Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya lah sehingga kami mampu menyusun makalah yang kami kumpulkan dari
berbagai sumber ini, yang kemudian kami susun sedemikian rupa, hingga menjadi
sebuah makalah dalam mata kuliah Keperawatan Maternitas dengan tema “Eklampsia”.
Kami sangat mengharapkan makalah ini sekiranya dapat berguna dalam rangka
mengurangi angka kematian ibu (AKI) melalui pembelajaran mengenai eklampsia yang
sering terjadi pada masyarakat yang disertai dengan cara pencegahan dan penanganannya
yang telah dijelaskan dalam makalah. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari apa yang diharapkan.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang hendak membacanya.
Atas perhatiannya, tidak lupa pula kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang membantu hingga terciptanya makalah ini.
Kritik dan saran sangat kami harapkan dari pemerhati demi kesempurnaan makalah ini.

Surakarta, 7 Agustus 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tergolong cukup tinggi. Angka
kematian ibu akibat hipertensi terus meningkat, salah satunya disebabkan oleh
preeklamsia dan eklamsia. Sekitar 50.000 wanita meninggal setiap tahun akibat
komplikasi terkait preeklampsia dan eklampsia (Hezelgrave dkk., 2012).
Preeklampsia dan eklampsia adalah bentuk hipertensi dalam kehamilan yang paling
menonjol sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi
(WHO, 2011). Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi disertai proteinuria,
merupakan suatu gangguan multisistem yang terjadi setelah usia kehamilan 20
minggu. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang. Preeklampsia
dan eklampsi berkontribusi terhadap 10 – 15% dari total kematian ibu di dunia.
Sebagian besar kematian di negara berkembang diakibatkan oleh eklampsia,
sementara di negara maju lebih sering disebabkan oleh komplikasi dari
preeklampsia (Turner, 2010). Eklampsia menduduki urutan kedua setelah perdarahan
sebagai penyebab utama kematian ibu di Indonesia pada tahun 2010 (Hernawati,
2011).
Etiologi dan patofisiologi preeklampsia masih belum dapat dipahami dengan
jelas sehingga menjadi tantangan dalam pencegahan penyakit tersebut. Strategi
untuk mengatasi preeklampsia dan komplikasinya difokuskan pada deteksi dini
penyakit dan tatalaksana terapi yang tepat. Tatalaksana terapi preeklampsia dan
eklampsia bergantung pada ketersediaan pelayanan obstetri emergensi termasuk
antihipertensi, magnesium sulfat (antikonvulsan), dan fasilitas yang diperlukan untuk
persalinan (Hezelgrave dkk., 2012). Pengontrolan tekanan darah ibu dengan
antihipertensi penting untuk menurunkan insidensi perdarahan serebral dan
mencegah terjadinya stroke maupun komplikasi serebrovaskular lain akibat
preeklampsia dan eklampsia (Sidani dan Siddik-Sayyid, 2011). Antikonvulsan
diberikan untuk mencegah terjadinya kejang pada preeklampsia dan mengatasi
kejang pada eklampsia (Duley dkk., 2010).
Kejang yang tidak ditangani dengan antikonvulsan secara tepat menjadi
masalah utama pada kasus kematian akibat eklampsia (Duley dkk., 2010). Terapi
antihipertensi yang inadekuat dalam perawatan klinis juga menjadi masalah serius
yang menyebabkan perdarahan intrakranial pada sebagian besar kasus kematian.
Laporan terakhir menunjukkan bahwa guideline-guideline hipertensi dalam
kehamilan harus dapat mengidentifikasi batas tekanan darah yang memerlukan
terapi antihipertensi dan pemilihan antihipertensi yang efektif serta aman digunakan
pada masa kehamilan (Lewis, 2007).
Obat harus aman, efektif, dan digunakan secara rasional untuk menghasilkan
efek yang diinginkan. Terapi dengan obat pada masa kehamilan memerlukan
perhatian khusus karena ancaman efek teratogenik obat dan perubahan fisiologis
pada ibu sebagai respon terhadap kehamilan. Obat dapat menembus sawar plasenta
dan masuk ke dalam sirkulasi darah janin (Sharma dkk., 2006; Schellack dan
Schellack, 2011).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas tentang eklampsia pada
ibu hamil
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui apa pengertian eklampsia
b. Mengetahui bagaimana etiologi eklampsia
c. Mengetahui bagaimana patofisiologi eklampsia
d. Mengetahui bagaimana pathway eklampsia
e. Mengatahui apa saja klasifikasi eklampsia
f. Mengetahui bagaiman diagnosis dan gambaran klinis eklampsia
g. Mengetahui apa saja komplikasi eklampsia
h. Mengetahui bagaimana diagnosis eklampsia
i. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan eklampsia
j. Mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan eklampsia
C. Manfaaat
1. Manfaat bagi penulis
Adapun manfaat yang dapat diperoleh kelompok yakni dapat mngerjakan
tugas kelompok dengan meningkatnya kerjasama dan kekompakan.
2. Manfaat bagi pembaca
Dapat menambah pengetahuannya tentang eklampsia
3. Manfaat bagi dosen yang bersangkutan
Dapat memberikan penilaian kepada mahasiswa dari hasil penulisan
makalah dan diskusi kelompok dalam kelas dan mengetahui seberapa jauh
mahasiswa mampu memahami materi yang dibahas dalam diskusi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau
masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan
saraf) dan atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-
eklampsia. Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang tiba-
tiba yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa nifas
yang menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya. Kejang disini bersifat grand mal
dan bukan diakibatkan oleh kelainan neurologis. Istilah eklampsia berasal dari
bahasa Yunani yang berarti halilintar. Kata-kata tersebut dipergunakan karena
seolah-olah gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului tanda-tanda
lain.
Eklamsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau masa
nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf)
dan / koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklamsia.
Kondisi gawat terjadi bila timbul kejang atau bahkan pingsan yang berarti
sudah terjadi gangguan di otak. Pada tahap inibisa dikatakan penyakit berada pada
tahap eklampsia. Pada kasus yang sudah lanjut, sang ibu pada awalnya mengalami
kejang selama 30 detik, lalu meningkat selama 2 menit, sebelum akhirnya pingsan
selama 10-30 menit.Kewaspadaan perlu ditingkatkan, karena bila penderita koma
berkepanjangan bisa timbul komplikasi berat. Seperti gagaljantung, gagal ginjal,
terganggunya fungsi paru-paru, dan tersendatnya metabolisme tubuh.
Pada tahun 2013 penyebab kematian ibu terbesar di Indonesia disebabkan
oleh perdarahan yaitu 30,3%, kemudian diikuti hipertensi dalam kehamilan (HDK)
sebesar 27,1%, infeksi 7,3%, partus lama 1,8% dan abortus 1,6%. Angka hipertensi
dalam kehamilan teru mengalami kenaikan dari tahun 2010 sampai 2013 (Kemenkes
RI, 2013). Ipertensi dalam kehamilan terdiri dari 5 macam, yaitu hipertensi kronik,
hipertensi gestasional, hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia,
preeklamsia dan eklamsia (Cunningham, 2012).
B. Etiologi
Banyak faktor yang meningkatkan insiden preeklamsia/ eklamsia, salah satu
faktor resiko preeklamsia adalah kehamilan usia remaja atau kurang dari 20 tahun
dan kehamilan usia lanjut taau lebih dari dari 34 tahun. Penyebab secara pasti belum
diketahui, tetapi banyak teori yang menerangkan tentang sebab akibat dari penyakit
ini, antara lain:
a. Teori Genetik
Eklamsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih sering
ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre eklamsia.
b. Teori Imunologik
Kehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin yang merupakan
benda asing karena ada faktor dari suami secara imunologik dapat diterima dan
ditolak oleh ibu. Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila janin dianggap bukan
benda asing dan rahim tidak dipengaruhi oleh sistem imunologi normal sehingga
terjadi modifikasi respon imunologi dan terjadilah adaptasi. Pada eklamsia terjadi
penurunan atau kegagalan dalam adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat
sehingga konsepsi tetap berjalan.
c. Teori Iskhemia Regio Utero Placental
Kejadian eklamsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero placenta
menimbulkan bahan vaso konstriktor yang bila memakai sirkulasi, menimbulkan
bahan vaso konstriksi ginjal. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan produksi
renin angiotensin dan aldosteron. Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi
general, termasuk oedem pada arteriol. Perubahan ini menimbulkan kekakuan
anteriolar yang meningkatkan sensitifitas terhadap angiotensin vasokonstriksi
selanjutnya akan mengakibatkan hipoksia kapiler dan peningkatan permeabilitas
pada membran glumerulus sehingga menyebabkan proteinuria dan oedem lebih
jauh.
d. Teori Radikal Bebas
Faktor yang dihasilkan oleh ishkemia placenta adalah radikal bebas. Radikal
bebas merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang sangat labil,
sangat reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal bebas ditandai dengan adanya
satu atau dua elektron dan berpasangan. Radikal bebas akan timbul bila ikatan
pasangan elektron rusak. Sehingga elektron yang tidak berpasangan akan mencari
elektron lain dari atom lain dengan menimbulkan kerusakan sel. Pada eklamsia
sumber radikal bebas yang utama adalah placenta, karena placenta dalam pre
eklamsia mengalami iskhemia. Radikal bebas akan bekerja pada asam lemak tak
jenuh yang banyak dijumpai pada membran sel, sehingga radikal bebas merusak
sel. Pada eklamsia kadar lemak lebih tinggi daripada kehamilan normal, dan
produksi radikal bebas menjadi tidak terkendali karena kadar anti oksidan juga
menurun.
e. Teori Kerusakan Endotel
Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi pembuluh
darah agar tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan menghindari pengaruh
vasokonstriktor. Kerusakan endotel merupakan kelanjutan dari terbentuknya
radikal bebas yaitu peroksidase lemak atau proses oksidase asam lemak tidak
jenuh yang menghasilkan peroksidase lemak asam jenuh. Pada eklamsia diduga
bahwa sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase lemak adalah sel endotel
pembuluh darah. Kerusakan endotel ini sangat spesifik dijumpai pada glumerulus
ginjal yaitu berupa “glumerulus endotheliosis”. Gambaran kerusakan endotel
pada ginjal yang sekarang dijadikan diagnosa pasti adanya pre eklamsia.
f. Teori Trombosit
Placenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin dari asam
arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin. Ishkemi regio utero
placenta menimbulkan gangguan metabolisme yang menghasilkan radikal bebas
asam lemak tak jenuh dan jenuh. Keadaan ishkemi regio utero placenta yang
terjadi menurunkan pembentukan derivat prostaglandin (tromboksan dan
prostasiklin), tetapi kerusakan trombosit meningkatkan pengeluaran tromboksan
sehingga berbanding 7 : 1 dengan prostasiklin yang menyebabkan tekanan darah
meningkat dan terjadi kerusakan pembuluh darah karena gangguan sirkulasi.
g. Teori Diet Ibu Hamil
Kebutuhan kalsium ibu hamil 2 - 2½ gram per hari. Bila terjadi kekurangan
kalsium, kalsium ibu hamil akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan janin,
kekurangan kalsium yang terlalu lama menyebabkan dikeluarkannya kalsium otot
sehingga menimbulkan kelemahan konstruksi otot jantung yang mengakibatkan
menurunnya strike volume sehingga aliran darah menurun. Apabila kalsium
dikeluarkan dari otot pembuluh darah akan menyebabkan konstriksi sehingga
terjadi vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah.
C. Patofisiologi
Pada kehamilan normal, volume vascular dan cardiac output meningkat.
Meskipun meningkat, tekanan darah tidak normal pada kehamilan normal. Hal ini
mungkin disebabkan oleh karena wanita hamil menjadi resisten terhadap efek
vasokonstriktor, seperti angitensin II. Tahanan vascular perifer meningkat karena efek
beberapa vasodilator seperti prostacyclin (PGI2), prostaglandin E (PGE), dan
endothelium derived relaxing factor(EDRF). Rasio tromboxan dan PGI2 meningkat.
Tromboxane diproduksi oleh ginjal dan jaringan trophoblastic, menyebabkan
vasokonstriksi dan agregasi platelet. Vasospasme menurunkan diameter pembuluh darah,
yang akan merusak sel endothelial dan menurunkan EDRF. Vasokonstriksi juga akan
mengganggu darah dan meningkatkan tekanan darah. Hasilnya, sirkulasi ke seluruh organ
tubuh termasuk ginjal, hati, otak, dan placenta menurun.
Perubahan – perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut:

 Penurunan perfusi ginjal menyebabkan penurunan glomerular filtration rate


(GFR); sehingga urea nitrogen darah, kreatinin, dan asam urat mulai meningkat.
 Penurunan aliran darah ke ginjal juga menyebabkan kerusakan ginjal. Hal ini
menyebabkan protein dapat melewati membrane glomerular yang pada
normalnya adalah impermeable terhadap molekul protein yang besar. Kehilangan
protein menyebabkan tekanan koloid osmotic menurun dan cairan dapat
berpindah ke ruang intersisial.
 Hal ini dapat menyebabkan terjadinya edema dan penurunan volume
intravascular, yang meningkatkan viskositas darah dan meningktanya hematokrit.
Respon untuk mengurangi volume intravascular, angiotensin II dan aldosteron
akan dikeluarkan untuk memicu retensi air dan sodium. Terjadilah lingkaran
proses patologik: penambahan angiotensin II semakin mengakibatkan
vasospasme dan hipertensi; aldosteron meningkatkan retensi carian dan edema
akan semakin parah.
 Penurunan sirkulasi ke hati mengakibatkan kerusakan fungsi hati dan edema
hepatic dan perdarahan sibcapsular, yang dapat mengakibatkan hemorrhagic
necrosis. Di manifestasikan dengan peningkatan enzim hati dalam serum ibu.
 Vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan tekanan yang akan
menghancurkan dinding tipis kapiler, dan perdarahan kecil cerebral. Gejala
vasospasme arteri adalah sakit kepala, gangguan penglihatan, seperti penglihatan
kabur, spot, dan hiperaktif reflek tendon dalam.
 Penurunan tekanan koloid onkotik dapat menyebabkan bocornya kapiler
pulmonal mengakibatkan edema pulmonal. Gejala primer adalah dyspnea
 Penurunan sirkulasi plasenta mengakibatkan infark yang meningktakan factor
resiko abruptio placentae dan DIC. Ketika aliran darah maternal melalui placenta
berkurang, mengakibatkan pembatasan perkembangan intrauterine janin dan
janin mengalami hipoksemia dan asidosis.

D. Pathway

E. Klasifikasi Eklampsia
Berdasarkan waktu terjadinya, eklampsia dapat dibagi:
a. Eklampsia gravidarum
1) Kejadian 50% sampai 60%
2) Serangan terjadi dalam keadaan hamil
b. Eklampsia parturientum ialah eklamsi pada saat persalinan
1) Kejadian sekitar 30% sampai 35%
2) Batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan terutama saat mulai
inpartu
c. Eklampsia postpartum ialah eklamsia setelah persalinan
1) Kejadian jarang yaitu 10%
2) Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir

F. Diagnosis dan Gambaran Klinik Eklampsia


a. Seluruh kejang eklampsia didahului dengan preeklampsia. Preeklampsia dibagi
menjadi ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila ada satu atau lebih
tanda dibawah ini :
1. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg
atau lebih
2. Proteinuria 5 gr atau lebih dalam24 jam; 3+ atau 4+ pada pemetiksaan
kualitatif
3. Oliguria, diuresis 400 ml atau kurang dalam 24 jam
4. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium
5. Edema paru atau sianosis.
b. Jika gejala ini tidak dikenali dan diatasi akan segera timbul kejangan, dengan 4
macam tingkat:
1. Stadium invasi (awal atau auora)
Mata terpaku dan terbuka tanpa melihat,kelopak mata dan tangan bergetar,
kepala dipalingkan kanan atau kiri yang berlangsung kira-kira 30 detik.
2. Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan jadi kaku,wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki
membelok ke dalam, pernafasan terhenti, muka mulai terlihat sianosis, lidah
dapat tergigit. Stadium ini berlangsung kira-kira 20-30 detik.
3. Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam waktu yang cepat. Mulut
terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata
melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama
1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas
seperti mendengkur.
4. Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran (koma) ini beberapa menit sampai berjam-jam.
Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya wanita
tetap dalam keadaan koma. Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi
cepat dan suhu naik sampai 40°C.
G. Komplikasi
Komplikasi yag terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Komplikasi di bawah ini
biasanya terjadi pada eklampsia :
a) Solusio plasenta.
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan
lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo 15,5% solusio plasenta disertai pre-eklampsia.
b) Hipofibrinogenemia
Pada eklampsia, ditemukan 23% hipofibrinogenemia. Maka perlu dilakukan
pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkal
c) Hemolisis
Penderita dengan eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik
hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah
ini merupakan kerusakan sel-sela hati atau destruksi sel darah merah.
Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita
eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
d) Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
e) Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal
ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
f) Edema paru-paru
Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia, hal
ini disebabkan karena payah jantung.
g) Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus
arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tapi ternyata juga
ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati juga dapat diketahui
dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnyz.
h) Sindroma HEELP
Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.
i) Kegagalan Ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma
sel endotelialtubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain
yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
j) Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang,
pneumonia aspirasi, dan DIC (dessiminated intravaskuler coogulation)
k) Prematuritas, dismaturitas, dan kematian intra-uterin.
H. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1. Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, edema,
hipertensi, dan timbul proteinuria
2. Gejala subyektif : sakit kepala didaerah fromtal, nyeri epigastrium; gangguan
visus; penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual dan muntah.
3. Gangguan serebral lainnya: refleks meningkat, dan tidak tenang
4. Pemeriksaan: tekanan darah tinggi, refleks meningkat dan proteinuria pada
pemeriksaan laboratorium

I. Penatalaksanaan Eklamsia
Prinsip penataksanaan eklamsi sama dengan pre-eklamsi berat dengan tujuan
menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya
dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.
a. Penderita eklamsia harus di rawat inap di rumah sakit
b. Saat membawa ibu ke rumah sakit, berikan obat penenang untuk mencegah
kejang-kejang selama dalam perjalanan. Dalam hal ini dapat diberikan pethidin
100 mg atau luminal 200mg atau morfin 10mg.
c. Tujuan perawatan di rumah sakit;
1) Menghentikan konvulsi
2) Mengurangi vaso spasmus
3) Meningkatkan diuresis
4) Mencegah infeksi
5) Memberikan pengobatan yang tepat dan cepat
6) Terminasi kehamilan dilakukan setelah 4 jam serangan kejang terakhir
dengan tidak memperhitungkan tuannya kehamilan.
d. Sesampai di rumah sakit pertolongan pertama adalah:
1) Membersihkan dan melapangkan jalan pernapasan
2) Menghindari lidah tergigit
3) Pemberian oksigen
4) Pemasangan infus dekstrosa atau glukosa 10 %-20%-40%
5) Menjaga jangan terlalu trauma
6) Pemasangan kateter tetap(dauer kateter)
e. Observasi ketat penderita:
1) Dalam kamar isolasi: tenang, lampu redup- tidak terang, jauh dari
kebisingan dan rangsangan.
2) Dibuat daftar catatan yang dicatat selama 30 menit: tensi, nadi, respirasi,
suhu badan, reflek, dan dieresis diukur. Kalau dapat dilakukan funduskopi
sekali sehari. Juga dicatat kesadaran dan jumlah kejang.
3) Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis, pada umumnya 2
liter dalam 24 jam.
4) Diperiksa kadar protein urine 24 jam kuantitatif
f. Penatalaksanaan pengobatan
1. Sulfas Magnesium injeksi MgSO4% dosis 4 gram IV perlahan-lahan
selama 5-10menit, kemudian disusul dengan suntikan IM dosis 8 gram.
Jika tidak ada kontraindikasi suntikan IM diteruskan dengan dosis 4 gr
setiap 4 jam. Pemberian ini dilakukan sampai 24jam setelah konvulsi
berakhir atau setelah persalinan, bila tidak ada
kontraindikasi(pernapasan,reflek, dan diuresis). Harus tersedia kalsium
glukonas sebagai ntidotum. Kegunaan MgSO4 adalah:
 Mengurangi kepekaan syaraf pusat untuk mencegah konvulsi
 Menambah diuresis, kecuali bila ada anuria
 Menurunkan pernafasan yang cepat
2. Pentotal sodium
 Dosis inisal suntikan IV perlahan-lahan pentotal sodium 2,5%
sebanyak 0,2-0,3gr.
 Dengan infus secara tetes (drips)tiap 6 jam:
 1 gr pentotalsodium dalam 500 cc dektrosa 10 %
 ½ gr pentotalsodium dalam 500 cc dektrosa 10 %
 ½ gr pentotalsodium dalam 500 cc dektrosa 5 %
 ½ gr pentotal sodium dalam 500 cc dektrosa 5 %(selama 24 jam)
Kerja pentotal sodium; menghentikan kejang dengan segara. Obat ini
hanya diberikan di rumah sakit karena cukup berbahaya
menghentikan pernapasa(apnea)
g. Pemberian antibiotika
Untuk mencegah infeksi diberikan antibiotika dosis tinggi setiap hari
Penisilin prokain 1,2-2,4 juta satuan.
h. Penanganan Obstetrik
Setelah pengobatan pendahuluan, dilakukan penilaian tentang status
obsterikus penderita: keadaan janin, keadaan serviks dan sebagainya.
Setelah kejang dapat diatasi, keadaan umum penderita , direncanakan untuk
mengakhiri keh amilan atau mempercepat jalannya persalinan dengan cara
yang aman.
1) Kalau belum inpartu,maka induksi partus dilakukan setelah 4 jam bebas
kejang dengan atau tanpa amniotomi.
2) Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi forsep.
Bila janin mati embriotomi
3) Bila serviks masih tertutup dan lancip(pada Primi), kepala janin masih
tinggi, atu ada kesan disproporsi sefalopelvik atau ada indikasi obstetrik
lainnya sebaiknya dilakukan sectio secaria(bila janin hidup). Anestesi
yang dipakai lokal atau umum dikonsultasikan dengan ahli anestesi.
i. Bahaya yang masih tetap mengancam
1) Pendarahan post partum
2) Infeksi nifas
3) Trauma pertolongan obstetrik
J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Eklamsia
1. Pengkajian
Data yang dikaji pada ibu dengan pre eklampsia adalah :

a. Data subyektif :
 Identitas pasien dan penanggung jawab:Umur biasanya sering terjadi
pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
 Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema,
pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur.
 Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
 Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,
hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklampsia atau eklampsia
sebelumnya
 Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok
maupun selingan
 Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya.
b. Data Obyektif :
 Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
 Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
 Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
 Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM (
jika refleks + )
 Pemeriksaan penunjang :
1. Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2
kali dengan interval 6 jam
2. Laboratorium : protein urine dengan kateter atau midstream ( biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ),
kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini
meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
3. Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
4. Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan
pada otak
5. USG ; untuk mengetahui keadaan janin
6. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin.
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
a. Ketidakefektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan kejang
b. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan
perubahan pada plasenta
c. Risiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi
darah ke placenta
d. Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan koping yang tidak efektif
terhadap proses persalinan
3. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan 1 : Ketidakefektifnya kebersihan jalan nafas b.d
kejang
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan
nafas maksimal.
Kriteria Hasil : Pasien akan mempertahankan pola pernafasan efektif dengan
jalan nafas paten atau aspirasi dicegah
Intervensi:
1) Anjurkan pasien untuk mengosongkan mulut dari benda atau zat
tertentu atau alat yang lain untu menghindari rahang mengatup jika
kejang terjadi.
Rasional: menurunkan risiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda
asing ke faring.
2) Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan
kepala selama serangan kejang.
Rasional: meningkatkan aliran secret, mencegah lidah jatuh dan
menyumbat jalan nafas
3) Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen.
Rasional: untuk memfasilitasi usaha bernafas atau ekspansi dada
4) Lakukan penghisapan sesuai indikasi
Rasional: menurunkan risiko aspirasi atau aspiksia
5) Berikan tambahan oksigen atau ventilasi manual sesuai kebutuhan.
Rasional: dapat menurunkan hipoksia cerebral
b. Diagnosa keperawatan 2 : Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin
berhubungan dengan perubahan pada plasenta
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi foetal distress
pada janin
Kriteria Hasil :
 DJJ ( + ) : 12-12-12
 Hasil NST : Normal
 Hasil USG : Normal
Intervensi :
1) Monitor DJJ sesuai indikasi
Rasional: Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hipoxia,
prematur dan solusio plasenta
2) Kaji tentang pertumbuhan janin
Rasional: Penurunan fungsi plasenta mungkin diakibatkan karena
hipertensi sehingga timbul IUGR
3) Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta ( nyeri perut, perdarahan,
rahim tegang, aktifitas janin turun )
Rasional: Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan
tahu akibat hipoxia bagi janin
4) Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM
Rasional: Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi
jantung serta aktifitas janin
5) Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NST
Rasional: USG dan NST untuk mengetahui keadaan/kesejahteraan
janin
c. Diagnosa keperawatan 3 : Risiko cedera pada janin berhubungan dengan
tidak adekuatnya perfusi darah ke placenta
Tujuan : agar cedera tidak terjadi pada janin
Kriteria Hasil : janin tidak mengalami cedera
Intervensi :
1) Istirahatkan ibu
Rasional: dengan mengistirahatkan ibu diharapkan metabolism tubuh
menurun dan peredaran darah ke placenta menjadi adekuat, sehingga
kebutuhan O2 untuk janin dapat dipenuhi
2) Anjurkan ibu agar tidur miring ke kiri
Rasional: dengan tidur miring ke kiri diharapkan vena cava dibagian
kanan tidak tertekan oleh uterus yang membesar sehingga aliran darah
ke placenta menjadi lancar
3) Pantau tekanan darah ibu
Rasional: untuk mengetahui keadaan aliran darah ke placenta seperti
tekanan darah tinggi, aliran darah ke placenta berkurang, sehingga
suplai oksigen ke janin berkurang.
4) Memantau bunyi jantung ibu
Rasional: dapat mengetahui keadaan jantung janin lemah atau
menurukan menandakan suplai O2 ke placenta berkurang sehingga
dapat direncanakan tindakan selanjutnya.
5) Beri obat hipertensi setelah kolaborasi dengan dokter
Rasional: dapat menurunkan tonus arteri dan menyebabkan penurunan
after load jantung dengn vasodilatasi pembuluh darah, sehingga
tekanan darah turun. Dengan menurunnya tekanan darah, maka aliran
darah ke placenta menjadi adekuat.
4. Implementasi
Implementasi sesuai dengan rencana keperawatan
5. Evaluasi
Dx 1: Pasien akan mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan nafas
paten atau aspirasi dicegah
Dx 2 :
DJJ ( + ) : 12-12-12
Hasil NST : Normal
Hasil USG : Normal
Dx 3 : Agar cedera tidak terjadi pada janin
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Eklamsia adalah kejang yang dialami oleh ibu hamil pada usia kehamilan 8-
9 bulan. Eklamsia disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya keracunan pada saat
mengkonsumsi obat-obatan dan penyakit darah tinggi yang diderita oleh ibu hamil.
Selain faktor medisa tersebut, eklamsia bisa disebabkan juga oleh faktor psikis dari
sang ibu yaitu, faktor trauma atau ketakutan saat kehamilan sebelumnya.
B. Saran
Untuk mengatasi resiko eklampsia pada ibu hamil maka ibu hamil
hendaknya jangan mengkonsumsi makanan yang terlalu asin sehingga tekanan darah
tetap stabil, perbanyak konsumsi buah-buahan dan sayur mayur setiap kali makan,
perbanyak istirahat, minimal 8 jam pada malam hari, dan 1 jam pada siang hari,
jangan bekerja yang terlalu berat, sering konsumsi coklat untuk menghindari
preklamsi, jangan biasakan duduk dengan kaki menggantung, konsultasikan dengan
dokter kandungan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali. Muhammad Fakhri. 2017. Dalam Jurnal Perbedaan Angka Kematian Pre Eklamsia
Berat dan Eklamsia Antara Usia Ibu 30-34 Tahun Dan >34 Tahun di RSD
Dr. Subandi Jember.
Chapman, Vicky. (2006). Asuhan Kebidanan Persalinan &Kelahiran.Jakarta :EGC
Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. (2006). Pedoman Pengelolaan Hipertensi
dalam Kehamilan di Indonesia, edisi (2). Kelompok Kerja Penyusun
Kusuma, Hardi dan Amin Huda Nurarif. 2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC
NOC.Yogyakarta:Madication publishing
Manuaba, Ida Bagus Gede. (2010). Ilmu Penyakit Kandungan dan KB.Jakarta :EGC
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis&NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction

Anda mungkin juga menyukai