Anda di halaman 1dari 10

SISTEM PERADILAN PIDANA TUGAS 1

PERKEMBANGAN SINGKAT LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

A. Zaman Kerajaan Sebelum Era Penjajahan

Sejarah berdirinya lembaga pengadilan di Indonesia jauh sudah ada sebelum penjajahan Belanda.
saat itu dikenal berbagai macam pengadilan yang diselenggarakan oleh kerajaan-kerajaan di nusantara. Jika
kita melihat ke belakang, ketika negara ini masih terpisah menjadi bagian dari kerajaan-kerajaan nusantara,
merupakan suatu kenyataan bahwa pada kerajaan-kerajaan di Indonesia saat itu yang berdaulat adalah
seorang raja, yang berkuasa secara mutlak, dimana soal hidup dan mati rakyat ada pada keputusan raja,
maka kekuasaan mengadili pun ada pada raja sendiri.

Meskipun pada zaman kerajaan saat itu, yang berkuasa adalah para raja-raja dan menjalankan serta
mengadili adalah kewenangan raja, tetapi tidak dapat pula disangkal bahwa di Indonesia ketika itu, tidak
semua perkara diadili oleh raja sebab pada tiap-tiap kesatuan hukum memiliki kepala-kepala adat dan
daerah yang sekaligus juga dapat bertindak sebagai hakim. Hal ini terbukti dengan adanya
penyelidikan sarjana Belanda yang telah berhasil menunjukkan adanya suatu garis pemisahan di antara
pengadilan raja dengan pengadilan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat tertentu. Perkara-perkara yang
menjadi urusan pengadilan raja disebut perkara Pradata, perkara-perkara yang tidak menjadi urusan
pengadilan raja disebut perkara Padu.

Ketika Islam masuk ke Indonesia, tidak saja tata hukum di Indonesia mengalami perubahan tetapi
perubahan itu terjadi pula pada lembaga pengadilan. Khusus di Mataram pengaruh Islam melalui kekuasaan Raja
Sultan Agung yang sangat menjunjung tinggi agamanya telah melakukan perubahan. Perubahan ini pertama-tama
diwujudkan khusus dalam Pengadilan Pradata, yang dipimpin oleh raja sendiri. Pengadilan ini diubah menjadi
Pengadilan Surambi. Oleh karena itu, pengadilan tidak lagi mengambil tempat di Sitinggil, melainkan di serambi mesjid
agung. Dengan beralihnya pengadilan Pradata ke Pengadilan Surambi, pimpinan pengadilan meskipun di dalam
prinsipnya masih berada di tangan raja, kenyataannya telah beralih ke tangan Penghulu, yang dibantu dengan
beberapa alim ulam sebagai anggota. Namun, keadaan ini berubah kembali setelah Susuhan Amangkurat ke-1
yang menggantikan Sultan Agung mengambil alih kembali tampuk pimpinan pengadilan raja karena kurang suka kepada
pemuka-pemuka islam sehingga Pengadilan Pradata dihidupkan kembali.

1
SISTEM PERADILAN PIDANA TUGAS 1

B. Era Penjajahan Kolonial Belanda Tahun 1926-1942

Sejak kolonial mendirikan pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia mereka menerapkan dualisme dalam
sistem pengadilannya, hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan pemerintah Hindia Belanda.
Sistem yang ditetapkan oleh Belanda ini merujuk pada pasal 131 Indische Staatsregeling atau disingkat I.S.

Pemerintah Hindia Belanda dalam sistem dualismenya meraka membagi penduduk Indonesia dalam tiga golongan
antara lain: eropa/barat, cina/timur asing dan bumi putera (pribumi), hal ini telah dinyatakan dalam pasal 163 I.S.

Konsekuensi dari pembagian ini adalah perbedaan dalam lembaga-lembaga peradilan, berikut hukum acaranya
dengan pembagian sebagi berikut : pengadilan untuk pulau Jawa dan Madura dengan hukum acaranya Herziene
Inlandscb Reglement disingkat HIR dan pengadilan untuk daerah-daerah di luar Pulau Jawa dan Madura
diatur menjadi satu dengan Recbtsgelement Buitengewesen atau Rbg.

Adapun susunan lembaga peradilannya adalah sebagai berikut :

1. Orang Eropa/Barat :
a) Untuk Pulau Jawa dan Madura: Residentiegerecht, Raad van Justitie, Hooggerechtshof.
b) Untuk Pulau Seberang: Residentiegerecht dan Raad van Justitie.
2. Orang Bumi Putera :
a) Untuk Pulau Jawa dan Madura: Districtsgerecht, Regentschapsgerecht, Landraad.
b) Untuk Pulau Seberang: Negorijrechtbank (hanya tedapat di desa (negorij) di Ambon), Districtsgerecht,
Magistraatsgerecht (merupakan pengadilan setingkat Landgerecht untuk wilayah-wilayah yang tidak terdapat
Landgerecht), Landgerecht (memiliki kedudukan dan susunan kelembagaan yang sama dengan Landraad di
Jawa, kecuali untuk daerah yang kekurangan sarjana hukum diketuai oleh pegawai pemerintah Belanda).
3. Orang Cina/Timur Asing : sejak tahun 1925 telah ditetapkan bahwa bagi mereka berlaku hukum Barat dengan
beberapa pengecualian. Untuk Golongan ini Hukum Perdata material yang berlaku adalah Burgerlijk Wetboek-BW
(Kitab Undang-undang Hukum Perdata) dan Wetboek van Kophandel-Wvk (Kitab Undang-undang Hukum
Dagang). Hukum acaranya adalah Reglement Acara Perdata (Rv). Namun dalam beberapa kepentingan
umum/sosial setiap golongan dapat berlaku hukum golongan lain jika dibutuhkan.

Ada lembaga peradilan lain selain lembaga di atas yang diakui oleh pemerintahan Hindia Belanda, hal ini
berdasarkan pasal 130 dan 134 I.S. :

1. Pengadilan Swapraja.
2. Pengadilan Agama, ada 2 tingkat: untuk di pulau jawa dan madura Raad agama (Pri- esterraad) dan
Mahkamah Tinggi Islam (Hof voo Islamietische), untuk luar pulau jawa dan madura hanya namanya yang
berbeda sesuai daerahnya.
3. Pengadilan Militer, ada 3 macam: Krijgsraad untuk Angkatan Darat,. Zeekrijgsraad untuk Angkatan Laut, dan
Hoog Militair Gerechtshof sebagai pengadilan tingkat Banding dari Krijgsraad dan Zeekrijgsraad.

2
SISTEM PERADILAN PIDANA TUGAS 1

C. Masa Penjajahan Jepang Tahun 1942-1945

Sebelum Pemerintahan Jepang menjalankan kekuasaannya di Indonesia badan-badan peradilan Hindia Belanda
di tutup, perkara-perkara diselesaikan oleh pangreh praja, keadaan itu berlangsung sampai bulan mei 1942.

Namun setelah Jepang menjalankan kekuasaannya menggantikan kedudukan penjajahan Belanda, Dualisme
dalam tata peradilan dihapuskan sehingga badan-badan peradilan yang ada diperuntukkan bagi semua golongan.
Hukum acaranya tetap mengacu pada HIR dan RBg, hal ini berdasarkan peraturan Osamu Sirei (UU BalaTentara
Jepang) No. 1 Tahun 1942 pasal 3 menyatakan:
“Segala badan pemerintahan dan kekuasannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah yang dahulu tetap diakui
sah bagi sementara waktu, asal saja tidak bertentangan dengan aturan pemerintah militer.”

Berdasarkan kebijakan di atas, maka badan-badan peradilan yang tinggal meliputi :

1. Hooggerechtshof sebagai pengadilan tertinggi (Mahkamah Agung), dengan nama yang diganti menjadi Saikoo
Hooin.
2. Raad van Justite (Pengadilan Tinggi), yang berubah nama menjadi Kooto Hooin.
3. Landraad (Pengadilan Negeri), yang berubah nama menjadi Tihoo Hooin.
4. Landgerecht (Pengadilan Kepolisian), yang berubah nama menjadi Keizai Hooin.
5. Regentschapsgerecht (Pengadilan Kabupaten), yang berubah nama menjadi Ken Hooin.
6. Districtsgerecht (Pengadilan Kewedanaan), yang berubah nama menjadi Gun Hooi.

D. Masa Kemerdekaan Tahun 1945 – sekarang

Untuk mencegah terjadinya kevakuman hukum, pada waktu Indonesia merdeka, diberlakukanlah Pasal 11
Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 tertanggal 18 Agustus 1945 yang menyatakan: "Segala Badan
Negara dan peraturan yang ada langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang- undang
Dasar ini".

Pada tanggal 10 Oktober 1945 Presiden juga telah mengeluarkan Peraturan Nomor 2 yang dalam pasal 1
menyatakan "segala badan‑badan Negara dan peraturan-peraturan yang ada sampai berdirinya Negara Republik
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 selainya belum diadakan yang baru menurut UUD masih berlaku, asal saja
tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar tersebut".

3
SISTEM PERADILAN PIDANA TUGAS 1

Maka demikianlah pada waktu itu, untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase tetap berlaku ketentuan HIR,
RBg dan RVJ Mengenai badan peradilannya di beberapa bagian Republik Indonesia yang dikuasai Belanda sebagai
pengganti peradilan zaman Jepang, diadakan landrechter untuk semua orang sebagai peradilan sehari-hari dan
Appelraad sebagai peradilan dalam perkara perdata tingkat kedua. Selanjutnya pada waktu terjadinya Republik
Indonesia Serikat, landrechter ini menjadi Pengadilan Ncgeri, sedangkan Appelraad menjadi Pengadilan Tinggi, sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di daerah-daerah yang tidak pernah dikuasai oleh Pemerintah Belanda.

Ketika berlakunya Undang-undang Darurat Nomor 1 tahun 1951 tanggal 14 Januari 1951, maka pada dasarnya
di seluruh Indonesia hanya ada tiga macam badan peradilan yaitu Pengadilan Negeri sebagai peradilan tingkat pertama,
Pengadilan Tinggi sebagai peradilan tingkat kedua atau banding, dan Mahkamah Agung sebagai peradilan tingkat
kasasi. Namun diluar itu ternyata masih dikenal peradilan adat dan swapraja.

Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Negara Republik Indonesia kembali menggunakan UUD 1945 yang
sampai sekarang masih berlaku, sekalipun telah mengalami amandemen. Sejak mulai berlakunya kembali UUD 1945,
lembaga pengadilan telah berbeda jauh dengan lembaga pengadilan sebelumnya. Sejak itu tidak dijumpai lagi
peradilan Swapraja, peradilan adat, peradilan desa, namun badan-badan peradilan telah berubah dan berkembang.
Berdasarkan Pasal 10 Undang-undang No. 14 tahun 1970 menyebutkan adanya empat lingkungan peradilan yakni
peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara.

Kemudian sejalan jatuhnya pemerintahan Orde baru yang disertai dengan tuntutan Reformasi di segala bidang
termasuk hukum dan peradilan, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-undang No. 35 tahun 1999 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 4 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dari
sinilah kemudian ke empat lingkungan badan peradilan dikembalikan menjadi Yudikatif di bawah satu atap
Mahkamah Agung. Undang-undang itu sendiri kemudian di cabut dengan berlakunya undang-undang No. 4 tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman untuk menyesuaikan dengan adanya amandemen UUD 1945.

Dengan berlakunya Undang-undang No. 4 tahun 2004, kembali terjadi perubahan yang mendasar terhadap
badan/lembaga peradilan di Indonesia. Perubahan ini tidak saja terjadi pada elemen lembaganya, melainkan
perubahan ini terjadi pada pengorganisasiannya, baik mengenai organisasinya, administrasi, dan finansial, yakni semula
berada di bawah kekuasaan kehakiman berubah menjadi berada di bawah kekuasaan mahkamah Agung. Oleh karena
itu, hal-hal yang berkaitan dengan organisasi, administrasi, dan finansial lembaga pengadilan bukan lagi menjadi
urusan Departemen Hukum dan HAM melainkan menjadi urusan Mahkamah Agung. Sementara itu, organisasi,
administrasi, dan finansial badan-badan peradilan lainnya untuk masing-masing lingkungan peradilan diatur dalam
undang-undang sesuai dengan kekhususan lingkungan peradilan masing-masing.

4
SISTEM PERADILAN PIDANA TUGAS 1

Perubahan pada elemen kelembagaan, yakni ditandai dengan dilahirkannya Mahkamah Konstitusi
sebagai salah satu lembaga peradilan yang bertugas membentengi penyelewengan dan penyimpangan terhadap UUD
1945. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 12 UU No. 4 tahun 2004.

Demikian perkembangan lembaga pengadilan yang terjadi di Indonesia. Apakah akan mengalami perubahan,
tentu perubahan itu pasti terjadi karena hukum harus disesuaikan dengan perkembangan manusia. sedangkan
manusia senantiasa bergerak dan berubah dan tidak ada sesuatu yang tetap, namun apakah perubahan itu menjadi
lebih baik ataukah malah menjadi semakin buruk, maka waktulah yang akan menentukan

SUSUNAN BADAN PERADILAN DI INDONESIA

Istilah Peradilan dan Pengadilan adalah memiliki makna dan pengertian yang berbeda, perbedaannya adalah :

1. Peradilan dalam istilah inggris disebut judiciary dan rechtspraak dalam bahasa Belanda yang meksudnya adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas Negara dalam menegakkan hukum dan keadilan.
2. Pengadilan dalam istilah Inggris disebut court dan rechtbank dalam bahasa Belanda yang dimaksud adalah badan
yang melakukan peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.
Kata Pengadilan dan Peradilan memiliki kata dasar yang sama yakni “adil” yang memiliki pengertian:
a. Proses mengadili.
b. Upaya untuk mencari keadilan.
c. Penyelesaian sengketa hukum di hadapan badan peradilan.
d. Berdasar hukum yang berlaku.
Sistem peradilan dapat ditinjau dari beberapa segi. Pertama, segala sesuatu berkenaan dengan penyelenggaraan
peradilan. Di sini, sistem peradilan akan mencakup kelembagaan, sumber daya, tata cara, prasarana dan sarana, dan
lain – lain. Kedua, sistem peradilan diartikan sebagai proses mengadili (memeriksa dan memutus perkara).

5
SISTEM PERADILAN PIDANA TUGAS 1

A. Kelembagaan Peradilan

Kelembagaan peradilan dapat dibedakan antara susunan horizontal dan vertical. Susunan horizontal
menyangkut berbagai lingkungan badan peradilan (peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata
usaha negara dan peradilan pajak). Selain itu ada juga badan peradilan khusus dalam lingkungan peradilan umum, dan
Mahkamah Konstitusi. Khusus untuk daerah Nanggroe Aceh Darussalam diadakan pula badan peradilan yaitu
Mahkamah Syariah dan Mahkamah Syari’ah Propinsi.

Susunan vertikal adalah susunan tingkat pertama, banding dan kasasi. Terhadap susunan horizontal didapati
pemikiran untuk mengadakan lingkungan baru baik yang mandiri maupun yang berada dalam lingkungan yang sudah
ada.

Lingkungan badan peradilan untuk perkara – perkara sederhana berkaitan dengan sususan vertikal, yaitu
kalaupun ada banding hanya ke pengadilan negeri. Hal serupa untuk perkara – perkara sederhana ini sekaligus
berkaitan dengan susunan vertical yaitu kalaupun ada banding hanya ke pengadilan negeri. Hal serupa untuk perkara
– perkara di bidang kekeluargaan seperti perceraian, hak pemeliharaan anak, pembagian kekayaan bersama, atau
warisan. Untuk perkara perceraian dan hak pemeliharaan anak tidak perlu sampai tingkat kasasi, cukup sampai
pemeriksaan tingkat banding.

Dengan begini, setidaknya ada dua hal yang dapat dicapai dari sistem ini;
1. pertama, bagi pencari keadilan akan cepat sampai pada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap
(kepastian hukum).
2. kedua, sebagai cara membatasi kasasi. Dengan cara ini dapat dihindari bertumpuk – tumpuknya permohonan
kasasi.
Pada saat ini ada beberapa peradilan khusus dalam lingkungan peradilan umum yaitu pengadilan niaga,
pengadilan ad hoc HAM, Pengadilan korupsi, dan pengadilan hubungan industrial. Ada pula kekhususan dalam
pemeriksaan perkara anak – anak yaitu peradilan anak yang diadakan pada setiap badan peradilan mulai dari
pengadilan negeri sampai Mahkamah Agung. Tetapi, peradilan anak bukan merupakan lingkungan khusus (pengadilan).
Kekhususannya hanya mengenai hakim khusus (hakim anak yang ditetapkan ketua Mahkamah Agung) dan tata cara
pemeriksaan khusus.

6
SISTEM PERADILAN PIDANA TUGAS 1

B. Dasar Hukum
1. Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Sebelum amandemen, lembaga peradilan di Indonesia hanya berpusat pada satu, yaitu Mahkamah Agung
(pasal 24). Selain itu, tidak diatur mengenai independensi lembaga peradilan. Setelah amandemen, lembaga
peradilan Indonesia dijalankan oleh dua lembaga, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi (pasal 24,
24A, 24B, 24C). selain itu ditegaskan bahwa lembaga peradilan memiliki independensi (kebebasan kekuasaan
kehakiman atau “the independence of the judiciary”).

1. Undang – Undang Kekuasaan Kehakiman (UU No. 48/2009)


2. Undang – Undang Mahkamah Agung (UU No. 14/1985 - UU No. 5/2004 - UU No. 3/2009)
3. Undang – Undang Mahkamah Konstitusi (UU No. 24/2003)
4. Undang – Undang Peradilan Umum (UU No. 2/1986 - UU No. 8/2004 - UU No. 49/2009)
5. Undang – Undang Peradilan Agama (UU No. 7/1989 - UU No. 3/2006 - UU No. 50/2009)
6. Undang – Undang Peradilan Tata Usaha Negara (UU No. 5/1986 - UU No. 9/2004)
7. Undang – Undang Peradilan Militer (UU No. 31/1997)

C. Lembaga Peradilan di Indonesia

Badan Peradilan yang Berada di bawah Mahkamah Agung Meliputi badan Peradilan Dalam Lingkungan Peradilan
Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Selain itu, sesuai dengan amandemen
UUD 1945, ada Mahkamah Konstitusi yang juga menjalankan kekuasaan kehakiman bersama – sama dengan
Mahkamah Agung.

a) Mahkamah Agung
Mahkamah Agung (disingkat MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung
membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.

Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah:

1. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang, dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
2. Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi
3. Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi

7
SISTEM PERADILAN PIDANA TUGAS 1

b) Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi (disingkat MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Menurut Undang-Undang
Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MK adalah:
1. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-
Undang terhadap Undang-Undang Dasar,
2. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945,
3. memutus pembubaran partai politik,
4. memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum
5. Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden
dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.

c) Peradilan Umum
Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya.
Peradilan umum meliputi:
1. Pengadilan Negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dengan daerah hukum meliputi wilayah
kabupaten/kota. Pengadilan Negeri (biasa disingkat: PN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan
Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama,
Pengadilan Negeri berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi
rakyat pencari keadilan pada umumnya. Susunan Pengadilan Negeri terdiri dari Pimpinan (Ketua PN dan Wakil
Ketua PN), Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Jurusita. Pengadilan Negeri di masa kolonial Hindia Belanda
disebut landraad.
2. Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah hukum meliputi wilayah provinsi. Pengadilan
Tinggi merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota
Provinsi sebagai Pengadilan Tingkat Banding terhadap perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri.
Pengadilan Tinggi juga merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir mengenai sengketa kewenangan
mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya.
Susunan Pengadilan Tinggi dibentuk berdasarkan Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah
Provinsi. Pengadilan Tinggi terdiri atas Pimpinan (seorang Ketua PT dan seorang Wakil Ketua PT), Hakim
Anggota, Panitera, dan Sekretaris.
d) Peradilan Agama
Peradilan Agama adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung bagi rakyat pencari keadilan yang
beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-Undang.
Lingkungan Peradilan Agama meliputi:

8
SISTEM PERADILAN PIDANA TUGAS 1

a. Pengadilan Tinggi Agama merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang
berkedudukan di ibu kota Provinsi. Sebagai Pengadilan Tingkat Banding, Pengadilan Tinggi Agama memiliki
tugas dan wewenang untuk mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat
banding.
Selain itu, Pengadilan Tinggi Agama juga bertugas dan berwenang untuk mengadili di tingkat pertama dan
terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Agama di daerah hukumnya.
Pengadilan Tinggi Agama dibentuk melalui Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Provinsi.
Susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari Pimpinan (Ketua dan Wakil Ketua), Hakim Anggota, Panitera, dan
Sekretaris.
b. Pengadilan Agama (biasa disingkat: PA) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama
yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.
Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Agama memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
o Perkawinan
o warisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam
o wakaf dan shadaqah
o ekonomi syari’ah
Pengadilan Agama dibentuk melalui Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Kota atau
Kabupaten. Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan (Ketua PA dan Wakil Ketua PA), Hakim Anggota,
Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita.

e) Peradilan Militer
Peradilan Militer adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman mengenai kejahatan-kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana militer.
Peradilan Militer meliputi:
1. Pengadilan Militer
Pengadilan Militer merupakan badan pelaksana kekuasaan peradilan di bawah Mahkamah Agung di lingkungan
militer yang bertugas untuk memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya adalah
prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah.
Nama, tempat kedudukan, dan daerah hokum Pengadilan Militer ditetapkan melalui Keputusan Panglima.
Apabila perlu, Pengadilan Militer dapat bersidang di luar tempat kedudukannya bahkan di luar daerah hukumnya atas
izin Kepala Pengadilan Militer Utama.

2. Pengadilan Tinggi Militer


Pengadilan Tinggi Militer merupakan badan pelaksana kekuasaan peradilan di bawah Mahkamah Agung di
lingkungan militer yang bertugas untuk memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang
terdakwanya adalah prajurit yang berpangkat Mayor ke atas.

9
SISTEM PERADILAN PIDANA TUGAS 1

Selain itu, Pengadilan Tinggi Militer, juga memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana yang
telah diputus oleh Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan pada tingkat banding.
Pengadilan Tinggi Militer juga dapat memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan
mengadili antara Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya.
3. Pengadilan Militer Utama
Pengadilan Militer Utama merupakan badan pelaksana kekuasaan peradilan di bawah Mahkamah Agung di
lingkungan militer yang bertugas untuk memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana dan sengketa
Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang telah diputus pada tingkat pertama oleh Pengadilan Militer yang dimintakan
banding.
Selain itu, Pengadilan Militer Utama juga dapat memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa
tentang wewenang mengadili antar Pengadilan Militer yang berkedudukan di daerah hukum Pengadilan Tinggi Militer
yang berlainan.

f) Pengadilan Tata Usaha Negara.


Pengadilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan
kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.
Peradilan Tata Usaha Negara meliputi:
1. Pengadilan Tata Usaha Negara
Pengadilan Tata Usaha Negara (biasa disingkat: PTUN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat
Pertama, Pengadilan Tata Usaha Negara berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata
Usaha Negara.
Pengadilan Tata Usaha Negara dibentuk melalui Keputusan Presiden dengan daerah hukum meliputi wilayah Kota
atau Kabupaten.
Susunan Pengadilan Tata Usaha Negara terdiri dari Pimpinan (Ketua PTUN dan Wakil Ketua PTUN), Hakim
Anggota, Panitera, dan Sekretaris.
2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (biasa disingkat: PTTUN) merupakan sebuah lembaga peradilan di
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota Provinsi. Sebagai Pengadilan Tingkat
Banding, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa dan memutus
sengketa Tata Usaha Negara di tingkat banding.

Selain itu, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara juga bertugas dan berwenang untuk memeriksa dan memutus di
tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam daerah
hukumnya. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dibentuk melalui Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi
wilayah Provinsi. Susunan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara terdiri dari Pimpinan (Ketua PTTUN dan Wakil Ketua
PTTUN), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris.

10

Anda mungkin juga menyukai