Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI III

PENCAMPURAN STERIL

Disusun oleh:
Kelompok 4
Tsamrotul Layyinah 11161020000027
Rizky Nasikha 11161020000031
Erina Reggiany 11161020000036
Eka Putri Anggraeni 11161020000043
Niken Salma Andayani 11161020000048
Saila Salsabila 11161020000050
Kelas 6B

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

MEI/2019
A. FORMULA
Ranitidine 1%
NS Saline ad 25 ml

B. PERHITUNGAN

Kekuatan Sediaan Ranitidin = 25 mg/mL

Sediaan steril dibuat 1 mg/mL dalam 25 mL


𝑚𝑔 𝑚𝑔
Pengenceran → 25 𝑚𝐿 . 𝑥 = 1 𝑚𝑙 . 25 𝑚𝐿

25
𝑥= 𝑚𝐿 = 1 𝑚𝐿
25

Ranitidin yang diambil = 1 mL

NS Saline ad 25 mL = 25 𝑚𝐿 − 1 𝑚𝐿 = 24 𝑚𝐿

C. PERSIAPAN KERJA
1. Persiapan Bahan
- Disiapkan Ranitidine 1 ampul dan cairan Normal Saline
- Disiapkan juga alkohol 70% dan alkohol swab
2. Persiapan Alat
- Disiapkan Laminar Air Flow, nyalakan lampu UV ± 30 menit. Nyalakan air
power
- Disiapkan kasa, spuit injeksi, vial, tutup karet steril, plastik klip dan etiket
3. Persiapan Memasuki White Area
- Dilakukan secara aseptis. Sesuai dengan standar memasuki white area yang
sudah ditetapkan, setiap praktikan yang akan memasuki white area harus
menggunakan jas laboratorium, nurse cap, masker dan sarung tangan.
- Praktikan dipastikan melepas sandal terlebih dahulu sebelum memasuki
white area serta tidak perkenankan membawa barang apapun kecuali yang
dikenakan. Barang yang akan dibawa ke white area, masuk melalui pass
box.
- Praktikan masuk ke white area melalui pass box for human.

D. PROSEDUR KERJA
1. Membuka ampul larutan Ranitidine
a. Semua larutan dipindahkan dari leher ampul dengan mengetuk-ketuk
bagian atas ampul atau dengan melakukan gerakanJ-motion.
b. Bagian leher diseka ampul dengan alkohol swab dan dibiarkan mengering
c. Kasa dililitkan di sekitar ampul
d. Ampul dipegang dengan posisi 45⁰C, dipatahkan bagian atas ampul
dengan arah menjauhi praktikan. Ampul dipegang dengan posisi ini
sekitar 5 detik.
e. Ampul diberdirikan
f. Patahan ampul dibungkus dengan kasa dan buang ke dalam kantung
buangan.
2. Ampul dipegang dengan posisi 45⁰C, dimasukkan spuit injeksi 1 ml ke dalam
ampul, larutan ditarik dari ampul sebanyak 1 ml, needle ditutup.
3. Larutan obat disuntikkan ke dalam vial dengan posisi 45⁰C perlahan-lahan
melalui dinding agar tidak berbuih dan bercampur sempurna.
4. Spuit injeksi 10 ml dimasukkan ke dalam botol infus berisi NS Saline dan
ditarik larutan dari botol sebanyak 24 ml, needle ditutup.
5. Larutan dikeluarkan dari spuit ke dalam vial dengan posisi 45⁰C perlahan-
lahan melalui dinding, agar tidak berbuih dan bercampur sempurna.
6. Vial kemudian dikocok untuk memperoleh larutan homogen dan persebaran
obat dalam larutan merata.
7. Vial ditutup, diberi etiket, dan dimasukkan ke dalam plastik klip obat yang
telah diberi etiket
8. Setelah selesai, seluruh bahan yang telah terkontaminasi dibuang ke dalam
kantung buangan tertutup.

E. HASIL
1. Hasil volume yang ada dalam vial
Botol Volume
1 25 ml
2 25 ml
3 25 ml
4 25 ml
5 25 ml
6 25 ml

2. Waktu pencampuran sediaan IV Admixture Ranitidine

No. Nama Anggota Waktu Pencampuran


1. Tsamrotul Layyinah 7 menit 5 detik
2. Rizky Nasikha 7 menit 2 detik
3. Erina Reggiany 8 menit 30 detik
4. Eka Putri Anggraeni 6 menit 11 detik
5. Niken Salma Andayani 8 menit 11 detik
6. Saila Salsabila 6 menit 8 detik

F. CARA PEMERIKSAAN
1. Uji Fisika
1.1 Uji Organoleptis
Pengujian infus normal saline 0,9 % meliputi bau dan warna sediaan.
Selain itu juga diperiksa kelengkapan etiket, brosur dan penandaan pada
kemasan.

1.2 Penetapan pH
Pemeriksaan pH diuji dengan kertas indikator pH Kertas yang
dicelupkan ke dalam larutan sampel dan hasil warna yang terbentuk
dibandingkan terhadap warna standar. Atau uji dapat dilakukan
menggunakan pH meter yang telah dibakukan sebagaimana mestinya yang
mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektrode
indikator yang peka, elektrode kaca, dan elektrode pembanding yang sesuai.

1.3 Uji Kejernihan


Uji kejernihan dilakukan untuk memastikan bahwa setiap larutan obat
jernih dan bebas pengotor. Wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu
persatu dengan menyinari wadah dari samping dengan latar belakang hitam
untuk menyelidiki pengotor berwarna putih dan latar belakang putih untuk
menyelidiki pengotor berwarna.
1.4 Uji Kebocoran
Dilakukan untuk memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga
sterilitas dan volume serta kestabilan sediaan. Untuk cairan bening tidak
berwarna, wadah takaran tunggal yang masih panas setelah selesai
disterilkan dimasukkan ke dalam larutan metilen biru 0,1%. Jika ada wadah
yang bocor maka larutan metilen biru akan masuk ke dalam karena
perubahan tekanan di luar dan di dalam wadah tersebut sehingga larutan
dalam wadah akan berwarna biru. Untuk cairan yang berwarna, lakukan
dengan posisi terbalik, wadah takaran tunggal ditempatkan diatas kertas
saring atau kapas. Jika terjadi kebocoran maka kertas saring atau kapas akan
basah.
1.5 Bahan Partikulat dalam Injeksi
Prosedurnya dengan cara memanfaatkan sensor penghamburan
cahaya, jika tidak memenuhi batas yang ditetapkan maka dilakukan
pengujian mikroskopik. Pengujian mikroskopik ini menghitung bahan
partikulat subvisibel setelah dikumpulkan pada penyaring membran
mikropori. Hasil penghamburan cahaya adalah hasil perhitungan jumlah
total butiran baku yang terkumpul pada penyaring harus berada dalam batas
20% dari hasil perhitungan partikel kumulatif rata-rata per ml. Sementara
untuk pengujian mikroskopik, injeksi memenuhi syarat jika partikel yang
ada (nyata atau menurut perhitungan) dalam tiap unit tertentu diuji melebihi
nilai yang sesuai dengan yang tertera pada FI.

II. Evaluasi Kimia

1.1 Penetapan kadar


Titrasi Argentometri.

III. Evaluasi Biologi

3.1 Uji Sterilitas


Tujuan uji ini untuk menetapkan apakah sediaan yang harus steril
memenuhi syarat berkenaan dengan uji sterilitas seperti tertera pada
masing-masing monografi. Prinsipnya untuk menguji sterilitas suatu bahan
dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan mikroba pada inkubasi bahan uji
menggunakan cara inokulasi langsung atau filtrasi secara aseptik. Media
yang digunakan adalah Tioglikonat cair dan Soybean Casein Digest. Hasil
yang memenuhi syarat jika tidak terjadi pertumbuhan mikroba setelah
inkubasi selama 14 hari. Jika dapat dipertimbangkan tidak absah maka
dapat dilakukan uji ulang dengan jumlah bahan yang sama dengan uji
aslinya.
3.2 Uji Pirogen
Tujuan dari uji pyrogen untuk membatasi resiko reaksi demam pada
tingkat yang dapat diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi.
Menggunakan metode rabbit test, yakni pengukuran kenaikan suhu kelinci
setelah penyuntikan larutan uji secara IV dan ditujukan untuk sediaan yang
dapat ditoleransi dengan uji kelinci dengan dosis penyuntikan tidak lebih
dari 10 mL/kg bb dalam jangka waktu tidak lebih dari 10 menit.
Berdasarkan hasil yang didapatkan setiap penurunan suhu dianggap nol.
Sediaan memenuhi syarat bila tak seekor kelinci pun dari 3 kelinci
menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih. Jika ada kelinci yang
menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih lanjutkan pengujian dengan
menggunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor kelinci
masing-masing menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih dan jumlah
kenaikan suhu maksimum 8 ekor kelinci tidak lebih dari 3,3° sediaan
dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.
DAFTAR PUSTAKA

Departmen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III,


Departemen Kesehatan, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.


Departemen Kesehatan, Jakarta.

Lachman, L., & Lieberman, H. A., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi
Kedua, 1091-1098, UI Press, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai