Perkembangbiakan Tanaman

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 11

SISTEM PERKEMBANGBIAKAN TANAMAN

(PENGAMATAN MORFOLOGI BUNGA)

LAPORAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Dindin Hidayatul Mursyidin, M.Sc

OLEH :
Muhammad Aldy Hernanda
NIM. 1611013310011

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2019
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu sayuran penting yang
dibudidayakan secara komersial di daerah tropika. Kegunaannya sebagain besar adalah
untuk keperluan rumah tangga. Selain dikonsumsi dalam bentuk segar, kering atau
olahan, kegunaan lain adalah untuk keperluan industri dan peternakan (Kusnandriyani,
1996). Pada tanaman cabai diketahui adanya fenomena heterosis, sehingga
memungkinkan untuk dibentuk varietas hibrida yang akan menghasilkan sifat-sifat yang
lebih baik dari varietas yang menyerbuk sendiri seperti untuk sifat kualitas dan daya hasil,
resistensi terhadap hama dan penyakit penting serta sifat baik lainnya. Benih hibrida
adalah benih yang diproduksi secara khusus yang menggunakan paling sedikit dua tetua
yang telah teruji sebelumnya. Benih hasil silangan kedua tetua tersebut benih hibrida.
Untuk menghasilkan benih hibrida tersebut, sampai sekarang masih dilakukan secara
manual dengan kedua tetua yang diketahui asal usulnya.
Menurut Syukur et al. (2012) persentase penyerbukan silang pada cabai cukup
tinggi yaitu mencapai 35%. Cabai memiliki bunga sempurna yaitu memiliki putik dan
benang sari dalam satu bunga, disebut juga berkelamin dua (hermaphrodite). Menurut
Kusandriani dan Permadi (1996), diantara kultivar-kultivar cabai terdapat perbedaan
dalam letak kepala putik terhadap kepala sari yang disebut heterostyly. Posisi dan ukuran
kepala putik sangat mempengaruhi terjadinya penyerbukan silang. Pada bunga yang
kepala putik lebih tinggi dari kotak sari akan terjadi penyerbukan silang. Pada bunga yang
kepala putik lebih rendah dari kotak sari akan terjadi penyerbukan sendiri. Hal ini yang
menyebabkan tanaman pada kultivar tertentu dapat mengadakan penyerbukan sendiri dan
pada kultivar lainnya terjadi penyerbukan silang. Praktikum system perkembangbiakan
tanaman (pengamatan morfologi bunga) penting dilakukan karena menentukan metode
seleksi yang digunakan untuk memperoleh varietas unggul yang diharapkan.

1.2 Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan untuk melatih mahasiswa agar mengetahui system


reproduksi (struktur bunga) beberapa tanaman budidya, sekaligus tipe persilangannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi dan Biologi Bunga Cabai


Bunga cabai umumnya merupakan bunga tunggal (kecuali pada species tertentu
berbunga ganda), yang terletak pada hampir setiap ruas (nodus). Mahkota bunga terdiri
atas 6-7 petala yang berwarna putih susu atau kadang-kadang ungu. Kepala sari berwarna
kebiruan sampai ungu. Bunga tanaman cabai cenderung bersifat protogyny, yaitu kepala
putik (stigma) telah masak (receptive) sebelum tepung sari atau sebelum antesis, dan
tepung sari keluar pada saat bunga mekar. Tanaman cabai, yang diklasifikasikan sebagai
tanaman penyerbuk sendiri, morfologi bunganya tidak membantu untuk terjadinya
penyerbukan sendiri hingga seratus persen. Di antara kultivar-kultivar cabai terdapat
perbedaan dalam letak kepala putik terhadap kotak sari yang disebut “heterostyly”.
Persilangan sering terjadi pada bunga yang memiliki tangkai putik yang panjang dan
kepala putik (stigma) lebih tinggi dari pada kotak sari (bentuk “pin”). Sedangkan
penyerbukan sendiri terjadi pada bunga yang memiliki tangkai putik yang pendek,
sehingga letak kepala putik lebih rendah dari pada kepala sari (bentuk “thrum”).
Massa tepung sari cabai juga sangat ringan dan stigmanya terbuka, sehingga
serangga ataupun angin akan dapat menyebabkan terjadinya persilangan antar tanaman.
Karena derajat persilangan alamiah pada cabai cukup tinggi, untuk menghindarkan
terjadinya persilangan antar varietas pada waktu produksi benihnya diperlukan isolasi ±
500 m (Hawthorn dan Pollard 1954). Cara lain untuk memperoleh tanaman yang seragam
adalah melalui penyerbukan sendiri dari keturunan yang bulk setiap jenis (Ivers dan Fehr
1978).

2.2 Penyerbukan Sendiri


Pembentukan buah pada bunga betina bergantung pada proses penyerbukan dari
bunga jantan atau bunga sempurna lainnya. Pada bunga sempurna, penyerbukan silang
dapat terjadi di samping penyerbukan sendiri yang berlangsung lebih dominan.
Penyerbukan sendiri (selfing) dapat terjadi menjelang bunga mekar. Penyerbukan silang
terjadi dengan peluang sebesar 20-30%. Pencampuran alel-alel pada penyerbukan silang
antarvarietas yang berbeda, secara genetic menciptakan ketegaran karakter (heterosis)
yang lebih baik dibandingkan dengan kedua tetuanya (Lippert dan Legg 1972, Chan
2001, Ariyanto dan Subagyo 2004). Nilai keragaan hibrida hasil persilangan 2 tetua
kemungkinan berada di antara nilai rerata kedua tetuanya, mendekati nilai salah satu tetua
(dominan parsial), dan sama atau lebih daripada nilai tertinggi salah satu tetuanya
(dominan/over dominan) (Alnopri 2005). Efek heterosis yang muncul pada F1 selain
disebabkan oleh tepatnya susunan genetik dalam keadaan heterosigot dan daya waris kuat
dari gen pembawa karakter (nilai heritabilitasnya tinggi) (Wardiana et al. 1995).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

1.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jum’at, 4 April 2019 pukul 14.00-16.00 WITA
bertempat di ruang Laboratorium Genetika dan Biologi Molekuler Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
1.2 Alat dan Bahan
1.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu beberapa tanaman yang telah
memasuki fase generatif
1.2.2 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu alat tulis, kaca pembesar (loop)
dan kamera.
1.3 Prosedur Praktikum
1. bawa tanaman yang sudah memasuki fase generatif (berbunga) dalam
keadaan segar, tiap mahasiswa membawa minimal 1 mcam tanaman
2. tentukan sistem perkembangbiakannya (seksual atau aseksual)
3. jika tanaman mempunyai bunga, amati bagian-bagian bunga (bila perlu
dengan loop) dan dokumentasikan dengan kamera.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Bagian Keterangan
No. Gambar
Tanaman

A.Bunga
Capsicum
frutescens

1. Bunga
B.Bunga
Capsicum
annum
a.

A. Buah
Capsicum
2. Buah frutescens
B. Buah
Capsicum
annum
A. Daun
Capsicum
frutescens

B. Daun
3. Daun
Capsicum
annum

4. Batang
Batang tanaman
Capsicum
frutescens

Bunga Bunga tanaman


5.
jantan jagung (Zea
mays L.)
Bunga
6. Bunga tanaman
betina
jagung (Zea
mays L.)

4.2 Pembahasan

C. frutescens L. adalah tumbuhan berupa terna, hidup mencapai 2 atau 3 tahun.


Bunga muncul berpasangan di bagian ujung ranting dalam posisi tegak, mahkota bunga
berwarna kuning kehijauan atau hijau keputihan dengan bentuk seperti bintang. Buah
muncul berpasangan pada setiap ruas, rasa cenderung sangat pedas, bentuk buah
bervariasi mulai dari bulat memanjang atau setengah kerucut, warna buah setelah masak
biasanya merah dengan posisi buah tegak. Spesies ini kadang-kadang disebut cabai
burung (Greenleaf, 1986; Pickersgill, 1989; Djarwaningsih, 2005). Sebagian besar spesies
Capsicum bersifat menyerbuk sendiri (self pollination) tetapi penyerbukan silang (cross
pollination) secara alami dapat pula terjadi dengan bantuan lebah dengan persentase
persilangan berkisar 7.6-36.8% (Greenleaf, 1986). Kim et al. (2009) melaporkan bahwa
penyerbukan silang alami pada tanaman cabai dapat terjadi dalam jarak 18 m .
Umumnya persilangan antar spesies cabai bisa dilakukan, karena antar spesies
cabai tersebut mempunyai kesamaan genom yaitu diploid (2n=2x=24) (Wang dan
Bosland, 2006). Namun persilangan tersebut ada yang relatif mudah misalkan antara C.
annuum x C. chinense dan C. frutescens x C. pendulum, dan ada yang sangat sulit untuk
persilangan C. annuum x C. frutescens, C. annuum x C. pubescens dan C. pendulum x C.
pubescens (Greenleaf, 1986). Hasil penelitian Setiamihardja (1993), menyatakan bahwa
cabai rawit spesies C. frutescens hanya dapat dijadikan sebagai tetua betina ketika
disilangkan dengan C. annuum dalam kegiatan persilangan buatan dan akan
menghasilkan tanaman yang fertil. Dari dua hasil penelitian yang sudah dilakukan
tersebut, terlihat bahwa persilangan interspesifik antara C. frutescens dengan C. annuum
akan berhasil jika C. frutescens hanya dijadikan sebagai tetua betina. Berbeda halnya
dengan hasil penelitian Kumar et al. (2010), yang menyatakan bahwa pada persilangan
interspesifik C. annuum dengan C. chacoense akan mendapatkan benih jika C. annuum
dijadikan sebagai tetua betina.
Persilangan antar spesies (interspesifik) memerlukan waktu yang relatif lama
karena sulit dilakukan dan keberhasilannya relatif kecil akibat adanya sifat
inkompatibiltas dan kegagalan persilangan yang cukup tinggi serta hasil persilangan antar
spesies juga sering menunjukkan sterilitas yang tinggi (Greenleaf, 1986). Cabai rawit
spesies C. frutescens hanya memiliki warna mahkota (corolla) hijau keputihan, warna
anter biru, warna buah muda hijau, putih, dan putih kehijauan, tangkai buah mengecilatau
menyempit pada bagian pangkal buah, bentuk daun deltoid (Syukur, 2005).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Cabai rawit spesies C. frutescens hanya memiliki warna mahkota (corolla) hijau
keputihan, warna anter biru, warna buah muda hijau, putih, dan putih kehijauan,
tangkai buah mengecilatau menyempit pada bagian pangkal buah, bentuk daun
deltoid
2. Persilangan antar spesies (interspesifik) memerlukan waktu yang relatif lama
karena sulit dilakukan dan keberhasilannya relatif kecil akibat adanya sifat
inkompatibiltas dan kegagalan persilangan yang cukup tinggi serta hasil
persilangan antar spesies juga sering menunjukkan sterilitas yang tinggi

5.2 Saran

Ruangan laboratorium agar bisa lebih dimaksimalkan sehingga praktikan merasa


nyaman tidak berdesakan pada saat praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Alnopri. 2005. Penampilan dan Evaluasi Heterosis Sifatsifat Bibit pada Kombinasi
Sambungan Kopi Arabika. J. Akta Agrosia. 8(1):25-29.

Greenleaf, W.H. 1986. Pepper breeding. p. 67-134. In M.J. Basset (Eds.). Breeding
Vegetables Crops. AVI Publishing Co. Conecticut.

Kim, C.G., D.I. Kim, H.J. Kim, J.I. Park, B. Lee, K.W. Park, S.C. Jeong, K.H. Choi, J.H.
An, K.H. Cho, Y.S. Kim, H.M. Kim. 2009. Assessment of gene flow from
genetically modified anthracnose-resistant chili pepper (Capsicum annuum L.) to
a conventional crop. J. Plant Bio. 52:251-258.

Kumar, O.A., R.C. Panda, S.S. Tata, K.G.R. Rao. 2010. Cytogenetic studies of F1 hybrid
Capsicum annuum L. x Capsicum chacoense (Hunz). J. Phytology 2:10- 15.

Kusandriani, Y. (1996). Pembentukan hibrida cabai. Balai Penelitian Tanaman Sayuran.


Lembang, Bandung, 19.

Lippert, L.F. and P.D. Legg. 1972. Diallel Analysis for Yield and Maturity Characteristic
in Muskmelon Cultivar. J. Amer. Soc. Hortic. Sci. 104:100-101.

Setiamihardja, R. 1993. Persilangan antar spesies pada tanaman cabai. Zuriat 4:112-114.

Syukur. M.. Sriani Sujiprihati. Rahmi Yunianti. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman.
Penebar Swadaya. Jakarta.

Wang, D., P.W. Bosland. 2006. The genes of Capsicum. HortScience. 41:1169-1187.

Wardiana, E., E. Randriani, dan H.T. Luntungan. 1995. Heterosis Jumlah Buah dan
Komponen Buah Hasil Persilangan Kelapa Genjah x Dalam. Zuriat. 6(1):32- 38.

Anda mungkin juga menyukai