Case Ismi BPH
Case Ismi BPH
1. Identitas
Nama : Tn. B
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 67 tahun
Alamat : Sui. Jawi
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 1 April 2018 pukul 09.05 WIB
2. Anamnesis
Keluhan Utama
Tidak Bisa BAK
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan tidak bisa BAK sejak ± 3 jam SMRS. Awalnya pasien
mengeluhkan kencingnya menjadi sering tidak tuntas, putus-putus, serta pancarannya tidak
kuat seperti biasanya. Terkadang pasien harus mengejan agar memulai kencing ataupun
supaya tuntas. Hal ini sudah dialaminya sejak ± 3 bulan SMRS. Untuk mengatasi keluhannya,
pasien pergi ke mantri kemudian diberi obat untuk melancarkan kencingnya. Kencing mulai
kembali tidak lancar sejak ± 4 hari SMRS hingga akhirnya tidak bisa BAK sama sekali.
BAK seperti berpasir (-), warna teh (-), nyeri BAK (-), lancar ketika perpindahan posisi (-),
demam (-). Pasien mengatakan bahwa ia rutin mengkonsumsi air putih. Selain mengeluhkan
tidak bisa BAK, pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut bagian bawah serta nyeri
pinggang kanan.
1
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
- Riwayat penyakit diabetes mellitus, darah tinggi dan penyakit jantung disangkal.
- Riwayat dengan gejala serupa disangkal
Riwayat Sosial
Pasien bekerja sebagai petani dan berobat secara umum
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : Nadi : 80 x/menit
Napas : 20 x/menit
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Suhu : 36,6 oC
BB : 52 kg
TB : 155 cm
IMT : 21,6 (Normal)
Status generalis :
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
THT : Faring hiperemis (-), tonsil T1/T1, bibir sianosis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Dada : Tidak ada kelainan
Paru-paru :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-), penggunaan
otot bantu pernapasan (-)
Palpasi : Vokal fremitus sinistra = dekstra
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi :Suara napas dasar vesikular (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di 1 jari lateral sela iga 5 MCL Sinistra
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, hernia umbilikalis (-), inflamasi umbilicalis (-), ekskoriasi (-),
ulkus (-), striae (-) , skar (-), hematom (-), gerakan peristaltic tidak
tampak, pulsasi di epigastrium tidak tampak
Palpasi : Supel, defans muskular tidak ada, hepar dan limpa tidak teraba,
kandung kemih teraba penuh, nyeri tekan (+)
2
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), Edema (-/-) CRT <2 detik
Genital : Rectal Toucher : pole atas tidak teraba, girus (-), NT (-), Nodul (-),
musculus sfingter ani (+) kuat, ampula tidak kolaps.
4. Resume
Telah diperiksa seorang laki-laki berusia 67 tahun dengan keluhan tidak bisa BAK sejak 3
jam sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien mengeluhkan kencingnya menjadi sering
tidak tuntas, putus-putus, serta pancarannya tidak kuat seperti biasanya. Hal ini sudah
dialaminya sejak ± 3 bulan SMRS. Untuk mengatasi keluhannya, pasien pergi ke mantri
kemudian diberi obat untuk melancarkan kencingnya. Kencing mulai kembali tidak lancar
sejak ± 4 hari SMRS hingga akhirnya tidak bisa BAK sama sekali. Pasien juga mengeluhkan
nyeri perut bawah dan nyeri pinggang kanan
Dari hasil pemeriksaan fisik, pada pemeriksaan abdomen, Nyeri tekan (+) didaerah
suprapubik, rectal toucher kesan pembesaran prostat.
5. Saran Pemeriksaan Penunjang
- UL
- USG prostat
6. Diagnosa Kerja
Retensio urin e.c susp. BPH
7. Terapi
Pasang Selang Kateter → Keluar 1600 cc
Kontrol poli bedah
Meloxicam 2 x 7,5 mg
Cefadroxil 3 x 500 mg
8. Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad functionam : dubia ad Bonam
Ad sanationam : dubia
3
Tinjauan Pustaka
A. ANATOMI PROSTAT
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior
buli-buli di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti
piramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars
prostatica dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya ± 20 gram. Bila mengalami pembesaran
organ ini menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar
dari buli-buli.5
4
Gambar 2. Lobus prostat
5
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan
ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior
untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume
cairan prostat merupakan ± 25% dari seluruh volume ejakulat.5
Prostat mendapatkan inervasi otomomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus
prostatikus atau pleksus pelvikus yang menerima masukan serabut parasimpatik dari korda
spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus (T10-L2). Rangsangan parasimpatik
meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik
menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti saat ejakulasi.
Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli-
buli. Di tempat itu banyak terdapat reseptor adrenergik-α. Rangsangan simpatik
menyebabkan dipertahankan tonus otot polos tersebut. Pada usia lanjut sebagian pria akan
mengalami pembesaran kelenjar prostat akibat hiperplasia jinak sehingga dapat menyumbat
uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.5
B. HIPERLASIA PROSTAT BENIGNA/ BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA
(BPH)
I. DEFINISI
Hiperplasia Prostat Benigna adalah suatu keadaan dimana kelenjar periuretral prostat
mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer. Selain itu,
BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak yang hanya timbul pada
laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut.4
II. ETIOLOGI
6
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah:
(1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, (3)
Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel (apoptosis),
dan (5) Teori Stem sel.5
a. Teori Dihidrotestosteron (DHT)
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh
enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan
dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya
terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-reduktase
dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih
sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan
prostat normal.5
b. Ketidakseimbangan estrogen dan testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif
tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat. Telah diketahui
bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat
dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen,
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat
(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya
sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada
mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.5
c. Interaksi stroma epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara
tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu.
Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma
mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri
secara intrakin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun stroma.5
d. Berkurangnya kematian sel prostat (Apoptosis)
Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis kelenjar prostat.
Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel.
7
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat
secara keseluruhan makin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat.
Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah
dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.5
e. Teori stem cell
Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada kelenjar prostat,
selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada hubungan antara jenis-jenis sel
epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying,
yang keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel
transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel
ini akan menyebabkan terjadinya proliferasi sel.
III. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini sangat
bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar prostat hormon akan
dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5α
reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel- sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar
prostat.5
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat
aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat
mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli- buli berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli- buli.
Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal
dengan gejala prostatimus 5
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak terkecuali
pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran
balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat
jatuh ke dalam gagal ginjal. 5
Hiperplasia Prostat
↓
Penyempitan lumen uretra posterior
↓
Tekanan intravesika meningkat
↓ ↓
8
Buli-buli: Ginjal dan ureter:
Hipertrofi otot detrusor Refluks VU
Trabekulasi Hidroureter
Selula Hidronefrosis
Divertikel buli-buli Gagal ginjal
9
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk
mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatigue) sehingga
jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.
Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara lain :
1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang mengandung
diuretikum, minum tertalu banyak)
2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi prostat)
3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor
(golongan antikolinergik atau adrenergic-α)
Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan penentuan jenis
pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH, dibuatlah suatu skoring
yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem skoring, di antaranya skor International
Prostate Skoring System (IPSS) yang diambil berdasarkan skor American Urological
Association (AUA). Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri
derajat keluhan obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar
antara 0-35. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat.
10
Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara lain nyeri
pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/ urosepsis).
c. Gejala di luar saluran kemih5
Keluhan pada penyakit hernia/ hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi prostat.
Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal.
V. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba
massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine
yang selalu menetes tanpa disadari yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.5
1) Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )
Pada pemeriksaan colok dubur diperhatikan:
- Tonus sfingter ani/refleks bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan adanya kelainan
buli-buli neurologik
- Mukosa rektum
- Keadaan prostat, antara lain: kemungkinan adanya nodul, konsistensi prostat, simetri
antar lobus dan batas prostat.
Colok dubur pada pembesaran prostat benigna menunjukkan konsistensi prostat kenyal
seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak didapatkan nodul;
sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras/ teraba nodul dan mungkin
di antara lobus prostat tidak simetris.5
11
kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih
setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi
melakukan intervensi pada hipertrofi prostat. Derajat berat obstruksi dapat pula diukur
dengan mengukur pancaran urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal
pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik.
Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6 – 8 ml/detik, sedangkan maksimal
pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.6
12
Gambar 6. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia
13
Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan gelombang suara
di prostat. Gema pola gelombang suara merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar
tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah yang abnormal tampak memang tumor,
digunakan probe dan gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai.
Jarum mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan
mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki keganasan
prostat.7
Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur volume
prostat, caranya antara lain7:
Metode “step planimetry”. Yang menghitung volume rata-rata area horizontal diukur
dari dasar sampai puncak.
Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height) ,lebar (W/width)
dan panjang (L/length) dengan rumus : ½ (H x W x L)
4. Pemeriksaan lain5 :
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:
Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG setelah miksi
Pancaran urin/flow rate :
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik)
atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Aliran
yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya kurang
dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin. Post-void residual mengukur jumlah
air seni yang tertinggal di dalam kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari
50 mL umumnya menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan
pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta
untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau
kateterisasi.
14
Gambar 11. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH
Keterangan :
Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih dari
15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat, terlihat
waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s, pasien ini urin
residunya 100 mL.
VII. PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadang-
kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi
apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi
medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hiperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan
kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal
ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal
ini dapat dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang
invasif.
Observasi Medikamentosa Operasi Invasive minimal
Watchful Penghambat Prostatektomi terbuka TUMT
waiting adrenergik α Endourologi TUBD
Penghambat 1. TURP Stent uretra
reduktese α 2. TUIP TUNA
3. TULP
Fisioterapi
4. Elektovaporasi
Hormonal
15
Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna
16
Gambar 12 (b). Skema pengelolaaan BPH di Indonesia8
a. Watchful waiting 5
17
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu
keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat terapi
namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2)
kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3)
batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi
makanan pedas dan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya keluhannya apakah
menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan
pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek
daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.
b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi resistansi otot
polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan
penghambat adrenergik alfa (adrenergik alfa blocker) dan (2) mengurangi volume prostat
sebagai komponen statik dengan cara menurunkan kadar hormone
testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5α-reduktase.
1) Penghambat reseptor adrenergik α. 5
Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu untuk
meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH.
Ditemukannya obat penghambat adrenergik-α1 dapat mengurangi penyulit sistemik yang
diakibatkan oleh hambatan pada α2 dari fenoksibenzamin (penghambat alfa non selektif).
Beberapa golongan obat penghambat adrenergik-α1 adalah:prazosin yang diberikan 2
kali sehari, terazosin, afluzosin, dan doksazosin yang diberikan sekali sehari. Obat-
obatan golongan ini dilaporkan dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin.
2) Penghambat 5 α reduktase 5
18
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari
testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 α reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya
kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun.
Pembesaran prostat di BPH secara langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini
menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan.
c. Terapi Invasif Minimal
Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan
1) Microwave transurethral.
Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang menggunakan gelombang mikro
untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan prostat yang berlebih. Dalam prosedur
yang disebut microwave thermotherapy transurethral (TUMT), perangkat mengirim
gelombang mikro melalui kateter untuk memanaskan bagian prostat dipilih untuk
setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah sistem pendingin melindungi saluran kemih
selama prosedur. Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara
rawat jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan disfungsi
ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi
mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi.
19
Gambar 14. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal
3) Thermotherapy dengan air.
Terapi ini menggunakan air panas untuk menghancurkan jaringan kelebihan dalam
prostat. Sebuah kateter mengandung beberapa lubang diposisikan dalam uretra sehingga
balon pengobatan terletak di tengah prostat. Sebuah komputer mengontrol suhu air, yang
mengalir ke balon dan memanaskan jaringan prostat sekitarnya. Sistem ini memfokuskan
panas di wilayah yang tepat prostat. Sekitar jaringan dalam uretra dan kandung kemih
dilindungi. Jaringan yang hancur keluar melalui urin
20
Cairan irigan yang dipakai adalah aquades. Kerugian dari aquades adalah sifatnya yang
hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan menyebabkan hipotermia
relatif atau gejala intoksikasi air yang dikenal dengan sindrom TURP. Ditandai dengan
pasien yang mulai gelisah, somnolen dan tekanan darah meningkat dan terdapat
bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak dan jatuh ke
dalam koma. Untuk mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP operator harus
membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam dan memasang sistostomi
terlebih dauhlu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke
sistemik.
Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope untuk
menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu waktu. Potongan-potongan
jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan kemudian dibuang keluar pada akhir
operasi. Prosedur transurethral kurang traumatis daripada bentuk operasi terbuka dan
memerlukan waktu pemulihan lebih pendek. Salah satu efek samping yang mungkin
TURP adalah ejakulasi retrograde, atau ke belakang. Dalam kondisi ini, semen mengalir
mundur ke dalam kandung kemih selama klimaks bukannya keluar uretra.
Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan
Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah lanjut
Perdarahan Perdarahan Inkontinensi
Sindrom TURP Dinsfungsi ereksi
Ejakulasi retrograde
Infeksi lokal/sistemik
Perforasi
Striktur uretra
21
(a)
(c) (b)
Gambar 16. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur ini
melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung kemih, di
mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada hiperplasi prostat yang tidak
tarlalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada pasen yang umurnya masih
muda.
2) Open surgery. 5
Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat digunakan,
operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan. Open surgery sering
dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram), ketika ada komplikasi, atau
ketika kandung kemih telah rusak dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan
melalui pendekatan suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal
(Millin). Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (5-10%),
ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%). Perbaikan gejala
klinis 85-100%.
3) Operasi laser5
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih
dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih sedikit komplikasi
sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah:
tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG
coagulation), sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung
sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate
lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke dalam prostat
menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan beberapa semburan energi yang
22
berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan
menyebabkan penyusutan.
a) Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi laser
interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke jaringan prostat untuk
menghancurkannya.
e. Kontrol berkala 5
Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah terdapat
perbaikan klinis
Pengobatan penghambat 5α-reduktase
Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6 untuk melihat respon terhadap terapi.
Kemudian setiap tahun untuk menilai perubahan gejala miksi.
Pengobatan penghambat 5α-adrenegik
23
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan pemeriksaan
IPSS, uroflometri dan residu urin pasca miksi. Setlanjutnya kontrol dilakukan setelah 6
bulan dan kemudian setiap tahun.
Terapi invasive minimal
Setelah 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian skor
miksi, juga diperiksa kultur urin
Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan penyulit. Kontrol
selanjutnya 3 bulan untuk mengetahui hasil akhir operasi.
DAFTAR PUSTAKA
24