Anda di halaman 1dari 28

Laporan Kasus

Rehabilitasi Medik Pada Penderita


Hemiparesis Sinistra dan Paresis Nervus XII
disertai dengan Dysartria e.c Stroke Non
Hemoragik

Oleh:

Fendry Kolondam

070 111 206

Pembimbing :
dr. Anne Suryani

Penguji :
dr. L. S. Angliadi, Sp. KFR (K)

BAGIAN/SMF KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI


MEDIK
BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2014

1
BAB I
PENDAHULUAN

Stroke merupakan penyebab kematian kedua di dunia dengan angka


kematian sekitar 4,4 juta orang. Insiden penyakit serebrovaskuler meningkat
dengan tajam sesuai perkembangan usia dan bersama dengan pertambahan
populasi lanjut usia maka akan terjadi beban stroke ke masyarakat1. Data statistik
dunia bersama WHO tahun 2002-2006, menunjukkan 15 juta orang menderita
stroke diseluruh dunia setiap tahun. Sebanyak 5 juta orang lainnya mengalami
kematian dan 5 juta orang mengalami kecacatan yang menetap. Diperkirakan
setiap tahun sekitar 500.000 orang penduduk Indonesia terkena serangan stroke,
dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat berat
ataupun ringan2.
Tingginya angka kejadian stroke bukan hanya di negara maju saja, tapi
juga menyerang negara berkembang seperti Indonesia karena perubahan tingkah
laku dan pola hidup masyarakat.2 Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh
Yayasan Stroke Indonesia pada tahun 2012, masalah stroke semakin penting dan
mendesak karena kini jumlah penderita stroke di Indonesia terbanyak dan
menempati urutan pertama di Asia. Jumlah yang disebabkan oleh stroke
menduduki urutan kedua pada usia di atas 60 tahun dan urutan kelima pada usia
15- 59 tahun.3
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-
tanda klinik yang berkembang cepat oleh karena gangguan fungsi otak baik fokal
maupun global dengan gejala klinis yang bertahan selama 24 jam atau lebih dan
dapat menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler.4
Manifestasi klinis dari stroke berupa defisit neurologis bergantung pada
neuroanatomi dan vaskularisasinya. Manifestasi yang terjadi dapat berupa
hemiparesis dan hemihipestesi kontralateral yang melibatkan tungkai kaki atau
lengan, gangguan fungsi luhur berupa afasia, hemianopsia homonim, gangguan
ingatan, aleksia, disartria, diplopia, vertigo serta beberapa tanda klinis lainnya

2
dapat memberikan dampak negatif terhadap hidup pasien itu sendiri ditinjau dari
berbagai aspek5.
Secara ekonomi, dampak dari insiden dan kecacatan akibat stroke dapat
memberikan pengaruh terhadap menurunnya produktivitas dan status ekonomi,
mulai dari ekonomi tingkat keluarga sampai pengaruhnya terhadap beban
ekonomi masyarakat dan bangsa. Ditinjau dari segi psikologi, keterbatasan-
keterbatasan fisik yang diderita pasian dapat membuatnya merasa terasing dari
lingkungan sekitarnya dan pada akhirnya mengakibatkan depresi. Terapi dan
pendekatan yang sesuai dapat membantu pasien dalam meningkatkan kualitas
hidup dan menjauhkan pasian dari perasaan depresi dan putus asa yang dapat
semakin memperburuk keadaannya.
Rehabilitasi Medik menurut WHO adalah semua tindakan yang bertujuan
untuk mengurangi dampak disabilitas atau handicap agar penyandang cacat dapat
berintegrasi dengan masyarakat. Liss mengatakan bahwa dengan pelayanan
rehabilitasi yang tepat maka 80% dari penderita yang tetap hidup dapat berjalan
tanpa bantuan, 70% dapat menguasai atau melakukan aktifitas mengurus diri
sendiri dan 30% dapat kembali bekerja. Terdapat dua pola besar dalam program
rehabilitasi stroke, yaitu:6
1. Pola tradisional, yang disebut pula pola rehabilitasi kompensasi atau
pola pendekatan unilateral. Pada pola ini sisi yang sehat dilatih untuk
mengkompensasi sisi yang sakit.
2. Pola pendekatan Neurodevelopmental atau pola pendekatan bilateral,
dimana segala upaya ditujukan untuk melatih kembali sisi yang sakit.
Pola ini telah menggeser pola tradisional di dalam program rehabilitasi
stroke modern.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
World Health Organization (WHO) mendefinisikan stroke sebagai tanda-
tanda klinik yang berkembang cepat oleh karena gangguan fungsi otak baik
fokal maupun global dengan gejala klinis yang bertahan selama 24 jam atau
lebih dan dapat menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan
vaskuler.4 Definisi lain menyatakan stroke sebagai suatu keadaan yang timbul
karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya
kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian.7

B. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian kedua di dunia dengan angka
kematian sekitar 4,4 juta orang1. Data statistik dunia bersama WHO tahun
2002-2006, menunjukkan 15 juta orang menderita stroke diseluruh dunia
setiap tahun. Sebanyak 5 juta orang lainnya mengalami kematian dan 5 juta
orang mengalami kecacatan yang menetap. Diperkirakan setiap tahun sekitar
500.000 orang penduduk Indonesia terkena serangan stroke, dan sekitar 25%
atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat berat ataupun
ringan2.

C. Anatomi Vaskularisasi Otak8


Anatomi vaskularisasi otak dapat dibagi menjadi dua bagian: sistem
karotis untuk anterior dan sistem vertebrobasiler untuk posterior. Darah arteri
yang ke otak berasal dari arkus aorta. Di sisi kiri, arteri karotis komunis dan
arteri subklavia berasal langsung dari arkus aorta. Di kanan, arteri trunkus
brasiosefalika berasal langsung dari arkus aorta dan bercabang menjadi arteri
subklavia dekstra dan arteri karotis komunis dekstra. Di kedua sisi, sirkulasi

4
darah arteri ke otak di sebelah anterior dipasok oleh dua arteri karotis interna
dan di posterior oleh dua arteri vertebralis.
Arteri karotis interna bercabang menjadi arteri serebri anterior dan arteri
serebri media setelah masuk ke kranium melalui kanalis karotikus, berjalan
dalam sinus kavernosus. Kedua arteri tersebut memperdarahi lobus frontalis,
parientalis, dan sebagian temporal.
Arteri vertebralis berukuran lebih kecil dan berjalan melalui foramen
transversus vertebra servikalis kemudian masuk ke dalam kranium melalui
foramen magnum, arteri tersebut menyatu untuk membentuk arteri basilaris
taut pons dan medulla oblongata di batang otak. Arteri basilaris bercabang
menjadi arteri serebellum superior kemudiang berjalan ke otak tengah dan
bercabang menjadi arteri seberi posterior.
Sirkulasi anterior kemudian bertemu dengan sirkulasi posterior dan
membentuk Sirkulus Willisi. Sirkulus ini dibentuk oleh ateri serebri anterior,
arteri komunikantes anterior, arteri karotid interna, arteri komunikantes
posterior, dan arteri seberi posterior. Untuk menjamin pemberian darah ke
otak, setidaknya ada 3 sistem kolateral antara sistem arteri karotid dan sistem
vertebrobasiler, yaitu:
1. Sirkulus Willisi yang merupakan anyaman arteri di dasar otak.
2. Anastomosis arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna di
dearah orbita melalui arteri oftalmika.
3. Hubungan antara sistem vertebral dengan arteri karotis interna.

D. Patofisiologi7
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan
menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama akan
menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat
kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan
defisit yang permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu yang
lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada
otak.

5
Setiap defisit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana
yang terkena. Daerah otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh otak
yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik adalah
arteri serebral tengah dan arteri karotis interna. Jika aliran darah ke tiap
bagian otak terhambat karena thrombus atau emboli, maka mulai terjadi
kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan oksigen dalam satu
menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan
kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama
menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron. Area yang mengalami nekrosis
disebut infark.
Gangguan peredarah darah di otak akan menimbulkan gangguan
metabolisme pada sel- sel di neuron, di mana sel- sel neuron tidak mampu
menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metabolism tergantung dari glukosa
dan oksigen yang terdapat pada arteri- arteri yang menuju otak.
Pendarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang
subarachnoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan
timbulnya penebalan dan generatif pembuluh darah yang dapat menyebabkan
rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan
menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak.
Perubahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin
trombosit dan tekanan jaringan. Setelah tiga minggu, darah mulai direabsorbsi.
Ruptur ulangan merupakan resiko serius yang terjadi sekitar 7- 10 hari setelah
perdarahan pertama.
Ruptur ulangan mengakibatkan terhentinya aliran darah ke bagian tertentu,
mengakibatkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut dapat
mengakibatkan geger otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan tekanan
cairan serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak. Perdarahan
mengisi ventrikel atau hematoma yang merusak jaringan otak.
Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena atau adanya edema dapat
megakibatkan peningkatan tekanan intrakranial yang membahayakan jiwa
dengan cepat. Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak diobati dapat

6
mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum. Dapat juga terjadi peningkatan
tekanan darah sistol, bradikardia dan gangguan pernapasan.
Darah dan vasoaktif yang dilepas menyebabkan spasme arteri yang
menyebabkan berkurang atau menghilangnya perfusi serebral. Vasospasme
merupakan komplikasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan fokal
neurologis, iskemik otak, dan infark.

E. Klasifikasi
Klasifikasi stroke berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi dua jenis yaitu
stroke iskemik (non-hemoragik) dan stroke hemoragik.9
1. Stroke iskemik terjadi pada sel- sel otak yang mengalami
kekurangan oksigen dan nutrisi yang disebabkan penyempitan atau
penyumbatan pada pembuluh darah (arteriosklerosis).
Arteriosklerosis terjadi akibat timbunan lemak pada arteri yang
menyebabkan luka pada dinding arteri. Luka ini akan
menyebabkan gumpalan darah (trombus) yang mempersempit
arteri. Gumpalan ini juga dapat terbawa aliran darah dan
menyangkut di pembuluh darah yang lebih kecil dan menyebabkan
penyumbatan. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83%
pasien stroke mengalami stroke iskemik. Stroke iskemik
menyebabkan aliran darah ke sebagian atau keseluruhan otak
menjadi terhenti.
Berikut ini jenis- jenis stroke iskemik berdasarkan penyebabnya.
a. Stroke trombotik merupakan jenis stroke yang disebabkan
terbentuknya trombus yang mengakibatkan penggumpalan.
b. Stroke embolik merupakan jenis stroke yang disebabkan
tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
c. Hipoperfusi sistemik merupakan jenis stroke yang disebabkan
berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena
adanya gangguan denyut jantung.
2. Stroke Hemoragik adalah stroke perdarahan yang terjadi akibat
pecahnya pembuluh darah di otak. Darah yang keluar dari

7
pembuluh darah yang pecah mengenai dan merusak sel- sel otak di
sekitarnya. Selain itu, sel- sel otak juga mengalami kematian
karena aliran darah yang membawa oksigen dan nutrisi terhenti.
Stroke ini terjadi sekitar 20% dari seluruh pasien stroke. Namun
80% dari pasien stroke hemoragik mengalami kematian dan hampir
70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.
Menurut letaknya, stroke hemoragik dibagi menjadi dua jenis,
sebagai berikut:
a. Hemoragik intraserebral, yakni pendarahan terjadi di dalam
jaringan otak.
b. Hemoragik subaraknoid, yakni pendarahan terjadi di dalam
daerah subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan
lapisan jaringan yang menutupi otak).
Berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke dibagi menjadi:9
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
Adalah suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang
gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh
trombus atau emboli. TIA biasanya dapat ditangani dalam satu
sampai dua jam, namun apabila sampai tiga jam masih belum
ditangani sekitar 50% pasien sudah terdapat infark dari hasil MRI.
Setelah TIA, 10% sampai 15% pasien dalam 7 hari, 30 hari, 90 hari
akan terkena stroke, namun lebih banyak pasien terkena stroke dua
hari setelah TIA.
2. Reversible Ischemic Neurological Defisit (RIND)
Seperti juga TIA gejala neurologi dari RIND akan menghilang
lebih dari 24 jam, biasanya RIND akan membaik dalam waktu 24-
48 jam.
3. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus
memburuk setelah 48 jam. Defisit neurologis yang timbul
berlangsung secara bertahap dari yang ringan menjadi yang lebih
berat.

8
4. Complete Stroke
Kelainan neurologis yang sudah menetap tidak berkembang lagi
bergantung

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis bergantung pada neuroanatomi dan vaskularisasinya.
Gejala klinis dan defisit neurologis yang ditemukan berguna untuk menilai
lokasi iskemik: 5
1. Gangguan peredaran darah arteri serebri anterior menyebabkan
hemiparesis dan hemihipestei kontralateral yang terutama
melibatkan tungkai.
2. Gangguan peredaran darah arteri serebri media menyebabkan
hemiparesis dan hemihipestesi kontralateral yang terutama
mengenai lengan disertai gangguan fungsi luhur berupa afasia (bila
mengenai area otak dominan) atau hemipastial neglect (bila
mengenai area otak nondominan).
3. Gangguan peredaran arteri serebri posterior menimbulkan
hemianopsia homonim atau kuadrantanopsi kontralateral tanpa
disertai gangguan motorik maupun sensorik. Gangguan daya ingat
dapat terjadi bila terjadi infark pada lobus temporalis medial.
Aleksia tanpa agrafia timbul bila infark terjadi korteks visual
dominan dan splenium karosum. Agnosia dan prosopagnosia
(ketidakmampuan mengenali wajah) timbul akibat infark pada
korteks temporooksipitalis inferior.
4. Gangguan peredarah darah batang otak menyebabkan gangguan
saraf kranial seperti disartria, diplopia, vertigo, gangguan serebelar
seperti ataksia atau hilang keseimbangan; atau penurunan
kesadaran.
5. Infark lacunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan
motorik atau
sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur.

9
G. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa penyakit stroke perlu dilakukan anamnesis
yang sistematis dan serangkaian pemeriksaan yang menunjang diagnosa.
Anamnesis pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga dan
pengkajian psikososisospiritual.
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan- keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara sistematis dengan
fokus pemeriksaan pada fungsi otak dan dihubungkan dengan keluhan-
keluhan klien.
Keadaan umum pasien umumnya mengalami gangguan kesadaran dan
gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada
tanda- tanda vital: tekanan darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi.
Kualitas kesadaran pasien merupakan parameter yang paling mendasar
yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan pasien dan respons
terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persarafan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien stroke biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomantosa.
Pengkajian fungsi serebral meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus otak dan hemisfer. Pengkajian saraf kranial
meliputi saraf kranial I-XII. Pada beberapa keadaan stroke terjadi gangguan
yang diakibatkan oleh paralisis dari saraf- saraf kranial.
Pengkajian umum motorik diperlukan untuk menelai kemampuan
pergerakan dari pasien. Stroke adalah penyakit saraf motorik atas atau Upper
Motor Neuron (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter
terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol
motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada
UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
Pemeriksaan refleks fisiologis meliputi pengetukan pada tendon,
ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons normal. Pada fase
akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa

10
hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks
patologis.
Pemeriksaan sistem sensorik dilakukan untuk menilai kemampuan
sensorik pasien. Pada pasien stroke dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi
dapat ditemukan ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi.
Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau
mungkin lebih berat, dengan kehilangan propiospsi (kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam
menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.11
Untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan lumbal pungsi, CT Scan
tanpa kontras, MRI kepala, laboratorium darah untuk melihat profil lipid dan
kolesterol, gula darah, agregasi trombosit dan fibrinogen serta melihat status
elektrolit, EKG dan ekokardiografi untuk mencari pencetus stroke akibat
penyakit jantung, dan foto toraks.

H. Faktor Resiko
Terhambatnya aliran darah ke otak beberapa detik saja dapat menyebabkan
seseorang pingsan. Penyumbatan dan pecahnya pembuluh darah di otak bisa
menyebabkan sel- sel saraf di otak menjadi rusak dan mengakibatkan
kelumpuhan. Berbagai faktor bisa menyebabkan stroke: 9
a) Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:
- Keturunan
- Jenis kelamin
- Umur
- Ras
b) Faktor yang dapat dimodifikasi:
- Hipertensi
- Penyakit jantung
- Diabetes mellitus
- Obesitas (kegemukan)
- Hiperkolesterol

11
- Faktor gaya hidup yang tidak sehat (alkohol, merokok, stress,
mendengkur)

I. REHABILITASI MEDIK
Tujuan rehabilitasi medik adalah tercapainya sasaran fungsional yang
realistik dan untuk menyusun suatu program rehabilitasi yang sesuai dengan
sasaran tersebut.
Menurut definisi WHO, jelaslah bahwa yang ditanggulangi rehabilitasi medik
adalah problem fisik dan psikis. Untuk mengatasi problem fisik yang berperan
adalah program fisioterapi dan terapi okupasi. Keduanya sebetulnya mempunyai
kesamaan dalam sasaran, dengan sedikit perbedaan bahwa terapi okupasi bahwa
terapi okupasi juga melatih aktivitas kehidupan sehari-hari dan melakukan
prevokasional untuk mengarahkan pasien pada latihan kerja bila terpaksa alih
pekerjaan. 12
a). PROBLEM REHABILITASI MEDIK
Masalah – masalah dalam Rehabilitasi Medik adalah sebagai berikut: 12
Problem Rehabilitasi
- Kesukaran/tidak dapat ambulasi
- Kesukaran/tidak dapat berkomunikasi
- Kesukaran/tidak dapat merawat diri sendiri
- Kesukaran/tidak dapat melakukan gerak

Problem Psikis
- Rasa malu
- Rasa rendah diri
- Tidak dapat menerima kenyataan
- Tidak mau menyesuaikan diri dengan kecacatannya
- Beberapa mengalami penurunan intelegensia

b). PENANGANAN REHABILITASI MEDIK


Menurut definisi WHO, jelaslah bahwa yang ditanggulangi rehabilitasi
medik ialah problem Fisik dan Psikis. Untuk mengatasi problem fisik, yang

12
berperan utama ialah Fisioterapi dan Terapi Okupasi. Keduanya sebetulnya
memiliki kesamaan dalam sasaran dan sedikit perbedaan, bahwa Terap Okupasi
juga melatih aktivitas kehidupan sehari – hari dan melakukan prevocational untuk
mengarahkan pasien pada latihan kerja bila terpaksa alih pekerjaan. Sasaran
umum kedua terapis adalah : melatih otot, mengurangi kekakuan sendi,
memperbaiki koordinasi dengan tujuan agar pasien dapat melakukan aktivitasnya
kembali, baik untuk ambulasi, merawat diri sendiri maupun bekerja.12
Secara garis besar tahapan Rehabilitasi Stroke Program adalah : Bedside
Exercise, Sitting Exercise, Standing Exercise dan Ambulation Exercise. Apabila
penderita sudah mampu duduk lama, maka latihan AKS dapat dimulai, biasanya
diberikan oleh terapis Okupasi. 12
Terdapat 2 pola besar dalam rehabilitasi stroke, yaitu :
 Pola traditional, pola rehabilitasi kompensasi atau pola pendekatan unilateral.
Pola ini, sisi yang sehat dilatih untuk kompensasi sisi yang sakit.
 Pola pendekatan neurodevelopmental atau pola pendekatan bilateral, dimana
segala upaya ditujukan untuk melatih kembali sisi yang sakit. Pola ini telah
menggeser pola tradisional di dalam program rehabilitasi stroke modern.

Tahap- tahap rehabilitasi pada pasien stroke meliputi:


1. Rehabilitasi stadium akut.
Sejak awal tim rehabilitasi medic sudah diikutkan, terutama untuk
mobilisasi. Program ini dijalankan oleh tim, biasanya latihan aktif
dimulai sesudah prosesnya stabil, 24- 72 jam sesudah serangan kecuali
perdarahan. Sejak awal terapi wicara diikutsertakan untuk melatih otot-
otot menelan yang biasanya terganggu pada stadium akut. Psikolog
dan pekerja sosial medic untuk mengevaluasi status psikis dan
membantu kesulitan keluarga.
2. Rehabilitasi stadium subakut.
Pada stadium ini kesadaran membaik, penderita mulai menunjukkan
tanda- tanda depresi, fungsi bahasa mulai dapat terperinci. Pada pasien
post stroke pola kelemahan ototnya menimbulkan postur hemiplegi.

13
Petugas berusaha mencegahnya dengan cara pengaturan posisi dan
stimulasi sesuai kondisi pasien.
3. Rehabilitasi stadium kronik.
Pada saat ini terapi kelompok telah ditekankan, dimana terapi ini
biasanya sudah dapat dimulai pada akhir stadium subakut. Keluarga
penderita lebih banyak dilibatkan, pekerja medik sosial, dan psikolog
harus lebih aktif.
Pasien dengan stroke harus dimobilisasi dan dilakukan fisioterapi sedini
mungkin, bila kondisi klinis neurologis dan hemodinamik stabil. Untuk fisioterapi
pasif pada klien yang belum boleh, perubahan posisi badan dan ekstremitas setiap
dua jam untuk mencegah dekubitus.
Latihan gerak sendi aktif adalah pasien menggunakan ototnya untuk
melakukan gerakan dan tidak ada ketidaknyamanan sedangkan untuk latihan
gerakan pasif adalah ketika dokter atau perawat menggerakan anggota gerak dan
memerintahkan keikutsertaan klien agar terjadi gerakan penuh.
Latihan duduk dimulai dengan meninggikan letak kepala secara bertahap
untuk kemudian dicapai posisi setengah duduk dan pada akhirinya posisi duduk.
Latihan duduk secara aktif sering kali memerlukan alat bantu misalnya trapeze
untuk pegangan penderita. Bangun duduk dilakukan dengan bantuan perawat yang
memegang kuat siku sisi yang lumpuh pada tempat tidur, dengan tangan yang lain
berjabatan tangan dengan tangan penderita yang sehat. Siku penderita yang sakit
harus berada langsung di bawah bahu, bukan di belakang bahu. Latihan ini
dilakukan berulang sampai penderita merasakan gerakannya. Penyanggaan berat
di siku yang menyebar di atas sendi bahu sisi yang mampu merupakan bagian
yang penting dalam rehabilitas penderita stroke menuju penyembuhan total.12
Selain latihan mobilisasi, rehabilitasi juga dengan menggunakan teknik
fisioterapi: 6
a. Terapi panas seperi sinar infrared atau hot packs untuk mengurangi
nyeri, relaksasi spasme otot superfisial dan meningkatkan aliran darah
superfisial. Micro Wave Diatherymy (MWD), Short Wave Diathermy
(SWD), Ultra Sound Diathermy (USD).

14
b. Terapi listrik atau Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation
(TENS) untuk menghilangkan nyeri dan spasme otot.
c. Teknik masase merupakan terapi fisik tertua dan termurah. Pada
indikasi dan teknik yang tepat, hasil trapeutik sangat nyata. Digunakan
untuk menghilangkan nyeri otot dan tendon, spasme otot, adhesi
jaringan kutan dan subkutan serta relaksasi.
d. Hidroterapi adalah terapi fisik dengan menggunakan sifat- sifat fisik
air. Manfaat air di dalam terapi latihan terlihat dari efek buoyancy air
yang akan mengurangi efek gravitasi pada bagian manapun dari tubuh
sehingga terdapat penurunan aktifitas tubuh dan latihan tidak disertai
rasa nyeri.
Terapi okupasi bertujuan untuk mengembangkan kecakapan/ keterampilan
penderita untuk mencapai kehidupan yang produktif serta untuk mengatasi
masalah- masalah yang ada dalam hidup serta lingkuungan mereka masing-
masing. Terapi okupasi pada penderita stroke mencakup latihan:
a. AKS (makan, mandi, berpakaian, dan eleminasi)
b. Latihan prevokasional
c. Proper Body Mechanism
d. Latihan dengan aktifitas.
Terapi ortotik prostetik dilakukan untuk mengembalikan fungsi dan
mencegah atau mengoreksi kecacatan pasien. Digunakan alat bantu seperti
tripod, quadripod, dan walker.
Terapi wicara adalah suatu tindakan atau usaha penyembuhan mengenai
kelainan bahasa, suara, dan bicara.
Psikolog melakukan evaluasi dan mengobati gangguan mental akibat
penyakit, untuk meningkatkan motivasi serta berusaha mengatasi penyakitnya.
Petugas sosial medik memberikan bantuan kepada penderitda demi
menghadapi masalah sosial yang mempengaruhi penderita dalam hubungan
dengan penyakit dan penderita.6

15
J. PROGNOSIS
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis: 12
1. Saat mulainya rehabilitasi medik, program dimulai kurang dari 24 jam
maka pengembalian fungsi lebih cepat. Bila dimulai kurang dari 14 jam
maka kemampuan memelihara diri akan kembali lebih dahulu.
2. Saat dimulainya pemulihan klinis, prognosis akan lebih buruk bila
ditemukan adanya: 1-4 minggu gerak aktif masih nol (negatif); 4-6 minggu
fungsi tangan belum kembali dan adanya hipotonia dan arefleksia yang
menetap.

16
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas penderita
Nama : Tn. JS
Jenis kelamin : Laki-Laki
Umur : 53 tahun
Alamat : Singkil I, Lingk. I Manado
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : Tamat SMP
Pekerjaan : Karyawan swasta
Tanggal pemeriksaan : 27 Januari 2014

Anamnesis
Keluhan utama : Kelemahan anggota gerak sebelah kiri
Riwayat penyakit sekarang :
Kelemahan anggota gerak kiri dirasakan penderita 2 hari sebelum masuk
rumah sakit secara tiba-tiba saat penderita bangun tidur dan siap-siap untuk lari
pagi. Sejak 2 bulan yang lalu, penderita merasa kram-kram pada tangan dan kaki
sebeleah kiri yang hilang timbul. Tidak disertai nyeri kepala, muntah dan
penurunan kesadaran. Gejala lain yang dikeluhkan sejak kejadian berupa bicara
pelo. Tidak ada gangguan saat menelan. Tidak ada riwayat trauma kepala. BAK
biasa, BAB jadi kurang merasa. Gangguan pada aktivitas sehari-hari yang terasa
terutama dalam berjalan. Pada saat kejadian tekanan darah penderita tinggi.
Riwayat penyakit dahulu:
 Hipertensi ± 5 tahun yang lalu, tidak teratur minum obat
 Asam Urat dan Kolesterol kira-kira ± 5 tahun yang lalu
 Diabetes Mellitus tidak ada
 Riwayat penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit paru tidak ada

17
Riwayat penyakit keluarga:
Pada keluarga pasien tidak ada riwayat penyakit stroke.
Riwayat kebiasaan:
Right handed, merokok kira-kira 7-8 batang/hari, serta minum alkohol.
Penderita suka makan makanan yang berminyak.
Psikologis
Penderita bersifat terbuka dan kooperatif.
Riwayat sosial ekonomi :
Penderita adalah kepala rumah tangga, tinggal di rumah permanen satu
lantai, bersama istri. Istri adalah pendeta. Penderita tidak memiliki anak. Di rumah
penderita menggunakan wc duduk. Lantai rumah penderita lantai semen plester.
Kamar mandi penderita menggunakan lantai semen dan sumber penerangan yang
cukup terang. Sumber listrik PLN. Sumber air PAM. Pendapatan penderita hanya
cukup untuk biaya bulanan. Biaya pengobatan rumah sakit menggunakan program
jamkesmas.

Pemeriksaan fisik
Status generalis
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4M6V5 = 15
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 167 cm
IMT : 21,5
Tanda Vital :
Tekanan darah : 150/90mmHg
Nadi : 84/menit
Respirasi : 18x/menit
Suhu Badan : 36,4ºC
Kepala : Normosefali,simetris
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Pupil bulat;
isokor ø 3mm/3mm, Refleks cahaya langsung (+/+),
refleks cahaya tidak langsung (+/+)

18
Hidung : Sekret(-)
Telinga : Sekret (-)
Mulut : Karies (-), lidah beslag (-), tonsil hiperemis (-), asimetri(+)
Leher : kaku kuduk (-)
Trakea letak di tengah, pembesaran KGB (-)
Thoraks : simetris kiri/kanan; retraksi (-)
Jantung : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : - batas jantung kiri pada sela iga V-VI linea
midclavicularis sinistra.
- batas jantung kanan pada sela iga IV-V linea
parasternalis dextra.
Auskultasi : BJ I-II normal, regular, bising (-)
Paru : Inspeksi : gerakan dada simetris kiri = kanan
Palpasi : stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor kiri = kanan
Auskultasi : suara pernapasan vesikuler, Rhonki (-),
Wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, bising usus (+) normal, hepar & lien
tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, udema (-/-)

STATUS NEUROLOGIS
TRM : Kaku Kuduk (-), Kernig Sign (-/-), Lasegue (-/-)
Brudzinsky I (-/-), Brudzinsky II (-/-)
Pemeriksaan Nervus Kranialis
N.I (Olfactorius) : Nomal
N.II (Opticus) :
Visus : Baik
Lapang pandang : Baik
Buta warna : (-)
Pupil :bulat, isokor, diameter 3mm/3mm, tepi rata, reflek

19
cahaya langsung (+/+) , refleks cahaya tidak langsung
(+/+), reflex akomodasi baik
N. III (okulomotorius), N.IV (Troklearis), N.VI (abdusens):
Gerakan bola mata
Lateral kanan : baik
Lateral kiri : baik
Atas : baik
Bawah : baik
Berputar : baik
N.V (Trigeminus) :
Motorik
Membuka mulut : baik
Gerakan rahang : baik
Menggigit : baik
Sensorik : Normal
N.VII (Fascialis) : Motorik
Kanan Kiri
Sikap wajah : Simetris Simetris
Angkat alis : Baik Baik
Kerut dahi : Baik Baik
Lagoftalmos : Tidak ada Tidak ada
Menyeringai : Baik Baik
Sensorik : Normal

N.VIII (akustikus) :
Vestibularis
Romberg : Normal
Kokhlearis
Gesekan jari : (+/+)
Suara bisik : (+/+)
N.IX ( Glossopharygeus) dan N.X (vagus) :
Arcus faring : Simetris
Posisi uvula : Ditengah

20
N.XI ( Acesorius) :
Menoleh ke kanan, kiri : baik
Angkat bahu : baik
N.XII ( Hypoglosus) :
Lidah : Deviasi kekiri

Status motorik dan sensorik


Ekstremitas superior Ekstremitas inferior
Pemeriksaan
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra

Gerakan Normal Normal Normal Normal

Kekuatan otot 5/5/5/5 4/4/4/4 5/5/5/5 4/4/4/4


Tonus otot + + + +
Refleks fisiologis +++ +++ +++ +++
Refleks patologis Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Sensibilitas
Protopatik 2 1 2 1
Proprioseptif 2 1 2 1

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium:
PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
Hb 15,3 g/dl 12,0 - 17,0
Leukosit 7400 /mm3 3.500 - 10.000
Trombosit 207 /mm3 150.000 - 390.000
Hematokrit 45,2 % 35,0 - 50,0
Ureum 23 mg% 20 – 40
Kreatinin 1,3 mg% 0,6 - 1,1
GDS 113 mg% 70 - 125

21
Index Barthel
Aktifitas Tingkat kemandirian N=Nilai
Kotinensia, tanpa memakai alat bantu 10 10
A
Kadang-kadang ngompol 5
Bladder
Inkontinensia urin 0
Kontinensia, memasan enema, suppositoria tanpa dibantu 10 10
B
Dibantu 5
Bowel
Inkontinensa alvi 0
Tanpa dibantu (buka/pakai baju, bersihkan dubur tanpa 10 10
mencemari baju) boleh berpegang pada bar dinding benda,
C
memaai bad pen, dapat meletakkan di kursi dan
Toilet
membersihkan diri, dibant hanya salah satu kegiatan diatas
Dibantu 5
D Tanpa dibantu cuci muka, menyisir, hias, gosok gigi 5 5
Kebersihan termasuk persiapan alat-alat tersebut
diri Dibantu 0
Tanpa dibantu buka/pakai baju, resleting, ikat tali sepatu, 10 10
termasuk pakaian khusus, boleh pakaian yang disesuaikan
E
keadaan mis: kancing depan. dibantu sebagai sebagian
Berpakaian
minimal, setengah tidak membantu
Dibantu 5
Tanpa dibantu memakai pakian normal lengkap 10 10
F Memakai alat-alat makan. dibantu sebagian hasil memotong, 5
Makan memoles mentega
Dibantu 0
Dari kursi roda ke tempat duduk / sebaliknya termasuk 15 15
duduk dan berbaring tanpa dibantu
G
Bantuan minor secara fisik atau verbal pada langkah - 10
Transfer/
langkah diatas
berpindah
Bantuan mayor secara fisik (1/2 org terlatih), tetapi dapat 5
duduk/ dengan tanpa dibantu

22
Tidak dapat duduk berpindah (sitting balace) 0
Berjalan 16 m (50 yard), boleh dengan alat bantu kecuali 15 15
rolling walker. mengayuh kursi roda 16 m, berkeliling,
H berjalan tanpa dibantu
Mobilisasi Menguasai alat bantunya, berjalan dengan bantuan minor 10
fisik / verbal. memakai kursi roda dengan dibantu
Imobile 5
I Tanpa dibantu 10 5
Naik turun Dibantu secara fisik / verbal 5
tangga Dibantu 0
J Tanpa dibantu berendam 5 5
mandi Dibantu 0
Total 100 95
Nilai Interpretasi :
0-20 Disabilitas Total
25-45 Disabilitas Berat
50-75 Disabilitas Sedang
80-90 Disabilitas Ringan
100 Mandiri
Interpretasi : Disabilitas Ringan

Pemeriksaan Status Mini Mental :


Nilai
Item Tes Nilai
Max
ORIENTASI
1 Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), (hari) apa? 5 5
2 Kita berada di mana? (negara), (propinsi), (kota), (gedung),
5 5
(ruang)
REGISTRASI

23
3 Pemeriksa menyebut 3 benda yang berbeda kelompoknya
selang 1 detik (misal apel, uang, meja) responden diminta
mengulanginya. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang benar. 3 3
Ulangi sampai responden dapat menyebutkan dengan benar
dan catat jumlah pengulangan
ATENSI DAN KALKULASI
4 Pengurangan 100 dengan 7 secara berturutan. Nilai 1 untuk
tiap jawaban yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban.
Atau responden diminta mengeja terbalik kata “WAHYU” 5 5
(nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan;
misalnya uyahw = 2 nilai)
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5 Responden diminta menyebut kembali 3 nama benda di atas 3 3
BAHASA
6 Responden diminta menyebutkan nama benda yang
2 2
ditunjukkan (perlihatkan pensil dan jam tangan)
7 Responden diminta mengulang kalimat ”tanpa kalau dan atau
1 1
tetapi”
8 Responden diminta melakukan perintah “Ambil kertas ini
dengan tangan anda, lipatlah menjadi dua dan letakkan di 3 2
lantai”
9 Responden diminta membaca dan melakukan yang
1 1
dibacanya: “Pejamkanlah mata Anda”
10 Responden diminta menulis sebuah kalimat secara spontan 1 1
11 Responden diminta menyalin gambar

1 1

Skor Total 30 29

24
Penilaian : <24 terdapat gangguan kognitif
> 24 dianggap tidak terdapat gangguan kognitif
Pemeriksaan EKG 31 Desember 2013: Dalam batas normal

Resume
Laki-laki 53 tahun, kelemahan anggota gerak kiri. Nyeri kepala (-), muntah (-),
penurunan kesadaran (-). Bicara Pelo (+). Pada pemeriksaan fisik didapatkan
tekanan darah 150/90mmHg. Paresis N.XII. Anggota gerak kiri dengan kekuatan
otot 4/4/4/4 pada ekstremitas superior dan inferior sinistra.
Diagnosis
Diagnosis klinis : hemiparesis sinistra + paresis N.XII
(Dysartria following cerebral infarction) + Hipertensi st. II
Diagnosis Topis : SubKortikal
Diagnosis etiologi : Stroke Non Hemoragik
Diagnosis Fungsional :
 Impairment : hemiparesis sinistra + paresis N.XII
 Disabilitas : gangguan AKS (berjalan) dan gangguan bicara
 Handicap : aktivitas sosial terganggu (kegiatan ibadah)

Penatalaksanaan
Rehabilitasi Medik:
Problem rehabilitasi
1. Kelemahan anggota gerak kiri kekuatan otot = ES: 4/4/4/4 ; EI:
4/4/4/4
2. Bicara pelo / gangguan bicara
3. Gangguan AKS (berjalan)
4. Penderita dan keluarga merasa cemas dengan sakitnya
Program rehabilitasi medik
1. Fisioterapi
Evaluasi :

25
- kelemahan anggota gerak kiri (kekuatan otot = Ekstremitas Superior :
4/4/4/4; Ekstremitas Inferior : 4/4/4/4)
- gangguan berjalan
Program : - breathing exercise (aktif)
- Infra merah
- Latihan LGS aktif dibantu untuk ekstremitas superior sinistra
dan ekstremitas inferior sinistra
- Rencana latihan peningkatan kekuatan otot dan berjalan
2. Terapi okupasi
Evaluasi :
- Kelemahan anggota gerak kiri dan kekuatan otot kiri (kekuatan otot
= Ekstremitas Superior : 4/4/4/4; Ekstremitas Inferior : 4/4/4/4)
- Gangguan AKS (berjalan)
Program :
- Rencana latihan peningkatan kekuatan otot dengan keterampilan
(jika tekanan darah stabil)
- Renacana latihan AKS (berjalan di parallel bar, naik turun tangga)
3. Ortotik prostetik
Evaluasi: kelemahan anggota gerak kiri kiri (kekuatan otot = Ekstremitas
Superior : 4/4/4/4; Ekstremitas Inferior : 4/4/4/4)
Program: Rencana penggunaan tripod
4. Terapi bicara
Evaluasi :
- Bicara pelo (+)
Program :
- Latihan bicara
5. Psikologi
Evaluasi :
- Kontak, pengertian dan komunikasi baik.
- Penderita dan keluarga merasa cemas dengan sakitnya

26
Program :
- Memberikan dukungan mental pada penderita dan keluarga agar
penderita tidak cemas dengan sakitnya
- Memberi dukungan agar penderita rajin menjalani terapi
6. Sosial medik
Evaluasi :
- Biaya perawatan : jamkesmas
- Rumah tinggal permanen, WC duduk
Program :
- Memberikan edukasi dan bimbingan kepada penderita untuk berobat
dan berlatih secara teratur.
7. Edukasi
Mengajarkan pasien untuk latihan-latihan gerak yang sederhana seperti :
- Menggerakkan persendian dengan menekuk dan lurus beberapa
kali
- Menggerakkan jari-jari tangan dan kaki tanpa perengangan yang
berlebihan
- Latihan menggenggam benda dengan tangan
- Latihan mengangkat lengan dengan lurus, kemudia menahannya
untuk beberapa detik.
Mengajarkan pasien untuk latihan bicara yang sederhana, seperti : latihan
meniup, latihan napas, latihan menelan, latihan didepan cermin untuk
latihan mengucapkan kata-kata.

27
DAFTAR PUSTAKA
1. Susilo H. Neurology Update makalah ilmiah KONAS PERDOSSI ke-7
Manado: Pustaka Cendikia Press; 2011.
2. Ovina Y. Yuwono. Hubungan Pola Makan, Olahraga, dan Meroko
Terhadap Prevalensi Penyakit Stroke Non Hemoragik. The Jambi Medical
Journal Vol 1. No 1. 2013; 1-3
3. Yastroki Tangani Masalah Stroke di Indonesia. [internet] 2012. [diakses 7
Januari 2014] Available on http://www.yastroki.or.id/read.php?id=20
4. Definition of Stroke. [internet] 2011. [diakses 7 Januari 2014]
http://hytgx.com/2011/06/who-definition-of-stroke/
5. Dewanto D. Suwono W. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana
Penyakit. Jakata: EGC; 2004. Hal: 26.
6. Sengkey LS. Angliadi LS. Mogi TI. Ilmu Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi Medik. Manado: Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi Medik; 2006. Hal: 2-15
7. Siwi RC. Epidemiologi stroke. Dalam Stroke Up date. Manado : SMF FK
UNSRAT 2001
8. Gofir A. Pengantar Manajemen Stroke Komprehensif. Yogyakarta:
Pustaka Cendikia; 2007.
9. Kelompok studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Guideline Stroke 2007. Edisi revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia: Jakarta; 2007
10. Utami P. Solusi Sehat Mengatasi Stroke. Jakarta: Gramedia; 2009. H:5-6.
11. Stevens A. Health Care Needs Assesment. United Kingdom: Radcliffe
Publishing; 2004. Hal: 150.
12. Sinaki M. Dorsher PT. Rehabilitation After Stroke. In : Basic Clinical
Rehabilitation Medicine. Philadelpia. Mosby, 1993; H.87-88.

28

Anda mungkin juga menyukai