Anda di halaman 1dari 89

PEMBERIAN TINDAKAN PIJAT OKSITOSIN TERHADAP

PENINGKATAN PRODUKSI ASI PADA ASUHAN


KEPERAWATAN Ny. W DENGAN POST
PARTUM DI RUANG NIFAS RSUD
Dr. SOEDIRAN MANGUN
SUMARSO WONOGIRI

DI SUSUN OLEH :
WIDYA NUR ANGGRAINI
P.13057

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
PEMBERIAN TINDAKAN PIJAT OKSITOSIN TERHADAP
PENINGKATAN PRODUKSI ASI PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Ny. W DENGAN POST
PARTUM DI RUANG NIFAS RSUD
Dr. SOEDIRAN MANGUN
SUMARSO WONOGIRI

Karya Tulis Ilmiah


Untuk Memenuhi Salah Satu persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DI SUSUN OLEH :
WIDYA NUR ANGGRAINI
P.13057

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016

i
ii
iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisa dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan Judul “Pemberian Pijat Oksitosin Terhadap Peningkatan
Produksi ASI Pada Asuhan Keperawatan Ny. W Dengan Post Partum Di RSUD
Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep, selaku ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di
STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi D III Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Alfyana Nadya R. M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi D III
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4. Ns. Siti Mardiyah, S. Kep, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji
yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masuka-masukan,
inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta menfasilitasi demi
sempurnanya studi kasus ini.
5. Diyah Ekarini, S.Kep, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan
cermat, memberikan masuka-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam
bimbingan serta menfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
6. Semua dosen Program Studi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.

iv
7. Kedua orangtua, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi D III Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu,
yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.

Surakarta, Mei 2016

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ..................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Tujuan Penulisan ........................................................................ 4
C. Manfaat Penulisan ...................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori............................................................................. 6
1. Post Partum ............................................................................ 6
2. Konsep Asuhan Keperawatan ............................................... 16
3. Air Susu Ibu (ASI) ................................................................. 23
4. Pijat Oksitosin ....................................................................... 36
B. Kerangka Teori .......................................................................... 42
BAB III METODE APLIKSAI RISET
A. Subyek Aplikasi Jurnal ............................................................... 44
B. Tempat dan waktu ....................................................................... 44
C. Media dan alat ............................................................................. 44
D. Prosedur tindakan ...................................................................... 45
E. Alat ukur .................................................................................... 47
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien ............................................................................. 47
B. Pengkajian ................................................................................... 47
C. Diagnosa Keperawatan ............................................................... 51
D. Intervensi Keperawatan ............................................................. 52

vi
E. Implementasi Keperawatan ........................................................ 54
F. Evaluasi Keperawatan................................................................ 56
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian Keperawatan............................................................. 59
B. Diagnosa Keperawatan ............................................................... 64
C. Intervensi Keperawatan ............................................................. 65
D. Implementasi Keperawatan ........................................................ 69
E. Evaluasi Keperawatan................................................................. 70
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................ 72
B. Saran ........................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Reflek Oksitosin 38

Gambar 2.2 Pijat Oksitosin 40

Gambar 2.3 Kerangka Teori 42

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Usulan Judul


Lampiran 2. Lembar Konsultasi Dosen
Lampiran 3. Lembar Konsultasi CI
Lampiran 4. Surat Pernyataan
Lampiran 5. Jurnal Utama
Lampiran 6. Asuhan Keperawatan
Lampiran 7. Log Book
Lambiran 8. Format Pendelegasian
Lampiran 9. Lembar Observasi
Lampiran 10. Riwayat Hidup

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Post partum adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan kembali

sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama masa nifas

ini yaitu 6-8 minggu, akan tetapi seluruh alat genital akan kembali dalam

waktu 3 bulan ( Hanifa, 2002 )

Jumlah bayi di Indonesia yang mengalami gizi buruk berdasarkan data

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 sebanyak 17,9% yang terdiri

dari 4,9% gizi buruk dan 13,0% gizi kurang. Angka ini sudah mengalami

penurunan 0,5% dari Riskesdas tahun 2007 sebesar 18,4%, namun

peningkatan status kesehatan pada bayi membutuhkan perhatian dan

kerjasama dari berbagai pihak baik tenaga kesehatan, pemerintah maupun

keluarga. Masalah kematian dan gizi buruk pada balita dapat ditanggulangi

apabila bayi mendapatkan asupan makanan yang cukup dan gizi yang baik

melalui pemberian ASI. Bayi yang diberikan ASI pada awal tahun

kehidupannya mampu menurunkan risiko terjadinya penyakit infeksi, seperti

diare, penyakit pernafasan, infeksi telinga, penyakit alergi, serta kemungkinan

obesitas (The American Academy Pediatrics, 2012). Hal yang sama juga

disampaikan beberapa organisasi seperti American College of Obstetrician

and Gynecologists (ACOG), Assosiation of Women's Health, Obstetric and

1
2

Neonatal Nurses (AWHONN) yangmenyatakan bahwa ASI

mempunyai keuntungan dalam hal perkembangan, nutrisi dan imunologi.

Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif kepada bayi dapat

memberikan sumber gizi yang baik sehingga dapat meningkatkan stasus

kesehatan bayi.Menyusui dapat meningkatkan kesehatan ibu dan anak,

menguatkan ikatan ibu dan anak, mengurangi risiko penyakit pencernaan dan

pernafasan, mengurangi alergi dan penyakit infeksi, serta meningkatkan

perkembangan visual, bicara dan kognitif (Walker, 2011).

Manfaat ASI bagi ibu antara lain untuk membantu dalam involusi

uterus, mengurangi jumlah darah yang hilang setelah proses melahirkan,

mempercepat pengembalian berat badan ke semula sebelum hamil,

bermanfaat untuk memperlambat kesuburan, serta mengurangi risiko

osteoporosis saat menopause (DiFrisco, et al, 2011).

Pada minggu-minggu awal postpartum sering terjadi masalah dalam

pemberian ASI. Masalah yang sering terjadi di masa laktasi antara lain puting

susu lecet, payudara bengkak, air susu tersumbat, pengeluaran ASI tidak

lancar. Keberhasilan pemberian ASI di awal pospartum akan mempengaruhi

praktik ibu dalam pemberian ASI eksklusif (DiFrisco, et al, 2011).

Sebaliknya ibu yang tidak dapat mengatasi masalah dalam menyusui

pada minggu-minggu awal postpartum akan cenderung melakukan

penghentian dini menyusui. Sehingga akan mempengaruhi dalam masa

menyusui khususnya dalam program ASI eksklusif (Huang et al, 2011).


3

Hal-hal yang dapat mempengaruhi kelancaran ASI antara lain

tingkatkan frekuensi menyusui atau memompa atau memerah ASI. Jika anak

belum mau menyusu karena masih kenyang, perahlah atau pompalah ASI. Ibu

harus dalam keadaan rileks, kondisi ibu menyusui sangat menentukan

keberhasilan ASI eksklusif. Ibu mengonsumsi makanan yang bergizi

khususnya yang dapat meningkatkan produksi ASI seperti sayur katuk dan

melakukan perawatan payudara serta melakukan pijat oksitosin

(Marmin, 2012).

Pijat merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran

produksi ASI. Pijat adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang

(vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam dan merupakan usaha untuk

merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan (Yohmi &

Roesli, 2009). Pijatan ini berfungsi untuk meningkatkan hormon

oksitosin yang dapat menenangkan ibu, sehingga ASI pun otomatis

keluar. Pijat oksitosin, bisa dibantu pijat oleh ayah atau nenek bayi. Pijat

oksitosin ini dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau reflex let

down. Selain untuk merangsang refleks let down manfaat pijat oksitosin

adalah memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak

(engorgement), mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormon

oksitosin, mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Depkes

RI, 2007, hlm. 42).

Pemberin tindakan pijat oksitosin pada ibu yang produksi ASInya

belum lancar atau sedikit tersebut sesuai dengan penelitian Sarwinanti pada
4

tahun 2014 yang berjudul Terapi Pijat Oksitosin Meningkatkan Produksi ASI

Pada Ibu Post Partum. Dan hasil dari penelitian tersebut pijat oksitosin sangat

efektif untuk melancarkan ASI yang tidak lancar ataupun ASI yang sedikit.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk

melakukan tindakan Pemberian Pijat Oksitosin pada ibu post partum untuk

melancarkan ASI di rumah sakit.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mengaplikasikan tindakan pemberian pijat oksitosin terhadap

peningkatan produksi ASI pada ibu post partum spontan di Rumah Sakit

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien post partum

b. Penulis mampu merumuskan diagnose keperawatan pada pasien post

partum

c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada pasien

post partum

d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien post partum

e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien post partum

f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian terapi pijat oksitosin

terhadap peningkatan produksi ASI pada pasien dengan post partum


5

C. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Bagi Penulis

Mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam perkuliahan

khususnya dalam bidang aplikasi penelitian serta memberi bahan

masukan dan perbandingan bagi pengaplikasian lanjut yang serupa.

Penulis diharapkan dapat memberikan tambahan data baru yang relevan

terkait dengan pijat ASI terhadap produksi ASI pada ibu, sehingga dapat

meningkatkan pengetahuan penulis tentang produksi ASI pada ibu dan

penggunaan pijat ASI.

2. Manfaat Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Apliasi penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi

kepada tenaga kesehatan atau instansi kesehatan lainnya sebagai salah

satu bekal alam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya

produksi ASI pada ibu dengan pemberian pijat oksitosin dan menjadi

salah satu contoh intervensi mandiri tenaga meis dalam penatalaksanaan

untuk merangsang produksi ASI pada ibu dengan menggunakan pijat.

3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan bagi isnstitusi untuk pengembangan

pendidikan di masa yang akan datang dan menambah literature

perpustakaan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Post Partum

a. Pengertian

Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga

disebut masa nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang

diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya

6 minggu (Bobak, 2010). Masa nifas(puerperium)adalah masa

6-8 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi

sampai kembali ke keadaan normal seperti sebelum hamil

(Bahiyatun, 2009).

Menurut Ambarwati dan Wulandari (2010), masa nifas

(puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-

alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Batas waktu

nifas yang paling singkat (minimum) tidak ada batas waktunya,

bahkan bisa jadi dalam waktu yang relatif pendek darah sudah

keluar, sedangkan batas maksimumnya adalah 40 hari.

6
7

b. Tahap Masa Post Partum

Tahapan yang terjadi pada masa nifas menurut Saleha (2009) adalah

sebagai berikut :

1) Periode Immediate Post Partum

Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada

masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan

karena antonia uteri.

2) Periode Early Post Partum

Fase ini berlangsung 24 jam – 1 minggu dan memastikan

involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan,

lochea tidak berbau busuk dan tidak demam.

3) Periode Late Post Partum

Fase ini berlangsung 1 minggu – 5 minggu. Pada periode ini

perlu dilakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta

konseling KB

c. Perubahan Fisiologis Masa Nifas

1) Sistem Reproduksi

a) Proses involusi

Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil

setelahmelahirkan, proses ini dimulai segera setelah

plasenta keluarakibat kontraksi otot-otot polos uterus.

Uterus, pada waktu hamilpenuh baratnya 11 kali berat

sebelum hamil, berinvolusi menjadikira-kira 500 gr 1


8

minggu setelah melahirkan dan 350 gr dua minggu setelah

lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus beradadi dalam

panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60gr.

Pada masa pasca partum penurunan kadar hormone

menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan secara

langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel

tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap.

Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah

hamil (Bobak, 2010).

b) Kontraksi

Intensitas kontraksi uterus meningkat secara

bermakna segera setelah bayi lahir, hormon oksigen yang

dilepas dari kelenjarhipofisis memperkuat dan mengatur

kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan

membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca

partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan

menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi

uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau

intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir

(Suherni, 2009).
9

c) Lochea

Menurut (Saleha, 2009), lochea adalah cairan secret

yang berasal dari cavum uteri dan vagina selama nifas.

Lochea terbagi menjadi empat jenis, yaitu :

(1) Lochea Rubra berwarna merah karena berisi darah

segar dan sisa selaput ketuban. Keluar selama 2-3 hari

postpartum.

(2) Lochea Sanguilenta berwarna kuning berisi darah dan

lender yang keluar pada hari ke-3 sampai ke-7 pasca

persalinan.

(3) Lochea Serosa berbentuk serum dan berwana merah

jambu kemudian menjadi kuning. Lochea ini keluar

pada hari ke-7 sampai hari ke-14 pasca persalinan

(4) Lochea Alba adalah lochea yang terakhir. Dimulai hari

ke-14 kemudian makin lama makin berkurang hingga

sama sekali berhenti sampai satu atau dua minggu

berikutnya.

d) Vagina dan Perineum

Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul

ruggae (lipatan-lipatan atau kerutan) kembali. Pada

perineum, terjadi robekan perineum pada semua persalinan

pertama. Robekan perineum umunya terjadi di garis tengah


10

dan bisa meluas apabila kepala janin terlalu besar

(Suherni, 2009).

Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat

terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan. Tindakan

episiotomy adalah mengiris atau menggunting perineum

menurut arah irisan ada tiga :medialis, mediolaeralis dan

lateralis dengan tujuan agar tidak terjadi robekan perineum

yang tidak teratur dan robekan musculus princter ani

(Rukiyah, 2009)

e) Payudara

Menurut Waryana (2010), Konsentrasi hormon yang

menstimulasai perkembangan payudara selama wanita

hamil (esterogen, progesteron, human chorionic

gonadotropin, prolaktin, krotison, dan insulin) menurun

dengan cepat setelah bayi lahir.

(1) Ibu tidak menyusui

Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat

pada wanita yang tidak menyusui. Pada jaringan

payudara beberapa wanita, saat palpasi dailakukan

pada hari kedua dan ketiga. Pada hari ketiga atau

keempat pasca partum bisa terjadi pembengkakan.

Payudara teregang keras, nyeri bila ditekan, dan hangat

jika di raba.
11

(2) Ibu yang menyusui

Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak

dan suatu cairan kekuningan, yakni kolostrum. Setelah

laktasi dimula, payudara teraba hangat dan keras ketika

disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 48

jam. Susu putih kebiruan dapat dikeluarkan dari puting

susu.

2) Sistem Pencernaan

Menurut Waryana (2010) yaitu

a) Nafsu makan

Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan

keletihan, ibu merasa sangat lapar

b) Mortilitas

Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus

cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir.

c) Defekasi

Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua

sampai tiga hari setelah ibu melahirkan.

3) Sistem Perkemihan

Setelah persalinan, terjadi diuresis fisiologis akibat

pengurangan volume darah dan peningkatan produk sisa.

Beberapa ibu khususnya setelah persalinan yang menggunakan

bantuan alat, mengalami kesulitan saat mulai berkemih. Ada


12

pula ibu yang mengalami kesulitan menahan lebih lama aliran

urinnya saat ada dorongan berkemih. Banyak ibu mengeluarkan

urinnya saat batuk, tertawa, bersin atau melakukan gerakan yang

tiba-tiba. Gejala ini dikenal dengan inkontinensia stress

(Brayshaw, 2008).

4) Sistem Muskuloskeletal

Ambulasi pada umumnya dimulai 4-8 jam post partum.

Ambulasi dini sangat membantu untuk mencegah komplikasi

dan mempercepat proses involusi (Waryana, 2010).

Stabilisasisendi lengkap pada minggu ke-6 sampai ke-8 setelah

wanita melahirkan. Akan tetapi, walaupun sendi kembali ke

keadaan normal seperti sebelum hamil, kaki wanita tidak

mengalami perubahan setelah melahirkan (Bobak, 2010)

5) Sistem Endokrin

a) Hormon plasenta

Penurunan hormon human plasental lactogen,

esterogen dan kortisol, serta Placental Enzyme Insulinase

membalik efek diabetagenik kehamilan. Sehingga kadar

gula darah menurun secara yang bermakna pada masa

puerperium. Kadar esterogen dan progesteron menurun

secara mencolok setelah plasenta keluar, penurunan kadar

esterogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan


13

diuresis cairan ekstra seluler berlebih yang terakumulasi

selama masa hamil (Walyani, 2014).

b) Hormon Hipofisis

Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada

wanita menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar

prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui

tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar

Folikel-Stimulating Hormone terbukti sama pada wanita

menyusui dan tidak menyusui di simpulkan ovarium tidak

berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin

meningkat (Walyani, 2014).

c) Hormon Oksitosin

Oksitosin dikeluarkan dari kelenja, bekerja terhadap

bawah otak bagian belakang (posterior), bekerja terhadap

otot uterus dan jaringan payudara. Pada wanita yang

memilih menyusui bayinya, isapan sang bayi merangsang

keluarnya oksitosin dan sangat membantu uterus kembali

seperti keadaan normal (Ambarwati dan Wulandari, 2010)

6) Sistem Kardiovaskular

Denyut jantung, volume darah dan curah jantung

meningkat segera setelah melahirkan karena terhentinya aliran

darah ke plasenta yang mengakibatkan beban jantung

meningkat. Cardiac output tetap tinggi dalam beberapa waktu


14

sampai 48 jam post partum dan diikuti dengan bradicardi

(Walyani, 2014).

7) Sistem Haematologi

Leukositosis mungkin terjadi selama persalinan, sel

darah merah berkisar 15.000 selama persalinan. Peningkatan sel

darah putih berkisar antara 25.000-30.000 yang merupakan

manifestasi adanya infeksi dari proses persalinan. Hal ini dapat

meningkat pada awal nifas yang terjadi bersamaan dengan

peningkatan tekanan darah serta volume plasma dan volume sel

darah merah. Pada 2-3 hari post partum, konsentrasi hematokrit

menurun sekitar 2% atau lebih. Total kehilangan darah pada saat

persalinan dan nifas kira-kira 700-1500 ml (200 ml saat

persalinan, 500-800 ml hilang pada minggu pertama post

partum, dan 500 ml hilang pada saat nifas) (Bahiyatun, 2009).

8) Sistem Integumen

Penurunan melanin umunya setelah persalinan

menyebabkan berkurangnya hipetrpigmentasi kulit dan

perubahan pembuluh darah yang tampak pada kulit karena

kehamilan dan akan menghilang pada saat estrogen menurun

(Walyani, 2014).
15

d. Perubahan Psikologis Masa Nifas

1) Fase taking in

Fase taking in yaitu periode ketergantungan, berlangsung

dari hari pertama sampai hari kedua melahirkan. Pada fase ini

ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan

berulang kali menceritakan proses persalinan yang dialaminya

dari awal sampai akhir. Hal ini membuat ibu cenderung lebih

pasif terhadap lingkungannya.

2) Fase taking hold

Periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah

melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan

ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat

bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitive, sehingga mudah

tersinggung dan marah.

3) Fase letting go

Periode dimana ibu telah menerima tanggung jawab akan

peran barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan.

Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan

bayinya.

(Walyani, 2014)
16

2. Konsep Asuhan Keperawatan

Asuhan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang diberikan

pada pasien mulai dari setelah bayinya lahir sampai dengan kembalinya

tubuhdalam keadaan sebelum hamil atau mendekati keadaan sebelum

hamil (Saleha, 2009).

a. Pengkajian

1) Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama

2) Adakah kesulitan atau gangguan dalam pemenuhan

kebutuhan sehari-hari, misalnya pola makan, pola eliminasi,

kebutuha n istirahan dan mobilisasi.

3) Riwayat Persalinan meliputi adakah komplikasi, laserasi

atau episiotomi.

4) Obat atau suplemen yang dikonsumsi saat ini.

5) Perasaan ibu berkaitan dengan kelahiran bayi, penerimaan

peran baru sebagai orang tua termasuk suasana hati yang

ibu rasakan, kecemasan dan kekhawatiran.

6) Adakah kesulitan dalam pemberian ASI dan perawatan

sehari-hari.

7) Bagaimana dukungan suami dan keluarga tehadap ibu.

8) Pengetahuan ibu tentas masa nifas.

9) Status Maternal
17

Meliputi usia dan maturitas, riwayat kedekatan sebelumnya,

payudara (Pengkajian daerah areola, kaji adanya nyeri

tekan, kaji adanya abses, pembengkakan atau ASI terhenti,

kaji pengeluaran ASI), tingkat kenyamanan atau nyeri

(Nyeri tekan payudara/ pembesaran dapat terjadi antara hari

ke-3 sampai hari ke -5 post partum)

10) Status psikososial

Meliputi tingkat pemahaman, citra tubuh dan persepsi,

stressor seperti keluarga dan karier, pandangan sosiokultural

tentang menyusui, dukungan emosional dari orang lain

11) Status neonatal

Meliputi kepuasan dan kesenangan, laju pertumbuhan,

hubungan usia dengan berat badan, status neurologik, status

pernafasan, reflex mengisap, adanya faktor-faktor yang

menghambat pengisapan yang benar ( celah bibir, celah

palatum), pemberian makan sebelumnya.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum, kesadaran

2) Tanda –tanda vital : tekanan darah, suhu, nadi, pernapasan

3) Payudara : pembesaran, putting susu (menonjol atau mendatar,

adakah nyeri atau lecet pada putting), ASI atau kolostrum sudah

keluar, adakah pembengkakan, radang atau benjolan abnormal.

4) Abdomen : tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.


18

5) Kandung kemih kosong atau penuh.

6) Genetalia dan perineum : pengeluaran lochea (jenis, warna,

jumlah, bau), odema, peradangan, keadaan jahitan, nanah, tanda-

tanda infeksi pada luka jahitan, kebersihan perineum dan

hemmoroid pada anus.

(Suherni, 2008)

c. Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan

episiotomi)

2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan faktor biologis ( asupan nutrisi zat besi

tidak adekuat)

(Ujiningtyas, 2009)

3) Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan suplay air

susu ibu tidak adekuat ( Taylor, 2010).

d. Intervensi Keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan

episiotomi)

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperwatan diharapkan nyeri dapat

berkurang dengan kriteria hasil :

a) Pasien tidak meringis kesakitan menahan nyeri

b) Skala nyeri berkurang (skala 1-3)


19

c) Pasien tampak nyaman dan rileks

d) Tanda –tanda vital dalam batas normal

Rencana Keperawatan

a) Kaji pola nyeri dengan skala PQRST

Rasional : Untuk mengetahui penyebab nyeri, kualitas

nyeri, lokasi nyeri, skala nyeri dan waktu

terjadinya nyeri (durasi).

b) Berikan tindakan yang memberikan rasa nyaman, misalnya

kompres hangat

Rasional : Untuk melancarkan sirkulasi darah,

mengurangi nyeri dan pembengakakan

payudara serta melancarkan produksi ASI

(Ujiningtyas, 2009).

c) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam

Rasional : Teknik relaksasi dapat menurunkan nyeri

karena respon relaksasi merupakan bagian dari

penurunan fisiologis, kognitif dan stimulus

perilaku. Relaksasi membantu seseorang untuk

membantu membangun keterampilan kognitif

serta mengurangi cara yang negatif dalam

merespon situasi dalam lingkungan mereka

(Solehati dan Kosasih, 2015).


20

d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik

Rasional : analgetik berfungsi untuk mengurangi rasa

nyeri

2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan faktor biologis ( asupan nutrisi zat besi

tidak adekuat)

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat

berkurang dengan kriteria hasil :

a) Pasien mengatakan nafsu makan meningkat

b) Pasien mengatakan tidak mual muntah

c) Pasien tidak mengalami penurunan berat badan

d) Pemeriksaan hemoglobin dalam batas normal

Rencana Keperawatan

a) Kaji pola nutrisi dengan pola ABCD

Rasional : untuk mengetahui status nutrisi pasien

b) Anjurkan klien makan porsi sedikit tapi sering

Rasional : untuk mengurangi mual muntah

c) Anjurkan klien makan dalam keadaan makanan hangat

Rasional : untuk mengurangi mual muntah

d) Anjurkan klien makan makanan yang tinggi zat besi dan

vitamin

Rasional : menambah zat besi dan vitamin dalam tubuh


21

e) Kolaborasi dengan dokter dan ahli gizi terkait diet yang

diberikan

Rasional : mengetahui porsi dan jenis makanan yang bisa

dikonsumsi

3) Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan suplay air

susu ibu tidak adekuat

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan menyusui

atau pemberian ASI menjadi efektif dengan kriteria hasil :

a) Tidak terjadi pembengkakan payudara

b) ASI keluar

c) Payudara tidak bengkak dan tidak nyeri saat ditekan

d) Bayi mau menetek

e) Ibu memahami cara memberikan ASI, proses menyusui

berjalan lancar

f) Bayi mencapai keadaan nutrisi yang cukup ditunjukkan

dengan penurunan berat badan awal dibawah batas normal,

tumbuh kembang dalam batas normal, atau batas yang

diharapkan, bayi tidak rewel

Rencana Keperawatan

a) Kaji pengetahuan pasien tentang menyusui sebelumnya.

Rasional : Untuk mengidentifikasi pengalaman klien

tentang menyusui
22

b) Beri informasi mengenai fisiologi dan keuntungan

menyusui,dan faktor-faktor yang memudahkan atau

menggangu keberhasilan menyusui.

Rasional : Membantu menangani permasalahanklien

tentang menyusui sehingga dapat

meningkatkan pengetahuan klien.

c) Ajarkan teknik untuk mendapatkan let-down reflex :

(1) Shower air hangat

(2) Massage (Pijat Oksitosin)

(3) Pengisapan bayi, mendekatkan dengan payudara

Rasional : Untuk merangsang produksi air susu dan

pengeluaran air susu

d) Demonstrasikan tentang teknik-teknik menyusui.

Rasional : Agar klien mengerti dan memahami serta

mampu melaksanakan tindakan yang

direncanakan

e) Anjurkan pada klien untuk menyusui bayinya secara teratur

dan sesering mungkin

Rasional : Untuk merangsang produksi air susu dan

mengurangi resiko terjadinya pembengkakan

pada payudara.

f) Anjurkan pada klien untuk tidak menggunakan Bra yang

terlalu kencang.
23

Rasional : Dengan pelindung puting dapat menyebabkan

tekanan sehingga menggangu proses laktasi.

3. Air Susu Ibu (ASI)

a. Pengertian

Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan putih yang merupakan suatu

emulsi lemak dan larutan protein, laktosa dan garam-garam organik

yang dikeluarkan oleh kelenjar mamae pada manusia. ASI

merupakan salah satu makanan alami berasal dari tubuh yang hidup,

disediakan bagi bayi sejak lahir hingga berusia 2 tahun atau lebih

(Siregar, 2006).

ASI adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh

unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikososial maupun spiritual. ASI

mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan pertumbuhan, anti

alergi, serta anti inflamasi. Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200

unsur zat makanan (Hubertin, 2004).

Pada persalinan normal seringkali ibu mengalami tidak lancar

dalam memberikan ASI kepada bayinya segera setelah lahir. Ibu

relatif tidak dapat menyusui bayinya di jam pertama setelah bayi

lahir. Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi

ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada

sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima


24

keenam dan merupakan usaha untuk merangsang hormon prolaktin

dan oksitosin setelah melahirkan (Yohmi & Roesli, 2009).

Pijat oksitosin ini dilakukan untuk merangsang reflek

oksitosin atau let down reflex. Selain untuk merangsang let down

reflex manfaat pijat oksitosin adalah memberikan kenyamanan pada

ibu, mengurangi bengkak (engorgement), mengurangi sumbatan

ASI, merangsang pelepasan hormone oksitosin, mempertahankan

produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Depkes RI, 2007)

b. Komposisi ASI

ASI bersifat khas untuk bayi karena susunan kimianya,

mempunyai nilai biologis tertentu, dan mengandung substansia yang

spesifik. Ketiga sifat itulah yang membedakan ASI dengan susu

formula. Pengeluaran ASI bergantung pada umur kehamilan

sehingga ASI yang keluar dari ibu dengan kelahiran prematur akan

berbeda dengan ibu yang bayinya cukup bulan. Dengan demikian

pengeluaran ASI sudah diatur sehingga sesuai dengan tuanya

kehamilan (Manuaba, 2010).

Kandungan yang terkandung dalam ASI diantaranya :

1) Kolostrum

Berwarna kuning kental dengan protein berkadar tinggi.

Mengandung immunoglobulin, laktoferin, ion-ion (Na, Ca, K, Z,

Fe), vitamin (A, E, K, dan D), lemak dan rendah laktosa.


25

Pengeluaran kolostrum berlangsung sekitar dua tiga hari dan

diikuti ASI yang mulai berwarna putih.

2) Karbohidrat

Laktosa ialah karbohidrat primer di dalam ASI. Laktosa juga

merupakan jenis karbohidrat yang jumlahnya paling banyak

dalam diet bayi sampai usia 6 bulan (Bobak, 2004).

3) Protein

Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda

dengan protein yang terdapat dalam susu formula. Selain itu,

komposisi asam amino ASI sangat sesuai untuk kemampuan

metabolisme bayi baru lahir.

4) Taurin

Adalah suatu bentuk zat putih telur yang hanya terdapat pada

ASI. Taurin berfungsi sebagai neuro transmitter dan berperan

penting untuk proses maturasi sel otak.

5) Lemak

Lemak pada ASI lebih mudah dicerna dan diabsorbsi daripada

lemak di dalam susu sapi. Kandungan lemak dalam ASI sekitar

70-78%.

6) Mineral dan vitamin

Kebanyakan mineral dan vitamin yang direkomendasikan

terkandung dalam jumlah adekuat dalam ASI. Susu ibu memiliki

kandungan kalsium dan zat besi yang rendah, tetapi rasio


26

kalsium terhadap fosfat adalah 2:1. Rasio ini optimal untuk

mineralisasi tulang. Kandungan vitamin C dan E dalam ASI

dalam jumlah yang adekuat namun kandungan vitamin K lebih

rendah.

c. Proses laktasi

Menyusui tergantung pada gabungan kerja hormone, reflek dan

perilaku yang dipelajari ibu dan bayi baru lahir dan terdiri dari

faktor-faktor berikut ini :

1) Laktogenesis

Laktogenesis (permulaan produksi susu) dimulai pada tahap

akhir kehamilan. Kolostrum disekresi akibat stimulasi sel-sel

alveolar mamalia oleh laktogen plasenta, suatu substansi yang

menyerupai prolaktin. Produksi susu berlanjut setelah bayi lahir

sebagai proses otomatis selama susu dikeluarkan dari payudara.

2) Produksi susu

Kelanjutan sekresi susu terutama berkaitan dengan (1) jumlah

produksi hormone prolaktin yang cukup di hipofisis anterior dan

(2) pengeluaran susu yang efisien. Nutrisi maternal dan masukan

cairan merupakan faktor yang mempengaruhi jumlah dan

kualitas susu.

3) Ejeksi susu

Pergerakan susu dan alveoli (dimana susu disekresi oleh suatu

proses ekstrusi dari sel) kemulut bayi merupakan proses yang


27

aktif di dalam payudara. Proses ini tergantung pada let-down

reflex atau reflex ejeks susu. Let-down reflex secara primer

merupakan respon terhadap isapan bayi. Isapan menstimulasi

kelenjar hipofisis posterior untuk menyekresi oksitosin. Di

bawah pengaruh oksitosin, sel-sel di sekitar alveoli berkontraksi,

mengeluarkan susu melalui system duktus ke dalam mulut bayi.

4) Kolostrum

Kolostrum kuning kental secara unik sesuai untuk kebutuhan

bayi baru lahir, kolostrum mengandung antibodi vital dan nutrisi

padat dalam volume kecil, sesuai sekali untuk makanan awal

bayi. Menyusui dini yang efisien berkorelasi dengan penurunan

kadar bilirubin darah. Kadar protein yang tinggi di dalam

kolostrum mempermudah ikatan bilirubin dan kerja laksatif

kolostrum untuk mempermudah perjalanan mekonium.

Kolostrum secara bertahap berubah menjadi ASI antara hari

ketiga dan kelima masa nifas.

5) ASI

Pada awal setiap pemberian makan, susu pendahulu

mengandung lebih sedikit lemak dan mengalir lebih cepat

daripada susu yang keluar pada bagian akhir menyusui.

Menjelang akhir pemberian makan, susu sisa ini lebih putih dan

mengandung lebih banyak lemak. Kandungan lemak yang lebih

tinggi pada akhir pemberian makan memberikan bayi rasa puas.


28

Pemberian makan yang cukup lama, untuk setidaknya membuat

satu payudara menjadi lebih lunak, memberi cukup kalori yang

dibutuhkan untuk meningkatkan jarak antar menyusui, dan

mengurangi pembentukkan gas dan kerewelan bayi karena

kandungan lemak yang lebih tinggi ini akan dicerna lebih lama

(Bobak, 2005).

Dalam proses laktasi, pada bayi terjadi 3 macam refleks, yaitu :

(1) Rooting reflex, yaitu refleks mencari putting. Bila pipi bayi

disentuh, ia akan menoleh ke arah sentuhan. Bila bibir bayi

disentuh ia akan membuka mulut dan berusaha untuk mencari

puting untuk menyusu. Lidah keluar dan melengkung

menangkap puting dan areola.

(2) Sucking reflex, yaitu refleks menghisap. Refleks terjadi karena

rangsangan puting pada pallatum durum bayi bila aerola masuk

ke dalam mulut bayi. Areola dan puting tertekan gusi, lidah dan

langit-langit, sehingga menekan sinus laktiferus yang berada di

bawah areola. Selanjutnya terjadi gerakan peristaltik yang

mengalirkan ASI keluar atau ke mulut bayi.

(3) Swallowing reflex, yaitu reflex menelan ASI dalam mulut bayi

menyebabkan gerakan otot menelan. Pada bulan-bulan terakhir

kehamilan sering ada sekresi kolostrum pada payudara ibu

hamil. Setelah persalinan apabila bayi mulai menghisap

payudara, maka produksi ASI bertambah secara cepat.


29

d. Faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI menurut

Lawrence (2004) antara lain :

1) Faktor bayi

Kurangnya usia gestasi bayi pada saat bayi dilahirkan akan

mempengaruhi refleks hisap bayi. Kondisi kesehatan bayi

seperti kurangnya kemampuan bayi untuk bisa menghisap ASI

secara efektif, antara lain akibat struktur mulut dan rahang yang

kurang baik, bibir sumbing, metabolisme atau pencernaan bayi,

sehingga tidak dapat mencerna ASI, juga mempengaruhi

produksi ASI, selain itu semakin sering bayi menyusui dapat

memperlancar produksi ASI.

2) Faktor ibu

a) Faktor fisik

Faktor fisik ibu yang mempengaruhi produksi ASI adalah

adanya kelainan endokrin ibu, dan jaringan payudara

hipoplastik. Faktor lain yang mempengaruhi produksi ASI

adalah usia ibu, ibu ibu yang usianya lebih muda atau

kurang dari 35 tahun lebih banyak memproduksi ASI

dibandingkan dengan ibu-ibu yang usianya lebih tua.

Produksi ASI juga dipengaruhi oleh nutrisi ibu dan asupan

cairan ibu. Ibu yang menyusui membutuhkan 300 – 500

kalori tambahan selama masa menyusui.


30

b) Faktor psikologis

Ibu yang berada dalam keadaan stress, kacau, marah dan

sedih, kurangnya dukungan dan perhatian keluarga serta

pasangan kepada ibu dapat mempengaruhi kurangnya

produksi ASI. Selain itu ibu juga khawatir bahwa ASInya

tidak mencukupi untuk kebutuhan bayinya serta adanya

perubahan maternal attainment, terutama pada ibu-ibu yang

baru pertama kali mempunyai bayi atau primipara.

c) Faktor sosial budaya

Adanya mitos serta persepsi yang salah mengenai ASI dan

media yang memasarkan susu formula, serta kurangnya

dukungan masyarakat menjadi hal-hal yang dapat

mempengaruhi ibu dalam menyusui. Ibu bekerja serta

kesibukan sosial juga mempengaruhi keberlangsungan

pemberian ASI.

e. Masalah Dalam Menyusui

Dalam buku yang ditulis Retna dan Diah (2009)

mengemukakan bahwa terdapat beberapa masalah yang dapat

menghambat proses menyusui. Permasalahan yang sering terjadi dan

cara mengatasinya antara lain :

a) Masalah menyusui masa antenatal

b) Kurang atau salah informasi


31

Banyak ibu yang merasa bahwa susu formula itu sama

baiknya atau malah lebih baik dari ASI sehingga cepat

menambah susu formula bila merasa bahwa ASI kurang.

Petugas kesehatan pun masih banyak yang tidak memberikan

informasi pada saat pemeriksaan kehamilan atau saat

memulangkan bayi. Sebagai contoh, banyak ibu/petugas

kesehatan yang tidak mengetahui bahwa:

(1) Bayi pada minggu-minggu pertama defekasinya encer dan

sering, sehingga dikatakan bayi menderita diare dan

seringkali petugas kesehatan menyuruh menghentikan

menyusui.

(2) ASI belum keluar pada hari pertama sehingga bayi

dianggap perlu diberikan minuman lain, padahal yang lahir

cukup bulan dan sehat mempunyai persediaan kalori dan

cairan yang dapat mempertahankannya tanpa minuman

selama beberapa hari.

(3) Karena payudara berukuran kecil dianggap kurang

menghasilkan ASI padahal ukuran payudara tidak

menentukan apakah produksi ASI cukup atau kurang karena

ukuran ditentukan oleh banyaknya lemak pada payudara

sedangkan kelenjar penghasil ASI sama banyaknya

walaupun payudara kecil dan produksi ASI dapat tetap


32

mencukupi apabila manajemen laktasi dilaksanakan dengan

baik dan benar.

c) Putting susu datar atau terbenam

Sejak kehamilan trisemester terakhir, ibu yang tidak mempunyai

resiko kelahiran premature, dapat diusahakan mengeluarkan

putting susu datar atau terbenam dengan :

(1) Teknik atau gerakan Hoffman yang dikerjakan 2 x sehari.

(2) Dibantu dengan pompa ASI

Setelah bayi lahir putting susu datar atau terbenam dapat

dikeluarkan dengan cara :

(1) Susui bayi secepatnya segera setelah lahir saat bayi aktif

dan ingin menyusu.

(2) Susui bayi sesering mungkin (misalnya tiap 2-3 jam), ini

akan menghindarkan payudara terisi terlalu penuh dan

memudahkan bayi untuk menyusu.

(3) Massage payudara dan mengeluarkan ASI secara manual

sebelum menyusui dapat membantu bila terdapat

bendungan payudara dan putting susu tertarik kedalam.

f. Masalah menyusui pada masa nifas dini

1) Puting susu nyeri

Umumnya ibu akan merasa nyeri pada waktu awal menyusui.

Perasaan sakit ini akan berkurang setelah ASI keluar. Bila


33

pol,lsisi mulut bayi dan puting susu ibu benar, perasaan nyeri

akan segera hilang.

2) Puting susu lecet

Puting susu terasa nyeri bila tidak ditangani dengan benar akan

menjadi lecet. Umumnya menyusui akan menyakitkan dan

kadang kadang mengeluarkan darah. Putting susu lecet dapat

disebabkan oleh posisi menyusui salah, tapi dapat pula

disebabkan oleh rush (candidates) atau dermatitis.

3) Payudara bengkak

Pada hari-hari pertama (sekitar 2-4 jam), payudara sering terasa

penuh dan nyeri disebabkan bertambahnya aliran darah ke

payudara bersamaan dengan ASI mulai diproduksi dalam jumlah

banyak, penyebab bengkak :

(1) Posisi mulut bayi dan puting susu ibu salah

(2) Produksi ASI berlebihan

(3) Terlambat menyusui

(4) Pengeluaran ASI yang jarang

(5) Waktu menyusui yang terbatas

Perbedaan payudara penuh dengan payudara bengkak adalah :

(1) Payudara penuh : rasa berat pada payudara, panas dan keras.

Bila diperiksa ASI keluar, dan tidak ada demam.

(2) Payudara bengkak : payudara oedema, sakit, puting susu

kencang, kulit mengkilat walau tidak merah, dan bila


34

diperiksa/ diisap ASI tidak keluar. Badan biasanya demam

setelah 24 jam

g. Mastitis atau abses payudara

Mastitis adalah peradangan pada payudara. Payudara

menjadi merah, bengkak kadangkala diikuti rasa nyeri dan

panas, suhu tubuh meningkat. Di dalam terasa ada masa padat,

dan diluarnya kulit menjadi merah. Kejadian ini terjadi pada

masa nifas 1-3 minggu setelah persalinan diakibatkan oleh

sumbatan saluran susu yang berlanjut. Keadaan ini disebabkan

kurangnya ASI diisap/ dikeluarkan atau pengisapan yang tak

efektif. Dapat juga karena kebiasaan menekan payudara dengan

jari atau karena tekanan baju/bra.

h. Masalah menyusui pada masa nifas lanjut

a) Sindrom ASI kurang

Sering kenyataannya ASI tidak benar-benar kurang, tanda-

tanda yang “mungkin saja” ASI benar-benar kurang antara

lain:

(1) Bayi tidak puas setiap setelah menyusu, sering sekali

menyusu, menyusu dengan waktu yang sangat lama.

Tapi juga kadang bayi lebih cepat menyusu. Disangka

produksinya berkurang padahal dikarenakan bayi telah

pandai menyusu.

(2) Bayi sering menangis atau bayi menolak menyusu


35

(3) Payudara tidak membesar selama kehamilan, atau ASI

tidak datang, pasca lahir

(4) BB bayi meningkat kurang dari rata-rata 500 gram

perbulan

(5) BB lahir dalam waktu 2 minggu belum kembali

(6) Ngompol rata-rata kurang dari 6 kali dalam 24 jam,

cairan urin pekat, bau dan warna kuning.

(7) Ibu yang bekerja

Seringkali alasan pekerjaan membuat seorang ibu

berhenti menyusui. Sebenarnya ada beberapa cara yang

dapat dianjurkan pada ibu menyusui yang bekerja

seperti mengeluarkan ASI ditempat kerja dan ASI

disimpan di lemari pendingin, serta banyak menyusui di

malam hari.

i. Masalah menyusui pada keadaan khusus

1) Ibu melahirkan dengan bedah sesar

Posisi menyusui yang dianjurkan adalah sebagai berikut :

a) Ibu dapat dalam posisi berbaring miring dengan bahu

dan kepala di topang bantal, sementara bayi disusukan

dengan kakinya kearah ibu.

b) Apabila ibu sudah dapat duduk bayi dapat ditidurkan di

bantal di atas pangkuan ibu dengan posisi kaki bayi

mengarah ke belakang ibu di bawah lengan ibu.


36

c) Dengan posisi memegang bola (football position) yaitu

ibu terlentang dan bayi berada di ketiak ibu dengan kaki

ke arah atas dan tangan ibu memegang kepala bayi.

d) Ibu sakit

Ibu yang menderita hepatitis atau HIV tidak

diperkenankan untuk menyusui bayinya karena dapat

menularkan kebayinya.

4. Pijat Oksitosin

a. Definisi

Oksitosin (Oxytocin) adalah salah satu dari dua hormone

yang dibentuk oleh sel-sel neuronal nuklei hipotalamik dan disimpan

dalam lobus posterior pituitary, hormon lainnya adalah vasopressin.

Ia memiliki kerja mengontraksi uterus dan menginjeksi ASI

(Suherni, Hesty & Anita, 2009). ASI diproduksi atas hasil kerja

gabungan antara hormon dan refleks. Selama kehamilan, perubahan

pada hormon berfungsi mempersiapkan jaringan kelenjar susu untuk

memproduksi ASI. Segera setelah melahirkan, bahkan mulai pada

usia kehamilan 6 bulan akan erjadi perubahan pada hormon yang

menyebabkan payudara mulai memproduksi ASI. Pada waktu bayi

mulai menghisap ASI, akan terjadi dua refleks pada ibu yang akan

menyebabkan ASI keluar pada saat yang tepat dan jumlah yang tepat

pula (Bobak, 2005). Dua reflex tersebut adalah :


37

1) Refleks Prolaktin

Refleks pembentukan atau produksi ASI. Rangsangan

isapan bayi melalui serabut syaraf akan memacu hipofise

anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin ke dalam aliran

darah. Prolaktin memacu sel kelenjar untuk sekresi ASI. Makin

sering bayi menghisap makin banyakprolaktin dilepas oleh

hipofise, makin banyak pula ASI yang diproduksi oleh sel

kelanjar, sehingga makin sering isapan bayi, makin banyak

produksi ASI,sebaliknya berkurang isapan bayi menyebabkan

produksi ASI kurang. Mekanisme ini disebut mekanisme

“supply and demand”. Efek lain dari prolaktin yang juga penting

adalah menekan fungsi indung telur (ovarium). Efek penekanan

ini pada ibu yang menyusui secara eksklusif adalah

memperlambat kembalinya fungsi kesuburan dan haid. Dengan

kata lain, memberikan ASI eksklusif pada bayi dapat menunda

kehamilan.

2) Refleks oksitosin

Reflek pengaliran atau pelepasan ASI (let down reflex)

setelah diproduksi oleh sumber pembuat susu, ASI akan

dikeluarkan dari sumber pembuat susu dan dialirkan ke saluran

susu. Pengeluaran ASI ini terjadi karena sel otot halus di sekitar

kelenjar payudara mengerut sehingga memeras ASI untuk

keluar. Penyebab otot-otot itu mengerut adalah suatu hormon


38

yang dinamakan oksitosin. Rangsangan isapan bayi melalui

serabut syaraf memacu hipofise posterior untuk melepas hormon

oksitosin dalam darah. Oksitosin memacu sel-sel myoepithel

yang mengelilingi alveoli dan duktus untuk berkontraksi,

sehingga mengalirkan ASI dari alveoli ke duktus menuju sinus

dan puting. Dengan demikian sering menyusui penting untuk

pengosongan payudara agar tidak terjadi engorgement (payudara

bengkak), tetapi justru memperlancar pengaliran ASI.

Gambar 2.1

Reflek Oksitosin (Bobak, 2005)

Selain itu oksitosin berperan juga memacu kontraksi otot

rahim, sehingga mempercepat keluarnya plasenta dan

mengurangi perdarahan setelah persalinan. Hal penting adalah

bahwa bayi tidak akan mendapatkan ASI cukup bila hanya

mengandalkan refleks pembentukan ASI atau reflex prolaktin

saja. Ia harus dibantu refleks oksitosin. Bila refleks ini tidak

bekerja maka bayi tidak akan mendapatkan ASI yang memadai,

walaupun produksi ASI cukup. Refleks oksitosin lebih rumit


39

dibanding refleks prolaktin. Pikiran, perasaan dan sensasi

seorang ibu akan sangat mempengaruhi refleks ini.

Perasaan ibu dapat meningkatkan dan juga menghambat

pengeluaran oksitosin. Hormon ini akan menyebabkan sel-sel

otot yang mengelilingi saluran pembuat susu mengerut atau

berkontraksi sehingga ASI terdorong keluar dari saluran

produksi ASI dan mengalir siap untuk dihisap oleh bayi. Pijat

oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi

ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oksitosin adalah pemijatan

pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae

kelima keenam dan merupakan usaha untuk merangsang hormon

prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan (Biancuzzo, 2003;

Indiyani, 2006; Yohmi & Roesli, 2009).

Gambar 2.2

Pijat Oksitosin (Suherni, Hesty & Anita,2009)

Pijat oksitosin ini dilakukan untuk merangsang refleks

oksitosin atau let down reflex. Selain untuk merangsang let


40

down reflex manfaat pijat oksitosin adalah memberikan

kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak (engorgement),

mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormone

oksitosin, mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi

sakit (Depkes RI, 2007).

Persiapan ibu sebelum dilakukan pijat oksitosin :

1) Bangkitkan rasa percaya diri ibu (menjaga privacy)

2) Bantu ibu agar mempunyai pikiran dan perasaan baik

tentang bayinya

Alat –alat yang digunakan :

1) 2 buah handuk besar bersih

2) Air hangat dan air dingin dalam baskom

3) 2 buah Waslap atau sapu tangan dari handuk

4) Minyak kelapa atau baby oil pada tempatnya

Langkah-langkah melakukan pijat oksitosin sebagai berikut

(Depkes RI, 2007) :

1) Melepaskan baju ibu bagian atas

2) Ibu miring ke kanan maupun ke kiri, lalu memeluk bantal

atau bisa juga dengan posisi duduk

3) Memasang handuk

4) Melumuri kedua telapak tangan dengan minyak atau baby

oil

5) Memijat sepanjang kedua sisi tulang belakang ibu dengan


41

6) menggunakan dua kepalan tangan, dengan ibu jari

menunjuk ke depan

7) Menekan kuat-kuat kedua sisi tulang belakang membentuk

gerakangerakan melingkar kecil-kecil dengan kedua ibu

jarinya

8) Pada saat bersamaan, memijat kedua sisi tulang belakang ke

arah bawah, dari leher ke arah tulang belikat, selama 2-3

menit

9) Mengulangi pemijatan hingga 3 kali

10) Membersihkan punggung ibu dengan waslap air hangat dan

dingin secara bergantian.


42

B. Kerangka Teori

Post partum Perubahan fisiologi


pada payudara

Faktor yang mempengaruhi


produksi ASI

- Faktor bayi
- Faktor Ibu :
a. Fisik
b. Psikologis
c. Sosial Budaya

Masalah dalam menyusui :

- ASI belum dapat keluar

Ketidakefektifan pemberian ASI

Pijat oksitosin

ASI lancar

Gambar. 2.3 Kerangka Teori


BAB III

METODE APLIKASI RISET

A. Subjek Aplikasi Jurnal

Subyek dari aplikasi jurnal ini adalah ibu post partum, usia 40 tahun dengan

riwayat obstretikus P4A0 di ruang Nifas RSUD Soediran Mangun Sumarso

Wonogiri

B. Tempat dan waktu

Aplikasi riset keperawatan maternitas dilakukan di ruang Nifas RSUD

Wonogiri, pada tanggal 7 - 9 Januari 2016.

C. Media dan Alat

Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan adalah :

1. Lembar observasi dan pre test yang digunakan pada ibu post partum

untuk mengetahui tingkat kelancaran ASI

2. buah handuk besar bersih

3. Air hangat dan air dingin dalam baskom

4. 2 buah Waslap atau sapu tangan dari handuk

5. Minyak kelapa atau baby oil pada tempatnya

6. Kursi

7. Meja

8. Bra khusus menyusui

43
44

D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset

1. Persiapan perawat

a. Menyiapkan alat dan mendekatkannya ke pasien

b. Membaca status pasien

c. Mencuci tangan

2. Persiapan Lingkungan

a. Menutup ordien atau pintu

b. Pastikan privacy pasien terjaga

3. Bantu ibu secara psikologis

a. Bangkitkan rasa percaya diri

b. Cobalah membantu mengurangi rasa sakit dan rasa takut

c. Bantu pasien agak mempunyai pikiran dan perasaan baik entang

bayinya

4. Pelaksanaan

a. Melepaskan baju ibu bagian atas

b. Ibu miring ke kanan maupun ke kiri, lalu memeluk bantal atau bisa

juga dengan posisi duduk

c. Memasang handuk

d. Melumuri kedua telapak tangan dengan minyak atau baby oil

e. Memijat sepanjang kedua sisi tulang belakang ibu dengan

b. menggunakan dua kepalan tangan, dengan ibu jari menunjuk ke

depan
45

c. Menekan kuat-kuat kedua sisi tulang belakang membentuk gerakan

gerakan melingkar kecil-kecil dengan kedua ibu jarinya

d. Pada saat bersamaan, memijat kedua sisi tulang belakang ke arah

bawah, dari leher kearah tulang belikat, selama 2-3 menit

e. Mengulangi pemijatan hingga 3 kali

f. Membersihkan punggung ibu dengan waslap air hangat dan dingin

5. Evaluasi

a. Menanyakan kepada ibu tentang seberapa ibu paham dan mengerti

tehnik refleksi oksitosin (perawatan payudara)

b. Evaluasi perasaan ibu

c. Simpulkan hasil kegiatan

d. Lakuakn kontrak kegiatan selanjutnya

e. Akhiri kegiatan

f. Cuci tangan

6. Dokumentasi

Catat hasil tindakan di catatan perawat (tanggal, jam, paraf, nama terang,

kegiatan, hasil pengamatan)


46

E. Alat Ukur Evaluasi dari Aplikasi Tindakan Berdasarkan Riset

Menurut Astutik (2015), penilaian peningkatan produksi ASI pada tanggal 06

– 08 januari 2016 dapat diukur dengan 2 cara, yaitu :

1. Tiap menyusu, bayi menyusu dengan kuat tetapi kemudian melemah dan

teridur pulas minimal 8 – 12 kali dalam 24 jam

2. Payudara akan terasa lunak setelah menyusui dibanding sebelumnya

3. Bayi akan BAB dan BAK dengan normal

Popok bayi merupakan salah satu indikator apakah bayi mendapat cukup ASI

atau tidak, yaiu dengan cara melihat seberapa sering dia BAB dan BAK,

dikatakan normal apabila :

1. Bayi BAK paling tidak 6 – 8 kali sehari atau lebih (setiap kali habis

menyusu) dan warna urin kekuningan.

2. Bayi akan BAB paling tidak 2 – 5 kali sehari (bayi berusia kurang dari 6

minggu). Dengan bertambahnya usia bayi (lebih dari 6 minggu) frekuensi

BAB nya semakin jarang.

3. Bayi mempunyai BB dan TB yang ideal.

a. Selama minggu pertama kehidupan, bayi akan kehilangan 10% dari

berat waktu lahir (yaitu 280 – 336 gram pada bayi yang lahir cukup

bulan).

b. Pada akhir minggu kedua, BB bayi harus kembali ke BB sewaktu

lahir. Jika asupan ASI cukup, bayi akan mengalami kenaikan BB 20

gram sehari selama 3 bulan pertama. Oleh karena itu bayi sebaiknya

ditimbang 1 – 2 minggu sekali.


BAB IV

LAPORAN KASUS

Pada bab ini penulis membahas tentang “Pemberian pijat oksitosin

terhadap peningkatan produksi ASI pada asuhan keperawatan Ny. W dengan

post partum di Ruang Nifas RSUD Dr. Soedirman Mangun Soemarso

Wonogiri”. Pengkajian dilakukan dengan metode anamnesa, observasi

langsung, pemeriksaan fisik, serta catatan medis dan catatan keperawatan.

Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,

intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan

A. Pengkajian

Pengelolaan asuhan keperawatan ini dilakukan selama 3 hari pada

tanggal 07 Januari 2016 sampai tanggal 10 Januari 2016 pada pukul 09.00

WIB. Laporan kasus ini meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,

intervensi, implementasi, dan evaluasi dari tindakan keperawatan. Pasien

masuk rumah sakit pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 04.00 WIB,

pengkajian dilakukan dengan metode autoamnamnesa, alloamnamnesa,

observasi langsung dan pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis dan

catatan perawat.

Ny. W berumur 40 tahun beragama islam, berstatus kawin, pendidikan

terakhir SD, suami klien berumur 47 tahun beragama islam.

Riwayat persalinan lalu : persalinan pada anak pertama Ny. W yaitu Post

Partum Spontan berjenis kelamin laki-laki dengan berat badan lahir 3800

47
48

gram. Anak ke dua lahir dengan Post Partum Spontan dengan berat 3200

gram berjenis kelamin laki-laki. Anak ke tiga lahir dengan Post Partum

Spontan berjenis kelamin laki-laki dengan berat badan lahir 3400 gram.

Riwayat kehamilan saat ini : pasien periksa kehamilan sebanyak 7 kali

yaitu pada trimester I pasien tidak ada keluhan apapun, pada trimester II

mengalami pendarahan setelah diperiksakan dan mendapatkan obat dari bidan

pendarahan dapat diatasi, dan pada trimester ke III pasien tidak ada keluhan

apapun. Jenis persalinan yang dilakukan pada anak ke 4 ini adalah normal

berjenis kelamin bayi perempuan dengan berat badan bayi tersebut 3200

gram, panjang 49 cm, lingkar kepala bayi : 35 cm, lingkar dada bayi : 34 cm.

Pada pasien ada pengeluaran darah dari vagina sebanyak ± 400cc. Pada

pasien mengalami masalah dalam persalinan yaitu Portio Vulva.

Riwayat ginekologi : pasien Ny. W tidak memiliki masalah dalam

ginekologinya dan pasien juga menggunakan KB Pil sejak kelahiran putra ke

tiganya, namun sudah setahun pasien tidak KB.

Data postnatal : pasien Ny. W dalam riwayat persalinan dengan kelahiran

ke 4 anak ke 4 abortus 0 dengan bayi rawat gabung, keadaan pasien baik dan

kesadaran pasien composmentis atau kesadaran penuh. Ny. W memiliki berat

badan 48 kg dan tinggi badan 147 cm. TTV pasien adalah tekanan darah :

130/80 mmHg, Suhu : 36°C, Nadi : 88x/menit, Pernapasan: 22x/menit.

Pada pemeriksaan fisik pasien di kepala warna rambut hitam, panjang ,

dan tidak ada ketombe lalu mata dengan konjungtiva anemis, sklera putih,

simetris, tidak memakai alat bantu penglihatan. Hidung bersih, tidak ada
49

polip, terdapat 2 lubang hidung, simetris, dapat membedakan bau lalu mulut

pasien Ny. W bersih, simetris, tidak ada sumbing dan telinga pasien bersih,

simetris, dapat mendengar dengan baik dan leher penonjolan JVP, tidak ada

pembesaran kelenjar thyroid.

Pada pemeriksaan fisik dada terdapat jantung dengan inspeksi ictus

Cordis tidak nampak, palpasi ictus cordis tidak tampak pada ICS IV, perkusi

bunyi jantung pekak dan auskultasi suara reguler. Lalu pada paru terdapat

inspeksi simetris ka/ki, palpasi pengembangan paru, vocal premitus seimbang

ka/ki, perkusi sonor, tidak ada suara tambahan, auskultasi : vesikuler.

Pemeriksaan abdomen tidak ada bekas operasi, striae livide TFU 3 jari

dibawah umbilikus, kontraksi uterus baik, teraba keras dan bundar, kandung

kemih masih kosong. Pada pemeriksaan fisik perinium dan genetal terdapat

vagina tidak terdapat luka epsiotomi, vagina elastis, oedem, dan tidak ada

hematom. Vagina tampak kemerahan dan bengkak. Lalu untuk kebersihan

perinium pasien bersih dengan lockea : 400cc yang berbau khas dan berwarna

merah, pasien juga tidak ada hemoroid. Ekstremitas pada pasien dibagi

menjadi 2 yaitu Ekstremitas atas terdapat hasil pengkajian dengan tidak ada

edema, capilary refil kurang dari 2 detik, terpasang infus di tangan kiri.

Ekstremitas bawah tidak terdapat oedema di kaki ki/ka dan tidak ada

varises. Istirahat dan kenyamanan pasien mengatakan setelah melahirkan

anak ke 4 nya pasien mengatakan belum bisa tidur.


50

Eliminasi selama di rumah sakit buang air kecil pasien 100cc berwarna

jernih dan tidak terpasang DC, lalu untuk BAB pasien mengatakan belum

bisa BAB selama di rumah sakit.

Pada pemeriksaan nutrisi dan cairan didapatkan hasil : pasien makan

nasi, sayur, lauk pauk, makan 3 kali sehari. Pasien minum air putih 7-8 gelas

sehari, tidak ada keluhan.

Pada pemeriksaan mobilisasi sudah bisa untuk berjalan sendiri kalau

akan kekamar mandi, lalu pasien tidak melakukan senam atau latihan apapun.

Pada pemeriksaan keadaan mental pasien terhadap kelahiran anak ke

empat sangat mengerti dan penerimaan anak ke 3 nya pasien mengatakan

bahagia.

Pada pemeriksaan penunjang pada tanggal : 07 Januari 2016 pukul :

04.28 WIB didapatkan hasil : HB 13,4 g/dl (normal 12-18), leukosit 25,6

juta/mm (normal 4-10,9), trombosit 312 U/L (normal 150-450), MCV 93,9 Fl

(normal 80-97), MCH 31,6 pg (normal 26-32), MCHC 33,7 g/dl (normal 31-

36), RDW 14,5 % (normal 11,5-14,5), GDS 169 mg/dl (normal <170), ureum

11 mg/dl (normal 10-50), creatine 1,08 mg/dl (normal 0,5-0,9), SGOT 51 U/l

(normal < 31), SGPT 23 U/l (normal <32), HbsAg non reaktif.

Terapi medik yang didapatkan pada tanggal 07 Januari 2016 : infus

Ranger Laktat 20 tetes per menit 500 ml dengan golongan dan kandungannya

adalah cairan koloid untuk mengembalikan elektrolit pada dehidrasi dengan

efek samping panas, infeksi pada tempat penyuntikan, trombosis vena/ flebitis

yang meluas dari tempat penyuntikan, ekstravasasi. Oxytocin 10iu/24 jam


51

dengan golongan hormon neurohipofisin sintetis untuk memicu atau

memperkuat kontraksi pada otot rahim, untuk merangsang kelahiran,

menghentikaan pendarahan setelah persalinan dengan efek samping mual,

muntah, sakit kepala, kontraksi rahim yang berlebihan. Cefoperazole 1gr/12

jam dengan golongan cephalosporin Antibiotic untuk Antiobiotik dengan

efek samping gangguan pencernaan : diare, mual, muntah, stomatitis, reaksi

kulit : dermatitis, edema. Metronidazole 100ml/12jam dengan golongan dan

kandungan Anti Mikroba untuk mencegah dan mengobati berbagai macam

infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme protozoa dan bakteri anaerob,

misalnya pencegahan infeksi post operasi, vaginasis bakteri, infeksi ulkus

kaki, peradangan gigi dan gusi. Asam mefenamat 500mg/8 jam dengan

golongan dan kandungan Anti inflamasi non-steroid untuk meredakan rasa

sakit atau nyeri tingkat ringan hingga menengah, mengurangi inflamasi atau

peradangan dengan efek saamping nyeri ulu hati, gangguan pencernaan, tidak

nafsu makan, mual dan muntah, sakit kepala, mengantuk dan kelelahan.

Vitamin C 50gr/24 jam dengan golongan Asam Askobat untuk mencegah dan

mengatasi defesiensi vitamin C dengan efek samping perut kembung, nyeri

ulu hati, diare, dan konsumsi vit C dosis tinggi dalam jangka panjang dapat

meningkatkan resiko batu ginjal.

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data yang diperoleh dari penulis pada hari Kamis tanggal 07

Januari 2016 pada jam 09.00 WIB, data subyektif : pasien mengatakan ASI
52

keluar tetapi sedikit lalu pada data obyektif : puting pasien terlihat kotor,

payudara teraba keras dan kencang, bayi berada diruang perinatologi, dan

pada saat di pompa ASI tidak dapat keluar hanya setetes, dan TTV : tekanan

darah 130/80 mmHg, Suhu : 36°C, Nadi : 88x/menit, Pernapasan : 22

x/menit. Dari data tersebut dapat ditegakkan diagnosa yang pertama yaitu

ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas

pemberian ASI.

Pada jam 09.30 WIB diperoleh hasil data subyektif : pasien mengatakan

bengkak dan kemerahan di jalan lahir, lalu pada data obyektif: leukosit : 25,6

k/ul, Suhu 36ºC. Dari data tersebut dapat ditegakkan untuk diagnosa ke dua

yaitu resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan tubuh

primer yang tidak adekuat.

C. Intervensi Keperawatan

Berdasarkan perumusan masalah, maka penulis menentukan rencana

keperawatan sesuai dengan diagnosa yang telah ditentukkan :

Diagnosa keperawatan yang pertama yaitu ketidakefektifan pemberian

ASI berhubungan dengan diskontinuitas pemberian ASI. Rencana tindakan

bertujuan setelah dilakukan tindakan masalah keperawatan selama 3x24 jam

masalah keperawatan ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan

diskontinuitas pemberian ASI dapat teratasi dengan kriteria hasil : ibu dan

bayi akan mengalami pemberian ASI efektif yang ditunjukkan dengan

pengetahuan : menyusui, pemantapan menyusui, mempertahankan menyusui


53

dan penyapihan menyusui. Bayi akan menunjukkan kemantapan menyusu :

bayi, di tandai dengan indikator totalitas sebagai berikut (dengan ketentuan 1-

5 : tidak, ringan, menengah, berat, atau adekuat secara total), menghisap dan

menempatkan lidah bayi dengan benar, minimal menyusu 8 kali sehari (sesuai

kebutuhan), dan kepuasan bayi setelah menyusu.

Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa pertama adalah

kaji kemampuan bayi untuk latch on (posisi dan pelekatan) dan menghisap

secara efektif dean rasional untuk mengetahui kemampuan bayi atau reflek

menghisap bayi. Tentukan keinginan dan memotivasi ibu untuk menyusui

dengan rasional untuk mengetahui keinginan ibu dalam menyusui atau

memberikan ASI. Beri pijat oksitosin dengan rasional merangsang dan

memperlancar keluarnya ASI. Evaluasi pemahaman ibu terhadap isyarat

menyusui dari bayi dengan rasional agar ibu lebih memahami keadaan atau

isyarat menyusu dari bayi.

Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu resiko infeksi berhubungan

dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat, tujuan dari tindakan

keperawatan yang akan dilakukan adalah setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam masalah keperawatan resiko infeksi dapat

teratasi dengan kriteria hasil : suhu tubuh normal, tidak terjadi rubor, kolor,

dolor, tumor, fungsi laesa, dan tidak terjadi infeksi.

Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa ke dua yaitu

monitor tanda dan gejala infeksi dengan rasional untuk mengetahui tanda dan

gejala infeksi, inspeksi kondisi vulva dengan rasional untuk mengetahui


54

keadaan vulva, jelaskan tentang pencegahan infeksi dengan rasional agar

pasien dapat mengerti adanya tanda-tanda infeksi, kolaborasi dengan tim

medis lainnya untuk pemberian obat untuk mempercepat proses

penyembuhan.

D. Implementasi Keperawatan

Implementasi yang di lakukan untuk diagnosa yang pertama

ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas

pemberian ASI pada hari kamis, tanggal 07 Januari 2016 pada pukul 10.00

WIB adalah menentukan keinginan ibu dan memotivasi untuk menyusui,

pasien mengatakan bersedia memberika ASI eksklusif selama 6 bulan

kepadanya, pasien tampak bersemangat untuk memberikan ASI pada bayinya.

Tindakan jam 10.15 WIB pasien diberikan pijat oksitosin , dan pasien pun

mengatakan mau untuk diberikan posisi nyaman dan dilakukan pijat

oksitosin, pasien tampak tenang dan rileks saat diberikan pijat oksitosin.

Diagnosa ke dua adalah resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan

tubuh primer yang tidak adekuat pada hari kamis tanggal 07 Januari 2016 jam

11.15 WIB memonitor tanda-tanda infeksi, pasien mengatakan bengkak

dijalan lahir, vulva terlihat bengkak dan kemerahan (leukosit : 25,6 k/ul).

Pada jam 11.30 WIB menginspeksi kondisi vulva, pasien mengatakan masih

bengkak dijalan lahir, vulva terlihat masih bengkak dan kemerahan. Lalu jam

11.45 WIB mengajarkan cara menghindari infeksi, pasien mengatakan

bersedia untuk diajarkan cara menghindari infeksi, pasien mengerti apa yang
55

telah dijelaskan dan sesekali pasien bertanya. Kemudian jam 12.00 WIB

kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat cefoperazole 1gr/12 jam,

metronidazole 100ml/24 jam dan obat oral asam mefenamat 500gr/8 jam,

pasien mau untuk dilakukan tindakan.

Implementasi hari ke 2 pada hari jumat tanggal 08 Januari 2016 pada jam

09.00 WIB dengan diagnosa yang pertama ketidakefektifan pemberian ASI

berhubungan diskontinuitas pemberian ASI adalah memberikan pijat

oksitosin, pasien mengatakan bersedia untuk dilakukan pijat, pasien tampak

rileks saat diberikan pijat. Pada jam 10.15 WIB mengkaji kemampuan bayi

untuk latch on (posisi dan pelekatan) dan menghisap secara efektif, bayi

tampak kuat reflek hisapnya saat didekatkan ke putting ibu. Kemudian pada

jam 11.00 WIB memantau ketrampilan ibu dalam menempelkan bayi ke

putting, pasien mengatakan bersedia untuk dilakukan pemantauan, pasien

sudah paham bagaimana cara menempelkan bayi ke putting. Lalu jam 11.30

WIB mengevaluasi pemahaman ibu tentang isyarat menyusui dari bayi,

pasien mengatakan sudah mengaetahui dan sudah memahami tentang isyarat

bayi, sesekali pasien bertanya tentang apa yang pasien kurang paham.

Pada jam 11.45 WIB pasien dilakukan tindakan untuk diagnosa ke dua

resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak

adekuat yaitu menginspeksi kondisi vulva pasien, pasien mengatakan masih

bengkak dijalan lahir, vulva terlihat bengkak dan kemerahan (leukosit : 27,9

k/ul). Lalu jam 12.10 WIB kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat

asam mefenamat 500gr/8 jam dan Vit C 50gr/24 jam, pasien mau meminum
56

obat yang telah diberikan. Pada jam 16.00 WIB dilakukan diagnosa yang

pertama yaitu memberikan pijat oksitosin, pasien mengatakan mau dilakukan

pijat oksitosin, pasien tampak rileks dan tenang, payudara sudah tidak teraba

keras.

Implementasi hari ke 3 pada hari sabtu tanggal 09 Januari 2016 pada jam

09.00 WIB dengan diagnosa yang pertama ketidakefektifan pemberian ASI

berhubungan dengan diskontontinuitas pemeberian ASI adalah pemberian

pijat oksitosin, pasien tampak rileks dan ASI sudah lancar.

Implementasi diagnosa ke dua resiko infeksi berhubungan dengan

pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat pada jam 10.00 WIB

menginspeksi kondisi vulva, pasien mengatakan sudah tidak bengkak dan

kemerahan berkurang, vulva sudah berkurang bengkak dan kemerahannya.

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi dari implementasi pada tanggal 07 Januari 2016 pada pukul

20.00 WIB dengan diagnosa yang pertama yaitu ketidakefektifan pemberian

ASI berhubungan dengan diskontinuitas pemberian ASI terdapat data

subyektif pasien mengatakan asi keluar tetapi hanya sedikit. Obyektif puting

pasien terlihat kotor, payudara teraba keras dan kencang. Assesment masalah

belum teratasi sepenuhnya. Planning Intervensi dilanjutkan pemberian pijat

oksitosin dan pantau ketrampilan ibu dalam menempelkan bayi ke putting.

Evaluasi keperawatan pada tanggal 07 Januari 2016 jam 20.15 WIB

dengan diagnosa yang kedua yaitu resiko infeksi berhubungan dengan


57

pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat subyektif pasien mengatakan

bengkak dan kemerahan dijalan lahir. Obyektif vulva terlihat bengkak dan

kemerahan, leukosit 25,6 k/ul. Assaesment masalah belum teratasi. Planning

lanjutkan intervensi inspeksi kondisi vulva, kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian antibiotik, dan pantau leukosit dan suhu tubuh.

Evaluasi keperawatan pada hari ke dua tanggal 08 Januari 2016 pada jam

19.00 WIB dengan diagnosa yang pertama yaitu ketidakefektifan pemeberian

ASI berhubungan dengan diskontinuitas pemberian ASI terdapat data

Subyektif pasien mengatakan ASI sudah mulai lancar. Obyektif setelah

dilakukan pijat oksitosin sebanyak 4 kali ASI sudah keluar lumayan, bayi

dapat puas meminumnya dan pasien tampak rileks. Assesment masalah

teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi pemeberian pijat oksitosin.

Evaluasi keperawatan pada tanggal 08 Januari 2016 pada jam 19.15

WIB diagnosa yang ke dua dengan resiko infeksi berhubungan dengan

pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat Subyektif pasien mengatakan

bengkak dan kemerahan dijalan lahir sudah berkurang. Obyektif vulva yang

bengkak dan kemerahan sudah berkurang, leukosit : 27 k/ul. Assesment

masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi inspeksi vulva,

kolaborasi dengan dokter dalam pemeberian antibiotik.

Evaluasi keperawatan hari ke tiga pada tanggal 09 Januari 2016 pada jam

14.00 WIB dengan diagnosa ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan

dengan diskontinuitas pemberian ASI terdapat data Subyektif pasien

mengatakan ASI sudah keluar banyak dan deras. Obyektif setelah dilakukan
58

pijat oksitosin sebanyak 5 kali ASI keluar banyak, bayi tampak puas menyusu

dan tidak rewel. Assesment masalah teratasi. Planning hentikan intervensi.

Evaluasi keperawatan pada tanggal 09 Januari 2016 jam 14.15 WIB

dengan diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer

yang tidak adekuat Subyektif pasien mengatakan sudah tidak bengkak dan

kemerahan dijalan lahir. Obyektif vulva sudah tidak bengkak dan tidak

kemerahan. Assesment masalah teratasi sebagian. Planning lanjutkan

intervensi dengan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik,

pasien boleh pulang.


BAB V

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis membahas tentang “Pemberian pijat oksitosin

terhadap peningkatan produksi ASI pada asuhan keperawatan Ny. W dengan

post partum di Ruang Nifas RSUD Dr. Soedirman Mangun Soemarso

Wonogiri”. Asuhan keperawatan memfokuskan pada teori Hierarki Maslow

yang merupakan pemenuhan kebutuhan dasar manusia melalui tahap

pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi

keperawatan dan evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.

Pengkajian merupakan tahap yang paling penting menentukan bagi tahap

berikutnya (Rohmah, 2014).

Menurut Nursalam (2015), metode pengumpulan data dapat dilakukan

dengan cara :

1. Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas pasien, keluhan

utama, riwayat penyakit sekarang-dahulu-keluarga dll). Sumber data dari

pasien, keluarga dan perawat lainnya.

2. Observasi dan pemeriksaan fisik (dengan pendekatan IPPA : Inspeksi,

palpasi, perkusi, auskultasi) pada sistem tubuh pasien.

59
60

3. Studi dokumentasi dan angket (hasil dari pemeriksaan diagnostik dan

data lain yang relevan).

Pada tanggal 07 Januari 2016 dari hasil pengkajian dan observasi

penulis menemukan masalah, pasien mengatakan ASI keluar sedikit. Data

obyektif yang didapat adalah payudara teraba keras dan kencang.

Pengeluaran ASI yang sedikit setelah melahirkan itu adalah hal yang biasa

karena memang produksi ASI sebenarnya tidak langsung keluar setelah

melahirkan (Marmi, 2014). Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi

normal, setelah 3 bulan melahirkan dan pada ibu yang melahirkan tapi tidak

menyusui maka kadar prolaktin akan menjadi normal pada minggu ke 2-3

(Astutik, 2014).

Proses yang dilakukan pada Ny. W dengan persalinan spontan

adalah proses pengeluaran hasil konsepsi, yang mampu hidup, dari dalam

uterus melalui vagina kedunia luar (Wiknjosastro, 2008). Selama proses

persalinan Ny. W mengalami pendarahan, jumlah darah yang dikeluarkan

selama persalinan sebanyak kurang lebih 400 cc. Ibu post partum kehilangan

darah selama proses kelahiran dengan jumlah pengeluaran pervagina kira-kira

400-500 ml dan 600-800 ml untuk kelahiran dengan pembedahan sectio

caesaria, disebut pendarahan post partum (Doengoes, 2001).

Pengkajian pada data post natal didapatkan hasil tekanan darah

130/80 mmHg, nadi 88 x/ menit, suhu 36⁰C, pernafasan 22 x/menit.

Perubahan tanda-tanda vital pada ibu post partum, setelah 2 jam melahirkan

umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila suhu lebih dari 38⁰C,
61

kemungkinan terjadi infeksi pada pasien. Pasca melahirkan denyut nadi

melebihi 100 x/menit, kemungkinan terjadi infeksi atau perdarahan post

partum. Ibu post partum umumnya pernafasan lambat atau normal, hal

tersebut dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi

istirahat, bila pernafasan pada masa post partum menjadi lebih cepat

kemungkinan ada tanda-tanda syok. Perubahan tekanan darah pada ibu post

partum merupakan tanda terjadinya perdarahan pasca persalinan dan

preeklamsia post partum (Pitriai dan Andriyani, 2014).

Pada pemeriksaan payudara didapatkan hasil payudara Ny. W

tampak simetris kiri dan kanan, tampak membesar pada putting susu dan

terdapat pigmentasi, aerola Ny. W berwarna kehitaman tampak kotor, ASI

masih susah dikeluarkan, payudara teraba keras tidak lecet, terdapat sedikit

kolostrum yang keluar (Wiji, 2013). Pada wanita berkulit terang aerola

berubah menjadi coklat selama kehamilan dan berwarna gelap setelah

melahirkan (Potter dan Perry, 2005). Sesuai dengan teori di atas Ny. W tidk

ada masalah pada payudara, tapi pada produksi ASI yang susah untuk

dikeluarkan.

Berdasarkan pemeriksaan perineum dan genetalia Ny. W post

partum didapatkan hasil lokhea warna merah, cair kurang lebih 400cc

(Debora 2013), wanita setelah melahirkan pada vagina akan keluar darah

dengan karekteristik lokhea rubra pada hari 1-2 berwarna merah segar dan

berbau khas darah.


62

Pemeriksaan ekstermitas pada ibu post partum didapatkan hasil, pada

pemeriksaan ekstermitas kekuatan otot atas dan bawah penuh dengan skor 5.

Pemeriksaan tanda homan negative, pada ibu post partum perlu dilakukan

pengkajian tanda homan terkait dengan kejadian tromboplebitis yaitu

inflamasi vena dengan pembentukan bekuan. Bekuan menyebabkan inflamasi

lokal dan menyumbat vena dan bekuan terlepas menjadi embolus dan dapat

bergerak ke pembuluh darah jantung dan paru yang dapat menyumbat

pembuluh tersebut (Mahdiyah, 2013). Pemeriksaan tanda homan dilakukan

dengan uji homan yaitu dengan dorsofleksi kaki ketika berdiri tegak.

Kemudian menekan otot kaki vena tibialis apabila menyebabkan rasa sakit

maka tanda homan positif (Hamilton, 1995). Hal tersebut sesuai dengan teori

yang dikemukakan (Debora, 2013), kekuatan otot normal 5 yaitu kekuatan

otot utuh dan mampu melawan gravitasi.

Pemeriksaan yang dilakukan tidak ada varises dan tidak ada edema,

bila ada pada pemeriksaan edema pada ekstermitas maka dilakukan

penekanan pada daerah edema. Bila hasil ada cekungan, maka hal tersebut

menandakan adanya edema (Debora, 2013).

Menurut Prawirohardjo (2009), pemeriksaan laboratorium yang

dilakukan pada pasien post partum adalah pemeriksaan Hemoglobin dan

Leukosit. Nilai Hemoglobin pasien 11.7 o/Dl (normal : 12.0 - 15.6),

pemeriksaan kadar Hemoglobin penting dilakukan karena selama persalinan

anemia sering terjadi, jika Hb > 7 gr maka bisa dikatakan anemia berat,

anemia bisa disebabkan karena defisiensi besi sekunder terhadap kehilangan


63

darah sesudah melahirkan (Wuryanti, 2010). Leukosit 25.6 K/Ul (normal :

4.5 - 11.0) jumlah dan hitung jenis Leukosit berguna dalam memprediksi

infeksi, bila nilai Leukosit melebihi batas normal kemungkinan terjadi infeksi

pada pasien, dan pasien akan mengalami tanda-tanda infeksi seperti rubor,

kalor, dollor, tumor, fungsiolaesa (Chandranita, Fajar dkk, 2010).

B. Diagnosa Keperawatan

Menurut Carpenito (2000) dalam Nursalam (2009), diagnosa

keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia

(status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok

dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan

memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan,

menurunkan, membatasi, mencegah, dan mengubah.

Berdasarkan pengkajian pada Ny. W didapatkan diagnosa

keperawatan ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan

diskontinuitas pemberian ASI. Ketidakefektifan pemberian ASI adalah

ketidakpuasan atau kesulitan ibu, bayi, atau anak menjalani proses pemberian

ASI. Dengan batasan karakteristiknya adalah refleks menghisap buruk,

diskontinuitas pemberian ASI, bayi menerima makanan tambahan dengan

putting buatan (NANDA, 2014). Ketidakefektifan pemberian ASI dapat

mempengaruhi asupan nutrisi pada bayi, menurut Abraham Maslow

kebutuhan nutrisi masuk dalam kebutuhan fisiologi yang menjadi prioritas

utama. Akan tetapi pada pasien kebutuhan nutrisi menjadi prioritas pertama
64

karena pasien mengalami ketidaklancaran ASI (Mubarak dan Chayatin,

2008).

Diagnosa keperawatan kedua risiko infeksi berhubungan dengan

pertahanan tubuh primer yang adekuat. Risiko infeksi adalah mengalami

peningkatan risiko terserang organisme patogenik. Hal tersebut sesuai dengan

batasan karakteristik, yaitu pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat,

prosedur invasif, pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari

pemajanan patogen, trauma, kerusakan jaringan (Nurarif dan Hardhi, 2013).

C. Intervensi Keperawatan

Intervensi atau rencana yang dilakukan oleh penulis disesuaikan

dengan prinsip “ONEC”, observasi yaitu melakukan observasi kepada pasien,

nursing treatment yaitu memberikan tindakan keperawatan kepada pasien,

health education yaitu memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien

sehat maupun sakit dan kolaborasi kepada tenaga medis lainnya

(Rohmah dan Walid, 2012).

Penulisan tujuan dan kriteria hasil berdasarkan “SMART”, meliputi

spesifik yaitu dimana tujuan harus berfokus pada pasien, singkat, jelas dan

tidak menimbulkan arti ganda, measurable yaitu dimana tujuan keperawatan

harus dapat diukur, achievable yaitu tujuan dapat dicapai sebagai standar

mengukur respon klien terhadap tindakan asuhan keperawatan, reasonable

yaitu tujuan harus dapat dipertanggung jawabkan, tujuan dan hasil diharapkan
65

singkat dan realistis, time yaitu dalam mencapai kriteria hasil harus

mempunyai batasan waktu yang jelas (Rohmah dan Walid, 2012).

Berdasarkan diagnosa keperawatan pertama, penulis menetukan

ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas

pemberian asi. Tujuannya dan kriteria hasil yang diharapkan, setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pemberian ASI

menjadi efektif dengan kriteria hasil bayi dapat tidur dengan pulas, bayi tidak

rewel, bayi tidak kuning atau ikterik, turgor kulit bayi baik, ASI dapat keluar

dengan lancar, terdapat bendungan ASI, ibu terlihat puas menyusui bayinya

(Moorhead, dkk. 2013).

Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut penulis dapat membuat

perencanaan yaitu kaji kemampuan bayi untuk menghisap secara efektif

dengan rasional untuk mengetahui kemampuan bayi untuk menghisap secara

efektif. Pantau ketrampilan bayi ibu dalam menempelkan bayi ke putting

dengan rasional mengetahui kemampuan ibu dalam menempelkan bayi ke

putting. Tentukan keinginan dan motivasi Ny. W dalam menyusui dengan

rasional mengetahui seberapa besar pasien untuk menyusui bayinya rasional.

Berikan informasi tentang keuntungan dan kerugian ASI dengan rasional

memberikan informasi tentang keuntungan dan kerugian ASI bagi bayi dan

ibu. Pantu berat badan dan pola eliminasi bayi pasien rasionalnya mengetahui

perkembangan berat badan dan pola eliminasi bayi. Lakukan pijat oksitosin

dengan rasional untuk memperlancar ASI pasien (Bahiyatun, 2009).


66

Menurut Nursing Interventions Classification (NIC) (2013).

Intervensi atau rencana keperawataan yang dilakukan untuk ketidakefektifan

pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas pemberian asi. Tujuannya

setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pemberian ASI menjadi

efektif dengan kriteria hasil breastfeeding ineffective, breathing pattern

ineffective, breasfeeding interrupted. Intervensi yang dilakukan adalah kaji

kemampuan bayi untuk latch on (posisi dan pelekatan) dan menghisap secara

efektif. Pantau ketrampilan ibu dalam menempelkan bayi ke putting. Pantau

berat badan dan pola eliminasi bayi, berikan informasi tentang laktasi dan

teknik menyusui yang benar. Berikan informasi tentang keuntungan dan

kerugian pemberian ASI. Evaluasi pola menghisap atau menelan bayi.

Memberikan pijat oksitosin dengan rasional untuk memperlancar produksi

asi. Kolaborasi dengan keluarga atau suami untuk memberikan dukungan dan

motivasi untuk menyusui.

Berdasarkan diagnosa keperawatan kedua risiko infeksi berhubungan

dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat. Tujuannya adalah

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak

terjadi tanda-tanda infeksi dengan kriteria hasil bebas dari tanda-tanda infeksi

(rubor, tumor, dolor, kalor dan fungsiolaesa), menunjukkan kemampuan

untuk mencegah timbulnya infeksi, jumlah leukosit dalam batas normal

(4.5 – 11.0 K/Ul), suhu tubuh dalam batas normal (36.5⁰C-37.5⁰C)

(Moorhead, dkk. 2013).


67

Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut penulis dapat

membuat perencanaan yaitu monitor tanda dan gejala infeksi dengan rasional

mengetahui keadaan luka pasien (rubor, tumor, dolor, kalor dan

fungsiolaesa). Ajarkan cara menghindari infeksi dengan rasional menghindari

luka dari infeksi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotic

dengan rasional memberikan obat antibiotic pada pasien. Pantau leukosit dan

suhu tubuh dengan rasional mengetahui leukosit dan suhu tubuh pasien jika

terkena infeksi.

Menurut Nursing Interventions Classification (NIC) (2013).

Intervensi atau rencana keperawataan yang dilakukan untuk diagnosa risiko

infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat.

Tujuannya setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak ada

tanda-tanda infeksi dengan kriteria hasil immune status, knowledge : infection

control, risk control. Intervensi yang dilakukan adalah pantau tanda-tanda dan

gejala infeksi sistematik dan lokal. Berikan informasi kepada pasien dan

keluarga tentang tanda dan gejala infeksi. Ajarkan pasien dan anggota

keluarga bagaiman amenghindari infeksi. Berikan promosi kesehatan tentang

asupan gizi yang tepat. Kolaborasi dalam pemberian tindakan farmakolosi :

pemberian obat antibiotik.

D. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang telah diciptakan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi


68

pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respons pasien selama dan

sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah, dkk.

2014).

Implementasi diagnosa keperawatan pertama yaitu ketidakefektifan

pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas pemberian ASI yang

dilakukan pada tanggal 07-09 Januari 2016 yaitu memantau ketrampilan ibu

dalam menempelkan bayi ke putting. Untuk dapat pelekatan yang maksimal

penting untuk memberikan topangan atau sandaran pada punggung ibu dalam

posisinya tegak lurus terhadap pangkuannya (Sulistyawati, 2009).

Implementasi selanjutnya, melakukan pijat oksitosin untuk

memperlancar produksi ASI. Tindakan penambahan terapi pijat oksitosin ini

dapat berpengaruh pada peningkatan produksi ASI karena dilakukan di

daerah punggung membuat pembuluh darah menjadi vasodilatasi sehingga

aliran darah menjadi lancar dan produksi ASI meningkat (Astuti, 2014).

Pemberian tindakan penambahan terapi pijat oksitosin untuk

meningkatkan produksi ASI, tindakan ini juga didukung oleh penelitian

Sarwinanti (2014) yang berjudul “Terapi Pijat Oksitosin Meningkatkan

Produksi ASI Pada Ibu Post Partum”. Hasil penelitian tersebut terdapat

efektifitas penambahan terapi pijat oksitosin terhadap produksi ASI ibu nifas.

Saat melakukan pijat oksitosin diawali dengan pemijatan di

punggung, agar produksi ASI semakin meningkat. Hal ini sependapat dengan

Yohmi & Roesli (2009) yang menyatakan bahwa pijat oksitosin merupakan

salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran produksi ASI. Pijat


69

oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang (vertebrae)

sampai tulang costae kelima-keenam dan merupakan usaha untuk

merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan. Pijat

oksitosin juga bermanfaat memberi kenyamanan pada ibu, merangsang

pelepasan hormon oksitosin, mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan

bayi sakit (Depkes RI, 2007).

Implementasi berikutnya mengobservasi setelah dilakukan tindakan

penambahan terapi pijat oksitosin, pijat oksitosin mempengaruhi peningkatan

berat badan, frekuensi BAK bayi, frekuensi menyusui bayi dan lama tidur

bayi setelah menyusui. Hal tersebut menggambarkan bahwa pijat oksitosin

mempengaruhi kelancaran ASI (Suryani,2013).

Implementasi yang terakhir mengevaluasi pemahaman ibu tentang

isyarat menyusui dari bayi tersebut didukung oleh Astuti (2013) bahwa

peningkatan produksi ASI bisa dilihat dari frekuensi BAK paling tidak 6 – 8

kali sehari atau lebih (setiap kali habis menyusu) dan warna urin kekuningan

dan BAB Bayi akan BAB paling tidak 2 – 5 kali sehari (bayi berusia kurang

dari 6 minggu). Dengan bertambahnya usia bayi (lebih dari 6 minggu)

frekuensi BAB nya semakin jarang. Lama tidur bayi setelah menyusu teridur

pulas minimal 8 – 12 kali dalam 24 jam, dan berat badan bayi yang ideal.

Implementasi pada diagnosa kedua risiko infeksi berhubungan

dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat, yang dilakukan pada

tanggal 07-09 Januari 2016, yaitu memonitor tanda dan gejala infeksi.
70

Mencegah dan mendeteksi dini infeksi yang terjadi pada pasien yang berisiko

terjadi infeksi (Wilkinson, 2012).

Implementasi selanjutnya memantau leukosit dan suhu tubuh pasien.

Nilai leukosit tinggi menunjukkan adanya proses infeksi atau peradangan

dikarenakan leukosit berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai

penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sedangkan

reaksi infeksi adalah reaksi tubuh terhadap masuknya benda asing, invaksi

mikroorganisme atau kerusakan jaringan. Dalam usaha pertama untuk

menghancurkan benda asing dan mikroorganisme serta membersihkan

jaringan yang rusak, maka tubuh akan mengerahkan elemen-elemen sistem

imun ke tempat masuknya benda asing dan mikroorganisme atau jaringan

yang rusak (Effendy, Z; 2003).

E. Evaluasi Keperawatan

Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana

tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan

dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga

kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien

dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap

perencanaan (Setiadi, 2012).

Evaluasi yang dilakukan penulis selama 3x24 jam pada tanggal 07 -

09 Januari 2016 didapatkan hasil pada diagnosa pertama ketidakefektifan

pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas pemberian ASI sudah


71

teratasi karena sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan, ASI sudah keluar

lancar, hisapan bayi sudah kuat, berat badan 3200 gram, buang air kecil

kurang lebih 5 – 7 kali, buang air besar 3 – 4 kali. Perencanaan dihentikan

karena pada pengkajian hari terakhir masalah sudah teratasi dan sudah sesuai

dengan kriteria hasil dan tujuan yang sudah ditetapkan.

Hasil evaluasi yang dilakukan penulis selama 3x24 jam pada tanggal

07-09 Januari 2016 pada diagnosa risiko infeksi berhubungan dengan

pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat sudah teratasi sebagian, karena

hasil leukosit terakhir 27.9 k/ul. Perencanaan dihentikan karena pada

pengkajian hari terakhir masalah sudah teratasi dan sudah sesuai dengan

kriteria hsil dan tujuan yang sudah ditetapkan, tidak ada tanda – tanda infeksi,

suhu tubuh 36⁰C, intervensi dilanjutkan di rumah dengan kolaborasi dengan

dokter dalam pemberian obat antibiotik dan dijadwalkan untuk kontrol.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny. W, dari

pengkajian, menentukan diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,

implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan tentang penerapan

terapi oksitosin terhadap peningkatan produksi ASI pada Ny. W dengan post

partum spontan di Ruang Nifas RSUD Dr. Soedirman Mangun Soemarso

Wonogiri

1. Pengkajian

Hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 07 Januari 2016

didapatkan hasil antara lain data subjektif pasien mengatakan ASI belum

keluar lancar, kolostrum keluar sedikit, payudaranya keras dan tidak sakit

waktu dipijat. Data objektif payudara pasien tampak kencang, putting dan

aerola masih tampak kotor, tidak lecet, ASI belum keluar lancar.

pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas pemberian ASI.

Pengkajian selanjutnya didapatkan hasil data subyektif : pasien

mengatakan bengkak dan kemerahan di jalan lahir, lalu pada data

obyektif: leukosit : 25,6 k/ul, Suhu 36ºC. Sehingga didapatkan diagnosa

keperawatan risiko infeksi berhubungan pertahanan yang primer tidak

adekuat.

72
73

2. Diagnosa Keperawatan

Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan penulis merumuskan

diagnosa Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan

diskontinuitas pemberian ASI. Diagnosa kedua risiko infeksi

berhubungan pertahanan yang primer tidak adekuat.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa pertama

adalah kaji kemampuan bayi untuk latch on (posisi dan pelekatan) dan

menghisap secara efektif dean rasional untuk mengetahui kemampuan

bayi atau reflek menghisap bayi. Tentukan keinginan dan memotivasi ibu

untuk menyusui dengan rasional untuk mengetahui keinginan ibu dalam

menyusui atau memberikan ASI. Beri pijat oksitosin dengan rasional

merangsang dan memperlancar keluarnya ASI. Evaluasi pemahaman ibu

terhadap isyarat menyusui dari bayi dengan rasional agar ibu lebih

memahami keadaan atau isyarat menyusu dari bayi.

Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa ke dua

yaitu monitor tanda dan gejala infeksi dengan rasional untuk mengetahui

tanda dan gejala infeksi, inspeksi kondisi vulva dengan rasional untuk

mengetahui keadaan vulva, jelaskan tentang pencegahan infeksi dengan

rasional agar pasien dapat mengerti adanya tanda-tanda infeksi,

kolaborasi dengan tim medis lainnya untuk pemberian obat untuk

mempercepat proses penyembuhan.


74

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa pertama

adalah mengkaji kemampuan bayi untuk latch on (posisi dan pelekatan)

dan menghisap secara efektif. Menentukan keinginan dan memotivasi ibu

untuk menyusui. Memberikan pijat oksitosin. Mengevaluasi pemahaman

ibu terhadap isyarat menyusui dari bayi.

Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa ke dua

yaitu memonitor tanda dan gejala infeksi, menginspeksi kondisi vulva,

menjelaskan tentang pencegahan infeksi, melakukan kolaborasi dengan

tim medis lainnya untuk pemberian obat .

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan pada diagnosa ketidakefektifan pemberian

ASI berhubungan dengan diskontinuitas pemberian ASI. Subyektif

pasien mengatakan ASI sudah keluar banyak dan deras. Obyektif setelah

dilakukan pijat oksitosin sebanyak 5 kali ASI keluar banyak, bayi tampak

puas menyusu dan tidak rewel. Assesment masalah teratasi. Planning

hentikan intervensi.

Evaluasi keperawatan pada diagnosa resiko infeksi berhubungan

dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat. Subyektif pasien

mengatakan sudah tidak bengkak dan kemerahan dijalan lahir. Obyektif

vulva sudah tidak bengkak dan tidak kemerahan. Assesment masalah

teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi dengan kolaborasi

dengan dokter dalam pemberian antibiotik, pasien boleh pulang.


75

6. Analisa

Hasil penerapan penambahan terapi pijat oksitosin untuk

memperlancar ASI Hasil penerapan tindakan keperawatan terapi pijat

oksitosin yang dilakukan selama 3 hari, mampu meningkatkan produksi

ASI pada Ny. W. dengan post partum spontan di Ruang Nifas Rumah

Sakit Umum Daerah Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri.

B. Saran

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny. W penulis

memberikan masukan positif khususnya dibidang kesehatan antara lain :

1. Bagi Pasien

Diharapkan pada pasien nifas dapat melakukan perawatan dan

memberikan ASI secara optimal kepada bayi. Untuk mengatasi masalah

dalam pemberian ASI, pasien dapat melakukan terapi pijat oksitosin.

2. Bagi Intitusi Pelayanan Kesehatan

Tindakan non farmakologi terapi pijat oksitosin terhadap ibu nifas perlu

dilakukan untuk memperlancar produksi ASI. Dengan adanya

rangsangan otot - otot ini diperlukan dalam laktasi.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan aplikasi riset ini dapat menjadi bahan referensi bagi institusi

pendidikan tentang penerapan pijat oksitosin terhadap produksi ASI ibu

nifas.
76

4. Bagi Pembaca

Diharapkan bisa memberikan tindakan pijat oksitosin terhadap

kelancaran ASI pada ibu post partum.


DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo. 2013. Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Jogjakarta : Ar-Ruzz


Medika.

Anggraini Y. 2010. Asuhan kebidanan masa nifas. Yogyakarta : perpustakaan


Rihama.

Bahiyatun. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas Normal. EGC : Jakarta.

Dinkes jawa tengah. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. http://www.kemkes.go.id. 21
November 2015.

Donald, M dan Susanne. 2014. Breastfeeding Baby.


http://search.proquest.com/docview/43023086. 21 November 2015
(20:00).

Erawati. 2011. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan Normal. EGC : Jakarta.

Fauziah, dkk. 2014. Jurnal Efektivitas Supervised Breast Care Terhadap


Pencegahan Pembengkakan Payudara Pada Ibu Nifas Di Rumah Sakit
Wilayah Kecamatan Pontianak Selatan. .
https://www.google.com/search?q=NASKAH+PUBLIKASI+EFEKTIVIT
AS+SUPERVISED+BREAST+...&ie=utf8&oe=utf8&aq=t&rls=org.moz
illa:en-US:official&client=firefox-a&channel=rcs. 19 November 2015.

Hamid, A. 2011. Buku panduan Wanita yang baru Pertama jadi Ibu. Flassbook :
Yogyakarta.

Hasmawati. 2009. Asuhan Post Partum. http://proses.nifas.go.id. Diakses pada


tanggal 17 April 2016.

Indrawan A, dkk. 2013. Efektivitas pemberian kompres hangat terhadap


penurunan nyeri persalinan fisiologis pada primigavida inpartu kala I fase
aktif.http://p3m.amikom.ac.id/p3m/85%20TERHADAP%20TEKNIK%2
0PEMBERIAN%20PADA%20KLIEN%20KONTUSIO%20DI%20SLE
MAN.pdf. Diakses tanggal 17 April 2016.

Judha, dkk. 2012. Teori pengukuran Nyeri “Nyeri persalinan”. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Leveno, Kenneth J., et al. 2009. Obstetri Williams. EGC : Jakarta


Mahfoedz, I. 2008. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan Keperawatan dan
Kebidanan. Fitramaya : Yogyakarta.

Marmi. 2014. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas Puerperium. Pustaka Belajar :
Yogyakarta.

Maryunani, A. 2009. Asuhan pada I bu Nifas dalam Masa Nifas (Postpartum).


Trans Info Media : Jakarta.

Mubarak dan Nurul. 2008. Buku ajar Kebutuhan dasar Manusia. Jakarta : EGC.

Nanda. 2013. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. EGC :


Jakarta.

Nengah dan Surinati. 2013. Pengaruh Pemberian Kompres Panas Terhadap


Intensitas Nyeri Pembengkakan Payudara Pada Ibu Post Partum di
Wilayah Kerja Puskesmas Pembantu Dauh Puri.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/coping/article/download/6120/4611. 21
November 2015 (21:00).
Nursalam. 2009. Proses Dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktek
Klinik. Salemba Medika : Jakarta.

Nursalam, M. Nurs. 2015. Panduan Penyusunan Studi Kasus. nursalam-studi-


kasus-.pdf. diakses pada tanggal 7 Mei 2016.

Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2. Edisi 4.
Jakarta : EGC.

Riskesda. 2013 Cakupan Pelayanan Masa Nifas. Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Kementrian RI : Jakarta.

Rohmah, N., & Walid, S. 2012. Proses Keperawatan : teori & aplikasi.
Yogyakarta : Ar-Ruuzz Media.

Rukiyah, A. Y., Yulianti, L. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi). CV Trans


Info Medika : Jakarta.

Saleha, S. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Salemba Medika : Jakarta.

Setiadi. 2012. Konsep Dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori


Dan Praktik. Graha Ilmu : Yogyakarta.

Sinclair, Constance. 2010. Buku Saku Kebidanan. EGC : Jakarta.


Solehati dan Kosasi. 2015. Konsep dan Aplikasi Relaksasi dalam keperawatan
Maternitas. Rfika : Bandung.

Suherni, dkk. 2008. Perawatan Masa Nifas. Fitramaya : Yogyakarta.

Suherni, dkk. 2009. Perawatan Masa Nifas. Edisi 3. Fitramaya : Yogyakarta.

Sulistyawati, A. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. CV Andi Offset :
Yogyakarta

Tinia, Stella. 2012. Berbagai masalah payudara pada ibu menyusui.


https://drstella.net/2012/08/14/berbagai-masalah-payudara-pada-ibu-
menyusui/. Diakses pada tanggal 8 April 2016.

Ujiningtyas. 2009. Asuhan Keperawatan Persalinan Normal. Salemba Medika :


Jakarta

Walyani dan Purwoastuti. 2015. Asuhan kebidanan masa nifas & Menyusui.
Pustaka barupress: Yogyakarta.

Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.

World Health Or ganization. 2010. Infant Nutrition.


http://apps.who.int/gho/data/node.main.52?lang=en. 21 November 2015
(14:00).

Wulandari, S. R., Handayani, S. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas .


Gosyen Publising : Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai