DEFENISI
B. ETIOLOGI
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Pasien diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
a. Penatalaksanaan Medis
1) ABC
a) Airway dengan jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke
belakang dengan posisi kepala ekstensi kalau perlu dipasang
oropharyngeal tube atau nasopharyngeal tube.
b) Breathing dengan memberikan O2 dengan menggunakan alat
bantu pernafasan misalnya Nasal Kanul, Simple
Mask/Rebreating Mask, Mask Nonrebreating, Bag-Valve-
Mask, dan Intubasi Endotrakea.
c) Circulation pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme
sebanyak 2-2,5 kali normal dan akan mengakibatkan
katabolisme protein. Proses ini terjadi antara lain oleh karena
meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin dalam darah
dan akan bertambah bila ada demam. Setekah 3-4 hari dengan
cairan perenteral pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa
nasograstrik bisa dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari.
2) Medikasi
No Nama Obat Dosis Keterangan
1 Diuretik osmotik Dosisnya 0,5-1 g/kgBB, Untuk mencegah
(manitol 20%) diberikan dalam 30 rebound
menit. Pemberian
diulang setelah 6 jam
dengan dosis 0,25-
0,5/kgBB dalam 30
menit
2 Loop diuretic Dosisnya 40 mg/hari IV Pemberiannya bersama
(furosemid) manitol, karena
mempunyai efek
sinergis dan
memperpanjang efek
osmotik serum manitol
3 Diazepam Dosisnya 10 mg IV dan Diberikan bila ada
bisa diulang sampai 3 kejang
kali bila masih kejang
4. Analgetik Dosisnya 325 atau 500 Untuk mengurangi
(asetaminofen) mg setiap 3 atau 4 jam, demam serta mengatasi
650 mg setiap 4-6 jam, nyeri ringan sampai
1000 mg setiap 6 sedang akibat sakit
kepala
5. Analgetik 30-60 mg, tiap 4-6 jam Untuk mengobati nyeri
(kodein) sesuai kebutuh ringan atau cukup parah
6. Antikonvulsan Dosisnya 200 hingga Untuk mencegah
(fenitoin) 500 mg perhati serangan epilepsi
7. Profilaksis Biasanya digunakan Tindakan yang sangat
antibiotik setelah 24 jam pertama, penting sebagai usaha
lalu 2 jam pertama, dan untuk mencegah
4 jam berikutnya terjadinya infeksi pasca
operasi
3) Pembedahan
Evakuasi hematoma atau kraniotomi untuk mengangkat atau
mengambil fragmen fraktur yang terdorong masuk ke dalam otak
dan untuk mengambil benda asing dan jaringan nekrotik sehingga
risiko infeksi dan kerusakan otak lebih lanjut akibat fraktur dapat
dikurangi.
4) Mobilisasi
Pada pasien cedera kepela berat mobilisasi bisa dilakukan dengan
pemasangan servical colar. Servical colar sendiri adalah alat
penyangga tubuh khusus untuk leher. Alat ini digunakan untuk
mencegah pergerakan tulang servical yang dapat memperparah
kerusakan tulang servical yang patah maupun pada cedera kepala.
Alat ini hanya membatasi pergerakan minimal pada rotasi,
ekstensi, dan fleksi.
E. PISIKOPATOLOGI
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera
percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur
kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena
kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila
kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil
atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat
gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi
badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan
pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan
robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi
hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas
kapiler, serta vasodilatasiarterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia,
hiperkarbia, dan hipotensi.
Kecelakaan
Cidera kepala
Tulang kranial
Resti Injuri
Peningkatan TIK iskemia
Penurunan
kesadaran
hipoksia
Pregangan
Kompresi Bedres total Akumulasi cairan
dauramen dan
batang otak
pembuluh Peerubahan Perfusi
darah Jaringan Serebral Bersihan Jalan
Resti Gangguan Gangguan Napas Tidak
NYERI
Interitas Kulit Mobilitas Fisik Efektif
F. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat
kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan
segera setelah kejadian.
b. Pemeriksaan fisik
1) Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes,
biot, hiperventilasi, ataksik)
2) Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
3) Sistem saraf :
a) Kesadaran GCS.
b) Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang
otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
c) Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,
gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia,
riwayat kejang.
4) Sistem pencernaan
a) Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak.
Jika pasien sadar tanyakan pola makan?
b) Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
c) Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
5) Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik
hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
6) Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan
disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf
fasialis.
7) Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang
didapat pasien dari keluarga.
2. Diagnosa keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan sumbatan
pembuluh darah otak, dan perdarahan.
2. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat
napas di otak
3. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan
penumpukan sputum
4. Gangguan pemenuhan ADL sehubungan dgn penurunan kesadaran
(soporos-coma)
5. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien
6. Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi,
tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
3. Fokus intervensi
DAFTAR PUSTAKA