Anda di halaman 1dari 5

RESUME

TEKTONIK DAN EVOLUSI CEKUNGAN JAWA (JAWA TIMUR)

Peristiwa tektonik Jawa Timur dan pengaruhnya terhadap cekungan- cekungan


sedimenter serta fisiografi yang ada disusun ulang berdasarkan pada konsep tektonik
busur gunungapi (Husein, 2013).

Aktivitas Tektonik Pulau Jawa, khususnya Jawa timur dimulai dari awal Yura
Atas (Oxfordian ~ 160 juta tahun lampau), Dalam perjalanan selanjutnya, lempeng-
lempeng mikro asal Gondwana tersebut bertumbukan dan bergabung (amalgamasi)
dengan inti Sundaland pada akhir Kapur Bawah - awal Kapur Atas (Albian - Turonian ~
110 - 90 jtl). Semenjak itu, Pulau Jawa berada dalam kondisi tepian benua pasif (passive
margin) Tatanan seperti ini bertahan hingga Awal Eosen.
Memasuki Eosen Tengah, proses pemekaran Samudera Hindia mulai akan
berlangsung di selatan Benua Australia, menyebabkan mulainya subduksi di Palung
Sunda (Gambar 4.2). Gaya kontraksi di sepanjang Palung Sunda menyebabkan
terbentuknya berbagai cekungan sedimenter Tersier di Sundaland. Bersamaan dengan
surutnya genang laut global, proses sedimentasi syn-rift dapat terbentuk dengan baik di
cekungan-cekungan tersebut, termasuk Jawa Timur.

Di akhir Eosen Atas, sedimentasi syn-rift terhenti akibat peristiwa transgresi


global (Gambar 4.1). Secara regional, gaya tektonik regangan juga turut berkurang
dengan mulainya proses kolisi Benua India dengan Asia (Gambar 4.3).Hal ini juga
ditandai dengan berakhirnya proses pemekaran Selat Makassar. Pada akhir Oligosen
Bawah proses penunjaman Palung Sunda yang terjadi semenjak Eosen Tengah mulai
membentuk busur gunungapi (volcanic arc), yang berada di Zona Pegunungan Selatan.
Kehadiran busur gunungapi memicu terbentuknya zona cekungan belakang busur (back-
arc basin), yaitu Zona Kendeng.
Saat Oligosen Akhir, kolisi Benua Australia dan Sundaland dimulai (Gambar 4.4).
Akibatnya Sundaland mulai mengalami rotasi berlawanan arah jarum jam (anti-clockwise
rotation), yang dapat mengaktifkan patahan-patahan batuan alas (basement faults) yang
sebelumnya aktif sebagai sesar normal saat periode rifting di Eosen Tengah menjadi sesar
geser. Selain itu, rotasi ini diduga menyebabkan kelanjutan penurunan tektonis Zona
Kendeng, yang kemudian memicu munculnya kompleks batuan alas (basement core
complex) Bayat di tepian cekungan akibat peluncuran gaya-berat (gravitational gliding)
(Husein, 2013).

Memasuki akhir Miosen Awal, slab kerak samudera Albian-Turonian telah habis
dikonsumsi Palung Sunda (Gambar 4.4). Akibatnya slab tersebut terputus dan segmen
slab yang baru kemudian tertarik memasuki Palung Sunda dalam sudut penunjaman yang
lebih landai. Peristiwa ini menyebabkan berakhirnya periode puncak volkanisme
Pegunungan Selatan. Pengangkatan terjadi merata (Gambar 4.1). Di Pegunungan Selatan
ditandai dengan sedimentasi batupasir kuarsa Formasi Jaten. Di Zona Rembang,
ketidakselarasan yang dihasilkan peristiwa tektonik ini dikenal dengan nama Tuban
Event, yang memicu sedimentasi batupasir kuarsa Formasi Ngrayong secara masif dan
luas.

Pada pertengahan Miosen Akhir, slab Oxfordian-Albian telah masuk ke Palung


Sunda secara merata (Gambar 4.5). Karena slab tersebut lebih tua, sehingga lebih berat,
maka kemudian secara regional terjadi reaktivasi penurunan cekungan Oligosen Akhir
Akhir Miosen Awal belakang busur (back-arc basin subsidence) Zona Kendeng.
Penurunan Zona Kendeng memicu kesetimbangan isostatis baru, dengan reaktifasi
patahan bongkah (block-faulting) di Pegunungan Selatan dan Zona Rembang. Di
Pegunungan Selatan, penyesaran bongkah yang memicu turunnya batuan alas (basement
grabens) mengontrol sedimentasi Formasi Kepek.

Memasuki awal Pleistosen kolisi Timor dengan Busur Volkanik Sunda mulai
terjadi (Gambar 4.5). Hal ini memicu pengangkatan regional di Pulau Jawa. Pegunungan
Selatan mengalami pengangkatan paling intensif, yang ditunjang dengan tingginya
tingkat denudasional pada singkapan batuan gunungapi Oligo- Miosennya. Pengangkatan
Pegunungan Selatan ini kemudian diimbangi secara isostatis oleh pembentukan Zona
Depresi Solo.

Zona Kendeng mengalami pengangkatan tidak merata, dimana bagian barat


mengalami inversi dengan kuat, sedangkan bagian timur justru tetap melanjutkan
penurunannya. Pengangkatan Zona Kendeng bagian barat dan Zona Rembang tersebut
pun diimbangi secara isostatis dengan pembentukan Zona Depresi Randublatung.

Periode vulkanisme baru Jawa Timur teridentifikasi hadir pada kala tersebut,
kemungkinan berasal dari slab Oxfordian-Albian yang telah memasuki zona pelelehan
sebagian (partial melting window). Busur gunungapi baru muncul di sebelah utara busur
gunungapi Oligo-Miosen (Pegunungan Selatan), yaitu menempati Zona Solo.

Anda mungkin juga menyukai