Anda di halaman 1dari 14

Sejarah Nabi Muhammad (1): Yatim Piatu sejak Usia Enam Tahun

Kenabian dan kerasulan adalah karunia yang agung dari Allah yang diberikan kepada
seseorang yang telah dipilihnya, tidak bisa dicapai dengan usaha manusia. Allah yang
menentukan kepada siapa anugerah itu diberikan, kapan disampaikannya dan siapapula yang
diberi kesanggupan oleh-Nya untuk menerima karunia itu.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang manusia berkebangsaan Arab
yang dipilih oleh Allah untuk menerima anugerah yang agung itu. Ia dijadikan-Nya sebagai
penutup segala nabi dan rasul, dengan membawa syariat yang sempurna yang bersifat kekal
dan abadi. Ajarannya berlaku untuk semua umat manusia dalam berbagai ras, bangsa dan warna
kulit. Ia merupakan risalah agama yang sempurna yang membangun peradaban yang tinggi
bagi seluruh umat manusia. Sebelum kelahiran Nabi Muhammad, keadaan bangsa Arab dan
bangsa-bangsa lain diliputi oleh kebodohan dan kejahilan. Mereka adalah bangsa yang
menganut paganisme, penyembah patung dan berhala, padahal nenek moyang mereka berasal
dari pengikut ajaran tauhid yang disampaikan oleh Nabi Ismail ‘alaihissalam. Suasana
keberhalaan dan kemusyrikan sudah menyatu dan mendarah daging pada jiwa mereka.
Sehingga Masjidil Haram yang suci itu menjadi ternoda dengan bergelantungnya berhala-
berhala dan patung.

Di sekeliling Ka’bah yang berada di tengah-tengah Masjidil Haram ada kurang lebih 360
patung dan berhala yang mereka sembah. Setiap suku memiliki patung tersendiri sebagai
sembahan dan perantara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Keadaan
seperti itu telah mengotori Masjid dan kesucian Ka’bah dalam menjalani pelaksanaan ibadah
yang murni kepada Allah. Kaum musyrikin menjadikan patung-patung itu sebagai Tuhan-
tuhan mereka. Untuk patung-patung itu hewan dikurbankan dan nadzar ditunaikan, mereka
memberikan ketaatan yang total pada patung-patung itu. Keadaaan seperti itulah yang mereka
jalani meskipun apabila mereka ditanya “Siapa Tuhan yang mereka sembah”. Mereka
menjawab “Tuhan kami adalah Allah, kami tidak menyembah patung-patung itu kecuali hanya
perantara untuk mendekatkan diri kepada-Nya dengan taqarub yang amat dekat” (QS. Al-
Zumar, 39: 3).

Dalam suasana yang sangat kacau penuh kesesatan yang disebut zaman jahiliyyah itu,
terjadilah pernikahan agung, antara Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim al-Quraisyi
dengan Aminah binti Wahab. Dari pernikahan yang mulia itu, Allah menakdirkan lahirnya
manusia yang paling agung dalam sejarah dunia, yaitu Nabi Besar Muhammad pada hari senin
tanggal 12 Rabiul Awwal Tahun Gajah, bertepatan dengan 20 April 570 M. Ketika Nabi masih
berada dalam kandungan ibunya. Pada suatu saat ibundanya Siti Aminah, melihat cahaya yang
terang benderang dari dirinya dan menerangi istana Kisra di negeri Syam. Ayah Nabi
Muhammad Sayyid Abdullah bin Abdul Muthalib meningal dunia ketika beliau masih ada
dalam kandungan ibunya.

Beberapa bulan setelah itu berbahagialah Sayyidah Aminah ibunda Nabi Muhammad dan
Abdul Mutahalib, kakeknya atas kelahirannya yang diberi nama Muhammad, karena ia akan
menjadi orang yang sangat terpuji di masa yang akan datang. Inilah manusia yang paling agung
dan paling berpengaruh dalam sejarah kemanusiaan. Petunjuk telah lahir dan alam pun telah
menjadi terang bercahaya. Zaman menyambut kelahirannya dengan senyum ceria. Muhammad
kecil dipelihara oleh ibunya dan kemudian disusukan kepada Halimah al-Sa’diyah kaum Bani

1
Sa’ad dari Bani Zuhrah sampai susuannya berakhir, kemudian kembali kepangkuan ibundanya
atas tanggungan kakeknya Abdul Muthalib.

Ketika umur beliau mencapai usia 6 tahun, ketika ia mulai menanyakan ayahnya kepada
ibundanya yang amat dicintainya, sampailah informasi padanya tentang kewafatan ayahnya.
Ketika ia masih berada dalam kandungan, maka ia pun sadar bahwa dirinya adalah anak yatim.
Pada usia itu beliau diajak ibundanya Aminah untuk berziarah ke Yastrib mengunjungi saudar-
saudara kakeknya dari keluarga Najjar. Perjalanan ke Yatsrib ditemani Ummu Aiman seorang
pembantu wanita yang disiapkan Abdullah sebelum beliau wafat. Sampai di Madinah,
Muhammad kecil diajak berziarah ke suatu rumah tempat ayahnya dahulu meninggal, serta
berziarah ke tempat kuburan ayahnya. Suasana itu dirasakan begitu berat dan mengharukan,
apalagi bagi Muhammad kecil yng telah menjadi yatim. (Husein Haikal, 1998: 54).

Setelah beberapa lama tinggal di Madinah, Aminah, Muhammad, dan Ummu Aiman bersiap-
siap untuk pulang ke Makkah. Dalam perjalanan pulang, ketika mereka sampai di kampung
Abwa’, ibunda Aminah merasa sakit, yang kemudian meninggal dunia dan dikuburkan di
tempat itu juga. Muhammad kecil kembali menghadapi cobaan yang sangat berat, ibarat luka
belum sembuh karena ditinggalkan ayahahandanya, tergores luka baru dengan wafatnya ibunda
yang sangat dicintainya. Muhammad kini menjadi seorang yang yatim dan piatu dalam usia 6
tahun. Kemudian Ummu Aiman membawanya pulang ke Makkah. Anak itu pulang sambil
menangis dengan hati yang perih, hidup sebatang kara. Baru beberapa hari yang lalu ia
menyaksikan rumah tempat ketika ayahnya wafat dan kuburan ayahnya, kini ia melihat sendiri
di hadapannya, ibundanya pergi, wafat tidak kembali untuk selama-lamanya.

Anak yang masih amat kecil itu mendapat cobaan yang sangat berat, memikul beban hidup
yang memilukan, sebagai seorang anak yang yatim dan piatu. Dua tahun setelah beliau berada
dalam asuhan dan bimbingan kakeknya Abdul Muthalib pun wafat. Sebelum meninggal dunia,
Abdul Muthalib menyerahkan cucunya kepada anaknya yang sekaligus paman Nabi, yaitu Abu
Thalib. Kemudian merawatnya dengan penuh kasih sayang. Ketika di Makkah Muhammad
kecil dipelihara kakeknya Abdul Muthalib. Kakeknya sangat mencintainya, ia memeliharannya
dengan penuh kasih sayang, sungguhpun demikian, peristiwa sedih sebagai anak yatim piatu
itu bekasnya masih mendalam sekali pada jiwanya, sehingga dalam al-Qur’an disebutkan:
“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?” (QS. al-Dhuha,
93: 6).

2
Sejarah Nabi Muhammad (2): Wahyu Pertama yang Menggetarkan

Dalam asuhan pamannya inilah Muhammad kecil tumbuh dewasa, anak yang membawa
petunjuk telah menjadi seorang pemuda, berbekal kebenaran dan memancarkan cahaya. Dalam
genggaman tangannya terdapat pelita hikmah, lisannya berisi berita gembira, dalam sorotan
matanya tampak kesungguhan nyata, wajahnya bersinar menjanjikan kebahagiaan, dalam
darahnya mengalir jiwa kepahlawanan sejati, menentang setiap kecongkakan dan keangkuhan.
Kaum Quraisy mengenalnya dengan pengenalan yang sangat dalam, dia disebut al-Amin
(orang yang jujur), dan semua Kabilah Arab telah rela memilihnya sebagai hakim dalam
peletakkan Hajar aswad di Baitullah.

Setelah beranjak dewasa, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam nikah dengan seorang
saudagar wanita kaya raya, bernama Khadijah binti Khuwailid. Dari pernikahan ini beliau
dikarunia beberapa anak laki-laki dan perempuan, meskipun anak laki-lakinya wafat di masa
kanak-kanak. Sejak sebelum menikah, Muhammad adalah seorang pria yang sering merenung,
dan berpikir, kontemplasi (olah spritual), memikirkan fenomena alam dan lingkungan
sekitarnya di tempat yang jauh dari keramaian.

Beliau berdoa kepada Tuhan agar menemukan sesuatu yang mencerahkan dirinya dan
kaumnya. Kita mengetahui dari kariernya di belakang hari, bahwa Muhammad sangat prihatin
akan keruntuhan moral yang sangat mengkhawatirkan di Makkah. Kebiasaan ini terus berlanjut
setelah beliau menikah. Bahkan pada bulan Ramadhan, hal itu lebih ditingkatkannya lagi,
disertai dengan membagikan makanan dan sedekah kepada fakir miskin yang membutuhkan.
Hingga pada suatu malam di bulan Ramadhan, tahun 610 M, di sudut gua Hira, beliau
dikejutkan oleh turunnya wahyu yang pertama dari Allah, sebagaimana hadits berikut ini:

Dari Aisyah Ummul Mukminin radliyallahu ‘anha, ia berkata: “Permulaan wahyu yang
diterima oleh Rasulullah adalah ar-ru’ya ash-shalihah (mimpi yang baik) dalam tidur. Biasanya
mimpi yang dilihatnya itu jelas laksana cuaca pagi. Kemudian beliau jadi senang menyendiri;
lalu menyendiri di gua Hira untuk bertahannuts. Beliau bertahannuts, yaitu beribadah di sana
beberapa malam, dan tidak pulang ke rumah isterinya. Dan untuk itu beliau membawa bekal.
Kemudian beliau pulang kepada Khadijah, dan di bawahnya pula perbekalan untuk keperluan
itu, sehingga datang kepada beliau Al-Haqq (kebenaran, wahyu) pada waktu beliau berada di
gua Hira. Maka datanglah kepada beliau malaikat dan berkata, “Bacalah!” Jawab beliau, “Aku
tidak bisa membaca.” Nabi bercerita, “Lalu malaikat itu menarikku dan memelukku erat-erat
sehingga aku kepayahan.

Kemudian ia melepaskanku dan berkata lagi, “Bacalah!” dan aku menjawab, “Aku tidak bisa
membaca.” Aku lalu ditarik dan dipeluknya kembali kuat-kuat hingga habislah tenagaku.
Seraya melepaskanku, ia berkata lagi, “Bacalah!” Aku kembali menjawab, “Aku tidak bisa
membaca.” Kemudian untuk ketiga kalinya ia menarik dan memelukku sekuat-kuatnya, lalu
seraya melepaskanku ia berkata,

.‫ الَّذِي َعلَّ َم ِب ْالقَلَ ِم‬.‫ ا ْق َرأْ َو َرب َُّك ْاْل َ ْك َر ُم‬.‫ق‬


ٍ َ‫عل‬
َ ‫سانَ ِم ْن‬ ِ ْ َ‫ َخلَق‬. َ‫ا ْق َرأْ ِبا ْس ِم َر ِب َك الَّذِي َخلَق‬
َ ‫اْلن‬
‫سانَ َما لَ ْم َي ْعلَ ْم‬ ِ ْ ‫َعلَّ َم‬
َ ‫اْلن‬
(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan; (2) Dia Telah menciptakan
manusia dari segumpal darah; (3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah; (4) Yang

3
mengajar (manusia) dengan perantaran qalam (pena); (5) Dia mengajar kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya. (QS. al-Alaq, 96:1-5)

Kemudian Nabi pulang ke rumah istrinya, Khadijah binti Khuwailid dengan hati gemetar
ketakutan. Beliau memohon kepadanya, “Selimutilah aku!” Mereka menyelimuti beliau hingga
hilanglah ketakutannya. Kemudian beliau bercerita kepada Khadijah, setelah diceritakannya
apa yang baru dialaminya,ia berkata: “Sesungguhnya aku mencemaskan diriku.” Khadijah
berkata, “Sama sekali tidak. Demi Allah, Allah selamanya tidak akan menghinakan engkau.
Sesungguhnya engkaulah orang yang selalu menyambung tali persaudaraan, selalu
menanggung orang yang kesusahan, selalu mengusahakan apa yang diperlukan, selalu
menghormati tamu dan membantu derita orang yang membela kebenaran.”

Selanjutnya Khadijah pergi membawa beliau menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin
Abdul Uzza, anak paman Khadijah. Waraqah adalah seorang Arab pemeluk agama Nasrani di
zaman Jahiliyah. Ia pandai menulis kitab dalam bahasa Ibrani dan ia pun menulis Injil dengan
bahasa Ibrani. Ia seorang tua yang buta. Khadijah berkata kepadanya, “Wahai anak pamanku,
dengarkanlah cerita anak saudaramu ini. Waraqah bertanya kepada Nabi, “Wahai anak
saudaraku, apakah yang kaulihat?”

Lalu beliau menceritakan apa yang beliau lihat dan alami di Gua Hira’. Kemudian Waraqah
berkata lagi kepada beliau, “Itulah Namus (Jibril) yang pernah diutus Allah kepada Musa.
Mudah-mudahan aku masih hidup di saat engkau diusir kaummu!” Maka Rasulullah bertanya,
“Apakah mereka akan mengusirku?” Ia menjawab, “Ya, sebab setiap orang yang membawa
seperti apa yang engkau bawa pasti dimusuhi orang. Jadi kelak engkau mengalami masa-masa
seperti itu, dan jika aku masih hidup, aku pasti akan menolongmu sekuat tenagaku.” Tidak
lama kemudian, Waraqah meninggal dan wahyu pun putus untuk sementara (fatrah al-wahy).

Menurut Ibnu Syihab dari Abu Salamah bin Abdirrahman, Jabir bin Abdillah al-Anshari
menceritakan tentang terhentinya wahyu tersebut, bahwa Rasulullah bersabda:

‫ص ِري فَإِذَا ْال َملَكُ الَّذِي َجا َء ِني‬ َ ‫اء فَ َرفَ ْعتُ َب‬ ِ ‫س َم‬َّ ‫ص ْوتًا ِم ْن ال‬ َ ُ‫س ِم ْعت‬ َ ‫َب ْينَا أَنَا أ َ ْمشِي إِ ْذ‬
‫ض فَ ُر ِع ْبتُ ِم ْنهُ فَ َر َج ْعتُ فَقُ ْلتُ زَ ِملُو ِني‬ِ ‫اء َو ْاْل َ ْر‬ ِ ‫س َم‬ َّ ‫س َعلَى ُك ْر ِسي ٍ بَيْنَ ال‬ ٌ ‫ِب ِح َراءٍ َجا ِل‬
ُّ ‫َّللاُ تَعَالَى يَا أَيُّ َها ْال ُمدَّثِ ُر قُ ْم فَأ َ ْنذ ِْر إِلَى قَ ْو ِل ِه َو‬
‫الر ْجزَ فَا ْه ُج ْر‬ َّ ‫زَ ِملُونِي فَأ َ ْنزَ َل‬
“Ketika aku sedang berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara dari atas, maka aku lihat ada
malaikat yang pernah datang kepadaku di gua Hira, sedang duduk di atas kursi di antara langit
dan bumi, maka takutlah aku padanya. Lalu aku pulang seraya berkata, “Selimutilah aku!” Lalu
turunlah wahyu:

‫الر ْجزَ فَا ْه ُج ْر‬ َ َ‫ َوثِيَابَ َك ف‬.‫ َو َرب ََّك فَ َكبِ ْر‬.‫ قُ ْم فَأَنذ ِْر‬.‫يَا أَيُّ َها ْال ُمدَّثِ ُر‬
ُّ ‫ َو‬.‫ط ِه ْر‬
Wahai orang yang berselimut! Bangunlah, lalu berilah (manusia) peringatan, dan Tuhanmu
agungkanlah, dan pakaianmu sucikanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah!” (QS. al-
Muddatsir, 74 :1-5).

Sesudah itu, wahyu pun turun terus-menerus.” (HR. Bukhari: 02, Muslim: 232). Pada wahyu
yang kedua inilah, di usianya yang keempat puluh tahun, Muhammad diangkat sebagai Rasul,
utusan Tuhan untuk membenahi tatanan umat manusia secara keseluruhan. Dalam hadits

4
lainnya, diriwayatkan dari Aisyah Ummul Mukminin ra., bahwa Harits bin Hisyam r.a. telah
bertanya kepada Rasulullah Katanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana cara wahyu datang
kepada engkau?” Beliau menjawab:

‫ع ْنهُ َما‬َ ُ‫ع ْيت‬َ ‫ص ُم َع ِني َوقَ ْد َو‬ َ ‫ي فَيُ ْف‬ َّ َ‫شدُّهُ َعل‬َ َ ‫صلَ ِة ْال َج َر ِس َو ُه َو أ‬ َ ‫أ َ ْح َيانًا َيأ ْ ِتي ِني ِمثْ َل‬
َ ‫ص ْل‬
َّ ‫ي‬
ُ‫َّللا‬ َ ‫ض‬ِ ‫شةُ َر‬ َ ِ‫ت َعائ‬ ْ َ‫قَا َل َوأ َ ْحيَانًا يَت َ َمث َّ ُل ِلي ْال َملَكُ َر ُج ًًل فَيُ َك ِل ُمنِي فَأ َ ِعي َما يَقُو ُل قَال‬
ُ‫ص ُم َع ْنهُ َوإِ َّن َجبِينَه‬ ِ ‫شدِي ِد ْالبَ ْر ِد فَيَ ْف‬ َّ ‫ي فِي ْاليَ ْو ِم ال‬ ُ ‫َع ْن َها َولَقَ ْد َرأ َ ْيتُهُ يَ ْن ِز ُل َعلَ ْي ِه ْال َو ْح‬
‫صدُ َع َرقًا‬َّ َ‫لَيَتَف‬
“Kadang-kadang wahyu datang kepadaku seperti suara lonceng, itulah yang paling berat
bagiku. Kemudian ia berhenti, dan aku sudah mengerti apa yang dikatakannya. Kadang-kadang
malaikat datang kepadaku sebagai laki-laki, lalu ia berkata, maka aku mengerti apa yang
diucapkannya.” Aisyah r.a. berkata: “Sungguh saya melihat wahyu turun kepada Nabi pada
hari yang sangat dingin, lalu wahyu itu berhenti, dari kening beliau mengalir keringat.” (HR.
Bukhari: 02, Muslim: 4304).

Yang dimaksud dengan ungkapan “seperti suara lonceng” ialah seperti bunyi lonceng besi yang
gemerincing terdengar terus-menerus, bunyi yang bukan perkataan yang tersusun dari huruf-
huruf. Wahyu melalui bentuk seperti ini, menunjukkan – menurut pendapat yang paling kuat –
hadirnya malaikat. Dan kehadiran malaikat (yang menyampaikan wahyu) semacam inilah yang
paling berat dirasakan Nabi dibanding kehadirannya dalam bentuk lain (sebagai seorang pria).
Hal ini dapat dimengerti, sebab – sebagaimana dijelaskan oleh Filosof Ibnu Khaldun – pada
saat itu terjadi suatu proses di mana kemanusiaan (Nabi) yang bersifat materi (jasmaniyah)
lepas terkelupas sama sekali untuk kontak dengan alam malaikat yang bersifat rohani
(ruhaniyah).(Rasyid Ridha, 1984: 185). Orang-orang yang pertama kali masuk Islam (as-
sabiqun al-awwalun); Dari kalangan perempuan adalah istri Nabi sendiri yaitu Khadijah binti
Khuwailid, dari kalangan pemuda yaitu Ali bin Abi Thalib, sedangkan dari kalangan pria
dewasa adalah Abu Bakar bin Abi Quhafa, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Thalhah
bin Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Zubair bin Awwam, Abu Ubaidah bin al-Jarrah, dan
masih banyak lagi yang lain, dari penduduk Makkah yang memeluk Islam. Mereka memilih
Islam sebagai jalan hidup dengan tulus dan ikhlas.

Hari demi hari, dari waktu ke waktu, pengikut Nabi bertambah banyak. Mereka yang sudah
Islam itu datang kepada beliau untuk menyatakan keislaman mereka sekaligus siap menerima
ajaran-ajarannya. Gerak-gerik mereka itu tercium oleh kaum Quraisy yang ketika itu
memegang otoritas penuh sebagai suku yang berkuasa di Makkah. Lebih-lebih setelah
diketahui bahwa para pengikut Muhammad itu sangat membenci berhala-berhala dan dewa-
dewa yang mereka sembah. Akhirnya, kaum paganisme ini mengobarkan api permusuhan
kepada siapa saja yang masuk Islam. Akan tetapi, tumbuhnya agama Islam di perbukitan kota
Makkah tidak dapat dibendung. Keimanan yang teguh dan keyakinan yang kuat menjadikan
para pengikut Rasulullah rela berkorban demi mempertahankan agamanya. Hal itu membuat
kaum musyrik Quraisy semakin membenci Muhammad dan ajarannya. Mereka mengira bahwa
kata-kata Muhammad itu tidak lebih dari kata-kata pendeta atau filosof seperti Quss, Umayya,
Waraqa, dan yang lain. Mereka sama sekali tidak menghiraukannya.

Tiga tahun kemudian sesudah kerasulannya, perintah Allah datang supaya Muhammad
mengumumkan ajaran Islam yang masih disebarkan secara sembunyi-bunyi itu, bersamaan
dengan turunnya wahyu:

5
)215( َ‫ض َجنَا َح َك ِل َم ِن اتَّبَ َع َك ِمنَ ْال ُمؤْ ِمنِين‬ ْ ‫) َو‬214( َ‫ِيرت َ َك ْاْل َ ْق َربِين‬
ْ ‫اخ ِف‬ َ ‫عش‬ َ ‫َوأَنذ ِْر‬
َ‫ص ْو َك فَقُ ْل ِإنِي بَ ِري ٌء ِم َّما ت َ ْع َملُون‬
َ ‫فَإ ِ ْن َع‬
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu
terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. Jika mereka
mendurhakaimu maka katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa
yang kamu kerjakan”. (QS. al-Syu’ara, 26: 214-216)

َ‫ض َع ِن ْال ُم ْش ِر ِكين‬


ْ ‫صدَ ْع ِب َما تُؤْ َم ُر َوأَع ِْر‬
ْ ‫فَا‬
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (QS. al-Hijr, 15: 94)

Salah satu faktor yang mendongkrak perkembangan agama Islam secara pesat ini adalah
keteledanan dari Nabi sendiri. Beliau sosok yang berbaik hati dan penuh kasih sayang. Beliau
sangat rendah hati, berani membela yang benar, dan berperilaku sopan santun kepada
sesamanya. Tutur kata beliau lemah lembut, selalu jujur dan berlaku adil kepada setiap orang.
Tidak ada hak orang lain yang beliau langgar. Pandangan beliau terhadap orang yang lemah,
miskin, papa, dan anak-anak yatim piatu, adalah bagaikan pandangan seorang bapak kepada
anaknya sendiri yang penuh kasih sayang, lemah lembut, dan mesra. Itu semua menjadikan
grand point untuk beliau dalam menjalankan misinya. (Husein Haikal, 1984:94-102).

6
Sejarah Nabi Muhammad (3): Keteladanan Manusia Paling Luhur
Rasulullah sebagai suri teladan yang harus diikuti kaum Muslimin. Beliau memiliki akhlak
yang agung dan luhur. Dengan keluhuran akhlak itulah beliau berdakwah, mengajak manusia
menuju jalan yang diridhai oleh Allah Dengan akhlak yang mulia pula, dakwah beliau berhasil
dengan gilang gemilang. Hanya dalam kurun waktu kurang dari 23 tahun, beliau berhasil
merombak tatanan masyarakat yang dungu dan bodoh menjadi masyarakat yang maju dan
berperadaban tinggi. Dalam waktu teramat singkat itu, beliau mengangkat kehidupan suatu
bangsa yang tidak dikenal sejarah menjadi umat yang menentukan sejarah dunia.

Mengenai keluhuran akhlak Nabi, Allah berfirman:

ٍ ُ‫َو ِإنَّ َك لَ َعلى ُخل‬


‫ق َع ِظ ٍيم‬
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. al-Qalam, 68: 4).

Sebagian dari akhlak Nabi yang terpuji ialah sikap pemaaf dan kasih sayang terhadap sesama.
Meskipun beliau sering dicemooh, dihina, difitnah, dan disakiti orang lain, beliau tetap tabah
dan menerima perlakuan mereka dengan lapang dada. Bahkan beliau membalas perlakuan
kasar mereka dengan lemah lembut dan kasih sayang serta mendoakan mereka agar segera
menerima petunjuk dari Allah Hal ini sebagaimana dilansir dalam ayat suci al-Qur’an:

‫ْف َع ْن ُه ْم‬ ُ ‫ب ََلنفَضُّوا ِم ْن َح ْو ِل َك فَاع‬ ِ ‫ظ ْالقَ ْل‬ ًّ َ‫نت ف‬


َ ‫ظا َغ ِلي‬ َ ‫نت لَ ُه ْم َولَ ْو ُك‬ َّ َ‫َف ِب َما َر ْح َم ٍة ِمن‬
َ ‫َّللاِ ِل‬
َ‫َّللاَ يُ ِحبُّ ْال ُمت َ َو ِك ِلين‬ َ ‫َوا ْست َ ْغ ِف ْر لَ ُه ْم َوشَا ِو ْرهُ ْم فِي ْاْل َ ْم ِر فَإِذَا َعزَ ْم‬
َّ ‫ت فَت َ َو َّك ْل َعلَى‬
َّ ‫َّللاِ ِإ َّن‬
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu, ma`afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran, 3:159).

Selain bersikap pemaaf, Nabi juga dikenal sebagai orang yang sangat menyayangi sesamanya.
Beliau selalu mengasihi fakir miskin, anak-anak yatim, dan wanita-wanita jompo. Dalam
berbagai kegiatan dakwahnya, beliau memulai kebaikan dari dirinya sendiri dan keluarganya.
Ia senantiasa mengusahakan kebaikan dan memelihara umatnya dari kehancuran dan kenistaan.
Dalam hal ini, Allah berfirman:

ٌ ‫يص َعلَ ْي ُك ْم بِ ْال ُمؤْ ِمنِينَ َر ُء‬


‫وف‬ ٌ ‫سو ٌل ِم ْن أ َ ْنفُ ِس ُك ْم َع ِز‬
ٌ ‫يز َعلَ ْي ِه َما َعنِت ُّ ْم َح ِر‬ ُ ‫لَقَ ْد َجا َء ُك ْم َر‬
‫َر ِحي ٌم‬
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kalanganmu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan
lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. al-Taubah, 9:128).

7
Dalam al-Qur’an Surat al-A’raf ayat 199 disebutkan bahwa sekurang-kurangnya ada tiga
macam sikap atau budi pekerti luhur, yaitu pemaaf, memerintahkan kebaikan, dan berpaling
dari orang-orang jahil.

َ‫ض َع ِن ْال َجا ِه ِلين‬ ِ ‫ُخ ِذ ْال َع ْف َو َوأْ ُم ْر ِب ْالعُ ْر‬


ْ ‫ف َوأَع ِْر‬
“Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma`ruf, serta berpalinglah dari
orang-orang yang bodoh.” (QS. al-A’raf, 7: 199).

Banyak riwayat dalam sejarah Islam yang menjelaskan sikap pemaaf Nabi terhadap umatnya.
Beliau dengan ikhlas memberi maaf terhadap musuh-musuhnya yang mau bertobat dan
mengakui kesalahan yang dilakukannya, meskipun pada awalnya mereka membuat hidup
beliau menderita dan teraniaya.

Pada awal perkembangan Islam di Makkah, ada dua orang bersaudara kakak beradik bernama
Ka’ab bin Zuhair dan Bujair bin Zuhair. Bujair telah masuk Islam terlebih dahulu, ia berjuang
bersama Nabi dalam membela kebenaran dan ikut berhijrah ke Madinah. Sedangkan
saudaranya, Ka’ab, termasuk kelompok radikal yang menolak agama Islam, ia bersama
komplotannya dengan gencar melakukan intimidasi terhadap kaum Muslimin ketika itu.
Sedemikian kerasnya permusuhan Ka’ab terhadap umat Islam, sehingga setelah Bujair adiknya
berhijrah ke Madinah, ia masih tetap mengecam umat Islam dengan surat-suratnya yang
dikirimkan kepada saudaranya tersebut.

Melihat sikap Ka’ab yang membahayakan eksistensi umat Islam, akhirnya Nabi memasukkan
namanya ke dalam daftar hitam, yaitu golongan penghianat yang senantiasa berbuat kerusakan
dan memusuhi kaum Muslimin secara keseluruhan. Mengetahui hal itu, Bujair segera
mengirimkan surat kepada saudaranya tentang pencatuman namanya pada daftar hitam
tersebut. Dalam suratnya, ia juga menjelaskan mengenai sikap pemaaf Nabi dan akhlaknya
yang luhur terhadap sesamanya. Akhlak beliau tersebut sekaligus menjadi suri teladan bagi
umatnya. Bujair juga menceritakan dengan lengkap kehidupan kaum Muslimin di Madinah.
Mereka berada dalam ketenangan, kedamaian, dan senantiasa dibimbing oleh Allah dengan
perantaraan Rasul-Nya yang mulia. Setelah Ka’ab menerima surat itu di Makkah lalu
memperhatikan dengan seksama isinya, tiba-tiba ada dorongan kebenaran dengan kuat yang
mengetuk kalbunya. Ia segera bertobat dari kesalahan masa lalunya. Ia berniat untuk pergi
meninggalkan Makkah menuju Madinah sesegera mungkin demi menemui Nabi dan
menyatakan diri untuk bergabung dengan barisan kaum Muslimin di sana.

Setibanya di Madinah, Ka’ab bin Zuhair segera menemui Nabi di masjid dengan diantar oleh
Ali bin Abi Thalib, seorang sahabat setia sekaligus menantu Nabi Sampai di masjid, Ka’ab
segera menyatakan diri untuk masuk agama Islam. Nabi pun menerima kehadirannya dengan
tulus, bahagia, dan penuh bersyukur. Masuk islamnya Ka’ab sekaligus dicoretnya nama Ka’ab
dari daftar hitam. Dengan serta merta, Nabi dan para sahabatnya mengampuni semua kesalahan
Ka’ab di masa lalu, tanpa menyisakan perasaan dendam sedikitpun di dada mereka.

Begitu pula ketika Nabi beserta para sahabatnya memasuki Kota Makkah pada tahun ke-8 H.
Saat itu, beliau datang sebagai pemenang yang menaklukkan semua penduduk Makkah.
Dengan penuh keikhlasan, beliau memaafkan semua kesalahan penduduk Makkah di masa lalu.
Nama-nama mereka yang tertulis dalam daftar hitam, pada hari itu semuanya dimaafkan,
termasuk Hindun binti Utbah, istri Abu Sufyan, yang pernah mencabik-cabik dada

8
Pamandanya Hamzah bin Abdul Muthalib di perang Uhud dan mengunyah hatinya. Nabi dan
para sahabatnya datang ke Kota Makkah, kota kelahirannya dengan membawa pengampunan
agung, tidak ada setetes pun, darah balas dendam yang tumpah di sana.

Nabi adalah Rasulullah, pemimpin umat, penghulu para Nabi, bahkan panutan seluruh alam,
tetapi beliau tidak mau membanggakan diri dan bersikap sombong. Sebaliknya, beliau bersikap
rendah hati. Kepada para sahabatnya, beliau meminta agar tidak dikultuskan dan dipuja seperti
halnya orang-orang Nasrani memuja Isa putera Maryam. “Aku adalah hamba Allah Sebut
sajalah hamba Allah dan Rasul-Nya.” Beliau adalah seorang yang rendah hati. Suatu ketika,
para sahabat menghormati Nabi secara berlebihan begitu melihat Nabi datang. Maka beliau
menegurnya agar tidak diperlakukan layaknya orang-orang ajam (non Arab) yang ingin
diagungkan. Apabila mengunjungi sahabat-sahabatnya, beliau pun duduk di mana saja ada
tempat yang kosong. Beliau bergurau dan bergaul dengan mereka. Anak-anak merekapun
diajaknya bermain-main dan didudukkannya mereka di pangkuannya. Dalam memenuhi
undangan, beliau tidak melihat faktor ekonomi ataupun status sosial seseorang.

Jika ada orang yang sakit, beliau langsung menjenguknya, meskipun tempatnya jauh. Ketika
bertemu dengan para sahabatnya, beliau adalah orang pertama yang mengulurkan tangannya
untuk berjabat tangan dengan mereka. Apabila ada orang yang menunggu beliau sedang shalat,
maka beliau mempercepat shalatnya lalu ditanya apa keperluannya. Setelah itu, beliau kembali
meneruskan ibadahnya. Kepada siapa saja, beliau selalu baik hati dan murah senyum. Dalam
urusan keluarga, beliau ikut memikul beban keluarga, seperti mencuci pakaian, menjahit,
mengesol sandal, melayani sendiri dan mengurus unta. Beliau duduk makan bersama dengan
pembantunya.

Beliau juga mengurus orang yang menderita, lemah, kekurangan. Apabila melihat ada orang
atau keluarga yang membutuhkan bantuan, beliau dan keluarganya memberikannya, sekalipun
mereka sendiri dalam kekurangan dan tak ada sedikit pun makanan untuk keesokan hari.
Hingga tatkala beliau wafat, baju besinya masih tergadai di tangan seorang Yahudi, karena
untuk keperluan belanja keluarganya. Beliau selalu menepati janji dan melayani sendiri tamu-
tamu yang menghadap kepadanya. (Haekal, 1998: 228-229) Masih banyak lagi sifat-sifat
terpuji lainnya yang merupakan pengejewantahan dari nilai-nilai al-Qur’an. Aisyah ra
memberikan kabar kepada seorang sahabat yang ingin mengetahui perilaku Nabi Ia
mengatakan:

َ‫َكانَ ُخلُقُهُ ْالقُ ْرآن‬


“Budi pekertinya adalah al-Qur’an.” (HR. Ahmad: 24139)

Nabi merupakan manusia berakhlak mulia yang menjadikan dirinya sebagai orang pertama
yang menerjemahkan al-Qur’an dalam kehidupannya. Sejatinya setiap mukmin mencontoh dan
menjadikan beliau sebagai suri teladan, sebagaimana Allah berfirman:

ِ ْ‫َّللاَ َو ْاليَ ْو َم ا‬
َّ ‫آلخ َر َوذَ َك َر‬
َ‫َّللا‬ َ ‫َّللاِ أ ُ ْس َوة ٌ َح‬
َّ ‫سنَةٌ ِل َم ْن َكانَ يَ ْر ُجو‬ ُ ‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي َر‬
َّ ‫سو ِل‬
ً ِ‫َكث‬
‫يرا‬
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah”. (QS. al-Ahzab, 33: 21).

9
Sejarah Nabi Muhammad (4): Beberapa Keistimewaan Dibanding Para
Nabi Lain
Allah mengutus para rasul-Nya untuk membimbing umat manusia agar selalu mengikuti
petunjuk-Nya. Agama Islam mengajarkan kepada para pemeluknya agar mengikuti langkah-
langkah yang dicontohkan oleh para nabi dan rasul, mentaati dan memuliakan mereka dengan
tidak membedakan satu rasul dengan rasul yang lain. Sebagian para rasul itu, Allah
memberikan beberapa keistimewaan dan kelebihan yang berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya. Ada di antara mereka yang bergelar Ulul Azmi, yaitu para nabi yang tergolong besar
dan agung karena perjuangan mereka yang sangat berat dalam mengemban risalah-Nya. Ada
di antara mereka yang diberikan al-Kitab, ada yang dikaruniai ketabahan yang luar biasa, ada
yang dianugerahi ilmu yang sangat mendalam, dan lain sebagainya. Dalam beberapa riwayat
disebutkan bahwa mereka yang bergelar Ulul Azmi itu adalah Nabi Nuh 'alaihissalam, Nabi
Ibrahim 'alaihissalam, Nabi Musa 'alaihissalam, Nabi Isa 'alaihissalam, dan Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.

Dari lima rasul yang tergolong Ulul Azmi itu, Nabi Muhammad adalah nabi terakhir yang
tentunya juga memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh nabi-nabi dan rasul-rasul
sebelumnya. Nabi Muhammad adalah seorang rasul yang sangat tawadhu atau rendah hati
meskipun beliau memiliki berbagai kelebihan dan keistimewaan dari nabi dan rasul serta
manusia lainnya. Beliau tidak pernah menunjukkan sifat-sifat yang tidak terpuji di tengah-
tengah umatnya. Rasul-rasul yang lain memperkenalkan dirinya sesuai dengan anugerah yang
Allah berikan. Di antara mereka, ada yang digelari Khalilullah (kekasih Allah ) seperti Nabi
Ibrahim, ada yang dinyatakan sebagai Kalimullah (orang-orangyang berbicara dengan Allah),
seperti Nabi Musa, ada yang digelari Ruhullah (ruh ciptaan Allah), seperti Nabi Isa dan lain
sebagainya. Nabi sendiri, ketika ditanya tentang dirinya, beliau menjawab dengan penuh
tawadhu dan rendah hati, “Aku adalah seorang yatim yang dipelihara Abu Thalib.”

Nabi terakhir yang rendah hati dan berakhlak mulia itu pada hakekatnya memiliki kelebihan-
keleihan yang banyak dari para nabi dan rasul yang lain. Sebagian dari kelebihan-kelebihan
yang dimiliki beliau, sedikitnya ada enam macam yang beliau sebutkan dalam sabdanya:

َ ‫ َوا ُ ِح ْلتُ ِل‬،‫ب‬


‫ي‬ ُّ ‫ص ْرتُ ِب‬
ِ ‫الر ْع‬ ِ ُ‫ْط ْيتُ َج َو ِام َع اْل َك ِل َم َو ن‬
ِ ‫ اُع‬: ‫ِت‬ َ ‫ض ْلتُ َع‬
ٍ ‫لى اْْل َ ْنبِيا َ ِء بِس‬ ِ ُ‫ف‬
‫ي‬َ ِ‫ق كآفةً َو ُختِ َم ب‬ ِ ‫ط ُه ْو ًرا َو َم ْس ِجدًا َوأ ُ ْر ِس ْلتُ اِلَى ْالخ َْل‬
َ ‫ض‬ُ ‫ي اْل َ ْر‬َ ‫اْلغَنَائِ ُم َو ُج ِع ْلتُ ِل‬
َ‫النَّبِيُّون‬
“Aku dilebihkan dari para nabi yang lain dengan enam keistimewaan berupa; (1) diberikan
kepadaku “jawami’ al-kalim (seseorang yang memiliki kemampuan menyusun kalimat yang
ringkas tetapi memiliki jangkauan makna yang luas dan kalimatnya menarik)”, (2) aku
diberikan pertolongan dalam peperangan dengan tergetarnya hati musuh, (3) dihalalkan bagiku
harta rampasan perang, (4) dijadikan bagiku bumi untuk bersuci dan bersujud, (5) aku diutus
bagi semua makhluk, dan (6) aku sebagai Nabi yang terakhir.” (HR. Muslim: 812, al-TirmidzI:
1474, dan Ahmad: 21130) .

Selain itu, dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Nabi memiliki hak memberikan syafaat
(pertolongan dengan izin Allah) yang akan bermanfaat bagi umatnya nanti pada hari kiamat.

10
(HR. Muslim). Dengan demikian, paling tidak ada tujuh keistimewaan Rasulullah yang akan
dijabarkan dalam pembahasan berikut ini.

Keistimewaan yang pertama adalah jawami’ al-kalim, yaitu kemampuan menyusun kalimat
yang sederhana dan pendek namun mempunyai jangkauan makna yang luas dan menarik.
Kalau kita memperhatikan hadits Nabi, kita banyak menjumpai kalimat-kalimat yang singkat
dan menarik tetapi mempunyai jangkauan makna yang luas, misalnya sabda beliau, “Agama
itu nasihat.” Kalimat ini sangat ringkas tetapi maksudnya begitu luas, mencakup berbagai
macam makna yang terkandung di dalamnya. Demikian juga sabdanya, “Di antara baiknya
pengamalan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi
dirinya.” Ketika ada seorang pemuda meminta nasihat kepada Nabi, beliau tidak memberikan
nasihat yang panjang lebar, beliau hanya berkata, “Kamu jangan marah!”. Inilah salah satu
kelebihan Nabi Muhammad yang tidak dimiliki oleh manusia biasa, bahkan oleh nabi-nabi
yang lain sekalipun.

Kedua, dalam setiap menghadapi peperangan, dimana Nabi dan para sahabatnya menempuh
taktik untuk mempertahankan diri dari serangan musuh, beliau senantiasa mendapat
pertolongan Allah dengan tergetarnya hati musuh. Sehingga meskipun jumlah pengikut beliau
sedikit, namun musuh gentar dan merasa ciut untuk menghadapi kaum Muslimin, akhirnya
mereka kalah, dan kaum Muslimin meraih kemenangan. Hal itu kita bisa melihat langsung
dalam sejarah kehidupan Nabi Muhammad.

Ketiga, halalnya rampasan perang (ghanimah). Pada masa nabi-nabi terdahulu, harta rampasan
perang tidak boleh dimanfaatkan, akan tetapi pada masa Nabi Muhammad, harta-harta tersebut
diperintahkan untuk dimanfaatkan oleh beliau dan para sahabatnya. Ketetapan ini disebutkan
dalam firman-Nya,

“Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan
yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang”. (QS. al-Anfal, 8:69)

Keempat, Nabi Muhammad dan umatnya diperbolehkan bersuci dengan menggunakan tanah
(bertayamum) apabila tidak ditemukan air atau karena ada halangan lain. Beliau juga beserta
umatnya boleh mengerjakan shalat di mana saja di muka bumi ini, di masjid, mushala,
lapangan, ladang, gunung, dan sebagainya. Padahal para Nabi terdahulu dan umatnya hanya
diperbolehkan sembahyang di tempat-tempat yang telah ditentukan, yaitu di ma’bad atau
tempat ibadah yang resmi secara syariat. Kelima, risalah Nabi bersifat umum dan
diperuntukkan bagi seluruh umat jin dan manusia, dari berbagai suku bangsa di seluruh alam.
Risalahnya juga berlaku sepanjang masa di semua tempat. Mengenai hal ini, Allah berfirman,

“Dan Kami tidak mengutusmu (Muhammad), melainkan kepada umat manusia seluruhnya
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia
tiada mengetahuinya.” (QS. Saba`, 34:28).

Dalam ayat lainnya, Allah berfirman:

َ‫َاك ِإ ََّل َر ْح َمةً ِل ْل َعالَ ِمين‬


َ ‫س ْلن‬
َ ‫َو َما أ َ ْر‬
“Dan tiadalah Kami mengutusmu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS.
al-Anbiya, 21:107)

11
Keenam, Nabi Muhammad sebagai penutup para nabi. Sebagaimana telah diketahui, misi para
nabi dari masa ke masa adalah membimbing umat manusia agar menapaki jalan yang lurus,
yaitu jalan yang diridhai oleh Allah. Ajaran mengenai aqidah, berupa kepercayaan dan
keyakinan yang menyatakan bahwa sesungguhnya Allah itu Tuhan Yang Maha Esa, tidak
pernah berubah dari masa ke masa. Ajaran ini sama dari satu rasul kepada rasul yang lain, yaitu
ajaran yang dirumuskan dalam kalimat tauhid “Lâ Ilâha illa Allâh” (Tiada Tuhan melainkan
Allah ).

Ajaran mengenai syariat terus mengalami perubahan dari masa ke masa menuju kesempurnaan
yang sesuai dengan zamannya. Oleh karena itu, pada masa Nabi Muhammad, syariat Islam
merupakan tatanan syariat hasil penyempurnaan dari syariat-syariat sebelumnya yang tidak
berubah lagi untuk selamanya. Mengenai hal ini, Nabi bersabda,

“Perumpamaanku dengan nabi-nabi sebelumku adalah bagaikan seseorang yang membangun


suatu bangunan. Orang-orang itu berusaha memperbaiki dan memperindah bangunan tersebut,
kecuali pasangan batu bata dari salah satu pojok bangunan itu. Banyak orang yang
memperhatikan bangunan tersebut dan mengaguminya. Mereka berkomentar, “Sayang,
mengapa pemasangan batu bata itu tidak diselesaikan agar tatanan bangunan tersebut menjadi
sempurna?” Rasulullah menjawab, “Akulah batu bata itu, aku yang menyempurnakan
bangunan itu dan akulah penutup para nabi.” (HR. al-Bukhari: 3271 dan Muslim: 4239)

Ketujuh, Nabi Muhammad diberikan hak syafaat yang akan bermanfaat bagi umatnya nanti di
hari kiamat. Pada dasarnya, setiap nabi diberi kesempatan yang sama oleh Allah untuk
memohonkan sesuatu kepada-Nya. Permohonan mereka itu nantinya akan Allah kabulkan.
Maka masing-masing nabi tersebut berdoa agar Allah memberikan ampunan bagi diri mereka
sendiri. Maka Allah pun mengabulkan semuanya. Nabi Adam menyesali perbuatan dosanya
ketika memakan buah terlarang di surga, ia bertobat kepada Allah agar mengampuninya. Nabi
Musa memelas kepada Allah atas kekeliruannya, ketika dengan tidak sengaja membunuh
seorang pribumi Mesir, ketika melerai perkelahian dengan seorang Bani Israil. Begitu pula
Nabi Yunus dengan ikan Hutnya, dan nabi-nabi lainnya. Sedangkan Rasulullah, menunda satu
permohonannya diperuntukkan nanti berupa syafaat bagi umatnya.

Sejarah Nabi Muhammad (5): Membangun Peradaban Kemanusiaan


Nabi Muhammad lahir di tengah-tengah jazirah Arab yang notabene memiliki kepercayaan
terhadap berhala-berhala (paganisme). Beliau melihat langsung dari dekat bagaimana perilaku
kaumnya. Mereka hidup terpecah belah, egoisme, dan barbarisme. Praktik perbudakan
merajalela dan budaya kapitalisme sebagai pilar ekonomi mereka. Tak ayal lagi, sifat dan watak
keras ini banyak menyulut peperangan dan pertumpahan darah antarsuku. Masing-masing
membela dan mempertahankan kepentingannya.

Melihat fenomena itu, Muhammad muda merasa prihatin. Beliau terus-menerus meluangkan
waktunya untuk merenung dan mendekatkan diri kepada Dzat Yang Maha Pencipta. Pada usia
40 tahun, beliau diangkat oleh Allah menjadi seorang Rasul pilihan. Tujuannya tiada lain
mengeluarkan manusia dari alam kegelapan menuju cahaya yang terang benderang.

12
Semangat pembaharuan yang beliau bawa sangat kentara pada masa awal penyebaran Islam.
Secara bertahap, beliau bersama para pengikutnya berhasil memporak-porandakan adat
jahiliyyah yang menghamba pada berhala-berhala dan dewa-dewa. Sejarah juga mencatat,
cahaya Islam mampu menyadarkan manusia untuk menghilangkan strata sosial yang membawa
pada primordialisme, kolonialisme, dan perbudakan.

Dengan cara dan metode yang baik, beliau mampu membawa umatnya pada nilai-nilai
kemanusiaan yang anti kekerasan dan mencintai perdamaian. Tidak banyak waktu yang
diperlukan Muhammad dalam menyampaikan sendi-sendi ajaran agamanya (Islam) ke seluruh
dunia. Sebelum wafatnya (pada usia yang ke-63), Allah telah menyempurnakan agama ini bagi
kaum Muslimin.

Selama hidupnya, beliau telah meletakkan landasan penyebaran agama ini dengan penuh
kesuksesan. Dikirimnya misi kepada Kisra, Heraclius, kepada raja-raja dan penguasa-penguasa
lain supaya mereka sudi menerima Islam. Tak sampai seratus lima puluh tahun atau satu
setengah abad setelah itu, bendera Islam sudah berkibar sampai ke Andalusia di Eropa sebelah
Timur, ke India, Turkestan, sampai ke Tiongkok di Asia Timur. Lebih-lebih di negara-negara
Timur Tengah, Islam menyebar ke seluruh pelosok Syam (meliputi Suria, Libanon, Yordania,
dan Palestina sekarang), Irak, Persia (Iran) dan Afganistan. Begitu pula kerajaan-kerajaan
Arab, sampai ke Mesir, Cyrenaica, Tunisia, Aljazair, dan Marokko (sekitar Eropa dan Afrika),
semuanya telah dicapai oleh Misi Muhammad.

Sejak saat itu sampai sekarang, panji Islam masih berkibar bahkan tambah kuat di daerah-
daerah tersebut, kecuali Andalusia (Spanyol). Kebesaran Islam ketika itu, dilanjutkan oleh
kaum Turki Usmani memasukkan dan memperkuat agama Muhammad di Konstantinopel. Dari
sanalah ajaran Islam itu kemudian menyebar ke Balkan, dan memercik sinarnya sampai ke
Rusia dan Polandia. Ini merupakan keberhasilan dengan cakupan dua kali lipat dari luas
Andalusia.

Sejak dari semula Islam tersebar hingga masa kita sekarang ini, memang belum ada agama-
agama lain yang dapat mengalahkannya. Kalaupun ada diantara umat Islam yang ditaklukkan,
itu hanya karena adanya berbagai macam kekerasan, kekejaman, dan despotisma. Semua itu
sebenarnya malah menambah kekuatan iman kepada Allah, kepada Nabi-Nya, kepada hukum
Islam, dengan memohonkan rahmat dan ampunan dari-Nya. Kekuatan inilah yang telah
menyebabkan Islam itu tersebar. Muhammad telah berhasil melawan paganisme dan
mengikisnya dari negeri-negeri Arab. Para penerus beliau yang gagah dan berani meneruskan
perjuangan itu di Persia, Afganistan, dan di India. Bahkan mereka berhasil menaklukkan Hira,
Yaman, Syam, Mesir, dan sampai ke Konstantinopel.

Karen Amstrong, mantan biarawati Katolik dalam bukunya A History of God: The 4,000 Year
Quest of Judaism, Christianity and Islam, mengatakan bahwa Muhammad adalah seorang
jenius yang sangat luar biasa. Tatkala wafat pada tahun 632 M, dia telah berhasil menyatukan
hampir semua suku Arab menjadi sebuah komunitas baru, atau ummah. Dia telah
mempersembahkan kepada orang-orang Arab sebuah spritualitas yang secara unik sesuai
dengan tradisi mereka. Ia yang membukakan kunci bagi sumber kekuatan yang besar, sehingga
dalam waktu seratus tahun mereka telah mendirikan imperium sendiri yang luas membentang
dari Himalaya hingga Pirenia, dan membangun sebuah peradaban baru yang unik dan modern.
(Karen Amstrong, 2002:190).

13
Michael Hart dalam karyanya The 100, a Ranking of the Most Influental Person in History,
memberi alasan mengapa Nabi Muhammad ditempatkan dalam urutan pertama daftar buku
seratus tokoh paling berpengaruh yang ditulisnya. Menurut penilaiannya, Nabi Muhammad
adalah satu-satunya orang dalam sejarah peradaban manusia yang telah berhasil meraih sukses
luar biasa, baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup dunia. Nabi Muhammad juga
telah berhasil meyakinkan masyarakat kafir Quraisy agar mau meninggalkan kebiasaan
menyembah berhala menuju sikap ketauhidan yang hakiki, yakni meng-Esa-kan Tuhan.

Ketika Muhammad duduk berdoa di gua Hira, selama masa ibadahnya pada bulan Ramadhan
tahun 610 M, mungkin beliau tidak membayangkan kesuksesan fenomenal seperti itu. Kini
empat belas abad lebih setelah wafatnya, agama Islam dengan kitab suci al-Qur’an serta
perilaku beliau sebagai sunnahnya telah menjadi keyakinan, pedoman, dan pegangan hidup
(way of life) sebagian besar umat di dunia. Namanya terus menerus disebut setiap saat. Jasanya
dalam membangun peradaban yang progresif, dinamis, dan modern, senantiasa dikenang
sepanjang masa. Semoga Allah selalu mencurahkan rahmat dan salam-Nya kepada manusia
terbaik dan makhluk pilihan, Muhammad rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

14

Anda mungkin juga menyukai