Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Diabetes mellitus gestasional (GDM) didefinisikan sebagai derajat apapun
intoleransi glukosa dengan onset atau pengakuan pertama selama kehamilan. (WHO-
World Health Organisation 2011). Hal Ini berlaku baik insulin atau modifikasi diet
hanya digunakan untuk pengobatan dan apakah atau tidak kondisi tersebut terus
berlangsung setelah kehamilan. Ini tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa
intoleransi glukosa yang belum diakui mungkin telah dimulai bersamaan dengan
kehamilan.
Diabetes Melitus Gestasional adalah intoleransi glukosa (suatu keadaan dimana
kelenjar pankreas tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup untuk mengkontrol
kadar glukosa pada ibu hamil ke tingkat yang aman bagi dirinya maupun janin yang
dikandungnya) yang dimulai atau baru ditemukan pada waktu hamil. Tidak dapat
dikesampingkan kemungkinan adanya intoleransi glukosa yang tidak diketahui yang
muncul seiring kehamilan. Setelah ibu melahirkan, keadaan DMG sering akan kembali
ke regulasi glukosa normal.
Diabetes gestasional berbeda dengan diabetes lainnya dimana
gejala penyakit ini akan menghilang setelah bayi lahir. Tipe diabetes yang umum
dijumpai adalah diabetes tipe 1 dan tipe 2, yang akan berlanjut terus sepanjang hidup
orang tersebut setelah diagnosis penyakit ini ditegakkan.
Banyak ibu dengan diabetes gestasional mampu mengkontrol kadar gula
darahnya dalam batas yang aman dengan makan makanan yang seimbang dan
melakukan latihan fisik yang teratur. Bagaimana pun, jika diet dan latihan tidak dapat
mengkontrol kadar gula darah dalam suatu batas yang aman, insulin mungkin
dibutuhkan.
Para ibu yang beresiko tinggi menderita diabetes gestasional perlu segera
diperiksa untuk mencegah kerugian yang ditimbulkan pada awal kehamilannya.
Kebanyakan ibu dengan penyakit ini, dimana kadar gula darahnya dalam batas yang
aman dapat melahirkan bayinya tanpa mengalami komplikasi. Bagaimanapun, jika
kadar gula darah tidak dapat dikontrol pada batas yang aman selama kehamilan, maka
dapat terjadi komplikasi-komplikasi yang mempengaruhi ibu dan janinnya.

B. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus menurut Mitayani (2009) adalah
1. Kelas A
Diabetes kimiawi disebut juga diabetes laten/subklinus atau diabetes kehamilan
dengan kadar gula darah normal setelah makan, tetapi akan terjadi peningkatan
kadar glukosa 1 atau 2 jam. Ibu tidak memerlukan insulin, cukup diobati dengan
pengaturan diet.
2. Kelas B
Diabetes dewasa terjadi setelah usia 19 tahun dan berlangsung selama 10 tahun,
tidak disertai kelainan pembuluh darah.
3. Kelas C
Diabetes yang diderita pada usia 10-19 tahun dan berlangsung selama 10-19
tahun dengan tidak disertai penyakit vaskular.
4. Kelas D
Diabetes yang sudah lebih dari 20 tahun, tetapi diderita sebelum usia 10 tahun
disertai dengan kelainan pembuluh darah.
5. Kelas E
Diabetes yang disertai pengapuran pada pembuluh darah panggul, termasuk
arteri uterusnya.
6. Kelas F
Diabetes dengan nefropati, termasuk glomerulonefritis dan pielonefritis.
Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke:
1. Kelas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil dan
menghilang setelah melahirkan.
2. Kelas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil dan
berlanjut setelah hamil.
3. Kelas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi penyakit
pembuluh darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pembuluh darah panggul dan
pembuluh darah perifer, 90% dari wanita hamil yang menderita Diabetes termasuk
ke dalam kategori DM Gestasional (Tipe II).
C. Etiologi
Selama kehamilan, peningkatan kadar hormon tertentu dibuat dalam plasenta
(organ yang menghubungkan bayi dengan tali pusat ke rahim) nutrisi membantu
pergeseran dari ibu ke janin. Hormon lain yang diproduksi oleh plasenta untuk
membantu mencegah ibu dari mengembangkan gula darah rendah. Selama kehamilan,
hormon ini menyebabkan terganggunyain toleransi glukosa progresif (kadar gula darah
yang lebih tinggi). Untuk mencoba menurunkan kadar gula darah, tubuh membuat
insulin lebih banyak supaya sel mendapat glukosa bagi memproduksi sumber energi.
Biasanya pankreas ibu mampu memproduksi insulin lebih (sekitar tiga kali
jumlah normal) untuk mengatasi efek hormon kehamilan pada tingkat gula darah.
Namun, jika pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang cukup untuk mengatasi
efek dari peningkatan hormon selama kehamilan, kadar gula darah akan naik,
mengakibatkan GDM.

D. Faktor Risiko
Faktor-faktor berikut meningkatkan risiko terkena GDM selama kehamilan:
1. Kelebihan berat badan sebelum hamil (lebih 20% dari berat badan ideal).
2. Merupakan anggota kelompok etnis risiko tinggi (Hispanik, Black, penduduk asli
Amerika, atau Asia).
3. Gangguan toleransi glukosa atau glukosa puasa terganggu (kadar gula darah yang
tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes).
4. Riwayat keluarga diabetes (jika orang tua atau saudara kandung memiliki diabetes).
5. Sebelumnya melahirkan bayi lebih dari 4 kg.
6. Sebelumnya melahirkan bayi lahir mati.
7. Mendapat diabetes kehamilan dengan kehamilan sebelumnya.
8. Memiliki terlalu banyak cairan ketuban (suatu kondisi yang disebut
polihidramnion).

Banyak wanita yang mengalami GDM tidak memiliki faktor risiko yang diketahui.
E. Manifestasi Klinis
Berikut merupakan gejala-gejala DMG yang bisa dideteksi oleh ibu yang sedang
hamil:
1. Kadar gula dalam darah tak seperti biasanya atau abnormal
Pada dasarnya, orang yang menderita Diabetes Mellitus memang memiliki
kadar gula dalam darah yang abnormal.
2. Gerakan bayi dalam kandungan tidak aktif
Saat gerakan bayi yang ada di dalam kandungan terasa tidak aktif, maka
sebaiknya para ibu bertanya kepada dokter dan melakukan pemeriksaan lebih lanjut
tentang apa yang terjadi, apakah bayi dan ibu bayi sehat dan tak menderita Diabetes
Mellitus Gestasional.
3. Mudah mengantuk
Umumnya, ibu yang sedang hamil memang lebih suka tidur atau bermalas-
malasan, dengan kadar yang tidak berlebihan tentunya. Namun bila ternyata ibu
hamil tersebut sangat mudah sekali mengantuk, maka sebaiknya berhati-hati,
karena bisa jadi itu merupakan gejala-gejala DMG.
4. Sering buang air kecil
Sama seperti orang yang menderita Diabetes Mellitus pada umumnya, gejala-
gejala DMG juga salah satunya adalah sering buang air kecil.
5. Cepat lapar
Memang sudah sewajarnya bila wanita yang sedang hamil memiliki nafsu
makan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak sedang hamil
(pada umumnya), namun tentunya dengan kadar yang sewajarnya. Bila ternyata
nafsu makan wanita yang sedang hamil tersebut tidak wajar (terlalu cepat lapar)
maka bisa jadi hal itu adalah gejala-gejala DMG.
6. Bayi lahir lebih dari 4 kg
Bayi yang lahir dengan berat badan lebih tidak mengindikasikan bahwa bayi
tersebut sehat, malah justru berbahaya karena bisa jadi bayi tersebut lahir dengan
berat badan yang lebih akibat ibu menderita DMG.
7. Luka sulit sembuh
Wanita hamil yang mengalami luka namun tidak kunjung sembuh bisa jadi
menderita DMG, karena memang luka yang sulit sembuhnya merupakan gejala-
gejala dari DMG.
8. Mendengkur ketika tidur
Ternyata kebiasaan mendengkur ketika tidur yang dilakukan oleh ibu hamil bisa
mendeteksi gejala-gejala DMG. Hal tersebut berhubungan dengan berat badan.
Berat badan yang meningkat drastis ketika hamil menyebabkan aliran darah dan
oksigen terganggu dan mendengkur adalah akibat dari gangguan tersebut.
9. Gatal-gatal pada kulit
Bila wanita yang sedang hamil sering merasa gatal-gatal di kulit yang mana hal
tersebut tidak terjadi ketika ia sedang dalam keadaan normal (tidak hamil) maka
bisa jadi hal tersebut merupakan gejala-gejala DMG.
10. Cepat lelah
Memang, ibu yang sedang hamil akan sering mengalami kelelahan
dibandingkan dengan ibu yang tidak sedang hamil. Hal tersebut karena ibu hamil
membawa beban berupa bayi. Namun, kelelahan yang dialami oleh ibu hamil tidak
terlalu berlebihan sifatnya meski setingkat lebih tinggi daripada wanita yang tidak
sedang hamil. Sehingga, bila pada saat hamil seorang wanita ternyata begitu mudah
lelah, maka harus diwaspadai karena siapa tahu hal tersebut merupakan gejala-
gejala DMG.

F. Patofisiologi
Kehamilan adalah suatu kondisi diabetogenic ditandai dengan resistensi insulin
dengan peningkatan kompensasi sebagai respon β-sel dan hyperinsulinemia. Resistensi
insulin biasanya dimulai pada trimester kedua dan memaju ke seluruh sisa dari
kehamilan. Plasenta sekresi hormon seperti progesteron, kortisol laktogen, plasenta,
prolaktin, dan hormon pertumbuhan, merupakan penyumbang utama kepada resistensi
insulin yang terlihat dalam kehamilan. Resistensi pada insulin mungkin berperan dalam
memastikan bahwa janin memiliki tenaga yang cukup dari glukosa dengan mengubah
metabolisme energi ibu dari karbohidrat ke lemak.
Wanita dengan GDM memiliki keparahan yang lebih besar dari resistensi insulin
dibandingkan dengan resistensi insulin terlihat pada kehamilan normal. Mereka juga
memiliki penurunan dari peningkatan kompensasi dalam sekresi insulin, khususnya
pada fase pertama sekresi insulin. Penurunan pada insulin fase pertama mungkin
menandakan kerusakan fungsi sel β. Xiang et al menemukan bahwa wanita dengan
GDM Latino meningkat resistensi terhadap pengaruh insulin pada clearance glukosa
dan produksi dibandingkan dengan wanita hamil normal.
Selain itu, mereka menemukan bahwa wanita dengan GDM mengalami penurunan
67% sebagai kompensasi β-sel mereka dibandingkan dengan normal peserta kontrol
hamil. Ada juga kebanyakan wanita dengan GDM yang memiliki bukti autoimun sel
islet. Prevalensi dilaporkan antibodi sel islet pada wanita dengan GDM berkisar 1,6-
38%.
Prevalensi autoantibodi lain, termasuk autoantibodi insulin dan antibodi asam
glutamat dekarboksilase, juga telah variabel. Wanita-wanita ini mungkin menghadapi
risiko untuk mengembangkan bentuk autoimun diabetes di kemudian hari. Akhirnya,
dalam 5% dari semua kasus GDM, β-sel ketidakmampuan untuk mengkompensasi
resistensi insulin adalah hasil dari cacat di β -sel, seperti mutasi pada glukokinase.

G. Komplikasi
Komplikasi akibat GDM bisa berlaku pada janin dan juga pada ibu. Komplikasi
janin termasuk makrosomia, hipoglikemia neonatal, kematian perinatal, kelainan
bawaan hiperbilirubinemia, polisitemia, hypocalcemia, dan sindrom gangguan
pernapasan. Makrosomia, yang didefinisikan sebagai berat lahir> 4.000 g, terjadi pada
20 -30% bayi yang ibunya menderita GDM. Faktor-faktor lain yang dapat diperlihat
pada ibu yang memicukan peningkatan insiden kelahiran janin makrosomia termasuk
hiperglikemia, Body Mass Index (BMI) tinggi, usia yang lebih tua, multiparitas.
Dengan ini, kasus makrosomia dapat menyebabkan untuk morbiditas janin meningkat
sewaktu dilahirkan, seperti distosia bahu, dan meningkatkan risiko kelahiran secara
sactio caesaria. Hipoglikemia neonatal dapat terjadi dalam beberapa jamsetelah
dilahirkan. Hal ini adalah karena ibu yang hiperglikemia dapat menyebabkan janin
hiperinsulinemia Komplikasi jangka panjang pada janin dengan ibu GDM termasuk
peningkatan risiko intoleransi glukosa, diabetes, dan obesitas.
Komplikasi pada ibu GDM meliputi hipertensi, preeklampsia, dan peningkatan
risiko kelahiran secara sactio caesaria. Hipertensi ini mungkin terkait dengan resistensi
insulin. Oleh karena itu, intervensi yang menunjukkan peningkatkan sensitivitas insulin
dapat membantu mencegah komplikasi ini. Selain itu, wanita dengan riwayat GDM
memiliki peningkatan risiko diabetes setelah kehamilan dibandingkan dengan populasi
umum, dengan tingkat konversi hingga 3% per tahun.
H. Pemeriksaan
Tes Tolenrasi Glukosa Oral (TTGO) adalah rutin untuk semua wanita hamil.
Tes ini juga dapat diindikasikan untuk diabetes pada kehamilan (diabetes gestasional).
Banyak di antara ibu-ibu yang sebelum hamil tidak menunjukkan gejala, tetapi
menderita gangguan metabolisme glukosa pada waktu hamil. Prosedur pemeriksaan
bagi Tes Tolenrasi Glukosa Oral (TTGO) Selama 3 hari sebelum tes dilakukan
penderita harus mengkonsumsi sekitar 150 gram karbohidrat setiap hari. Terapi obat
yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium harus dihentikan hingga tes dilaksanakan.
Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium adalah insulin,
kortikosteroid (kortison), kontrasepsi oral, estrogen, anticonvulsant, diuretik, tiazid,
salisilat, asam askorbat. Selain itu penderita juga tidak boleh minum alkohol.Protokol
urutan pengambilan darah berbeda-beda; kebanyakan pengambilan darah setelah puasa,
dan setelah 1 dan 2 jam. Ada beberapa yang mengambil darah jam ke-3, sedangkan
yang lainnya lagi mengambil darah pada ½ jam dan 1½ jam setelah pemberian glukosa.
Yang akan diuraikan disini adalah pengambilan darah pada waktu ½ jam, 1 jam, 1½
jam, dan 2 jam.Sebelum dilakukan tes, penderita harus berpuasa selama 12 jam.
Pengambilan sampel darah dilakukan sebagai berikut :
1. Pagi hari setelah puasa, penderita diambil darah vena 3-5 ml untuk uji glukosa darah
puasa. Penderita mengosongkan kandung kemihnya dan mengumpulkan sampel
urinenya.
2. Penderita diberikan minum glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam segelas air
(250ml). Lebih baik jika dibumbui dengan perasa, misalnya dengan limun.
Universitas Sumatera Utara
3. Pada waktu ½ jam, 1 jam, 1½ jam, dan 2 jam, penderita diambil darah untuk
pemeriksaan glukosa. Pada waktu 1 jam dan 2 jam penderita mengosongkan
kandung kemihnya dan mengumpulkan sampel urinenya secara terpisah.Selama
TTGO dilakukan, penderita tidak boleh minum kopi, teh, makan permen, merokok,
berjalan-jalan, atau melakukan aktifitas fisik yang berat. Minum air putih yang tidak
mengandung gula masih diperkenankan.
Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil laboratorium
a. Penggunaan obat-obatan tertentu
b. Stress (fisik, emosional), demam, infeksi, trauma, tirah baring, obesitas dapat
meningkatkan kadar glukosa darah.
c. Aktifitas berlebihan dan muntah dapat menurunkan kadar glukosa darah. Obat
hipoglikemik dapat menurunkan kadar glukosa darah.
d. Usia. Orang lansia memiliki kadar glukosa darah yang lebih tinggi.Sekresi
insulin menurun karena proses penuaan.Intepretasi hasil Lab TTGO bagi GDM
e. Puasa: 95 mg / dL atau lebih tinggi Jam Pertma: 180 mg / dL atau lebih tinggi ,
Jam Kedua: 155 mg / dL atau lebih tinggi , Jam Ketiga: 140 mg / dL atau lebih
tinggi.

I. Diagnosa
Tes Toleransi glukosa oral (TTGO) yang paling umum digunakan untuk
mendiagnosis GDM di Amerika Serikat adalah TTGO, 3-jam-g 100. Menurut kriteria
diagnostik yang direkomendasikan oleh American Diabetes Association (ADA), GDM
didiagnosa jika kadar plasma dua atau lebih glukosa memenuhi atau melebihi ambang
batas berikut: konsentrasi glukosa puasa 95 mg / dl, kadar glukosa 1-jam 180 mg / dl ,
2-jam glukosa konsentrasi 155 mg / dl, atau 3 jam konsentrasi glukosa 140 mg / dl.
Tetapi nilai-nilai ini lebih rendah daripada batas yang direkomendasikan oleh National
Diabetes Data Group dan didasarkan pada Carpenter dan modifikasi Coustan.
Rekomendasi ADA juga mencakup penggunaan-g OGTT-jam 75 2 dengan batas
glukosa yang sama terdaftar untuk berpuasa, 1-jam, dan jam nilai 2. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) kriteria diagnostik, yang digunakan hanya di negara di luar
Amerika Utara, didasarkan pada TTGO 75-g 2-jam. GDM didiagnosa oleh WHO
kriteria jika baik glukosa puasa> 126 mg / dl atau glukosa 2 jam adalah> 140 mg / dl
Penilaian risiko untuk GDM harus dilakukan pada kunjungan prenatal pertama. Wanita
dengan karakteristik klinis yang konsisten dengan risiko tinggi GDM (obesitas ditandai,
sejarah pribadi GDM, glik osuria, atau riwayat keluarga yang kuat diabetes) harus
menjalani pengujian secepat mungkin.
Jika mereka ternyata tidak memiliki GDM pada skrining awal, mereka harus diuji
ulang antara minggu kehamilan ke 24 hingga ke 28 Perempuan risiko sedang harus
memiliki pengujian dilakukan pada minggu kehamila ke 24 hingga ke 28 Universitas
Sumatera Utara Status pasien yang mempunyai risiko rendah tidak memerlukan
pengujian glukosa, tapi kategori ini terbatas pada wanita-wanita yang memenuhi
seluruh karakteristik berikut:
1. Usia <25 tahun
2. Berat badan normal sebelum hamil
3. Anggota kelompok etnis dengan prevalensi rendah GDM
4. Tidak ada riwayat keluarga yang mempunyai diabetes.
5. Tidak ada riwayat toleransi glukosa abnormal
6. Tidak ada riwayat hasil obstetri buruk.Jika tingkat glukosa plasma puasa> 126 mg
/ dl (7,0 mmol / l) atau glukosa plasma santai> 200 mg / dl (11,1 mmol / l) memenuhi
ambang batas normal untuk diagnosis diabetes, dan dapat dikonfirmasi pada hari
seterusnya maka tidak perlu untuk lakukan test menentukan kadar glukosa yang lain
Maka bagi pasien tidak menunjukansebarang tanda hiperglikemia, evaluasi untuk
GDM pada wanita dengan karakteristik risiko sedang atau risiko tinggi harus
mengikuti salah satu dari dua pendekatan:
7. Lakukan tes diagnostik toleransi glukosa oral (TTGO) tanpa plasma sebelumnya
atau skrining serum glukosa. Pendekatan langkah pertama ini adalah paling efektif
pada pasien berisiko tinggi atau populasi (misalnya, beberapa kelompok asli-
Amerika).
8. Melakukan pemeriksaan awal dengan mengukur plasma atau serum glukosa 1 jam
setelah beban glukosa 50-g oral (glucos e challengetest[GCT]) dan melakukan
TTGO diagno stik pada subset dari perempuan yang mempunyai nilai ambang
glukosa yang lebih tinggi dari di GCT tersebut. Ketika dua langkah pendekatan
yang digunakan, nilai ambang glukosa> 140 mg / dl (7,8 mmol / l) mengidentifikasi
sekitar 80% wanita dengan GDM, dan hasil yang meningkat menjadi 90% dengan
menggunakan cutoff dari> 130 mg / dl (7,2 mmol / l). Universitas Sumatera Utara
Dengan pendekatan baik, diagnosis GDM didasarkan pada sebuah TTGO. Kriteria
Diagnostik untuk-g TTGO 100 berasal dari karya asli O'Sullivan dan Mahan,
dimodifikasi oleh Carpenter dan Coustan, dan ditampilkan dalam Jadual 2.1.Atau,
diagnosis dapat dibuat dengan menggunakan beban glukosa g-75 dan daftar nilai
ambang glukosa puasa, jam1, dan jam 2, namun tes ini tidak serta divalidasi untuk
deteksi-risiko bayi di atau ibu sebagai TTGO 100g. Tabel 2.1: Kriteria Diabetes
Mellitus Gestasional (GDM) ADA, American Diabetic Association; WHO, World
Health Organization; NDDG, National Diabetes Data Group† : Perlukan dua nilai
elevasi untuk diagnosis ‡: Perlukan satu nilai elevasi untuk diagnosis
J. Pengaruh Pada Kehamilan
1. Dalam kehamilan, Abortus,partus prematurus, preeklamsi, hidramnion, kelainan
letak, insufisiensi placenta.
2. Dalam persalinan, Inertia uteri & atonia uteri, distosia bahu karena bayi besar, lahir
mati.
3. Saat nifas, Infeksi nifas, sepsis puerpuralis, menghambat penyembuhan luka jalan
lahir.
4. Bagi bayi, Cacat bawaan, dismatur, makrosomia, IUFD ( Intra Uteri Fetal Death ),
kematian neonatal, kelainan neurologi dan psikologi di kemudian hari.

Terhadap kehamilan Terhadap persalinan Terhadap nifas

1. Hyperemesis Kegiatan otot rahim dan Lebih sering


gravidarum usaha meneran mengakibatkan infeksi
2. Pemakaian glikogen mengakibatkan pemakaian nifas dan sepsis yang
bertambah glukosa lebih banyak , menghambat luka jaln
3. Meningkatnya sehingga dapat terjadi lahir , baik rupture
metabolism basal hypoglikemia , apabila perineum maupun lika
4. Sebagian insulin ibu disertai dengan muntah – episitiomi
dimusnahkan oleh muntah.
enzim insulin dalam
plasenta

K. Penatalaksanaan
1. Pengelolaan Diabetes Mellitus Pada Kehamilan
Penanganan yang paling umum dan sering digunakan secara klinis adalah
pemeriksaan konsentrasi gula darah ibu agar konsentrasi gula darah dapat
dipertahankan seperti kehamilan normal. Pada perempuan dengan DMG harus
dilakukan pengamatan gula darah Preprandial dan Posprandial. Fourth
International Workshop Conference on Gestational Diabetes
Mellitus menganjurkan untuk mempertahakan konsentrasi gula darah kurang dari
95 mg/dl (5,3 mmol/l) sebelum makan dan kurang dari 140 dan 120 mg/dl (7,8 dan
6,7 mmol/l), satu atau dua jam setelah makan.
Pendekatan dengan pengaturan pola makan bertujuan untuk menurunkan
konsentrasi glukosa serum maternal, dengan cara membatasi asupan karbohidrat
hingga 40%-50% dari keseluruhan kalori, protein 20%, lemak 30-40%
(saturated kurang dari 10%), dan makan makanan tinggi serat. Kenaikan berat
badan selama kehamilan (weight gain) diusahakan hanya sekitar 11-12,5 kg saja.
Program pengaturan gizi dan makanan yang dianjurkan oleh Ikatan Diabetes
Amerika (American Diabetes Assosiation) adalah pemberian kalori dan gizi yang
adekuat untuk memenuhi kebutuhan kehamilan dan mengurangi hiperglikemi ibu.
Kalori harian yang dibutuhkan bagi perempuan dengan berat badan normal pada
paruh kedua kehamilan adalah 30 kcal per kg berat badan normal.
Bila indeks Massa Tubuh (body mass index) lebih dari 30 kg per m2 , maka
dianjurkan asupan rendah kalori sampai 30-33% (sekitar 25 kilo Kalori per kg). Diet
ini akan mencegah terjadinya ketonemia. Olahraga teratur akan memperbaiki
kontrol kadar gula darah pada perempuan hamil dengan Diabetes Mellitus
Gestasional walaupun pengaruhnya terhadap hasil perinatal belum jelas.
Selain hal-hal tersebut, para Ibu hamil juga harus disarankan melakukan tes
toleransi glukosa oral pada waktu kehamilan sudah mencapai 6 sampai 7 bulan. Hal
ini juga bertujuan untuk mengontrol kadar gula darah atau glukosa pada ibu hamil.
2. Pemberian Insulin
Perempuan yang memiliki gejala morbiditas janin (berdasarkan pemerikasaan
glukosa atau adanya janin yang besar) atau perempuan yang mempunyai
konsentrasi gula darah yang tinggi harus dirawat dengan seksama dan biasanya
diberi insulin. Terapi insulin dapat menurunkan kejadian makrosemia janin dan
morbiditas perinatal.
Dosis insulin yang diberikan sangat individual. Pemberian insulin ditujukan
untuk mencapai konsentrasi gula darah pascaprandial kurang dari 140 mg/dl sampai
mencapai kadar glikemi dibawah rata-rata dan hasil perinatal yang lebih baik,
ketimbang dilakukannya upaya mempertahankan konsentrasi gula darah
praprandial kurang dari 105 mg/dl, tetapi keadaan janin tidak diperhatikan.
Kejadian makrosomia dapat diturunkan dengan cara pemberian insulin untuk
mencapai konsentrasi gula darah praprandial kurang lebih 80 mg/dl (4,4 mmol/l).
Oleh karena itu, dalam merancang penatalaksanaan pemberian insulin harus
dipertimbangkan ketepatan waktu pengukuran gula darah, konsentrasi target
glukosa, dan karakteristik pertumbuhan janin. Sebagai alternatif pemberian obat
antidiabetik seperti metformin dan sulfonylurea dapat dipakai untuk mengendalikan
gula darah.
3. Pengelolaan intrapatrum
a. Persalinan SC adalah pilihan yang tepat jika TBJ > 4000 gram
b. Karena sumber primer hormon anti insulin adalah plasenta maka tidak terdapat
tata laksana lebih lanjut yang dibtuhkan pada periode segera setelah persalinan
c. Semua ibu dengan DG harus menjalani skrining 6 – 8 mg pasca salin karena
memiliki resiko terkena DM diluar kehamilan.
4. Pengelolaan Pascapersalinan
Karena sudah tidak ada resistensi terhadap insulin lagi, maka pada periode
pascapersalinan, perempuan dengan Diabetes Mellitus Gestasional jarang
memerlukan insulin.
Pasien dengan Diabetes yang terkontrol dengan diet, setelah persalinan tidak
perlu diperiksa kadar glukosanya. Namun, bila pada waktu kehamilan diberi
pengobatan insulin, sebelum meninggalkan rumah sakit perlu dipriksa kadar
glukosa puasa dan 2 jam pascaprandial.
Karena resiko terjadinya tipe 2 Diabetes Mellitus di kemudian hari meningkat,
maka 6 minggu pascapersalinan perlu dilakukan pemeriksaan Diabetes dengan cara
pemeriksaan gula darah puasa dalam dua waktu atau 2 jam setelah pemberian 75 g
glukosa pada glucose tolerance test (kadar kurang dari 140 mg per dl berarti
normal, kadar 140 200 mg per dl, berarti ada gangguan toleransi glukosa, kadar
lebih dari 200 berarti Diabetes Mellitus). Bila tes ini menunjukkan kadar yang
normal, maka kadar glukosa darah puasa dievaluasi lagi setelah 3 tahun.
Skrining Diabetes ini harus dilakukan secara berkala, khususnya pada pasien
dengan kadar glukosa darah puasa yang meningkat waktu kehamilan. Perempuan
yang menderita Diabetes Mellitus Gestasional harus diberi konseling agar
menyusui anaknya karena pemberian ASI akan memperbaiki kontrol kadar gula
darah. Harus direncanakan penggunaan kontrasepsi karena sekali perempuan hamil
menderita Diabetes, maka dia beresiko terkena hal yang sama pada kehamilan
berikutnya. Tidak ada pembatasan penggunaan kontrasepsi hormonal pada pasien
dengan riwayat Diabetes Mellitus Gestasional. Bagi perempuan yang Obesitas,
setelah melahirkan harus melakukan upaya penurunan berat badan dengan diet dan
berolahraga secara teratur agar resiko terjadinya Diabetes menjadi menurun.
Retno, A.Murti suryaningsih. Ery Fatmawati. 2011. Asuhan Kebidanan Pathologi.
Yogyakarat. Pustaka Pelajar
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sastrawinata, Sulaiman. 2004. Obstetri Patologi: Ilmu Kesehatan Reproduksi
edisi 2. Jakarta: EGC
Hartini, Sri. 2009. Diabetes? Siapa takut!!: Panduan Lengkap untuk Diabetesi,
Keluarganya, dan Profesional Medis. Bandung: Qanita.
David R. McCance, Micheal Maresh, David A. Sacks, 2010. Practical Manual
of Diabetes in Pregnancy)

Anda mungkin juga menyukai