STROKE HEMORAGIK
Disusun Oleh :
Ni Ketut Adhi, S.Ked
FAB 118 008
Pembimbing :
dr. Soetopo, Sp.KFR
dr. Tagor Sibarani
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
kesalahan diagnosis paling banyak. Bila data tersebut tidak dapat dipenuhi, maka
profil stroke masih harus ditentukan dengan memperpanjang periode observasi
selama beberapa hari atau minggu.4
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan
morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan.
Dengan penanganan yang benar-benar pada jam-jam pertama paling tidak akan
mengurangi kecacatan sebesar 30% pada penderita stroke.1,4
3
BAB II
LAPORAN KASUS
4
Alamat : Rajawali III
Tgl Pemeriksaan : 19 Oktober 2019 pukul 10.30
2.2.2. Anamnesis
Alloanamnesis dengan anak pasien
Keluhan Utama : Kelemahan anggota gerak sebelah kiri
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah kiri sejak ± 8 jam
SMRS, dirasakan tiba-tiba setelah pasien membersihkan kamar mandi.
Sebelumnya pasien mengeluh sakit kepala sejak 3 hari SMRS. Muntah (+)
sebanyak 3 kali, berisia air bercampur makanan, setiap muntah sebanyak ± 1 gelas
aqua. Pasien saat ini tidak dapat berbicara dan tidak dapat mengikuti perintah
yagn diucapkan. Bibir mencong (+) ke sebelah kanan, demam (+), pusing berputar
(-), penglihatan kabur (-), kejang (-), pingsan (-), nyeri dada (-), sesak napas (-),
dan nyeri perut (-). Pasien sebelumnya tidak pernah terjatuh dan terbentur.
Riwayat Kebiasaan:
Merokok (-), minum alkohol (-). Pasien sering mengkonsumsi makanan
berkolesterol tinggi seperti goreng-gorengan.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien tidak pernah memiliki keluhan serupa sebelumnya. Hipertensi (+) sejak 1
tahun yang lalu, tidak rutin kontrol dan minum obat. DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Pasien tidak mengetahui
5
Spo2 : 97%
Skala nyeri :
Kepala
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher
Peningkatan JVP (-), pembesaran kelenjar tiroid (-/-)
Thoraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, retraksi
(-)
Palpasi : Fremitus vokal normal kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2), tunggal, reguler, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba besar
Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, edem (-/-)
Status Neurologis
Pemeriksaan selaput otak
Kaku kuduk : (-)
Kernig : (-)/(-)
Lasegue : (-)/(-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)/(-)
6
Pemeriksaan Nervus Kranialis
N.I (Olfaktorius)
Daya pembau : tidak dilakukan
N.II (Optikus)
Daya penglihatan : sulit di evaluasi
Tajam penglihatan : sulit di evaluasi
Pengenalan warna : sulit di evaluasi
N.III (Okulomotorius)
Ptosis : (-)/(-)
Gerak mata : Medial atas (+), bawah (+) atas (+)
Ukuran pupil : 3mm/3mm
Reflek cahaya langsung dan tidak langsung (+)/(+)
Strabismus divergen : (-)/(-)
Diplopia : (-)/(-)
N.IV (Trokhlearis)
Gerak mata : Medial bawah (+)
Strabismus konvergen : (-)/(-)
Diplopia : (-)/(-)
N.V (Trigeminus)
Menggigit : Sulit dinilai
Membuka mulut : Sulit dinilai
Sensibilitas : Normal
Reflek kornea : Tidak dilakukan
Reflek bersin : Tidak dilakukan
Reflek maseter : Tidak dilakukan
Reflek zigomatikus : Tidak dilakukan
Trismus : (-)
N.VI (Abdusen)
Gerakan mata ke lateral : (+)/(+)
Strabismus konvergen : (-)/(-)
7
N.VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi : Tidak dapat dinilai
Menutup mata : Tidak dapat dinilai
Menggembungkan pipi : Tidak dapat dinilai
Lipatan kulit nasolabial dan sudut mulut : (+)/(-)
N. (VIII) (Vestibulokoklearis)
Mendengar suara berbisik : (+)/(+)
Mendengar detik arloji : Tidak dilakukan
Tes Rinne : Tidak dilakukan
Tes Weber : Tidak dilakukan
Tes Schwabach : Tidak dilakukan
N.IX (Glosofaringeus)
Arkus farings : Dalam batas normal
Reflek muntah : Tidak dilakukan
Sengau : (-)
Tersedak : (-)
N. X (Vagus)
Bersuara : Pasien tidak dapat berbicara
Menelan : Normal
N. XI (Aksesorius)
Memalingkan kepala: (+)
Sikap bahu : Normal
Mengangkat bahu : (+)
Atrofi otot bahu : (-)
N. XII (Hipoglosus)
Menjulurkan lidah : Tidak dapat dinilai dinilai
Artikulasi : Pasien tidak dapat berbicara
Tes Fungsi Vegetatif
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
8
Tabel 2.1. Pemeriksaan Neurologis
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Kekuatan 5555 2222 5555 2222
Tonus Normotonus Hipertonus Normotonus Hipertonus
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas + + + +
Nyeri - - - -
Refleks + ↑ + ↑
Fisiologis
Refleks - - - +
Patologis
Tremor - - - -
Tipe
Paralisis - Spastik - Spastik
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 121 mg/dl < 200 mg/dl
ureum 22 mg/dl 21-53 mg/dl
9
Creatinin 1,25 mg/dl 0,17-1,5 mg/dl
CT 4 menit 4-10 menit
BT 2 menit 1-3 menit
HbsAg Negatif Negatif
Elektrolit
Natrium 146 mmol/L 135-148 mmol/L
Kalium 3,7 mmol/L 3,5-5,3 mmol/L
Kalsium 1,13 mmol/L 0,98-1,2 mmol/L
Pemeriksaan EKG
10
- Perdarahan di ganglia basalis kanan, ventrikel lateral, III, dan IV
- Midline terdesak ke kiri
- Perdarahan ± 30 cc
Gambar 2.2. CT Scan Kepala Pasien
11
2.2.6. Penatalaksanaan
Tatalaksana Awal di IGD
- O2 nasal kanul 4 liter/menit
- Pasang DC
- Pasang NGT
- Infus NaCl 0,9% 1500cc/24 jam
- Infus Paracetamol 4x1 gram (IV)
- Infus Manitol loading 200 cc (IV)
Maintenance 6x75 cc (IV)
- Inj. Antrain 3x1 gram (IV)
- Inj. Ondansentron 2x8 mg (IV)
- Inj. Ranitidine 2x50 mg (IV)
- Drip Phenitoin 8 ampul dalam 100 cc NaCl 0,9% (habis dalam 30 menit)
Maintenance 3x100 mg (IV)
2.2.7. Prognosa
- Quo ad vitam : Dubia
- Quo ad functionam : Dubia
- Quo ad sanationam : Dubia
12
BAB III
PEMBAHASAN
13
konsumsi makan-makanan kolesterol tinggi, dan hipertensi yang tidak
terkontrol.2,3
Stroke dapat dibagi menjadi dua kelompok besar : 4,5
1. Perdarahan (stroke hemoragik)
2. Infark (istroke non hemoragik/iskemik)
Dapat mendignosis terjadinya stroke perdarahan atau stroke infark dengan
melihat gejala awal dan pemeriksaan klinis yaitu:3
14
pemeriksaan penunjang CT Scan. Pada kasus ini hasil CT scan menunjukan
adanya perdarahan pada ganglia basalis dan pada ventrikel lateral, III, IV.
Pada pasien didapatkan hempirasesis sinistra dan afasia. Berdasarkan teori,
gejala-gejala yang ditunjukkan akibat perdarahan pada daerah ganglia basalis
kanan. Basal ganglia atau inti basal adalah kelompok inti subkortikal yang terletak
di dasar otak depan. Secara signifikan bersatu dengan cerebral cortex, thalamus,
dan batang otak. Basal ganglia memainkan peran utama dalam fungsi motorik,
proses belajar, rutinitas atau kebiasaan, dan gerakan mata, serta berkontribusi
dalam fungsi kognisi dan emosi.6
Tanda dan gejala stroke pada ganglia basalis sebelah kanan:
1. Anosognosia adalah suatu keadaan ketika seseorang yang mengalami
kecacatan tampak tidak sadar atau tidak mampu merasakan beratnya
kecacatannya. Ini biasanya sering ditemukan di antara pasien stroke pada
hemisfer sebelah kanan, yang dipengaruhi oleh arteri serebral medial yang
memperdarahi bagian-bagian dari ganglia basalis.
2. Kelemahan pada sisi kontralteral atau sisi sebelah kiri yang sering disebut
hemipirases sinistra. Pasien akan merasakan kesulitan untuk
menggerakkan anggota gerak sebelah kiri.
3. Ataksia atau ketidakstabilan dalam mengkordinasikan otot-otot
4. Kelemahan otot dan rigiditas
5. Tremor involunter
6. Wajah asimetris
7. Gangguan sensasi: rasa kebas pada daerah yang terjadi kelemahan
8. Problem bicara
Afasia motorik adalah gangguan pada area broca, di mana pasien akan
kesulitan untuk berbicara.
Afasia sensorik adalah gangguan pada area wernick, di mana pasien tidak
memiliki kesulitan dalam berbicara tetapi kata-kata yang diucapkan tidak
memiliki arti.
Afasia global adalah gangguan di mana pasien tidak dapat berbicara dan
mengerti dengan kata-kata.
15
9. Gangguan pada mata: gangguan penglihatan ke sisi atas dan samping,
defek lapang pandang, dan ukuran pupil yang asimetris.
10. Perubahan kepribadian: depresi, afek dan emosi yang tidak sesuai, frustasi,
gugup, kurang motivasi, serta gelisah.6
Untuk diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Adapun skoring yang dapat
digunakan untuk penegakkan diagnosa stroke, yaitu Siriraj Score dan Algoritma
Stroke Gajah Mada.
Keterangan:
Kesadaran: Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
Muntah: tidak = 0 ; ya = 1
Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0 ; ya = 1
Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1(anamnesis
diabetes; angina; klaudikasio intermitten)
Pembacaan: Skor> 1 = SH, -1 > SS > 1 = perlu pemeriksaan penunjang (CT-Scan)
dan SS < 1 + SNH.
16
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada
penderita stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan
darah, kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa.
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak
adalah langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis
kedaruratan. Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta
dapat menidentifikasi komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak,
dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang
dapat digunakan.2
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke
dari patologi intrakranial lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara
virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.2
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa
diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat
17
mengidentifikasi malformasi vaskular yang mendasari atau lesi yang
menyebabkan perdarahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG)
untuk memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia
miokard memiliki kejadian signifikan dengan stroke.2
Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti:
ensefalitis, meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik,
perdarahan subaraknoid, hematoma subdural, kedaruratan hipertensif,
hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic Attack (TIA).2
Penatalaksanaan pasien stroke di IGD meliputi: evaluasi cepat dan
diagnosis, terapi umum (suportif), stabilisai jalan napas dan pernapasan, stabilisasi
hemodinamik/sirkulasi, pemeriksaan awal fisik umum, pengendalian peninggian
TIK, penanganan transformasi hemoragik, pengendalian kejang, pengendalian
suhu tubuh, dan melakukan pemeriksaan penunjang. Pengelolaan 5B pada pasien
stroke yang telah dilakukan sebagai berikut :
1. Pernapasan (breath); jalan napas harus bebas, berikan oksigen kalau perlu.
Pada kasus ini pasien sebenarnya tidak diberikan oksigen karena
pernafasan pasien masih baik.
2. Darah (blood); tekanan darah dipertahankan agak tinggi agar perfusi
oksigen dan glukosa ke otak tetap optimal untuk menjaga metabolisme
otak. Sehingga tekanan darah tidak perlu diturunkan.
3. Otak (brain); berikan manitol atau kortikosteroid untuk mengurangi edema
otak, bila ada kejang segera berikan diazepam atau dilantin intra vena
secara perlahan. Pada pasien ini tidak ada kejang. Kemudian pemberian
manitol harus diberikan pada pasien ini. Pada pemberian manitol yang
harus diperhatikan adalah tekanan darah saat itu kadar ureum dan
kreatinin. Kadar kreatinin masih dalam batas normal sehingga dapat
diberikan pada pasien.
4. Saluran kemih (bladder); pelihara keseimbangan cairan dan pasang kateter
urine bila ada inkontinensia urin. Pada pasien ini tidak terpasang cateter
18
urine namun sebenarnya pasien perlu menggunakan kateter urine sehingga
dapat menghindarnya terjatuh karena kelemahan anggota gerak kiri.
5. Gastrointestinal (bowel); berikan nutrisi yang adekuat, bila perlu berikan
NGT.2
Terapi medikamentosa pada penderita ini yaitu infus O2 nasal kanul 4
liter/menit, pasang DC, pasang NGT, infus NaCl 0,9%, infus paracetamol, infus
manitol, injeksi antrain, ranitidin, ondansentron, dan phenitoin. O2 nasal kanul
diberikan untuk menjaga oksigenasi dalam tubuh sehingga mencegah hipoksia
terutama pada daerah yang defek, pemasangan DC bertujuan untuk monitoring
urin output, pasang NGT untuk akses pemberian nutrisi yang adekuat, infus NaCl
0,9% diberikan untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, infus
paracetamol diberikan sebagai antipiretik karena suhu pasien ini meningkat
menjadi 39,1 C akibat dari peningkatan kebutuhan metabolik, pelepasan
neurotransmiter, dan radikal bebas, infus manitol diberikan untuk mengurangi
edema otak, antrain mengandung natrium metamizole yang merupakan analgetik
kuat dan antipiretik yang dapat menurunkan demam dan mempertahankan suhu
tubuh dalam jangka panjang, ranitidin adalah golongan H2 antagonis yang
berfungsi untuk mengurangi produksi asam lambung, ondansentron adalah
golongan antagonis serotonin H-3 yang bekerja untuk mengurangi mual dan
muntah, phenitoin adalah obat yang digunakan untuk mencegah terjadinya kejang,
di mana pada pasien stroke dapat menyebabkan gangguan pada aktivitas elektrik
di dalam otak yang dapat mengakibatkan kejang.1
Pada pasien dapat diberikan antihipertensi pada 24 jam pertama pasca
stroke pada perdarahan intraserebral. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS
lebih dari 185 mmHg dan TD lebih dari 110 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit
sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200
mcg/kg/menit.1
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang
paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
19
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut
adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal
yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen sehingga pasien ini perlu observasi selama 48 jam untuk memantau
apakah ada komplikasi yang muncul pada pasiennya. Dapat dilakukan konsultasi
dengan dokter spesialis bedah saraf apabila ada indikasi untuk dilakukan operasi
yang tergantung pada tingkat kesadaran, besar dan luas serta letak perdarahan dan
usia. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM:
a. Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
b. Tidak dioperasi bila:
i. Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis
minimal.
ii. Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life
saving.
c. Dioperasi bila:
i. Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis
atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel
harus secepatnya dibedah.
ii. PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau
angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang
baik dan lesi strukturnya terjangkau.
iii. Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang
memburuk.2
Sekitar 33% dari semua kasus stroke adalah mematikan. Prognosisnya
bergantung pada penyebab yang mendasari, luasnya perdarahan, seberapa cepat
mendapatkan pengobatan, ukuran dan lokasi les, dan usia pasien. Presentase
kematian bagi pasien stroke hemoragik adalah sebesar 70%, sedangkan pada
20
kasus stroke iskemik adalah 25%. Namun terulangnya stroke iskemik adalah 5-
15% setiap tahun. Penderita stroke yang lesinya kecil dan terbatas pada ganglia
basalis akan memiliki waktu pemulihan yang lebih lambat dibandingkan penderita
yang mengalami stroke pada korteks serebral. Akan tetapi, penderita yang
memiliki stroke di ganglia basalis akan memiliki pemulihan secara keseluruhan
dibandingkan penderita yang mengalami stroke pada korteks serebral. Skor dari
Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis yang lebih
buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.6
21
BAB IV
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
23