Anda di halaman 1dari 14

LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI

SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2012/2013

PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI

MODUL : AERASI

PEMBIMBING : Dewi Widiabudiningsih, MT

Tanggal Praktikum : 1 Mei 2013

Tanggal Penyerahan laporan : 8 Mei 2013

Oleh :
Kelompok : 5
Nama : Nevy Puspitasari NIM. 111431020
Nur Fauziyyah Ambar NIM. 111431021
Nurul Latipah NIM. 111431022
Octaviani Ratnasari NIM. 111431023
Kelas : 2A

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KIMIA

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2013
A. TUJUAN :

1. Memahami prinsip kerja aerasi

2. Menentukan konsentrasi besi (III) dalam sampel air

B. DASAR TEORI :
Aerasi adalah pemambahan oksigen ke dalam air sehingga oksigen
terlarut di dalam air semakin tinggi. Pada prinsipnya aersi itu
mencampurkan air dengan udara atau bahan lain sehingga air yang
beroksigen rendah kontak dengan oksigen atau udara. Aerasi termasuk
pengolahan secara fisika, karena lebih mengutamakan unsur mekanisasi
dari pada unsur biologi. Aerasi merupakan proses pengolahan dimana air
dibuat mengalami kontak erat dengan udara dengan tujuan meningkatkan
kandungan oksigen dalam air tersebut. Dengan meningkatnya oksigen zat-
zat mudah menguap seperti hiddrogen sulfide dan metana yang
mempengaruhi rasa dan bau dapat dihilangkan. Kandungan
karbondioksida dalam air akan berkurang. Mineral yang larut seprti besi
dan mangan akan teroksidasi mementuk endapan yang dapat dihilangkan
dengan sedimentasi dan filtrasi.
Proses aerasi merupakan peristiwa terlarutnya oksigen di dalam air.
Efektifitas dari aerasi tergantung dari seberapa luas dari permukaan air
yang bersinggungan langsung dengan udara. Fungsi utama aerasi adalah
melarutkan oksigen ke dalam air untuk meningkatkan kadar oksigen
terlarut dalam air dan melepaskan kandunngan gas-gas yang terlarut dalam
air, serta membantu pengadukan air. Aerasi dapat dipergunakan untuk
menghilangkan kandungan gas terlarut, oksidasi besi dan mangan dalam
air, mereduksi ammonia dalam air melalui proses nitrifikasi.\
Proses aerasi sangat penting terutama pada pengolahan limbah yang
proses pengolahan biologinya memanfaatkan bakteri aerob. Bakteri aerob
adalah kelompok bakteri yang mutlak memerlukan oksigen bebas untuk
proses metabolismenya. Dengan tersedianya oksigen yang mencukupi
selama proses biologi, maka bakteri-bakteri tersebut dapat bekerja dengan
optimal. Hal ini akan bermanfaat dalam penurunan konsentrasi zat organik
di dalam air limbah. Selain diperlukan untuk proses metabolisme bakteri
aerob, kehadiran oksigen juga bermanfaat untuk proses oksidasi senyawa-
senyawa kimia di dalam air limbah serta untuk menghilangkan bau. Aerasi
dapat dilakukan secara alami, difusi, maupun mekanik.
Aerasi alami merupakan kontak antara air dan udara yang terjadi
karena pergerakan air secara alami. Beberapa metode yang cukup populer
digunakan untuk meningkatkan aerasi alami antara lain
menggunakan cascade aerator, waterfalls, maupun cone tray aerator.
Pada aerasi secara difusi, sejumlah udara dialirkan ke dalam air
limbah melalui diffuser. Udara yang masuk ke dalam air limbah nantinya
akan berbentuk gelembung-gelembung (bubbles). Gelembung yang
terbentuk dapat berupa gelembung halus (fine bubbles) atau kasar (coarse
bubbles). Hal ini tergantung dari jenis diffuser yang digunakan.
Aerasi secara mekanik atau dikenal juga dengan istilah mechanical
agitation menggunakan proses pengadukan dengan suatu alat sehingga
memungkinkan terjadinya kontak antara air dengan udara.
Memantau konsentrasi DO sudah pasti sangat berkaitan dengan aerasi.
Aerasi yang dimaksud di sini mencakup suplai oksigen serta metode
pelarutan oksigen ke dalam sistem activated sludge (mixing).Mixing dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Akan tetapi, dalam sistem activated
sludge selalu diperlukan aerasi secara mekanik karena laju aliran gas
oksigen murni yang masuk ke dalam sistem terlalu lambat sehingga sulit
untuk menyeragamkan konsentrasi di dalam tangki.
Sebagai rule of thumb, kebutuhan oksigen dikatakan terpenuhi apabila
konsentrasi DO di dalam reaktor biologi mencapai minimal 2 mg/L.
Memang hal ini bisa saja berubah, tergantung kondisi limbah masing-
masing instalasi. Saat konsentrasi DO berada di bawah nilai optimalnya,
indikator pertama adalah munculnya bakteri berbentuk filamen dalam
jumlah yang signifikan di dalam tangki aerasi. Komposisi mikroba akan
didominasi oleh bakteri jenis ini sehingga mempengaruhi kemampuan
lumpur untuk mengendap. Selama lumpur masih dapat dipisahkan dari
efluen (di clarifier) maka masalah masih dapat diatasi dengan
“membasmi” bakteri filamentous tersebut. Jika konsentrasi DO terus
menurun, maka pertumbuhan bakteri filamen akan semakin meningkat
lagi. Kondisi lanjutan seperti ini dapat menurunkan efisiensi pengolahan
karena efluen akan menjadi keruh. Pada kondisi yang lebih parah, lumpur
dapat berubah warna menjadi kehitaman dan akan muncul bau busuk
akibat kondisi tangki yang telah berubah menjadi anaerob.
Pengamatan visual merupkan indikator yang baik, akan tetapi akan
lebih baik lagi jika pemantauan konsentrasi DO dan kualitas efluen
dilakukan sebagai tindakan pencegahan. Perlu diingat, peralatan yang
dipakai untuk pemantauan DO tidak bisa diremehkan. Selalu gunakan alat
ukur yang terawat dengan baik, bersih, dan rutin dikalibrasi untuk
menjamin akurasi pengukuran. Memberi aerasi semaksimal mungkin
memang akan menjamin tersedianya oksigen di dalam tangki. Namun, hal
ini akan berdampak besar pada tingginya biaya operasional instalasi.A

C. ALAT DAN BAHAN:


Alat Bahan
Bola hisap Air sampel
Botol semprot Air Kran
Gelas kimia 50 mL Aquadest
Gelas kimia 500 mL HNO3 pekat
Gelas ukur 50 mL KSCN 10%
Pipet ukur 1 mL Larutan Fe 100 ppm
Pipet ukur 10 mL Larutan Fe 1000 ppm
Pipet ukur 25 mL
Bak kaca
Labu ukur 25 mL
Spektrofotometer
DO meter
Botol bertutup
Wadah bertutup
D. PROSEDUR KERJA :
1. Proses Aerasi terhadap Air Kran
10 L Air Kran

Mengambil sejumlah airpada


wadah (0 menit), mengukur
DO sampel tersebut

Memutar keran udara tekan dengan besar


tekanan udara 30 mm

Melakukan pengambilan sampel setiap


30 menit (sampai mendapat 8 titik)

Melakukan pengukuran DO

2. Proses Aerasi terhadap Sampel Air

10 L Air Sampel

Mengambil sejumlah sampel


air pada wadah (0 menit),
mengukur DO sampel
tersebut dan menyimpannya 2
hari
Memutar keran udara tekan dengan besar
tekanan udara 30 mm

Melakukan pengambilan sampel setiap


30 menit (sampai mendapat 8 titik)

Melakukan pengukuran DO

Mendiamkan 2 hari dan melakukan


pengukuran menggunakan
spektrofotometer

3. Pengukuran dengan Menggunakan Spektrofotometer

Air Sampel

KSCN 3 mL Labu takar HNO3 5 mL

Melakukan pengukuran
dengan menggunakan
spektrofotometer
E. DATA PENGAMATAN :

N Waktu DO (mg/L) Suhu (0C)

O (menit) Air Kran Sampel Air Kran Sampel

1. 0 7,7 6,6 25 25,6

2. 30 6,0 5,8 25,4 25,5

3. 60 5,9 6,8 25,5 25,5

4. 90 5,7 5,9 25,4 25,5

5. 120 5,9 6,2 25,5 25,6

6. 150 6,8 6,6 25,5 25,3

7. 180 6,3 6,3 25,3 25,2

8. 200 6,4 6,2 25,1 25,2

9. 220 6,6 6,4 25,2 25,1

Kurva Waktu vs DO
9

5
DO (mg/L)

Air Kran
4 Sampel

0
0 50 100 150 200 250
waktu (menit)
Kurva waktu vs DO Air Kran
9
8
7
6
DO (mg/L)

5
4
3
2
1
0
0 50 100 150 200 250
Waktu (Menit)

Kurva waktu vs DO sampel


7
6.8
6.6
6.4
DO (mg/L)

6.2
6
5.8
5.6
5.4
5.2
0 50 100 150 200 250
Waktu (Menit)

Data konsentrasi pengukuran Fe pada air sampel

Waktu (menit) Konsentrasi (mg/L)

0 164

30 129

60 128
90 118

120 115

150 115

180 111

200 84

220 67

Kurva Waktu vs Konsentrasi Fe


180
160
140
Konsentrasi Fe (mg/L)

120
100
80
60
40
20
0
0 50 100 150 200 250
Waktu (menit)
F. PEMBAHASAN :
Pada percobaan ini dilakukan proses aerasi untuk pengolahan air limbah
dimana aerasi ini dilakukan untuk menambah jumlah oksigen yang terlarut di
dalam air. Telah diketahui bahwa proses oksidasi akan berlangsung jika
oksigen yang tersedia cukup sebagai oksidan. Proses oksidasi akan mengubah
bentuk Fe2+ terlarut menjadi Fe3+ tersuspensi yang mudah mengendap di dalam
air. Reaksi pengikatan oksigen untuk proses oksidasi sebagai berikut:
4 Fe2+ + O2 + 2H2O 4 Fe(OH)3 + 8H+
Fe(OH)3 yang terbentuk dari proses aerasi tersebut kemudian
mengendap, akan tetapi untuk diendapkannya endapan Fe(OH)3 ini dibutuhkan
waktu yang agak lama dikarenakan partikel endapan yang sangat halus
sehingga pengendapannya dibutuhkan waktu yang agak lama. Berdasarkan
percobaan air didiamkan selama 2 hari, adanya endapan berwarna kuning
setelah didiamkan selama 2 hari menunjukan bahwa Fe(OH)3 yang terbentuk
ketika proses aerasi telah mengendap. Terendapkannya Fe menjadikan air telah
berkurang konsentrasi besinya dikarenakan besinya telah terendapkan. Ketika
dianalisis air sampel yang dianalisis adalah air sampel yang berada diatas
endapannya dimana seharusnya kadar atau konsentrasi Fe pada air telah
berkurang. Untuk menentukan konsentrasi Fe pada air yang telah diendapkan
besinya, dilakukan pengukuran konsentrasi pada spektrofotometer. Fe pada air
sampel pada percobaan ini langkah pertama yang dilakukan dengan
mereaksikan larutan sampel direaksikan dengan larutan KSCN yang
merupakan pereaksi warna dan reaksinya dengan larutan besi yang merupakan
senyawa kompleks Fe(SCN)3.
Fe3+ + KSCN Fe(SCN)3
Selain ditambahkan KSCN larutan standar Fe direaksikan dengan
HNO3. HNO3 digunakan untuk membuat suasana asam dimana pada suasana
asam ini maka Fe akan bereaksi dengan KSCN membentuk Fe(SCN) 3.
Sehingga kompleks yang tersebut bersifat sangat stabil dan dapat diukur
konsentrasi atau persen transmittannya menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang sekitar 470 nm. Pereaksi ini akan menghasilkan warna
yang menyerap dengan kuat sehingga dapat digunakan untuk analisa besi
dalam kadar kecil. Pembentukan bentuk molekul dalam menyerap sinar tampak
diperlukan bila senyawa yang dianalisis tidak melakukan penyerapan di daerah
sinar tampak.
Dari percobaan yang dilakukan aerasi dilakukan dengan laju alir udara
yang sama pada tangki air sampel dengan tangki air kran, dimana laju alur
yang diberikan adalah sebesar 30.....Laju alir yang diberikan pada kedua tangki
sama agar kedua tangki mendapatkan jumlah oksigen yang sama sehingga
kedua data yang dihasilkan dapat dibandingkan. Selang yang digunakan untuk
mengalirkan udara kedalam air sampel dan air kran diletakan didasar tangki,
hal ini dilakukan karena agar seluruh air didalam tangki teraerasi karena bila
selang diletakan ditengah atau dipermukaan air pada tangki maka air yang ada
didasar tangki tidak akan teraerasi. Dari hasil percobaan didapat pengukuran
DO pada air sampel dan air kran dimana dilakukan sampling setiap 30 menit
sekali. Dari hasil pengukuran DO pada air sampel maupun pada air kran
keduanya menghasilkan kurva yang fluktuatif dimana semakin lama waktu
aerasi berlangsung besarnya DO terlihat naik turun, artinya besarnya nilai DO
pada proses aerasi tidak memiliki korelasi. Besarnya kebutuhan oksigen
dikatakan terpenuhi apabila konsentrasi DO di dalam reaktor biologi mencapai
minimal 2 mg/L. Saat konsentrasi DO berada di bawah nilai optimalnya,
indikator pertama adalah munculnya bakteri berbentuk filamen dalam jumlah
yang signifikan di dalam tangki aerasi. Dari hasil percobaan dari DO kran
dengan DO air sampel nilainya diatas 2 mg/L sehingga jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ dapat terpenuhi. Kurva yang
fluktuatif yang didapat dari hasil percobaan dikarenakan proses aerasi yang
tidak merata sehingga nilai DO naik turun.
Dari hasil percobaan pengukuran Fe, dari air sampel yang telah diareasi
dan didiamkan sebelumnya dan ditambahkan pereaksi, terlihat bahwa semakin
lama waktu aerasi konsentrasi Fe semakin menurun. Sedangkan pada
percobaan ini blanko yang dibuat adalah berwarna, hal ini menunjukan bahwa
dalam aquadest yang digunakan mengandung Fe. Menurut teori semakin lama
proses aerasi seharusnya maka Fe akan terendapkan semakin banyak sehingga
semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk aerasi maka konsentrasi Fe dalam
air seharusnya semakin berkurang. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu
aerasi maka semakin banyak oksigen yang dimasukan kedalam tangki air
sampel sehingga dikarenakan semakin banyak oksigen yang dimasukan maka
semakin banyak juga Fe yang terendapkan sehingga kandungan Fe dalam air
semakin kecil karena semakin banyak Fe yang terendapkan. Dari data yang
didapat, didapatkan konsentrasi Fe terkecil adalah 67 ppm yaitu pada 220
menit. Sehingga dari proses aerasi ini, kandungan Fe dari air sampel dapat
diturunkan konsentrasinya hingga 67 ppm selama 220 menit. Konsentrasi
terkecil dari pengolahan aerasi ini adalah 67 ppm apabila dibandingkan dengan
literatur air limbah PP. No. 81 Tahun 2001 dimana Fe tidak boleh lebih dari 1
ppm sehingga bila diaplikasikan konsentrasi Fe terkecil dari proses ini lebih
besar dibanding literatur sehingga dari pengolahan aerasi ini tidak dapat
dibuang langsung ke lingkungan.

G. KESIMPULAN :
Dari hasil praktikum, didapatkan hasil :
1. DO yang dihasilkan dari air keran dan sampel mempunyai nilai yang
fluktuatif.

2. Konsentrasi Fe dalam sampel dengan bertambahnya waktu akan semakin


kecil.

3. Menurut literatur air limbah PP. No. 81 Tahun 2001 dimana Fe tidak boleh
lebih dari 1 ppm, sedangkan Fe yang diperoleh dari hasil praktikum
sebesar 67 ppm. Sehingga dari pengolahan aerasi ini tidak dapat dibuang
langsung ke lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. “Activated Sludge Process Control-Part 2 Pemantauan DO”, (online),


(http://www.airlimbah.com/2010/10/18/activated-sludge-process-control-
part-2-pemantauan-do/ diunduh 5 Mei 2013 pkl. 19.00)
Anonim. “Aerasi didalam Pengolahan Limbah Cair”, (online),
(http://www.airlimbah.com/2010/08/12/aerasi-di-dalam-pengolahan-limbah-
cair/ diunduh pada 6 Mei 2013 pkl. 21.01)
Anonim. 2006. “Teknologi Aerasi Sangat dibutuhkan Pada IPAL dan IPAM”,
(online), (http://bennysyah.edublogs.org/2006/12/14/salahkah-bersikap-
keras-dalam-dakwah-3/ diunduh pada 6 Mei 2013 pkl. 19.18)
Ida, Ayu. 2012. “Aerasi dan Oksigenasi”, (online), ( http://ida-
mulyani.blogspot.com/2012/05/aerasi-dan-oksigenasi.html diunduh pkl 6
Mein 2013 pkl. 20.05)

Anda mungkin juga menyukai