Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

RSUD DR. AGOESDJAM KETAPANG

Dokter Internship : dr. Ismi Wulandari AS


Dokter Pembimbing : dr. Theresia, dr. Feria Kowira

1. Identitas
Nama : Tn. B
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 67 tahun
Alamat : Sui. Jawi
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 1 April 2018 pukul 09.05 WIB

2. Anamnesis
Keluhan Utama
Tidak Bisa BAK
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan tidak bisa BAK sejak ± 3 jam SMRS. Awalnya pasien
mengeluhkan kencingnya menjadi sering tidak tuntas, putus-putus, serta pancarannya tidak
kuat seperti biasanya. Terkadang pasien harus mengejan agar memulai kencing ataupun
supaya tuntas. Hal ini sudah dialaminya sejak ± 3 bulan SMRS. Untuk mengatasi keluhannya,
pasien pergi ke mantri kemudian diberi obat untuk melancarkan kencingnya. Kencing mulai
kembali tidak lancar sejak ± 4 hari SMRS hingga akhirnya tidak bisa BAK sama sekali.
BAK seperti berpasir (-), warna teh (-), nyeri BAK (-), lancar ketika perpindahan posisi (-),
demam (-). Pasien mengatakan bahwa ia rutin mengkonsumsi air putih. Selain mengeluhkan
tidak bisa BAK, pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut bagian bawah serta nyeri
pinggang kanan.

Riwayat Penyakit Terdahulu


- Riwayat penyakit diabetes mellitus, darah tinggi dan penyakit jantung disangkal.
- Riwayat dengan gejala serupa disangkal

1
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
- Riwayat penyakit diabetes mellitus, darah tinggi dan penyakit jantung disangkal.
- Riwayat dengan gejala serupa disangkal
Riwayat Sosial
Pasien bekerja sebagai petani dan berobat secara umum
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : Nadi : 80 x/menit
Napas : 20 x/menit
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Suhu : 36,6 oC
BB : 52 kg
TB : 155 cm
IMT : 21,6 (Normal)
Status generalis :
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
THT : Faring hiperemis (-), tonsil T1/T1, bibir sianosis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Dada : Tidak ada kelainan
Paru-paru :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-), penggunaan
otot bantu pernapasan (-)
Palpasi : Vokal fremitus sinistra = dekstra
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi :Suara napas dasar vesikular (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di 1 jari lateral sela iga 5 MCL Sinistra
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, hernia umbilikalis (-), inflamasi umbilicalis (-), ekskoriasi (-),
ulkus (-), striae (-) , skar (-), hematom (-), gerakan peristaltic tidak
tampak, pulsasi di epigastrium tidak tampak
Palpasi : Supel, defans muskular tidak ada, hepar dan limpa tidak teraba,
kandung kemih teraba penuh, nyeri tekan (+)

Perkusi : Timpani, shifting dullness tidak ada


Auskultasi : bising usus (+) 12 kali/menit, peristaltic normal
Punggung : NK CVA (-|-)

2
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), Edema (-/-) CRT <2 detik
Genital : Rectal Toucher : pole atas tidak teraba, girus (-), NT (-), Nodul (-),
musculus sfingter ani (+) kuat, ampula tidak kolaps.
4. Resume
Telah diperiksa seorang laki-laki berusia 67 tahun dengan keluhan tidak bisa BAK sejak 3
jam sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien mengeluhkan kencingnya menjadi sering
tidak tuntas, putus-putus, serta pancarannya tidak kuat seperti biasanya. Hal ini sudah
dialaminya sejak ± 3 bulan SMRS. Untuk mengatasi keluhannya, pasien pergi ke mantri
kemudian diberi obat untuk melancarkan kencingnya. Kencing mulai kembali tidak lancar
sejak ± 4 hari SMRS hingga akhirnya tidak bisa BAK sama sekali. Pasien juga mengeluhkan
nyeri perut bawah dan nyeri pinggang kanan
Dari hasil pemeriksaan fisik, pada pemeriksaan abdomen, Nyeri tekan (+) didaerah
suprapubik, rectal toucher kesan pembesaran prostat.
5. Saran Pemeriksaan Penunjang
- UL
- USG prostat
6. Diagnosa Kerja
Retensio urin e.c susp. BPH
7. Terapi
 Pasang Selang Kateter → Keluar 1600 cc
 Kontrol poli bedah
 Meloxicam 2 x 7,5 mg
 Cefadroxil 3 x 500 mg
8. Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad functionam : dubia ad Bonam
Ad sanationam : dubia

3
Tinjauan Pustaka

A. ANATOMI PROSTAT
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior
buli-buli di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti
piramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars
prostatica dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya ± 20 gram. Bila mengalami pembesaran
organ ini menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar
dari buli-buli.5

Gambar 1. Alat Reproduksi Pria

Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus : 3


a. Lobus medius
b. Lobus lateralis (2 lobus)
c. Lobus anterior
d. Lobus posterior

4
Gambar 2. Lobus prostat

Pada kelenjar prostat juga dibagi dalam 5 zona :3


a. Zona Anterior atau Ventral .
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular.
Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat. Zona ini
rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak.
c. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi
25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.
d. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat
melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic
hyperpiasia (BPH).
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar
sepanjang segmen uretra proksimal.

Gambar 3. Zona Kelenjar Prostat

5
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan
ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior
untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume
cairan prostat merupakan ± 25% dari seluruh volume ejakulat.5
Prostat mendapatkan inervasi otomomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus
prostatikus atau pleksus pelvikus yang menerima masukan serabut parasimpatik dari korda
spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus (T10-L2). Rangsangan parasimpatik
meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik
menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti saat ejakulasi.
Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli-
buli. Di tempat itu banyak terdapat reseptor adrenergik-α. Rangsangan simpatik
menyebabkan dipertahankan tonus otot polos tersebut. Pada usia lanjut sebagian pria akan
mengalami pembesaran kelenjar prostat akibat hiperplasia jinak sehingga dapat menyumbat
uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.5
B. HIPERLASIA PROSTAT BENIGNA/ BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA
(BPH)
I. DEFINISI
Hiperplasia Prostat Benigna adalah suatu keadaan dimana kelenjar periuretral prostat
mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer. Selain itu,
BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak yang hanya timbul pada
laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut.4

Gambar 4. Benign Prostat Hyperplasia

II. ETIOLOGI

6
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah:
(1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, (3)
Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel (apoptosis),
dan (5) Teori Stem sel.5
a. Teori Dihidrotestosteron (DHT)
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh
enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan
dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya
terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-reduktase
dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih
sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan
prostat normal.5
b. Ketidakseimbangan estrogen dan testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif
tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat. Telah diketahui
bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat
dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen,
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat
(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya
sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada
mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.5
c. Interaksi stroma epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara
tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu.
Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma
mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri
secara intrakin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun stroma.5
d. Berkurangnya kematian sel prostat (Apoptosis)
Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis kelenjar prostat.
Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel.

7
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat
secara keseluruhan makin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat.
Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah
dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.5
e. Teori stem cell
Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada kelenjar prostat,
selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada hubungan antara jenis-jenis sel
epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying,
yang keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel
transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel
ini akan menyebabkan terjadinya proliferasi sel.
III. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini sangat
bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar prostat hormon akan
dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5α
reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel- sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar
prostat.5
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat
aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat
mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli- buli berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli- buli.
Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal
dengan gejala prostatimus 5
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak terkecuali
pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran
balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat
jatuh ke dalam gagal ginjal. 5
Hiperplasia Prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesika meningkat
↓ ↓

8
Buli-buli: Ginjal dan ureter:
 Hipertrofi otot detrusor Refluks VU
 Trabekulasi Hidroureter
 Selula Hidronefrosis
 Divertikel buli-buli Gagal ginjal

IV. MANIFESTAS KLINIK


a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)5
Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi :
Obstruksi Iritasi
 Hesistansi  Frekuensi
 Pancaran miksi lemah  Nokturi
 Intermitensi  Urgensi
 Miksi tidak puas  Disuria
 Distensi abdomen Urgensi dan disuria jarang
 Terminal dribbling (menetes) terjadi, jika ada disebabkan oleh
 Volume urine menurun
 Mengejan saat berkemih ketidakstabilan detrusor
sehingga terjadi kontraksi
involunter.
Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung
tiga faktor, yaitu:
 Volume kelenjar periuretral
 Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
 Kekuatan kontraksi otot detrusor

9
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk
mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatigue) sehingga
jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.
Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara lain :
1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang mengandung
diuretikum, minum tertalu banyak)
2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi prostat)
3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor
(golongan antikolinergik atau adrenergic-α)
Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan penentuan jenis
pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH, dibuatlah suatu skoring
yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem skoring, di antaranya skor International
Prostate Skoring System (IPSS) yang diambil berdasarkan skor American Urological
Association (AUA). Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri
derajat keluhan obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar
antara 0-35. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat.

b. Gejala pada saluran kemih bagian atas5

10
Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara lain nyeri
pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/ urosepsis).
c. Gejala di luar saluran kemih5
Keluhan pada penyakit hernia/ hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi prostat.
Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal.
V. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba
massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine
yang selalu menetes tanpa disadari yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.5
1) Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )
Pada pemeriksaan colok dubur diperhatikan:
- Tonus sfingter ani/refleks bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan adanya kelainan
buli-buli neurologik
- Mukosa rektum
- Keadaan prostat, antara lain: kemungkinan adanya nodul, konsistensi prostat, simetri
antar lobus dan batas prostat.
Colok dubur pada pembesaran prostat benigna menunjukkan konsistensi prostat kenyal
seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak didapatkan nodul;
sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras/ teraba nodul dan mungkin
di antara lobus prostat tidak simetris.5

Gambar 5. Pemeriksaan Colok Dubur


2) Derajat berat obstruksi
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah miksi
spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan

11
kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih
setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi
melakukan intervensi pada hipertrofi prostat. Derajat berat obstruksi dapat pula diukur
dengan mengukur pancaran urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal
pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik.
Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6 – 8 ml/detik, sedangkan maksimal
pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.6

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan laboratorium 5:
a. Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih.
b. Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensifitas
kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan
c. Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas.
d. Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan
kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)
e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Jika curiga adanya keganasan prostat
2. Pemeriksaan Patologi Anatomi
BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di prostat.
Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni, meskipun kebanyakan
menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia.6

12
Gambar 6. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia

3. Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia:


a. Foto polos abdomen
Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa
prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang
merupakan tanda suatu retensi urine.5
b. Pemeriksaan trans abdominal ultrasonography (TAUS)
Dari TAUS diharapkan mendapat informasi mengenai:
- Perkiraan volume (besar) prostat
- Panjang protrusi prostat ke buli-buli atau intra prostatic protrusion (IPP)
- Mungkin didapatkan kelainan pada buli-buli (massa, batu, atau bekuan darah)
- Menghitung sisa (residu) urin pasca miksi
- Hidronefrosis atau kerusakan ginjal akibat obstruksi prostat
IPP diukur dari ujung tonjolan (protusi) prostat di dalam buli-buli hingga dasar (basis0
sirkumferensi buli-buli. Derajat 1 besarnya ≤ 1,5 mm, derajat 2 besarnya ≥ 5-10 mm, dan
derajat 3 besarnya ≥ 10 mm. Besarnya IPP berhubungan dengan derajat obstruksi pada
leher buli-buli (BOO), jumlah urin sisa pasca miksi, dan volume prostat. Artinya adalah
pasien dengan derajat IPP rendah, tidak menunjukkan urine residu yang bermakna (<100
mL), dan tidak menunjukkan keluhan yang nyata, sehingga tidak memerlukan terapi atau
pembedahan. Sebaliknya pada pasien yang menunjukkan IPP derajat tinggi terbukti
mempunyai urin sisa >100 mL, dengan keluhan yang bermakna dan pasien seperti ini
membutuhkan terapi yang lebih agresif.5

Gambar 8. Gambaran Sonografi Prostat Normal

Gambar 9. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia

c. Pemeriksaan trans rectal ultrasonography (TRUS)


Pada pemeriksaan TRUS dicari kemungkinan adanya fokus keganasan prostat berupa
area hiperekoik dan kemudian sebagai petunjuk (guidance) dalam melakukan biopsi prostat.5

13
Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan gelombang suara
di prostat. Gema pola gelombang suara merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar
tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah yang abnormal tampak memang tumor,
digunakan probe dan gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai.
Jarum mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan
mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki keganasan
prostat.7
Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur volume
prostat, caranya antara lain7:
 Metode “step planimetry”. Yang menghitung volume rata-rata area horizontal diukur
dari dasar sampai puncak.
 Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height) ,lebar (W/width)
dan panjang (L/length) dengan rumus : ½ (H x W x L)

4. Pemeriksaan lain5 :
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:
 Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG setelah miksi
 Pancaran urin/flow rate :
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik)
atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Aliran
yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya kurang
dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin. Post-void residual mengukur jumlah
air seni yang tertinggal di dalam kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari
50 mL umumnya menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan
pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta
untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau
kateterisasi.

14
Gambar 11. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH
Keterangan :
Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih dari
15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat, terlihat
waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s, pasien ini urin
residunya 100 mL.
VII. PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadang-
kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi
apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi
medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hiperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan
kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal
ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal
ini dapat dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang
invasif.
Observasi Medikamentosa Operasi Invasive minimal
Watchful  Penghambat Prostatektomi terbuka  TUMT
waiting adrenergik α Endourologi  TUBD
 Penghambat 1. TURP  Stent uretra
reduktese α 2. TUIP  TUNA
3. TULP
 Fisioterapi
4. Elektovaporasi
 Hormonal

15
Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna

Gambar 12 (a). Skema pengelolaan BPH di Indonesia8

16
Gambar 12 (b). Skema pengelolaaan BPH di Indonesia8

a. Watchful waiting 5

17
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu
keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat terapi
namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2)
kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3)
batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi
makanan pedas dan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya keluhannya apakah
menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan
pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek
daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.
b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi resistansi otot
polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan
penghambat adrenergik alfa (adrenergik alfa blocker) dan (2) mengurangi volume prostat
sebagai komponen statik dengan cara menurunkan kadar hormone
testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5α-reduktase.
1) Penghambat reseptor adrenergik α. 5
Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu untuk
meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH.
Ditemukannya obat penghambat adrenergik-α1 dapat mengurangi penyulit sistemik yang
diakibatkan oleh hambatan pada α2 dari fenoksibenzamin (penghambat alfa non selektif).
Beberapa golongan obat penghambat adrenergik-α1 adalah:prazosin yang diberikan 2
kali sehari, terazosin, afluzosin, dan doksazosin yang diberikan sekali sehari. Obat-
obatan golongan ini dilaporkan dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin.

Gambar 15. Lokasi Reseptor 1-Adrenergik (1-ARs)

2) Penghambat 5 α reduktase 5

18
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari
testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 α reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya
kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun.
Pembesaran prostat di BPH secara langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini
menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan.
c. Terapi Invasif Minimal
Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan
1) Microwave transurethral.
Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang menggunakan gelombang mikro
untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan prostat yang berlebih. Dalam prosedur
yang disebut microwave thermotherapy transurethral (TUMT), perangkat mengirim
gelombang mikro melalui kateter untuk memanaskan bagian prostat dipilih untuk
setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah sistem pendingin melindungi saluran kemih
selama prosedur. Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara
rawat jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan disfungsi
ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi
mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi.

Gambar 13. Microwave Transurethral

2) Transurethral jarum ablasi.


Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral jarum ablasi invasif minimal
(TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem TUNA memberikan energy radio
frekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar untuk region prostat yang membesar.
Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat panas. Sistem TUNA meningkatkan
aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping yang lebih sedikit jika
dibandingkan dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP).

19
Gambar 14. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal
3) Thermotherapy dengan air.
Terapi ini menggunakan air panas untuk menghancurkan jaringan kelebihan dalam
prostat. Sebuah kateter mengandung beberapa lubang diposisikan dalam uretra sehingga
balon pengobatan terletak di tengah prostat. Sebuah komputer mengontrol suhu air, yang
mengalir ke balon dan memanaskan jaringan prostat sekitarnya. Sistem ini memfokuskan
panas di wilayah yang tepat prostat. Sekitar jaringan dalam uretra dan kandung kemih
dilindungi. Jaringan yang hancur keluar melalui urin

Gambar 15. Thermotherapy dengan Air


d. Bedah
Pembedahan direkomendasikan pada pasien-pasien BPH yang: (1) tidak menunjukkan
perbaikan setelah terapi medikamentosa, (2) mengalami retensi urin, (3) infeksi saluran
kemih berulang, (4) hematuria, (5) gagal ginjal, dan (6) timbulnya batu saluran kemih
atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah.
1) Pembedahan endoskopi. 5
Pada jenis operasi ini, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah memberikan anestesi,
ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen melalui uretra.
Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat/ transuretral resection of the
prostate (TURP) digunakan untuk 90 persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk
BPH. Dengan TURP, alat yang disebut resectoscope dimasukkan melalui penis.
Resectoscope dengan panjang sekitar 12 inci dan diameter 1/2 inci, berisi lampu, katup
untuk mengendalikan cairan irigasi, dan loop listrik yang memotong jaringan dan segel
pembuluh darah.

20
Cairan irigan yang dipakai adalah aquades. Kerugian dari aquades adalah sifatnya yang
hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan menyebabkan hipotermia
relatif atau gejala intoksikasi air yang dikenal dengan sindrom TURP. Ditandai dengan
pasien yang mulai gelisah, somnolen dan tekanan darah meningkat dan terdapat
bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak dan jatuh ke
dalam koma. Untuk mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP operator harus
membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam dan memasang sistostomi
terlebih dauhlu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke
sistemik.
Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope untuk
menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu waktu. Potongan-potongan
jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan kemudian dibuang keluar pada akhir
operasi. Prosedur transurethral kurang traumatis daripada bentuk operasi terbuka dan
memerlukan waktu pemulihan lebih pendek. Salah satu efek samping yang mungkin
TURP adalah ejakulasi retrograde, atau ke belakang. Dalam kondisi ini, semen mengalir
mundur ke dalam kandung kemih selama klimaks bukannya keluar uretra.
Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan
Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah lanjut
Perdarahan Perdarahan Inkontinensi
Sindrom TURP Dinsfungsi ereksi
Ejakulasi retrograde
Infeksi lokal/sistemik
Perforasi
Striktur uretra

21
(a)

(c) (b)
Gambar 16. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur ini
melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung kemih, di
mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada hiperplasi prostat yang tidak
tarlalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada pasen yang umurnya masih
muda.

2) Open surgery. 5
Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat digunakan,
operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan. Open surgery sering
dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram), ketika ada komplikasi, atau
ketika kandung kemih telah rusak dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan
melalui pendekatan suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal
(Millin). Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (5-10%),
ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%). Perbaikan gejala
klinis 85-100%.
3) Operasi laser5
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih
dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih sedikit komplikasi
sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah:
tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG
coagulation), sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung
sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate
lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke dalam prostat
menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan beberapa semburan energi yang

22
berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan
menyebabkan penyusutan.

Gambar 17. Operasi Laser pada Prostat

a) Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi laser
interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke jaringan prostat untuk
menghancurkannya.

Gambar 18. Interstitial laser coagulation

b) Potoselectif vaporisasi prostat (PVP).


PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara sama dengan
TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dengan mesin diatermi
yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup
aman tidak menimbulkan perdarahan pada saat operasi. Namun teknik ini hanya
diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu
operasi yang lebih lama.

Gambar 19. Potoselectif vaporisasi prostat

e. Kontrol berkala 5
 Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah terdapat
perbaikan klinis
 Pengobatan penghambat 5α-reduktase
Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6 untuk melihat respon terhadap terapi.
Kemudian setiap tahun untuk menilai perubahan gejala miksi.
 Pengobatan penghambat 5α-adrenegik

23
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan pemeriksaan
IPSS, uroflometri dan residu urin pasca miksi. Setlanjutnya kontrol dilakukan setelah 6
bulan dan kemudian setiap tahun.
 Terapi invasive minimal
Setelah 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian skor
miksi, juga diperiksa kultur urin
 Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan penyulit. Kontrol
selanjutnya 3 bulan untuk mengetahui hasil akhir operasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartz’s Principles of Surgery 8 th Edition.


Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2005
2. Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani. Pembesaran Prostat Jinak. Dalam: Kapita selekta
Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta, 2000; 329-344.
3. Mulyono, A. Pengobatan BPH Pada Masa Kini. Dalam : Pembesaran Prostat Jinak.
Yayasan penerbit IDI, Jakarta 1995; 40-48.5.
4. Rahardjo, J. Prostat Hipertropi. Dalam : Kumpulan Ilmu Bedah. Binarupa aksara,
Jakarta, 1996; 161-703.
5. Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Ketiga. Jakarta : Sagung Seto.
2011
6. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Prostat Hiperplasia. Dalam: Buku ajar Ilmu Bedah,
EGC, Jakarta, 2010; 900-1
7. Sabiston, David. Sabiston : Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus. Timan. EGC.
1994.
8. Pedoman Pengeloaan BPH di Indonesia-iaui. Diunduh pada tanggal 9 Januari 2015.

24

Anda mungkin juga menyukai