Disiapkan Oleh:
Satuan Tugas Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Pusat Mitigasi Bencana – Institut Teknologi Bandung
LPPM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
September, 2009
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Tim Penyusun:
LPPM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
September 2009
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Pada tanggal 2 September 2009, pukul 07:55:01 (UTC) atau pukul 14:55:01 (WIB) waktu
setempat, telah terjadi gempabumi besar dengan moment magnitude Mw = 7.0 dengan
kedalaman 49.9 km pada posisi 7.777°S, 107.326°E (Sumber : USGS). Gempabumi ini
mengakibatkan kerusakan berbagai prasarana dan sarana fisik serta sekitar 74 orang korban jiwa
manusia di Propinsi Jawa Barat..
Kerusakan bangunan secara umum yang teramati di daerah survey (Kabupaten Tasikmalaya dan
Pangalengan) bervariasi dari kerusakan ringan, keruskan parah, sampai runtuh. Bangunan-
bangunan sekolah, kantor pemerintah, rumah sakit/puskesmas, dan perumahan juga banyak
yang mengalami kerusakan parah. Prasarana jalan, jembatan, tanggul, instalasi listrik dan
telepon diidentifikasi masih dalam kondisi baik dan beberapa hanya mengalami kerusakan
ringan.
Institut Teknologi Bandung memiliki ahli-ahli di bidang bencana alam seperti kegempaan dan
tsunami perlu memberikan suatu kontribusi untuk rehabilitasi serta rekonstruksi pasca bencana
Jawa Barat. Sebagai bagian dari program kerja ITB untuk memberikan suatu masukan-masukan
atau rekomendasi teknis untuk tahapan rehabilitas dan rekonstruksi, kajain awal mengenai
kejadian gempa Tasik dan survey awal identifikasi cepat kerusakan bangunan telah dilakukan.
Pada tanggal 3 September 2009, kami melakukan survey awal ke daerah Pangelengan dan pada
tanggal 5-7 September 2009 telah dilakukan survey ke Kabupaten Tasikmalaya. Team dari ITB
telah melakukan suatu kajian-kajian awal, pengumpulan data-data serta survey ke daerah
bencana untuk melakukan pengamatan langsung secara visual dampak-dampak dari gempa yang
terjadi. Kajain-kajian awal dan survey ini dilakukan untuk dapat memberikan suatu
rekomendasi-rekomendasi teknis serta langkah-langkah yang tepat untuk dilakukan selanjutnya
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 1
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
dalam rangka pemulihan (recovery), fase pembangunan kembali (rekonstruksi), serta pada
jangka panjangnya fase pencegahan (prevention), mitigasi (mitigation) dan kesiapan
(preparedness).
Hasil yang diharapkan dari kajian dan survey awal gempabumi dan keluaran-keluarannya
adalah sebagai berikut:
a. Melakukan kajian singkat dan survey awal (investigasi lapangan pasca bencana) untuk
mengkaji pengaruh dari besaran gempa yang terjadi serta mengidentifikasi kerusakan
bangunan-bangunan dan sarana prasarana akibat gempa. Bangunan-bangunan kritis
menjadi prioritas dalam survey awal ini yakni seperti bangunan-bangunan fasilias
kesehatan (Puskesmas), sekolah, tempat ibadah (masjid), dan bangunan/sarana umum
lainnya. Selain itu, juga untuk melakukan survey kerusakan bangunan rumah penduduk.
Pada umumnya setelah pasca bencana gempa, ruangan-ruangan tempat ibadah dan juga
sekolah tidak digunakan, umumnya sekolah akan diliburkan beberapa hari. Pada saat
aktivitas sekolah (kegiatan belajar mengajar) dimulai kembali, aktivitas tersebut
diadakan di tempat-tempat yang dianggap aman.
b. Melakukan kaji cepat kelayakan bangunan pasca bencana gempa (rapid assessment)
untuk meyakinkan para pihak terkait. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
mengelompokan bangunan-bangunan menjadi 3 (tiga) kelompok yakni:
o Aman: Bangunan yang bisa digunakan langsung (layak huni).
o Pemakaian Terbatas: Bangunan yang masih bisa digunakan (layak huni) setelah
dilakukan perbaikan non-struktural.
o Tidak Aman: Bangunan yang tidak bisa digunakan kembali/tidak layak huni
(rusak berat/rubuh) atau bangunan yang masih bisa digunakan setelah dilakukan
perbaikan struktural.
c. Hasil dari investigasi lapangan dan kajian ini diharapkan akan dapat memberikan
rekomendasi-rekomendasi teknis untuk rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah di
bencana yang mengalami kerusakan.
Survey Awal (investigasi lapangan) tersebut dilakukan melalui kegiatan pengumpulan data dan
kajian sebagai berikut:
1. Kajian gempabumi, yaitu memberikan analisis gempa bumi yang terjadi dengan
pengumpulan data-data :
o Kondisi geologi
o Kondisi Kegempaan (seismisitas dan mekanisme fokus)
o Kondisi geoteknik lokal dan liquefaction
o Kondisi kerusakan bangunan dan infrastruktur akibat gempa.
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 2
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
2. Melakukan kaji cepat kelayakan bangunan pasca bencana gempa (rapid assessment) untuk
meyakinkan para pihak terkait. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengelompokan
bangunan-bangunan menjadi 3 (tiga) kelompok yakni:
(a) Aman: Bangunan yang bisa digunakan langsung. (diberi sticker warna HIJAU)
(b) - Pemakaian Terbatas: Bangunan yang masih bisa digunakan setelah dilakukan
perbaikan non-struktural. (diberi sticker warna KUNING Type-1 )
- Pemakaian Terbatas: Bangunan yang masih bisa digunakan setelah dilakukan
perbaikan struktural. (diberi sticker warna KUNING Type-2 )
(c) Tidak Aman: Bangunan yang tidak bisa digunakan kembali (rusak berat/rubuh) atau
bangunan yang masih bisa digunakan setelah dilakukan perbaikan struktural. (diberi
sticker warna warna MERAH)
3. Hasil dari investigasi lapangan dan kajian ini diharapkan akan dapat memberikan
rekomendasi-rekomendasi teknis untuk rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah di
Kabupaten Tasikmalaya yang mengalami kerusakan.
4. Memberikan rekomendasi mengenai upaya yang harus dilakukan baik dalam jangka pendek,
menengah dan jangka panjang.
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 3
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 4
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
akibat tegasan tensional yang dihasilkan oleh penukikan lempeng kerak samudera. Di
daerah tersebut berkembang gerakan vertikal. Gerakan pengangkatan ini berupa naiknya
daratan yang dinyatakan dengan adanya undak-undak pantai, terangkatnya terumbu-
terumbu koral sebagai manifestasi dari pengangkatan Kuarter (Quarter Uplift). Juga
ada beberapa gempabumi besar dari mekanisme yang disebabkan oleh sobekan
lempeng kerakbumi yang dikenal sebagai hinge–faulting (Isacks drr., 1969 dan
Kanamori 1971).
Lajur kegempaan menerus sampai 700 km dan kesenjangan gempabumi terjadi pada
kedalaman 300 km dan 500 km (Kertapati, 1987).
Gambar 2.1. Model penampang hiposentrum gempa, terlihat mulai dari penampang model
Surabaya terus ke timur (Bali), mulai muncul hunjaman balik dari aktivitas gempa akibat
kegiatan sesar busur belakang (Kertapati, 1987).
Hunjaman lempeng kerakbumi di daerah Nusa Tenggara Barat - Timur dimulai sejak 3
juta tahun lalu (Bowin, 1980). Karakteristik lajur hunjaman di daerah ini lebih menukik
(Vera Schlindwein, 2003) dengan frekuensi kejadian gempabumi dangkal semakin
berkurang (Cardwell dan Isack, 1978) dan umur hunjaman Lempengan Samudera
Hindia – Australia relatif lebih muda apabila diperbandingkan dengan segmen disebelah
Barat.
Akibat dari hunjaman lempengan ini, di laut Flores, yaitu di sebelah utara Pulau Flores,
terjadi hunjaman balik yang terjadi didalam busur kepulauan sehingga menimbulkan
sesar naik. Silver E.A.,dan D.Reed, R.McCaffrey (1983) menyebutnya sebagai Sesar
Busur Belakang Flores dan sesar ini cenderung menerus ke Barat di utara Jawa
(McCafrey, dalam Crouse 1992). Hunjaman balik tersebut, terjadi akibat tegasan/gaya-
gaya kompresi serta adanya intrusi magma panas sehingga menimbulkan kelemahan
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 5
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
kerakbumi yang mudah melentur (Fitch, T.J. & Molnar, P., 1970; Silver, D. Reed &
McCaffrey, 1983). Dan gempabumi yang terjadi di daerah ini cenderung menunjukan
dari suatu mekanisme sesar naik (McCaffrey, unpublished data, 1983).
Gambar 2.2: Tatanan Tektonik Indonesia dengan arah dan kecepatan gerak
lempeng Samudera Indo-Australia dan Samudera Pasifik (Engkon K Kertapati ,
modifikasi dari beberapa sumber)
Gambar 2.3. Gempabumi besar dengan hiposentrum dangkal (M≥7.5) pada abad
ke 20, sepanjang Busur Sunda (Kelleher and McCann, 1976). Catatan
kesenjangan aktivitas gempa untuk gempa besar terletak diposisi 106 0-1220 E.
Daerah ini tidak memiliki sejarah gempabumi dahsyat (McCann, W.et.al., 1978)
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 6
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Gambar 2.4 : Hubungan Struktur seismogenik dengan historik gempa merusak wilayah
Sumatra, Jawa dan Nuas Tenggara
Di daerah Jawa Barat dan di daerah Jawa Timur penunjaman Lempengan Samudera Hindia-
Australia relatif tegak lurus terhadap Lempengan Eurasia dengan kecepatan lebih rendah
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 7
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
daripada dibagian Sumatera yaitu hanya sekitar 60 mm/tahun dan 49 mm/tahun (Katili, 1973)
Gambar 2.4 memperlihatkan ringkasan kejadian gempa-gempa besar di Pulau Jawa, dan
Gambar 2.5 menunjukkan kegempaan di sekitar Jawa Barat. Dari data-data ini kegempaan di
Pulau Jawa dipengaruhi dari aktivitas zona subduksi (benioff dan megathrust) dan zona patahan
dangkal pulau jawa antara lain : Cimandiri fault, Lembang Fault dan Opak Fault.
2.1.3. Zonasi Gempa Jawa Barat
Perlu diuraikan disini bahwa berdasarkan zonasi kegempaan Indonesia (SNI-1726, 2002), di
sepanjang pantai Pulau Jawa diklasifikasikan sebagai zona 4 sampai 5 dengan PBA (Peak
Baserock Acceleration) berkisar 0.2 sampai 0.3g untuk periode ulang 500 tahun atau 10 %
kemungkinannya terlewati dalam kurun waktu 50 tahun, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Mengacu kepada Peta Wilayah Gempabumi Indonesia SNI 1726-2002 tersebut, secara umum
nilai percepatan gempa di batuan dasar di Jawa Barat dipengaruhi oleh sumber gempa subduksi
Megathrust dan Benioff, serta patahan-patahan dangkal di daerah Jawa Barat. Kejadian
gempabumi 2 September 2009 bersumber dari Subduksi Megathrust Segmen Jawa Barat.
2.1.4. Atenuasi dan Zonasi Gempa Tasik 2 September 2009
Hypocenter gempa Tasik 2 September 2009 diplot dalam sebaran gempa-gempa Jawa
Barat pada Gambar 2.7 di bawah ini. Demikian pula potongan pada zona subduksinya
ditunjukkan pada Gambar 2.8 untuk melihat asosiasi pusat gempa dengan zona subduksi
tersebut. Informasi ini diperlukan juga untuk mengevaluasi mekanisme gempa dalam
kaitannya dengan atenuasi atau sebaran getaran dari pusat gempa ke daerah-daerah di
Jawa Barat. Selanjutnya dilakukan analisis atenuasi dan sebaran besarnya getaran
gempa pada batuan dasar dan perkiraan pada batuan dasar di daerah Jawa Barat
disajikan.
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 8
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Gambar 2.8. Potongan 1-1’ Lokasi Hypocenter Gempa Tasik 2 September 2009
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 9
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Dimana :
Y = Percepatan Puncak (g)
M = Momen Magnitude
R = Jarak terdekat dari lokasi rupture dalam Km
H = Kedalaman Dalam Km
Zt = variable ( 0 jika gempa interface, dan 1 untuk gempa intraslab )
Hasil analisis atenuasi kejadian gempa Tasik didapatkan sebaran nilai-nilai percepatan getaran
gempa di batuan dasar (PBA) untuk lokasi 0 km < R < 300 km di daerah Jawab Barat dan
sikitarnya adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 2.10.
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 10
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Gambar 2.9 Distribusi besarnya getaran gempa di batuan dasar (PBA) akibat gempa Jawa Barat
2 September 2009
Besarnya percepatan/getaran gempa di permukaan tanah akan sangat tergantung dari kondisi
geologi dan geoteknik lokal yang dapat mengamplifikasi getaran gempa dari batuan dasar ke
permukaan tanah. Lapisan tanah keras akan mengamplifikasi getaran gempa di batuan dasar
relatif kecil. Sedangkan pada kawasan dengan klasifikasi tanah lunak akan ada amplifikasi
getaran gempa dari batuan batuan dasar ke permukaan tanah yang tinggi, dan akan makin tinggi
amplifikasi yang terjadi pada getaran gempa dengan percepatan yang rendah. Pada kawasan
dengan klasifikasi tanah lunak, Suatu tingkat percepatan yang rendah di bawah 0.05g dapat
mengampifikasi getaran gempa dari batuan dasar ke permukaan tanah sampai 3-4 kali.
Kawasan Jakarta Utara dan kawasan Cekungan Bandung misalnya tergolong dalam klasifikasi
Lunak, oleh karena pada kawasan ini diperkirakan terjadi amplifikasi getaran gempa sampai 3
kali dari nilai PBA yang ditunjukkan pada Gambar 2.9.
Khusus untuk kawasan Bandung Selatan dan Jakarta Utara dengan klasifikasi site Lunak dan
juga daerah-daerah lain yang klasifikasi site nya tergolong Lunak, diprediksi bahwa tingkat
getaran gempa di permukaan tanah lebih tinggi.
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 11
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
SURVEY REKONESANS
3.1. Umum
Pada tanggal 2 September 2009, pukul 07:55:01 (UTC) atau pukul 14:55:01 (WIB) waktu
setempat, telah terjadi gempabumi besar dengan moment magnitude Mw = 7.0 dengan
kedalaman 49.9 km pada posisi 7.777°S, 107.326°E (Sumber : USGS). Di Propinsi Jawa Barat
Gempabumi ini mengakibatkan kerusakan berbagai prasarana dan sarana fisik serta sekitar 79
orang meninggal dunia, 21 orang hilang, 1254 orang luka-luka, dan 210.292 orang diungsikan
yang sebagian besar berasal dari Kabupaten Tasikmalaya, yaitu sebanyak 142.577 orang.1
Survey Rekonesan yang dilakukan oleh Satgas ITB, dimana Satgas Teknis mengkaji fenomena-
fenomena yang terjadi akibat gempa. Kegiatan Satgas Teknik berkonsentrasi kepada kegiatan
rapid assessment terhadap bangunan-bangunan fasilitas umum dan sosial yang dianggap kritis
seperti misalnya tempat ibadah, sekolah, dan rumah sakit atau puskemas. Selain itu, Satgas
Teknik berusaha untuk menginventarisis jenis kerusakan dan penyebab kerusakan pada
bangunan, bangunan engineered, dan bangunan infrastruktur lainnya.
Survey awal pengamatan visual pada tanggal 3 September dilakukan ke daerah Pangalengan
oleh Dr. I Wayan Sengara. Pada pengamatan lapangan ini ditemukan adanya retakan-retakan
tanah pada lereng-lereng dan baru jalan menuju Pangalengan. Di Pangalengan sendiri
diidentifikasi banyak bangunan rumah penduduk yang mangalami kerusakan dari ringan sampai
berat, serta cukup banyak yang rubuh.
Selanjutnya, Tim Satgas yang lebih besar terdiri atas Dr. I Wayan Sengara, Dr. F.X. Toha, Dr.
Made Suarjana, Dr. Dyah Kusumastuti, Dr. Ridolva, Km.Abuhuroyroh, ST, serta 5 mahasiswa
ITB Teknik Sipil yaitu : Dwi, Nabila, Ikhsan, Remon, dan Faisal. Tim Satgas berangkat ke
Kabupaten Tasikmalaya pada hari Sabtu pagi, tanggal 5 September 2009. Sebelum
keberangkatan ke lokasi – lokasi spesifik terjadinya bencana, tim satgas berkoordinasi terlebih
dahulu dengan Asisten Daerah I, Kepala Dinas PU, dan Kepala Dinas Pertambangan mengenai
lokasi kritis yang diprioritaskan untuk diperiksa, khususnya adalah daerah kritis yang terkena
pengaruh gempa. Secara umum, kegiatan Tim Satgas selama di Tasik antara lain:
Sesampai di Tasikmalaya, tim satgas ITB berkunjung ke kantor Balai Kota Tasik untuk
berkordinasi mengenai tujuan kedatangan tim Satgas ITB serta perizinan menuju
wilayah – wilayah yang terkena dampak gempa bumi tasik.
Setelah melakukan kordinasi di Balai Kota, tim Satgas ITB langsung menuju kantor
Kabupaten Tasikmalaya untuk melakukan kordinasi lebih lanjut dan meminta
pengarahan ke beberapa lokasi yang kritis. Disampaikan 3 (tiga) lokasi yang
memerlukan dukungan survey dan rekomendasi teknis, yaitu: Kecamatan Sukahening,
di mana ditemukan adanya Semburan Lumpur), Rekahan Gunung Galungung, dan
Kecamatan Cigalontang, di mana banyak rumah penduduk yang mengalami keruntuhan
dan rusak berat.
Untuk mengefisienkan proses invetigasi dengan lokasi yang tersebar maka selanjutnya
1
www.tvone.co.id
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 12
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
tim Satgas ITB dibagi menjadi dua team, satu team yang terdiri dari ahli Geoteknik,
Struktur dan beberapa asisten mahasisawa ( Dr. Wayan Sengara, Dr. FX. Toha, Dr.
Made Suarjana, Dr, Dyah Kusumastuti, Dr. Ridolva, Km. Abuhuroyroh, Ikhsan dan
Faisal ) dan tim kedua yang terdiri dari ahli geologi dan beberapa asisten mahasiswa
( Dr. Imam Sadisun, Dr. Afnimar, Dwi, Nabila ).
Team pertama dipandu oleh bapak Ade Setiadi (Dinas Pertambangan) menuju ke daerah
Sukahening dimana terjadi proses Semburan Lumpur dingin dari dalam bumi. Team
kedua dipandu oleh warga setempat menuju ke Rekahan Kawah Galunggung, dan
selanjutnya secara bersama – sama kedua tim Satgas bertemu kembali di lokasi kritis ke
tiga yaitu di Kecamatan Cigalontang.
Hari kedua survey pada tanggal 6 September 2009, tim yang terdiri dari mahasiswa
melanjutkan survey ke daerah kerusakan akibat gempa di kecamatan Sodong Hilir. Pada
kecamatan Sodong Hilir terdapat 12 desa yang terkena dampak gempa, dan survey
dilakukan ke Desa Sodong Hilir dan Desa Raksa Jaya. Setibanya di kecamatan Sodong
Hilir, tim survey berkoordinasi terlebih dahulu dengan camat Sodong Hilir.
Hari ketiga survey pada tanggal 7 September 2009, survey dimulai dengan
berkoordinasi dengan pihak dari Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, yaitu Bpk. Pepen.
Beliau bersama Bpk. Atep dari dinas Pertambangan. Survei dilakukan ke daerah
rekahan tanah di Desa Taraju, Kecamatan Taraju dan Desa Mandalasari, Kecamatan
Puspahiang. Setelah melakukan survei tim mendatangi Kantor Pemerintahan Kabupaten
Tasikmalaya untuk memberikan laporan kegiatan yang telah dilaksanakan selama tiga
hari.
Gempabumi Tasik menimbulkan goncangan tanah (ground shaking) yang telah menyebabkan
dampak yang bersifat destruktif baik terhadap bangunan maupun infrastruktur bangunan.
Beberapa jenis dampak yang ditimbulkannya goncangan gempa yang teramati antara lain:
Keretakan tanah dan potensi kelongsoran.
Semburan lumpur dingin
Kerusakan bangunan.
Dampak gempabumi lainnya seperti kerusakan infrastruktur jalan, jaringan telpon, listrik, dan
air minum relatif kecil tingkat kerusakannya, walau di beberapa lokasi listrik mengalami
pemadaman pada saat survey. Sedangkan kejadian likuifaksi, berdasarkan hasil pengamantan,
tidak teridentifikasi di lapangan karena daerah yang mengalami kerusakan merupakan daerah
pegunungan dan secara umum lapisan tanah permukaan merupakan lempung atau lanau.
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 13
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Gambar 3.1 Keretakan tanah dan potensi longsor di kawasan bahu dan lereng jalan dari
Bandung menuju Pangalengan.
Di kawasan Kabupaten Tasikmalaya ditemukan adanya rekahan tanah permukaan pada halaman
dan rumah penduduk serta bangunan umum, retakan melintang pada badan jalan, yang
mengindikasikan adanya zona patahan aktif. Rekahan tanah permukaan ini diamati terjadi di
Kawah Gunung Galunggung, Kecamatan Taraju, dan Kecamatan Puspahiang. Rekahan tanah
yang terjadi akibat gempabumi tersebut ditunjukkan seperti pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 (a) Rekahan tanah arah melintang pada tepi kawah Gunung Galunggung
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 14
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Gambar 3.1 (b) Rekahan tanah arah memanjang pada tepi kawah Gunung Galunggung
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 15
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Kelongsoran lereng banyak diidentifikasi terjadi pada lereng-lereng yang cukup terjal di tepi
jalan, dan juga lereng-lereng yang sangat dekat dengan rumah atau pemukiman penduduk.
Secara umum, kondisi kelongsoran lereng pasca kejadian gempa masih berpotensi untuk
mengalami kelongsoran susulan jika terjadi hujan karena banyak terdapat rekahan dibagian atas
lereng yang mudah terinfiltrasi air dan menurunkan kapasitas tahanan geser dari lerengnya.
Kelongsoran lereng terjadi di Desa Taraju, Kecamatan Taraju dan Desa Mandalasari, Kecamatan
Puspahiang, kelongsoran lereng terbanyak terjadi di dekat rumah penduduk. Hal ini dapat dilihat
pada Gambar 3.2.
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 16
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 17
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Gambar 3.3 Kelongsoran lereng di sekitar pemukiman atau rumah penduduk yang sangat rentan
meimbulkan kelongsoran susulan jika terjadi hujan di Desa Taraju
o o
(S 07 27'42,9" & E 107 58'36,8")
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 18
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 19
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
lebih mendalam. Ada kekhawatiran dari warga setempat dan juga dari Pemerintah
Kabupaten mengenai terjadinya semburan lumpur ini, terutama apakah semburan
lumpur tersebut akan bertambah besar atau tidak, serta apakah lumpur tersebut
berbahaya atau tidak. Oleh karena itu, dalam survey awal ini diambil 1 liter sample
lumpur untuk dibawa ke laboratorium Teknik Lingkungan di ITB.
Temuan awal berdasarkan hasil test laboratorium lingkungan dengan katalis organisme
menunjukkan bahwa sampel lumpur yang diambil dari semburan lumpur Sukahening
tidak toxic (tidak mengandung unsur-unsur yang berbahaya). Namun demikian,
penelitian laboratorium lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk sampel dalam skala
yang lebih besar berupa test toksisitas, uji TCLP, dan test uji kualitas air.
Tergantung dari kondisi semburan lumpur selanjutnya (apakah akan membesar atau
mengecil), maka jika masih diperlukan suatu investigasi geologi dan geoteknik
lapangan mungkin diperlukan untuk merekomendasikan langkah-langkah mitigasi yang
diperlukan untuk mengamankan masyarakat.
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 20
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Berdasarkan pengamatan lapangan, secara umum rentang daerah yang terkena dampak gempa
cukup luas adalah daerah yang terdapat di punggung bukit dan di lereng-lereng bukit.
Kerusakan bangunan banyak terjadi karena struktur bangunannya yang tidak kuat
(kerentanannya terhadap gempabumi tinggi, yaitu tidak adanya perkuatan sloof, kolong, dan
balok yang memadari yang terbuat dari beton bertulang untuk kerusakan struktural dan
Plesteran tembok yang kekurangan campuran semen untuk kerusakan non-struktural). Selain itu
juga diamati bahwa ikatan penulangan bangunan yang ada tidak memenuhi persyaratan
bangunan tahan gempa.
Foto-foto lapangan berikut ini menunjukkan jenis-jenis kerusakan yang terjadi di
Kabupaten Tasikmalaya.
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 21
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Gambar 3.7. Kegagalan Bangunan GOR PGRI di Desa Sodong Hilir, Kecamatan Sodong Hilir
o o
(S 07 29'22,0" & E 108 03'15,1")
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 22
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 23
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Gambar 3.10. Kegagalan Bangunan Rumah Warga Kampung Cikole, Desa Raksajaya,
Kecamatan Sodong Hilir
o o
(S 07 29'57,7" & E 108 05'13,7")
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 24
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Gambar 3.12. Kegagalan Bangunan GOR di Kantor Desa Mandalasari, Kecamatan Puspahiang
o o
(S 07 24'24,2" & E 107 59'19,4")
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 25
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Dari survey awal yang telah dilakukan, telah dilakukan rapid damage assessment
terhadap berbagai jenis bangunan yang meliputi Puskesamas, Mesjid, bangunan sekolah
dan bangunan rumah penduduk. Survey rapid damage assessment ini telah dilakukan
terhadap sebanyak 65 bangunan dengan kategori yang bervariasi sesuai kondisi yang
telah disurvey, dengan rincian seperti ditunjukkan pada Tabel di bawah ini.
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 26
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 27
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 28
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 29
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Untuk rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah Jawa Barat yang mengalami kerusakan,
maka diperlukan suatu strategi yang tepat untuk meminimalkan resiko bencana gempa. Peta
bahaya gempa merupakan informasi yang sangat penting dalam penataan kembali daerah/kota
di Jawa Barat. Suatu konsep dalam upaya untuk mengurangi resiko bencana gempabumi perlu
dimengerti dengan memperhatikan dan mempertimbangkan berbagai komponen dalam suatu
upaya-upaya baik yang sifatnya fisik maupun non-fisik.
Aspek-aspek serta informasi yang diperlukan dalam upaya mitigasi ini dan penataan ruang
ulang diantaranya adalah inventarisasi serta kondisi existing dan tingkat kerentanan infrastruktur
pasca gempa di daerah bencana.
Kajian hazard selanjutnya perlu ditindaklanjuti dengan melakukan analisis hazard gempa untuk
Jawa Barat. Selain kajian awal terhadap gempa Tasik 2 September 2009 yang sudah dilakukan
dan disampaikan dalam laporan ini, perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk mengevaluasi
besarnya percepatan gempa untuk keperluan kriteria disain bangunan dan infrastruktur di
Wilayah Jawa Barat. Kajian ini sekaligus untuk mengevaluasi kembali besarnya percepatan
gempa di batuan dasar yang saat ini digunakan di dalam SNI-1726, 2002. Analisis hazard gempa
dapat dilakukan dengan metode Probabilistik dan Deterministic Seismic Hazards Analysis
(P+DSHA).
Perkiraan besarnya percepatan maksimum dari suatu kejadian gempabumi pada suatu lokasi
tertentu dapat dilakukan dengan menggunakan fungsi atenuasi tertentu. Fungsi atenuasi ini
disesuaikan dengan tipe mekanisme gempabumi yang terjadi. Untuk mengurangi banyaknya
faktor-faktor ketidakpastian yang saling mempengaruhi dalam melakukan analisis resiko
gempabumi ini, maka diperlukan pentahapan analisis yang sistematis, sehingga hasil yang
diperoleh dapat dipertanggung-jawabkan. Tahapan analisis dalam kajian awal risiko kegempaan
ini dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:
Pengumpulan dan evaluasi data geologi dan seismologi di sekitar lokasi studi, yang
meliputi episenter, magnituda dan mekanisme gempa,
Pemilihan fungsi atenuasi yang sesuai dengan mekanisme kegempaan di lokasi yang
ditinjau,
Analisa untuk mendapatkan percepatan gempabumi di batuan dasar,
Analisis perkiraan faktor amplifikasi dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk
mendapatkan percepatan maksimum gempabumi di permukaan tanah.
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 30
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
1. Dengan memperhatikan cukup banyaknya kerusakan akibat gempa pada bangunan dan
masalah-masalah geoteknik dan kegempaan lainnya, maka diperlukan langkah-langkah
terhadap beberapa hal berikut ini:
Menyiapkan dan menyusun masukan teknis kepada Pemerintah Jawa Barat untuk
memperkuat peraturan bangunan dan pedoman-pedoman praktis desain dan
konstruksi bangunan tahan gempa.
Memberikan sosialisasi dan pelatihan kepada tim teknis Dinas Bangunan, Konsultan
dan Kontraktor mengenai peraturan, disain, dan konstruksi bangunan tahan gempa.
Tinjauan ulang terhadap proses pemberian ijin bangunan di Jawa Barat, kaitannya
dengan ketahanan bangunan terhadap gempabumi.
2. Permasalahan geoteknik yang terjadi adalah kelongsoran lereng karena kondisi topografi
yang sangat bervariasi dan lapisan tanah permukaan yang merupakan lempung atau lanau
dengan kosistensi cendrung lunak sampai sedang. Hasil survey ke kawasan kawah
Galunggung menunjukkan bahwa retakan yang terjadi sifatnya lokal dan dinilai tidak
membahayakan. Beberapa potensi kelongsoran diperkirakan dapat terjadi pada waktu
musim hujan akibat adanya lereng-lereng yang mengalami keretakan pada saat gempa 2
September 2009 terjadi.
3. Hasil penelitian awal terhadap semburan lumpur di Sukahening menunjukkan semburan
lumpur terjadi akibat adanya keretakan pada lapisan bawah permukaan yang berbatasan
dengan sumber tekanan air pada suatu lapisan akuifer. Akibat keretakan yang terjadi dan
akibat tekanan air tersebut, lumpur tertekan ke luar permukaan tanah. Belum dapat
diberikan penjelasan lebih jauh karena diperlukan suatu investigasi yang lebih mendalam.
Dalam survey awal ini diambil 1 liter sample lumpur untuk dibawa ke laboratorium Teknik
Lingkungan di ITB. Temuan awal berdasarkan hasil test laboratorium lingkungan dengan
katalis organisme menunjukkan bahwa sampel lumpur yang diambil dari semburan lumpur
Sukahening tidak toxic (tidak mengandung unsur-unsur yang berbahaya). Namun demikian,
penelitian laboratorium lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk sampel dalam skala yang
lebih besar berupa test toksisitas, uji TCLP, dan test uji kualitas air. Tergantung dari kondisi
semburan lumpur selanjutnya (apakah akan membesar atau mengecil), maka jika masih
diperlukan suatu investigasi geologi dan geoteknik lapangan mungkin diperlukan untuk
merekomendasikan langkah-langkah mitigasi yang diperlukan untuk mengamankan
masyarakat.
4. Setelah memperhatikan seluruh persoalan yang diamati terhadap berbagai jenis kerusakan
bangunan maupun masalah geologi, geoteknik, dan kegempaan yang ada, maka berikut
disampaikan beberapa usulan yang menyangkut penanganan persoalan yang dijumpai saat
ini dan keperluan rekonstruksi bangunan dan infrastruktur ke depan, yaitu :
Perlu dilakukannya survey rapid damage assessment lebih lanjut untuk menilai
banyak bangunan bangunan yang mengalami keruskan untuk membangu pemeringah
daearah dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi.
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 31
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Selain dari rekomendasi untuk melakukan suatu kajian bahaya gempa yang lebih detail untuk
mengembangkan peta-peta bahaya serta melakukan kajian resiko bencana gempa dalam upaya
menyusun atau menyempurnakan Rencana Induk Pengurangan Risiko Bencana Gempa Jawa
Barat, maka sebagai tindak lanjut dari survey awal dan kajian awal ini, perlu dilakukan suatu
program jangka pendek, menengah dan panjang antara lain:
Program Jangka Pendek:
1. Survey/pengecekan lebih lanjut beberapa bangunan dan infrastruktur,
2. Surveyu lanjutan rapid damage assessment terhadap tempat ibadah, rumah sakit/puskesmas,
rumah tinggal, bangunan sekolah, dan bangunan serta infrastruktur lainnya.
3. Rekomendasi Teknis untuk Rekonstruksi Rumah Tinggal dan infrastruktur:
Peta preliminary microzonation seismic map (Dari segi geologi, geoteknik, seismik)
Sosialisasi Pedoman Pembangunan Rumah Tinggal Tahan Gempa
Penyusunan Kriteria (Kegempaan)
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 32
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 33
Laporan Kajian dan Survey Awal Bencana Gempa Jawa Barat
REFERENSI
3) Sengara, IW., Munaf, Y., Aswandi, and Susila, IG.M., (2000), “Seismic Hazard and Site
Response Analysis for City of Bandung-Indonesia”, Proceeding of Geotechnical Earthquake
Engineering Conference, San Diego, March, 2001.
5) SNI 03-1726-2002, (2002), “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Banguan
Gedung”, Badan Standarisasi Nasional – Indonesia.
6) Youngs, R. R., Chiou, S. J., Silva, W. J., Humphrey, J. R., (1997), “Strong Ground Motion
Attenuation Relationship for Subduction Zone Earthquake”, Bulletin of Seismological
Society of America Vol. 68, No. 1.
Satuan Tugas Kajian dan Survey Lapangan Bencana Gempa Jawa Barat - ITB Halaman - 34