Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG
Perdarahan pasca-salin (PPS)/ Haemorrhage Postpartum (HPP) merupakan
penyebab terbesar kematian ibu di seluruh dunia. Salah satu target Millenium
Development Goals (MDGs) adalah menurunkan angka kematian ibu (AKI)
sebesar tiga perempatnya pada tahun 2015. Sayangnya, pada tahun 2012, AKI
mengalami kenaikan menjadi 359 per 100.000 penduduk atau meningkat sekitar
57% dibandingkan dengan tahun 2007 yang hanya 228 per 100.000 penduduk.
Pencapaian target MDGs dapat diraih salah satunya melalui penurunan AKI yang
disebabkan oleh HPP. Untuk mendukung target tersebut, dibutuhkan petugas
kesehatan yang terlatih dan pedoman berbasis bukti pada keamanan, kualitas, dan
kegunaan dari berbagai intervensi yang ada. Dengan demikian dapat dilahirkan
suatu kebijakan dan program yang dapat diimplementasikan secara realistis,
strategis dan berkesinambungan.1,3
Penyebab dari HPP adalah 4T yang merupakan singkatan dari Tone,
Trauma, Tissue dan Thrombin. Tone merupakan masalah pada 70% kasus HPP,
yaitu diakibatkan oleh atonia dari uterus. Sedangkan, 20% kasus HPP disebabkan
oleh trauma. Trauma dapat disebabkan oleh laserasi serviks, vagina dan perineum,
perluasan laserasi pada SC, ruptur atau inversi uteri dan trauma non traktus
genitalia, seperti ruptur subkapsular hepar. Sementara itu, 10% kasus lainnya
dapat disebabkan oleh faktor tissue yaitu seperti retensi produk konsepsi, plasenta
(kotiledon) selaput atau bekuan, dan plasenta abnormal. Faktor penyebab dari
thrombin diantaranya abnormalitas koagulasi yang sangat jarang terjadi yaitu
sekitar <1% kasus.1,3
Selain mortalitas maternal, morbiditas maternal akibat kejadian HPP juga
cukup berat, sebagian bahkan menyebabkan cacat menetap berupa hilangnya
uterus akibat histerektomi. Morbiditas lain diantaranya anemia, kelelahan,

1
depresi, dan risiko tranfusi darah. Histerektomi menyebabkan hilangnya
kesuburan pada usia yang masih relatif produktif sehingga dapat menimbulkan
konsekuensi sosial dan psikologis.1,3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Perdarahan Pasca Salin (PPS) atau Haemorrhage Post Partum (HPP)
secara umum didefinisikan sebagai kehilangan darah dari saluran genitalia >500
ml setelah melahirkan pervaginam atau >1000 ml setelah melahirkan secara
seksio sesarea. Haemorrhage post partum dapat bersifat minor (500-1000 ml) atau
pun mayor (>1000 ml). Perdarahan mayor dapat dibagi menjadi sedang (1000-
2000 ml) atau berat (>2000 ml).1,2
Perdarahan post partum primer terjadi dalam 24 jam pertama setelah
persalinan, sementara perdarahan post partum sekunder adalah perdarahan
pervaginam yang lebih banyak dari normal antara 24 jam hingga 12 minggu
setelah persalinan.1,2

2.2. EPIDEMIOLOGI
Perdarahan post partum tetap menjadi penyebab utama kematian dan
morbiditas ibu di seluruh dunia lebih banyak di negara berkembang dengan
perkiraan angka kematian 140.000 per tahun atau satu kematian ibu setiap empat
menit. Perdarahan post partum terjadi pada 5% dari semua persalinan, mayoritas
kematian terjadi dalam empat jam setelah persalinan yang menunjukkan bahwa
hal tersebut adalah konsekuensi dari persalinan kala III.1,2,3
WHO memperkirakan bahwa dari 5.29.000 kematian ibu yang terjadi
setiap tahun, 1.36.000 atau 25,7% kematian terjadi di India dan dua pertiga
kematian ibu terjadi setelah persalinan, perdarahan post partum merupakan
komplikasi yang paling sering dilaporkan. Kematian ibu yang tidak dapat
diterima sebanyak 540 per 100.000 kelahiran hidup di India dalam beberapa
dekade terakhir tetap menjadi tantangan utama dalam masalah kesehatan.1,3

3
Manajemen aktif kala ketiga persalinan adalah tindakan yang mutlak, hal
tersebut untuk mencegah 60-70% dari perdarahan post partum akibat atonia.
Pemantauan denyut nadi, tekanan darah, perdarahan selama kala keempat
persalinan pada semua pasien rawat inap obstetrik akan melacak parameter
fisiologis ibu yang membantu dalam pengenalan dini dan pengobatan pasien akut,
penting untuk mencegah morbiditas dan mortalitas.1,2,3
Insidensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi
Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara
maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai
15%.2,3
Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut :1,3
- Atonia uteri 50 – 60 %
- Sisa plasenta 23 – 24 %
- Retensio plasenta 16 – 17 %
- Laserasi jalan lahir 4 – 5 %
- Kelainan darah 0,5 – 0,8 %

2.3. ETIOLOGI
Penyebab dari perdarahan post partum adalah 4T yang merupakan
singkatan dari Tone, Trauma, Tissue dan Thrombin. Tone merupakan masalah
pada 70% kasus perdarahan post partum, yaitu diakibatkan oleh atonia dari uterus.
Sedangkan, 20% kasus HPP disebabkan oleh trauma. Trauma dapat disebabkan
oleh laserasi serviks, vagina dan perineum, perluasan laserasi pada SC, ruptur
atau inversi uteri dan trauma non traktus genitalia, seperti ruptur subkapsular
hepar. Sementara itu, 10% kasus lainnya dapat disebabkan oleh faktor tissue yaitu
seperti retensi produk konsepsi, plasenta (kotiledon) selaput atau bekuan, dan
plasenta abnormal. Faktor penyebab dari thrombin diantaranya abnormalitas
koagulasi yang sangat jarang terjadi yaitu sekitar <1% kasus.1,2

4
Tabel 1. Penyebab perdarahan post partum1,2

Penyebab yang harus dipikirkan Gejala dan tanda


Atonia uteri - Perdarahan segera setelah bayi
dilahirkan
- Uterus tidak berkontraksi atau
lembek
Retensio plasenta - Plasenta belum dilahirkan dalam
30 menit setelah kelahiran bayi
- Perdarahan segera setelah bayi
lahir
- Uterus berkontraksi dan kuat
Sisa plasenta - Plasenta atau sebagian selaput
(mengandung pembuluh darah)
tidak lengkap
- Perdarahan dapat muncul 10-14
hari postpartum disertai
subinvolusio uteri
Robekan jalan lahir - Perdarahan segera
- Darah segar yang mengalir
segera setelah bayi lahir
Ruptur uteri - Perdarahan segera (perdarahan
intraabdominal dan/atau
pervaginam).
- Nyeri perut yang hebat
- Kontraksi yang hilang
Inversio uteri - Fundus uteri tidak teraba pada
palpasi abdomen
- Lumen vagina terisi massa

5
- Nyeri ringan atau berat
Gangguan pembekuan darah - Perdarahan tidak berhenti,
encer, tidak terlihat gumpalan
darah
- Kegagalan terbentuknya
gumpalan pada uji pembekuan
darah sederhana.
- Terdapat faktor predisposisi :
 Solusio plasenta
 Kematian janin dalam uterus
 Eklampsia
 Emboli air ketuban

Secara khusus, penyebab tersering dari perdarahan post partum adalah


sebagai berikut :
A. ATONIA UTERI
I. Definisi
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium
uterus untuk berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab
perdarahan post partum yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah
bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri dapat menyebabkan
perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok hipovolemik.2
II. Etiologi
Over distensi uterus, baik absolut maupun relatif, merupakan faktor
resiko mayor terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan
oleh kehamilan ganda, janin makrosomia, polihidramnion atau
abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat), kelainan struktur uterus atau

6
kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi akibat akumulasi darah
di uterus baik sebelum maupun sesudah plasenta lahir.2
Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan
karena persalinan lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama bila
mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat pula terjadi sebagai akibat dari
inhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obat-obatan, seperti agen anestesi
terhalogenisasi, nitrat, obat-obat antiinflamasi nonsteroid, magnesium
sulfat, beta-simpatomimetik dan nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta
letak rendah, toksin bakteri (korioamnionitis, endomiometritis, septikemia),
hipoksia akibat hipoperfusi pada abruptio plasenta dan hipotermia akibat
resusitasi masif. Data terbaru menyebutkan bahwa grandemultiparitas
bukan merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya perdarahan
post partum.2
III. Predisposisi terhadap atonia uteri
1. Grandemultipara.
2. Uterus yang terlalu regang (hidramion, hamil ganda, anak sangat
besar/ BB > 4000 gram).
3. Kelainan uterus (uterus bikornis, mioma uteri, bekas operasi).
4. Plasenta previa dan solusio plasenta (perdarahan ante partum).
5. Partus lama
6. Partus presipitatus.
7. Hipertensi dalam kehamilan.
8. Infeksi uterus.
9. Anemia berat.
10. Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi
partus).
11. Riwayat PPH sebelumnya atau riwayat manual plasenta.
12. Pimpinan kala III yang salah dengan memijit-mijit dan mendorong
dorong uterus sebelum plasenta terlepas.2

7
B. RETENSIO PLASENTA
I. Definisi
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar
gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.2,5
II. Klasifikasi
Retensio plasenta terdiri dari beberapa jenis, antara lain :2,5
 Plasenta adhesiva adalah plasenta yang melekat pada desidua
endometrium lebih dalam sehingga menyebabkan kegagalan
mekanisme separasi fisiologis.
 Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai sebagian lapisan miometrium sampai ke serosa
 Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai/melewati lapisan miometrium.
 Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding
uterus.
 Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.

Tabel 2. Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta

Separasi / akreta Plasenta


Gejala Plasenta akreta
parsial inkarserata
Konsistensi Kenyal Keras Cukup
uterus
Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat
Bentuk uterus Diskoid Agak globuler Diskoid
Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit/tidak ada

8
Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Separasi Lepas sebagian Sudah lepas Melekat
plasenta seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali

C. LASERASI JALAN LAHIR


I. Klasifikasi6
- Ruptura perineum dan robekan dinding vagina
Derajat perlukaan perineum dapat dibagi dalam:
 Grade I: Laserasi hanya terbatas pada mukosa vagina atau kulit
perineum.
 Grade II : Laserasi yang lebih dalam dan luas ke vagina dan
perineum dengan melukai fasia serta otot-otot diafragma
urogenital.
 Grade III : Laserasi perineum yang lebih luas dan lebih dalam
menyebabkan kerusakan muskulus sfingter ani eksternus.
3a : robekan <50% sfingter ani eksterna
3b : robekan >50% sfingter ani eksterna
3c : robekan juga meliputi sfingter ani interna
 Grade IV : Laserasi perineum yang meliputi sfingter ani interna
dan eksterna hingga ke mukosa anorektal.
- Robekan serviks
II. Faktor Resiko2,5
- Makrosomia
- Malpresentasi
- Partus presipitatus
- Distosia bahu

9
D. KELAINAN DARAH
Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet
biasanya tidak menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada
kontraksi uterus untuk mencegah perdarahan. Deposit fibrin pada tempat
perlekatan plasenta dan penjendalan darah memiliki peran penting beberapa
jam hingga beberapa hari setelah persalinan. Kelainan pada daerah ini dapat
menyebabkan perdarahan post partun sekunder atau perdarahan eksaserbasi
dari sebab lain, terutama trauma.1,2,5
Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat
persalinan. Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya,
seperti ITP atau sindroma HELLP sekunder, solusio plasenta, DIC atau sepsis.
Abnormalitas platelet dapat saja terjadi, tetapi hal ini jarang. Sebagian besar
merupakan penyakit sebelumnya, walaupun sering tak terdiagnosis.1,2,5
Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang
berupa hipofibrinogenemia familial, dapat saja terjadi, tetapi abnormalitas
yang didapat biasanya yang menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang
berhubungan dengan solusio plasenta, sindroma HELLP, IUFD, emboli air
ketuban dan sepsis. Kadar fibrinogen meningkat pada saat hamil, sehingga
kadar fibrinogen pada kisaran normal seperti pada wanita yang tidak hamil
harus mendapat perhatian. Selain itu, koagulopati dilusional dapat terjadi
setelah perdarahan post partum masif yang mendapat resusiatsi cairan
kristaloid dan transfusi PRC. 1,2,5
DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh
hipoperfusi jaringan, yang menyebabkan kerusakan dan pelepasan
tromboplastin jaringan. 1,2,5

10
2.4. KLASIFIKASI
Perdarahan post partum diklasifikasikan menjadi perdarahan post partum
primer (primary post partum haemorrhage) atau perdarahan post partum dini dan
perdarahan post partum sekunder atau perdarahan post partum pada masa nifas
(secondary post partum haemorrhage).1,2
Perdarahan post partum primer atau dini adalah perdarahan yang terjadi
dalam 24 jam pertama pasca-salin, sedangkan perdarahan post partum sekunder
merupakan perdarahan yang terjadi setelah periode 24 jam tersebut. Pada
umumnya, perdarahan post partum primer/dini lebih berat dan lebih tinggi tingkat
morbiditas dan mortalitasnya dibandingkan PPS sekunder/lanjut.1,2
Faktor risiko perdarahan post partum, sebagai berikut :1
- Sisa konsepsi (plasenta kotiledon selaput atau bekuan darah)
- AFE (Amniotic Fluid Embolism) /DIC (Disseminated Intravascular
Coagulation)
- Hipotonia yang diinduksi oleh obat
- Distensi kandung kemih yang mencegah kontraksi uterus

2.5. DIAGNOSIS
Beberapa teori telah menyatakan bahwa pengukuran kehilangan darah saat
persalinan bertujuan untuk memastikan diagnosis perdarahan post partum pada
saat yang tepat dan memperbaiki luaran. Meskipun demikian, belum ada studi
yang secara langsung dapat menjawab pertanyaan penelitian tersebut.1,4,5
 Anamnesis
Pada hasil anamnesis dengan pasien, dapat ditemukan adanya
perdarahan setelah melahirkan yang jika dihitung jumlahnya lebih dari 500cc.
Selain itu, pasien juga dapat mengeluhkan rasa lemas, limbung, berkeringat
dingin, pucat, dan menggigil. Faktor-faktor risiko dari perdarahan post partum
juga dapat ditanyakan pada pasien.1,4,5

11
 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan perdarahan post partum dapat
diawali dengan menilai tanda-tanda vital pasien, seperti nadi, laju nafas,
tekanan darah, suhu. Perlu diperhatikan adanya takikardia, hiperpnea, dan
hipotensi. Selain itu, juga perlu diperhatikan ada tidaknya tanda-tanda syok,
seperti pucat, akral dingin, nadi cepat, dan tekanan darah yang rendah.
Untuk pemeriksaan obstetrik, perlu diperhatikan kontraksi, letak, dan
konsistensi uterus. Perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk menilai adanya
perdarahan, melihat keutuhan plasenta, tali pusat, dan robekan di daerah
vagina. Uterus membesar bila ada atonia uteri dan bersifat lembek. Bila
kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin karena laserasi jalan lahir.1,4,5

Tabel 3. Penilaian klinik untuk menentukan derajat syok1


Kehilangan darah Tekanan darah Tanda dan gejala Derajat syok
(sistolik)
500-1000 ml (10- Normal Palpitasi, pusing, Terkompensasi
15%) takikardi
1000-1500 ml Sedikit menurun Kelemahan, Ringan
(15-25%) (80-100 mmHg) berkeringat,
takikardi
1500-2000 ml Menurun (70-80 Gelisah, pucat, Sedang
(25-35%) mmHg) oligouria
2000-3000 ml Sangat menurun Kolaps, air Berat
(35-45%) (50-70 mmHg) hunger, anuria

 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium1,2
Pemeriksaan laboratorium yang paling penting adalah untuk
menilai Hb darah. Tetap dilakukan pemeriksaan darah rutin, namun yang

12
menjadi poin penting adalah Hb, terutama jika Hb kurang dari 8 gr/dL.
Selain itu, juga diperlukan pemeriksaan golongan darah untuk keperluan
transfusi darah jika nantinya diperlukan. Pemeriksaan waktu perdarahan
dan waktu pembekuan darah juga diperlukan untuk menyingkirkan adanya
penyebab gangguan pembekuan darah.
Pemeriksaan darah lengkap juga harus dilakukan sejak periode
antenatal. Kadar hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil
kehamilan yang buruk. Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi serta
pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu
pembekuan harus dilakukan sejak periode antenatal.
b. Pemeriksaan radiologi1
- Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis
dan penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan
laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Pemeriksaan USG dapat
membantu untuk melihat adanya gumpalan darah dan retensi sisa
plasenta.
- USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien
dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya
perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat
pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta
akreta dan variannya.

2.6. DIAGNOSIS BANDING


a. Mioma uteri
Definisi
- Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat yang menopangnya.
- Mioma uteri dapat mempengaruhi kehamilan, misalnya menyebabkan
infertilitas, bertambahnya risiko abortus, hambatan pada persalinan,

13
inersia atau atonia uteri, kesulitan pelepasan plasenta dan gangguan
proses involusi masa nifas.
- Kehamilan juga dapat menimbulkan perubahan pada mioma uteri, di
antaranya tumor membesar pada bulan-bulan pertama karena
meningkatnya estrogen, degenerasi merah pada masa hamil atau nifas
serta torsio dengan tanda akut abdomen.
- Menurut letaknya, mioma dapat diklasifikan menjadi:
o Mioma submukosum: berada di bawah endometrium dan menonjol
ke dalam rongga uterus.
o Mioma intramural: terdapat di dinding uterus, di antara serabut
myometrium.
o Mioma subserosum: apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga
menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa.2
Faktor Predisposisi
- Nulipara
- Infertilitas
- Riwayat keluarga2
Diagnosis
- Adanya massa yang terlihat menonjol atau teraba seperti bagian janin
- Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan USG abdominal atau
transvaginal.2

b. Kanker serviks
Definisi
Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks.2
Faktor risiko
Penyebab kanker serviks diketahui adalah virus HPV (Human
Papilloma Virus) sub tipe onkogenik, terutama sub tipe 16 dan 18. Adapun
faktor risiko terjadinya kanker serviks antara lain: aktivitas seksual pada usia

14
muda, berhubungan seksual dengan multipartner, merokok, mempunyai anak
banyak, sosial ekonomi rendah, pemakaian pil KB (dengan HPV negatif atau
positif), penyakit menular seksual, dan gangguan imunitas.2

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinik.
- Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik5
Pada umumnya, lesi prakanker belum memberikan gejala. Bila telah
menjadi kanker invasif, gejalan yang paling umum adalah perdarahan
(contact bleeding, perdarahan saat berhubungan intim) dan keputihan. Pada
stadium lanjut, gejala dapat berkembang mejladi nyeri pinggang atau perut
bagian bawah karena desakan tumor di daerah pelvik ke arah lateral sampai
obstruksi ureter, bahkan sampai oligo atau anuria. Gejala lanjutan bisa
terjadi sesuai dengan infiltrasi tumor ke organ yang terkena, misalnya:
fistula vesikovaginal, fistula rektovaginal, edema tungkai.
- Pemeriksaan Penunjang5
Pemeriksaan klinik ini meliputi inspeksi, kolposkopi, biopsi serviks,
sistoskopi, rektoskopi, USG, BNO -IVP, foto toraks dan bone scan , CT
scan atau MRI, PET scan. Kecurigaan metastasis ke kandung kemih atau
rektum harus dikonfirmasi dengan biopsi dan histologik. Konisasi dan
amputasi serviks dianggap sebagai pemeriksaan klinik.

c. Polyp serviks
Definisi
Polip serviks adalah tumor jinak berupa adenoma maupun
adenofibroma yang tumbuh menonjol dan bertangkai, tumbuh di permukaan
mukosa serviks ataupun pada saluran endoserviks dan biasanya menonjol
keluar dari mulut serviks.7,8

15
Etiologi dan patofisiologi
Etiologi dari polip serviks belum diketahui, namun ada beberapa teori
yang menspekulasi etiologi polip serviks. Pertumbuhan polip merupakan
implikasi dari degenerasi hiperplastik fokal di daerah serviks, yang
merupakan reaksi sekunder dari inflamasi serviks lalu berikutnya akibat
stimulasi hormonal seperti estrogen, kongesti pembuluh darah pada
canalis cervicalis. Polip tersusun atas stroma jaringan ikat vaskuler dan
dilapisi oleh kolumner, skuamosumkolumner atau epitel skuamosa. Kejadian
polip sering dihubungkan dengan hiperplasia endometrial, yang menunjukkan
adanya keterlibatan faktor estrogen yang berlebihan. Polip serviks dapat
mengakibatkan perdarahan abnormal. Perdarahan dapat terjadi saat jeda antar
menstruasi, setelah berhubungan seksual dan setelah menstruasi. 7,8
Faktor risiko
Kemungkinan terjadinya polip serviks akan meningkat pada kasus : 7
- Vaginitis berulang
- Servisitis
- Usia reproduksi terutama usia 40 tahun hingga 50 tahun.
Diagnosis
Diagnosis polip serviks dibuat dengan cara melakukan inspeksi
serviks menggunakan spekulum. Jika terdapat perdarahan harus dilakukan
pemeriksaan untuk menyingkirkan kelainan, terutama keganasan serviks dan
endometrium. Gejala dari polip serviks biasanya intermenstrual bleeding,
postcoital bleeding, leukorea, hipermenorrhea dan tidak terasa nyeri. 7,8
1. Gejala dan Tanda
Polip serviks seringkali tidak bergejala, namun perlu dipertimbangkan bila
terdapat riwayat :
- Leukorhea
- Perdarahan di luar siklus menstruasi
- Perdarahan setelah koitus

16
- Perdarahan setelah menopause
- Perdarahan intermenstrual atau pasca-koitus dengan hipermenorea
merupakan gejala umum untuk polip serviks
- Pada kasus infertilitas wanita juga patut dilacak apakah terdapat
adanya peradanganserviks atau polip. 7,8
Polip serviks tampak sebagai massa kecil, merah, dan tampak
seperti jari yang keluar melalui kanal serviks dan biasanya berukuran
panjang 1-2 cm dan diameter 0,5-1 cm. Umumnya, polip ini teraba lunak
bila dilakukan pemeriksaan menggunakan jari. 7,8
2. Pemeriksaan Radiologi
Polip yang terletak jauh di endoserviks dapat dievaluasi melalui
pemeriksaan histerosalingografi atau sonohisterografi. Biasanya, hasil
pemeriksaan ini memberikan hasil yang bermakna dalam mengetahui
adanya polip atau kelainan lainnya. 7,8
3. Pemeriksaan Laboratorium
Sitologi vagina dapat menunjukkan adanya tanda infeksi dan
sering kali ditemukan sel-sel atipik. Pemeriksaan darah dan urin tidak
terlalu banyak membantu menegakkan diagnosis. 7,8
4. Pemeriksaan khusus
Polip yang terletak jauh di kanal endoserviks tidak dapat dinilai
melalui pemeriksaan inspeculo biasa, tetapi dapat dilakukan pemeriksaan
khusus menggunakan speculum endoserviks atau hiseteroskopi. Seringkali
polip endoserviks ditemukan secara tidak sengaja pada saat dilakukan
pemeriksaan perdarahan abnormal. Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan
untuk menyingkirkan adanya massa atau polip yang tumbuh dari uterus. 7,8

17
2.7. PENATALAKSANAAN
Bila perdarahan post partum terjadi, harus ditentukan dulu kausa
perdarahan, kemudian penatalaksanaannya dilakukan secara simultan, meliputi
perbaikan tonus uterus, evakuasi jaringan sisa, dan penjahitan luka terbuka
disertai dengan persiapan koreksi faktor pembekuan. Tahapan penatalaksanaan
umum perdarahan postpartum berikut ini dapat disingkat dengan istilah
HAEMOSTASIS.1,3
Perdarahan biasanya disebabkan oleh tonus, tissue, trauma atau thrombin.
Bila terjadi atonia uterus, lakukan perbaikan pada tonus uterus. Bila kausa
perdarahan berasal dari tissue, lakukan evakuasi jaringan sisa plasenta. Lakukan
penjahitan luka terbuka bila terjadi trauma dan koreksi faktor pembekuan bila
terdapat gangguan pada thrombin.1,3
 Ask for HELP
Segera meminta pertolongan atau dirujuk ke rumah sakit bila persalinan di
bidan/PKM. Kehadiran ahli obstetri, bidan, ahli anestesi, dan hematologis
menjadi sangat penting. Pendekatan multidisipliner dapat mengoptimalkan
monitoring dan pemberian cairan. Monitoring elektrolit dan parameter koagulasi
adalah data yang penting untuk penentuan tahap tindakan berikutnya.1,3
 Assess (vital parameter, blood loss) and Resuscitate
Penting sekali segera menilai jumlah darah yang keluar seakurat mungkin
dan menentukan derajat perubahan hemodinamik. Nilai tingkat kesadaran, nadi,
tekanan darah, dan bila fasilitas memungkinkan, saturasi oksigen harus dimonitor.
Harus segera diambil spesimen darah untuk memeriksa hemoglobin, profil
pembekuan darah, elektrolit, penentuan golongan darah, serta crossmatch
(RIMOT = Resusitasi, Infus 2 jalur, Monitoring keadaan umum, nadi dan tekanan
darah, Oksigen, dan Team approach). Diberikan cairan kristaloid dan koloid
secara cepat sambil menunggu hasil crossmatch.1,3

18
 Establish Aetiology, Ensure Availability of Blood, Ecbolics (Oxytocin,
Ergometrin or Syntometrine bolus IV/ IM
Sementara resusitasi sedang berlangsung, dilakukan upaya menentukan
etiologi perdarahan post partum. Nilai kontraksi uterus, cari adanya cairan bebas
di abdomen, bila ada risiko trauma (bekas seksio sesarea, partus buatan yang
sulit) atau bila kondisi pasien lebih buruk daripada jumlah darah yang keluar.
Harus dicek ulang kelengkapan plasenta dan selaput plasenta yang telah berhasil
dikeluarkan. Bila perdarahan terjadi akibat morbidly adherent placentae saat
seksio sesarea dapat diupayakan haemostatic sutures, ligasi arteri hipogastrika
dan embolisasi arteri uterina. Morbidly adherent placentae sering terjadi pada
kasus plasenta previa pada bekas seksio sesarea. Bila retensio plasenta/sisa
plasenta terjadi setelah persalinan pervaginam, dapat digunakan tamponade uterus
sementara menunggu kesiapan operasi/laparotomi.1,3
 Massage the uterus
Perdarahan banyak yang terjadi setelah plasenta lahir harus segera
ditangani dengan masase uterus dan pemberian obat-obatan uterotonika. Bila
uterus tetap lembek harus dilakukan kompresi bimanual interna dengan
menggunakan kepalan tangan di dalam untuk menekan forniks anterior sehingga
terdorong ke atas dan telapak tangan di luar melakukan penekanan pada fundus
belakang sehingga uterus terkompresi.1
 Oxytocin infusion/ prostaglandins – IV/ per rectal/ IM/ intramyometrial
Dapat dilakukan pemberian oksitosin 40 unit dalam 500 cc normal salin
dengan kecepatan 125 cc/jam. Hindari kelebihan cairan karena dapat
menyebabkan edema pulmoner hingga edema otak yang pada akhimya dapat
menyebabkan kejang karena hiponatremia. Hal ini timbul karena efek antidiuretic
hormone (ADH) - like effect dan oksitosin; sehingga monitoring ketat masukan
dan keluaran cairan sangat esensial dalam pemberian oksitosin dalam jumlah
besar. Pemberian ergometrin sebagai lini kedua dari oksitosin dapat diberikan

19
secara intramuskuler atau intravena. Dosis awal 0,2 mg (secara perlahan), dosis
lanjutan 0,2 mg setelah 15 menit bila masih diperlukan. Pemberian dapat diulang
setiap 2-4 jam bila masih diperlukan. Dosis maksimal adalah 1 mg atau 5 dosis
per hari. Kontraindikasi pada pemberian ergometrin yaitu preeklampsia,
vitiumcordis, dan hipertensi. Bila PPS masih tidak berhasil diatasi, dapat
diberikan misoprostol per rektal 800-1000ug. Pada perdarahan masif perlu
diberikan transfusi darah, bahkan juga diperlukan pemberian fresh frozen plasma
(FFP) untuk menggantikan faktor pembekuan yang turut hilang.
Direkomendasikan pemberian 1 liter FFP (15 mL/kg) setiap 6 unit darah.
Pertahankan trombosit di atas 50.000, bila perlu diberikan transfuse trombosit.
Kriopresipitat direkomendasikan bila terjadi DIC yang ditandai dengan kadar
fibrinogen <1 gr/dl (10 gr/L).1
 Shift to theatre-exclude retained products and trauma/ bimanual
compression (konservatif; non-pembedahan)
Bila perdarahan masif masih tetap terjadi, segera evakuasi pasien ke ruang
operasi. Pastikan pemeriksaan untuk menyingkirkan adanya sisa plasenta atau
selaput ketuban. Bila diduga ada sisa jaringan, segera lakukan tindakan kuretase.
Kompresi bimanual dapat dilakukan selama ibu dibawa ke ruang operasi.1
 Tamponade balloon/ uterine packing (konservatif; non-pembedahan)
Bila perdarahan masih berlangsung, pikirkan kemungkinan adanya
koagulopati yang menyertai atonia yang refrakter. Tamponade uterus dapat
membantu mengurangi perdarahan. Tindakan ini juga dapat memberi kesempatan
koreksi faktor pembekuan. Dapat dilakukan tamponade test dengan menggunakan
Tube Sengstaken yang mempunyai nilai prediksi positif 87% untuk menilai
keberhasilan penanganan perdarahan post partum. Bila pemasangan tube tersebut
mampu menghentikan perdarahan berarti pasien tidak memerlukan tindakan
bedah lebih lanjut. Akan tetapi, bila setelah pemasangan tube, perdarahan masih
tetap masif, maka pasien harus menjalani tindakan bedah.1

20
Tindakan pemasangan tamponade dapat menghentikan perdarahan dan
mencegah koagulopati karena perdarahan massif serta kebutuhan tindakan bedah.
Hal ini perlu dilakukan pada pasien yang tidak membaik dengan terapi medis.1
 Apply compression sutures – B-Lynch/ modified (pembedahan konservatif)
Dalam menentukan keputusan, harus selalu dipertimbangkan antara
mempertahankan hidup dan keinginan mempertahankan fertilitas. Sebelum
mencoba setiap prosedur bedah konservatif, harus dinilai ulang keadaan pasien
berdasarkan perkiraan jumlah darah yang keluar, perdarahan yang masih
berlangsung, keadaan hemodinamik, dan paritasnya. Apabila tindakan B-Lynch
tidak berhasil, dipertimbangkan untuk dilakukan histerektomi.1
 Systematic pelvic devascularization – uterine/ ovarian/ quadruple/ internal
iliac (pembedahan konservatif)
Ligasi a. uterina dan ligasi a. Hipogastrika.1
 Interventional radiologis, if appropriate, uterine artery embolization
(pembedahan konservatif).1
 Subtotal/ total abdominal hysterectomy (non-konservatif).1

21
Gambar 1. Algoritma Penatalaksanaan Perdarahan Post Partum

22
Berdasarkan etiologinya, penatalaksanaan khusus perdarahan post partum
dijelaskan sebagai berikut :1
A. ATONIA UTERI
Penatalaksanaan HPP akibat atonia uteri adalah sebagai berikut :
 Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri
 Masase uterus, berikan oksitosin dan ergometrin intravena, bila ada
perbaikan dan perdarahan berhenti, oksitosin dilanjutkan perinfus.
 Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual, dan kemudian
dipasang tampon uterovaginal padat. Kalau cara ini berhasil,
dipertahankan selama 24 jam.
 Kompresi bimanual eksternal
Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling
mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau
aliran darah yang keluar. Bila perdarahan berkurang, kompresi
diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi. Bila
belum berhasil dilakukan kompresi bimanual internal
 Kompresi bimanual internal
Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju
tangan dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah di dalam
miometrium (sebagai pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan
perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bila perdarahan
berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali.
Apabila perdarahan tetap terjadi , coba kompresi aorta abdominalis
 Kompresi aorta abdominalis
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi
tersebut,genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah
umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna
vertebralis. Penekanan yang tepat akan menghentikan atau sangat

23
mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan
memperhatikan perdarahan yang terjadi.
 Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin / ergometrin, bisa
dicoba prostaglandin F2a (250 mg) secara intramuskuler atau langsung
pada miometrium (transabdominal). Bila perlu pemberiannya dapat
diulang dalam 5 menit dan tiap 2 atau 3 jam sesudahnya.
 Laparotomi dilakukan bila uterus tetap lembek dan perdarahan yang
terjadi tetap > 200 mL/jam. Tujuan laparotomi adalah meligasi arteri
uterina atau hipogastrik (khusus untuk penderita yang belum punya anak
atau muda sekali)
 Bila tak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir.2

24
Gambar 2. Penilaian Klinik Atonia Uteri

B. RETENSIO PLASENTA
Penatalaksanaan HPP akibat retensio plasenta adalah sebagai berikut :
Retensio plasenta dengan separasi parsial2,5
 Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan
yang akan diambil.
 Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi
plasenta tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.

25
 Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes
per menit. Bila perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per
rektal (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi
tonik yang timbul dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam
kavum uteri).
 Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual
plasenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya
perforasi dan perdarahan.
 Lakukan transfusi darah apabila diperlukan.
 Beri antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g IV / oral + metronidazol 1 g
supositoria / oral).
 Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok
neurogenik.
Plasenta inkarserata2,5
 Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan
pemeriksaan.
 Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan
konstriksi serviks dan melahirkan plasenta.
 Pilih fluethane atau eter untuk konstriksi serviks yang kuat, siapkan
infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit
untuk mengantisipasi gangguan kontraksi yang diakibatkan bahan
anestesi tersebut.
 Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan serviks dapat dilalui cunam
ovum, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk
prosedur ini berikan analgesik (Tramadol 100 mg IV atau Pethidine 50
mg IV) dan sedatif (Diazepam 5 mg IV) pada tabung suntik yang
terpisah.

26
Sisa Plasenta2,5
 Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan
pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa
plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar
pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan
perdarahan setelah beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi
uterus.
 Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis.
Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan
3 x 1 g oral dikombinasi dengan metronidazol 1 g supositoria
dilanjutkan 3 x 500 mg oral.
 Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan
bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh
instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuretase.
 Bila kadar Hb < 8 g/dL berikan transfusi darah. Bila kadar Hb > 8
g/dL, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.
Plasenta akreta2,5
 Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya
fundus atau korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit
ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam
 Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah
menentukan diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit
rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan operatif.

27
Gambar 3. Penilaian Klinik Plasenta Akreta

C. LASERASI JALAN LAHIR


Penatalaksanaan HPP akibat laserasi jalan lahir adalah sebagai berikut :
Ruptura perineum dan robekan dinding vagina
 Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber
perdarahan.
 Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
 Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan
benang yang dapat diserap
 Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal dari
operator.

28
Khusus pada ruptura perineum komplit (hingga anus dan sebagian
rektum) dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada
rektum, sbb:
 Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi pada rektum hingga
ujung robekan.
 Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul
submukosa, menggunakan benang poliglikolik no.2/0 (Dexon/Vicryl)
hingga ke sfingter ani. Jepit kedua sfingter ani dengan klem dan jahit
dengan benang no. 2/0.
 Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan submukosa dengan
benang yang sama (atau kromik 2/0) secara jelujur.
 Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara submukosal dan
subkutikuler.
 Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g dan metronidazol 1 g per
oral). Terapi penuh antibiotika hanya diberikan apabila luka tampak
kotor atau dibubuhi ramuan tradisional atau terdapat tanda-tanda
infeksi yang jelas.
Robekan serviks2,5
 Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral karena serviks yang
terjulur akan mengalami robekan pada posisi spina isiadika tertekan
oleh kepala bayi
 Bila kontraksi uterus baik, plasanta lahir lengkap, tetapi terjadi
perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan
kanan dari portio
 Jepitkan klem ovarium pada kedua sisi portio yang robek sehingga
perdarahan dapat segera dihentikan. Jika setelah eksplorasi lanjutan
tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan. Jahitan dimulai dari

29
ujung atas robekan kemudian ke arah luar sehingga semua robekan
dapat dijahit
 Setelah tindakan, periksa tanda vital psien, kontraksi uterus, tinggi
fundus uteri dan perdarahan pasca tindakan
 Beri antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda
infeksi
 Bila terdapat defisit cairan, lakukan restorasi dan bila kadar Hb < 8
g%, berikan transfusi darah.

Gambar 4. Penilaian Klinik Perdarahan Oleh Karena Persalinan Trumatika

30
D. KELAINAN DARAH
Penatalaksanaan HPP akibat atonia uteri adalah sebagai berikut :
Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset
terjadinya perdarahan post partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang
mendasari terjadinya perdarahan post partum, seperti solutio plasenta,
sindroma HELLP, fatty liver pada kehamilan, IUFD, emboli air ketuban dan
septikemia.
Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan
pada pasien dengan trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran
trombosit dengan cepat. Satu unit trombosit biasanya menaikkan hitung
trombosit sebesar 5.000 – 10.000/mm3. Dosis biasa sebesar kemasan 10 unit
diberikan bila gejala-gejala perdarahan telah jelas atau bila hitung trombosit di
bawah 20.000/mm3. transfusi trombosit diindakasikan bila hitung trombosit
10.000 – 50.000/mm3, jika direncanakan suatu tindakan operasi, perdarahan
aktif atau diperkirakan diperlukan suatu transfusi yang masif. Transfusi ulang
mungkin dibutuhkan karena masa paruh trombosit hanya 3 – 4 hari.
Plasma segar yang dibekukan adalah sumber faktor-faktor pembekuan
V, VII, IX, X dan fibrinogen yang paling baik. Pemberian plasma segar tidak
diperlukan adanya kesesuaian donor, tetapi antibodi dalam plasma dapat
bereaksi dengan sel-sel penerima. Bila ditemukan koagulopati, dan belum
terdapat pemeriksaan laboratorium, plasma segar yang dibekukan harus
dipakai secara empiris.
Kriopresipitat, suatu sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan
fibrinogen, dipakai dalam penanganan hemofilia A, hipofibrinogenemia dan
penyakit von Willebrand. Kuantitas faktor-faktor ini tidak dapat diprediksi
untuk terjadinya suatu pembekuan, serta bervariasi menurut keadaan klinis.

31
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. NKSW
Tanggal lahir : 1 Juni 1983
Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Hindu
Suku/Kebangsaan : Bali/Indonesia
Alamat : Br. Penaga Tembuku
MRS : 24 April 2018

3.2. ANAMNESIS
 Keluhan utama : Keluar darah dari jalan lahir
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang pasien, Ny.SW, usia 35 tahun, datang diantar oleh keluarga ke
IGD Ponek RSU Bangli dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak
pukul 22.00 WITA, disertai dengan gumpalan dan badan terasa lemas. Pasien
mengatakan darah yang keluar berwarna merah segar, dan mengalir terus
menerus. Pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri perut, namun pasien
mengatakan merasa pusing. Pasien mengatakan nafsu makannya menurun.
BAK dan BAB normal. Pasien riwayat melahirkan bayi laki-laki melalui
persalinan normal pada tanggal 15 April 2018 pukul 19.30 WITA.

32
 Riwayat ANC :
Pasien rutin melakukan pemeriksaan kehamilan ke dokter kandungan dan
bidan sebanyak lebih dari 3 kali.
 Riwayat Obstetri :
Pasien memiliki tiga orang anak. Persalinan anak pertama pada tahun 2011,
berjenis kelamin perempuan, lahir cukup bulan dengan berat badan lahir
3000gr, persalinan normal dilakukan oleh tenaga kesehatan. Anak kedua lahir
pada tahun 2014, berjenis kelamin laki-laki, lahir cukup bulan dengan berat
badan lahir 3000gr, persalinan normal dilakukan oleh tenaga kesehatan. Anak
ketiga lahir pada tahun 2018, berjenis kelamin laki-laki, lahir cukup bulan
dengan berat badan lahir 3500gr, persalinan normal dilakukan oleh tenaga
kesehatan.
 Riwayat ginekologi :
Pasien mengatakan tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi.
 Riwayat pernikahan :
Pasien menikah 1 kali, dan menikah pada usia 24 tahun, usia pernikahan
pasien saat ini yaitu 10 tahun.
 Riwayat penyakit dahulu :
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit tekanan darah tinggi,
penyakit jantung, diabetes melitus, asma, stroke, dan tidak ada riwayat alergi.
 Riwayat penyakit keluarga :
Dalam keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit tekanan
darah tinggi, penyakit jantung, asma, diabetes mellitus, dan penyakit lainnya.
 Riwayat pribadi dan sosial :
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Riwayat mengkonsumsi alkohol
dan merokok disangkal oleh pasien.

33
3.3. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : baik
 Kesadaran : compos mentis
 GCS : E4 V5 M6
 Tanda-tanda vital :
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 80x/menit
- Respirasi : 20x/menit
- Suhu : 36,5°C
 Status generalis :
- Kepala : Normocpehali, alopesia (-), distribusi rambut normal

- Mata : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-), refleks

pupil (+/+) isokor (+/+)

- THT : Bentuk normal, otorea (-), rhinorea (-), corpus

alienum pada telinga dan hidung (-), deviasi septum nasi(-), faring tidak

hiperemis, lidah kotor (-), bibir sianosis(-).

- Leher : Tidak ditemukan pembesaran KGB, tidak ditemukan

pembesaran kelenjaran tiroid, deviasi trakea (-), JVP 5+2 cmH2O

- Thorax

Depan Belakang

Inspeksi Dinding dada kanan dan kiri Simetris, kelainan

tampak simetris, retraksi sela bentuk tulang belakang

iga(-), massa (-) (-)

34
Palpasi Nyeri tekan (-), fremitus vokal Nyeri tekan (-),

hantaran sama kanan dan kiri krepitasi(-), fremitus

vokal hantaran sama

kanan dan kiri

Perkusi Sonor pada kedua lapang paru Sonor pada kedua lapang

paru

Auskultasi Suara napas vesikuler (+/+), Suara napas vesikuler

ronchi (-), wheezing (-) (+/+), ronchi (-),

wheezing (-)

- Jantung

Depan Belakang

Inspeksi pulsasi iktus kordis tidak Tidak ada deformitas tulang

tampak belakang

Palpasi iktus kordis tidak teraba, Tidak diperiksa

iktus kordis tidak kuat

angkat, iktus kordis tidak

melebar

Perkusi Redup, batas jantung : Tidak diperiksa

batas atas jantung ICS 2

linea sternalis sinistra,

35
batas pinggang jantung

ICS 3 linea parasternalis

sinistra, batas kiri

jantung ICS 5 linea

midclavicula sinistra,

batas kanan jantung ICS

5 linea sternalis dextra

Auskultasi S1S2 tunggal, regular, Tidak diperiksa

murmur (-), S3 Gallop (-)

- Mammae : Bentuk simetris +/+, pengeluaran +/+, kelainan bentuk

-/-

- Abdomen

Depan

Inspeksi Tampak datar, tumor (-), tanda peradangan (-)

Auskultasi bising usus (+), peristaltik normal 10x/menit, bruit (-)

Perkusi Timpani pada seluruh lapang abdomen, asites (-),

36
Palpasi Nyeri tekan kuadran (-), nyeri epigastrium (-), hepar

tidak teraba, lien tidak teraba, ginjal tidak teraba,

undulasi(-), distensi (-)

- - -

- - -

- Ekstremitas

 Akral : Teraba hangat

 Oedema ekstremitas bawah (-), nyeri tungkai (-),

clubbing fingers (-)

 Sianosis (-)

 Status ginekologis :
- Palpasi : Tinggi fundus uteri teraba 2 jari di bawah pusat, kontraksi
uterus (+).
- VT : vulva/vagina normal, Ø 2cm, portio lunak, teraba jaringan
(+), stolsel (+), perdarahan aktif (+), merembes.

3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Darah lengkap (24-4-2018)
Test Nilai (hasil) Nilai normal Keterangan

WBC 15,5 3,5 - 10,0 H

LYM% 15,4 15,0 - 50,0 N

LYM 2,4 0,5 - 5,0 N

37
MID 0,3 0,1 - 1,5 N

MID% 2,6 2,0 - 15,0 N

GRA% 82,0 35,0 - 80,0 H

GRAN 12,8 1,2 - 8,0 H

RBC 3,93 3,50 - 5,50 N

HGB 11,0 11,5 - 16,5 L

HCT 32,2 35,0 - 55,0 L

MCH 28,0 25,0 - 35,0 N

MCHC 34,2 31,0 - 38,0 N

RDW% 12,5 11,0 - 16,0 N

RDWA 55,1 30,0 - 150,0 N

PLT 332 100 – 400 N

MPV 7,1 8,0 - 11,0 L

PDW 9,8 0,1 - 99,9 N

PCT 0,25 0,01 - 99,9 N

P-LCR 9,2 0,1 - 99,9 N

- Hematologi (24-4-2018)
 Masa perdarahan : 2’00’’ (nilai rujukan : 1-4 menit)

 Masa pembekuan : 8’00’’ (nilai rujukan : 3-15 menit)

- Urinalisis (24-4-2018)
 Kejernihan : Jernih

38
 Warna : Kuning

 Berat jenis : 1,010

 pH :6

 Keton : Negatif (-)

 Protein : Negatif (-)

 Gula reduksi : Negatif (-)

 Bilirubin : Negatif (-)

 Nitrit : Negatif (-)

 Urobilinogen : Negatif (-)

 Leukosit : Negatif (-)

 Eritrosit : Positif dua (+2)

 Sedimen :

 Erytrosit : 17-20

 Leukosit : 3-6

 Ephitel :

- Squamus : 8-10

- Bulat : 1-2

 Bakteri : Positif (+)

 Silinder : negatif (-)

 Kristal : negatif (-)

39
3.5. DIAGNOSIS
P3003 post partum hari ke IX + Haemorrhage Post Partum sekunder et causa
Suspect Rest Plasenta

3.6. PENATALAKSANAAN
- Konsul dr.Anggra Sp.OG
- MRS
- IVFD RL 20 tpm + Oxytocin 20 IU 28 tpm
- Cefotaxim 3 x 1gr (IV)
- Injeksi metergin 1 ampul (IM)  diulang jika masih perdarahan
- Digital explorasi
- Observasi vital sign dan keluhan pasien
- Planning : USG (25-4-2018)

3.7. FOLLOW UP
Subjektif (25-4-2018) :
Pasien mengatakan sudah tidak keluar darah dari jalan lahir. Keluhan nyeri perut
(-), pusing (-), lemas (+), makan minum baik. BAB/BAK normal.

Objektif :
- Keadaan umum : baik
- Kesadaran : compos mentis
- GCS : E4V5M6
- Vital sign :
 TD : 100/60 mmHg
 N : 78x/menit
 RR : 18x/menit
 S : 36,7°C

40
- Status generalis
 Kepala : normochepali
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), refleks
pupil (+/+) isokor (+/+)
 Leher : JVP 5+2 cmH2O, pembesaran kelenjar getah bening
(-), pembesaran tiroid (-)
 Pulmo : suara napas vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-)
 Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)
 Mammae : Bentuk simetris +/+, pengeluaran ASI (+/+), kelainan
bentuk -/-
 Abdomen : massa (-), BU (+) normal, peristaltik (+) 10x/menit,
nyeri tekan lapang abdomen (-), hepar dan lien tidak teraba.
 Ekstremitas : edema tungkai (-/-), sianosis (-/-), teraba hangat (-/-)

- Status ginekologis
Inspeksi : Perdarahan aktif (-)
Palpasi : Tinggi fundus uteri teraba 2 jari di bawah pusat, kontraksi
uterus (+) baik.

41
- USG (25-4-2018)

Hasil USG : tidak tampak adanya sisa plasenta

Assessment :
P3003 post partum hari ke IX + Haemorrhage Post Partum sekunder et causa
Suspect Rest Plasenta

Planning :
- BPL
- Cefadroxil 2 x 500mg
- Metil ergometrin 3 x 0,125mg
- Kontrol sesuai jadwal

42
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. ANALISIS KASUS


Seorang wanita berusia 35 tahun datang dengan keluhan keluar darah dari
jalan lahir sejak pukul 22.00 WITA dan badan terasa lemas. Darah yang keluar
berupa darah segar bercampur gumpalan, dan mengalir terus menerus. Pasien
riwayat melahirkan seorang anak laki-laki pada tanggal 15 April 2018 pukul
19.30 WITA. Nyeri perut disangkal oleh pasien. Pasien mengatakan nafsu
makannya menurun.
Dari anamnesis, didapatkan pasien riwayat persalinan tanggal 15 April
2018 dan saat ini mengeluh keluar darah segar dari jalan lahir yang mengalir
terus menerus. Pasien juga merasa lemas dan pusing. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 110/60 mmHg dan nadi 80x/menit (tidak ada tanda-
tanda syok). Status generalis tidak didapatkan anemis pada kedua mata, yang
menandakan pasien mengalami anemia. Tanda-tanda kehamilan tidak ada,
kelainan pembekuan darah tidak ada. Pada pemeriksaan obstetri tinggi fundus
uteri teraba 2 jari di bawah pusat dan kontraksi uterus baik. Pada saat dilakukan
pemeriksaan dalam, teraba jaringan dan didapatkan stolsel. Pemeriksaan
laboratorium masih dalam batas normal. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
pada kasus di atas, pasien didiagnosa sebagai “Haemorraghe Post Partum”.
Pada keadaan akut, dimana Hb < 8 gr %, maka pasien harus dirawat dan
diberikan transfusi darah. Pada pasien ini, Hb yang didapatkan yaitu 11,1gr/dl,
sehingga tidak diperlukan tranfusi darah pada pasien, namun dilakukan
pemantauan keadaan umum dan vital sign pasien dengan rawat inap.
Pada setiap kasus perdarahan abnormal perlu dicari penyebabnya, adakah
kelainan struktural dari uterus atau organ lainnya. Pada kasus di atas, pasien
selanjutnya dilakukan pemeriksaan USG, dari hasil USG pasien tidak didapatkan
adanya sisa plasenta yang tertinggal di dalam uterus.

43
BAB V
PENUTUP

5.1. KESIMPULAN
Post partum haemorrhage adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau
lebih, sesudah anak lahir. Perdarahan pasca persalinan terbagi menjadi 2, yaitu
ppp dini/primer dan ppp masa nifas/sekunder. Perdarahan pasca persalinan
adalah perdarahan pervaginam 500 ml atau lebih yang terjadi segera setelah bayi
lahir sampai 24 jam kemudian. Perdarahan masa nifas adalah perdarahan yang
terjadi pada masa nifas 500 ml atau lebih setelah 24 jam bayi dan plasenta lahir.
Berdasarkan etiologinya, perdarahan post partum dapat disebabkan oleh atonia
uteri, robekan (laserasi, luka) jalan lahir., retensio plasenta dan sisa plasenta,
gangguan pembekuan darah (koagulopati). Gejala klinis yang ditemui adalah
perdarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayi lahir, pucat, mungkin
ada tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, denyut nadi cepat, ekstremitas
dingin, gelisah, mual dan lain-lain. Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala
klinis, palpasi uterus, inspekulo, laboratorium. Prinsip penanganan adalah
menghentikan perdarahan, cegah/ atasi syok, dan mengganti darah yang hilang.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia & Himpunan Kedokteran


fetomaternal. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran : Perdarahan
Pasca Salin. Jakarta
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Edisi pertama.
Jakarta
3. Rani, P. Reddi, and Begum, Jasmina. 2017. Recent Advances in the
Management of Postpartum Haemorrhage – Riview. Department of Obstetrics
and Gynecology, Mahatama Gandhi Medical College and Research,
Pillaiyarkuppam, Puducherry, India.
4. Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat. Jakarta.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
5. Mochtar, R., Lutan, D. 2012. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi Obstetri
Patologi, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
6. Fernando, RJ, et al. 2015. The Management of Third and Fourth Degree
Perineal Tears. Royal College of Obstetricians & Gynaecologist. London.
7. Tarney, Christopher. M. and Han, Jasmine. 2014. Postcoital Bleeding : A
Riview on Etiology, Diagnosis, and Treatment. Hindawi Publishing
Corporation Obstetrics and Gynecology International.
8. Seema Anushka Tirlapur, Adewale Adeyemo, Neil O’Gorman and Selo
Ojeme. 2010. Clinico-Pathological Study of Cervical Polyps. Department of
Obstetrics and Gynaecology, Barnet and Chase Farm Hospitals NHS Trust,
Chase Farm Hospital, The Ridgeway, EnWeld EN2 8JL, UK.

45

Anda mungkin juga menyukai