakarta : EGC
11. Potter & Perry.2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4.Jakarta

:EGC

31

Anda mungkin juga menyukai