Anda di halaman 1dari 60

PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


DI RUANG AROFAH RSI FATIMAH
BANYUWANGI
TAHUN 2018

Oleh :
Kelompok 3 & 4

ACHMAD ACHFAS 2018.04.031


FAISHOL 2018.04.050
MAULANA ZULFIKAR 2018.04.066
HOSIK ANDANI 2018.04.059
VERA MUJI T 2018.04.090
DESI BAYANATUL I 2018.04.043
DWI JAYANTI 2018.04.048
NANDA NOVIA E.P 2018.04.070
HALIMATUS S 2018.04.056
DAYU PUTRI M 2018.04.042

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BANYUWANGI
2018

1
PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BANYUWANGI
2018

PROPOSAL
RONDE KEPERAWATAN

1.1 Latar belakang.


Ronde keperawatan sebagai salah satu bentuk dari pelaksanaan
Model Asuhan Keperawatan dengan metode Keperawatan Primer,
merupakan salah satu metode pemberian pelayanan keperawatan yang harus
ditingkatkan dan dimantapkan. Metode ini ditujukan untuk menggali dan
membahas secara mendalam masalah keperawatan yang ditemukan pada
pasien sehingga dengan ronde keperawatan diharapkan didapatkan
pemecahan masalah melalui cara berpikir kritis berdasarkan konsep asuhan
keperawatan.
Di Ruang Arofah RSI Fatimah Banyuwangi , Ronde keperawatan
belum pernah dilakukan. Ronde keperawatan merupakan suatu sarana bagi
perawat untuk membahas masalah keperawatan dengan melibatkan klien
dan seluruh tim keperawatan, konsultan keperawatan, serta divisi terkait
(medis, gizi, rehabilitasi medik, dsb). Ronde keperawatan juga merupakan
suatu proses belajar bagi perawat dengan harapan dapat meningkatkan
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Kepekaan dan cara berpikir
kritis perawat akan tumbuh dan terlatih melalui suatu transfer pengetahuan
dan pengaplikasian konsep teori secara langsung pada kasus nyata. Dengan
pelaksanaan ronde keperawatan yang berkesinambungan diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan perawat ruangan untuk berpikir secara kritis
dalam peningkatan perawatan secara professional. Dalam pelaksanaan ronde
juga akan terlihat kemampuan perawat dalam melaksanakan kerja sama
dengan tim kesehatan yang lain guna mengatasi masalah kesehatan yang
terjadi pada klien.

2
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka mahasiswa SI
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi akan
mengadakan kegiatan ronde keperawatan di Ruang Arofah RSI Fatimah
Banyuwangi selama melaksanakan Praktik Profesi Manajemen
Keperawatan.

1.1.1 Tujuan
1) Tujuan Umum :
Setelah dilakukan ronde keperawatan mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan berpikir kritis.
2) Tujuan khusus :
Setelah dilaksanakan ronde keperawatan, mahasiswa mampu :
1) Menumbuhkan cara berpikir kritis dan ilmiah

2) Meningkatkan kemampuan validasi data klien

3) Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana keperawatan

4) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang sesuai

dengan masalah klien

5) Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja

1.1.2 Manfaat
1) Bagi Pasien :
(1) Membantu menyelesaikan masalah pasien sehingga mempercepat
masa penyembuhan.
(2) Memberikan perawatan secara profesional dan efektif kepada pasien
(3) Memenuhi kebutuhan pasien
2) Bagi Perawat :
(1) Meningkatkan kemampuan kognitif dan afektif dan psikomotor
perawat.
(2) Meningkatkan kerjasama tim

3
(3) Menciptakan komunitas keperawatan profesional.
3) Bagi rumah sakit :
(1) Meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit.
(2) Menurunkan lama hari perawatan pasien.

1.1.3 Metode
1) Diskusi
2) Tanya jawab

1.1.4 Media
1) Materi disampaikan secara lisan
2) Dokumentasi klien (status).
3) Sarana diskusi :
(1) LCD.
(2) Alat tulis.
(3) Kertas dan ballpoint

1.1.5 Pelaksanaan
Topik :
Sasaran : Pasient dan keluarga pasien
Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat : Arofah RSI Fatimah Banyuwangi
Materi :
Asuhan Keperawatan pada klien dengan
1) Masalah-masalah keperawatan yang mucul pada klien dengan
……………..
2) Intervensi keperawatan pada klien dengan ………………………………

4
1.1.6 Pengorganisasian
Kepala Ruangan : ……………………………………………………
Konselor : ……………………………………………………
……………………………………………………
Ahli gizi
Farmasi
Dokter
PP 1 : ……………………………………………………
PA 1 : ……………………………………………………
PP 2 : ……………………………………………………
PA 2 : ……………………………………………………
Supervisor : 1. Ns. Diana Kusumawati, S.Kep.,M.Kep
2. ……………………………………………………
3. ……………………………………………………
4. ……………………………………………………
5. ……………………………………………………
6. ……………………………………………………
Pembimbing Akademik : Ns. Diana Kusumawati, S.Kep.,M.Kep

Pembimbing Klinik : Vina Fitria S.Kep NS


Agung Wahyudi, S.Kep.NS

1.1.7 Mekanisme kegiatan


TAHAP WAKTU KEGIATAN TEMPAT PELAKSANA
Pra ronde Sehari  Menetapkan kasus dan Ruang Penanggung jawab :
sebelum topik Arofah Vina Fitria S.Kep NS.
kegiatan  Membuat informed
Agung W,S.Kep.NS
consent
 Menentukan tim ronde
 Membuat proposal
 Diskusi kelompok
 Mencari sumber dan
literatur.

Ruang

5
5 menit  PP1 melaporkan rencana Kepala Kepala Ruangan
ronde pada karu Ruangan

Ronde 5 menit Pembukaan : Ruang


 Salam pembukaan diskusi Kepala Ruangan
 Memperkenalkan tim
ronde
 Menyampaikan tujuan
ronde

20 menit Penyajian Masalah :


 Penyajian riwayat Perawat Primer 1
penyakit dan masalah
klien
 Menyampaikan masalah
keperawatan yang belum
terselesaikan

15 menit Validasi Data : Bed Pasien Kepala Ruangan


 Memberi salam dan Karu, konselor, PP1,
memperkenalkan tim PP2, PA.
ronde kepada klien dan dan dokter.
keluarga Konselor
 Validasi data yang telah
disampaikan dengan
melibatkan keluarga
 PP lain menanyakan dan
memberi masukan
 Konselor memberi justi-
fikasi,reinforcement
mengenai kebenaran dari
masalah dan intervensi
keperawatan serta
tindakan

15 menit Diskusi/Tanya jawab Ruang


 Diskusi antar anggota tim diskusi Karu, konselor, PP1,
tentang masalah PP2, PA.
keperawatan dan dokter.
 Pemberian justifikasi oleh
perawat primer atau
konselor atau kepala
ruangan tentang masalah
pasien serta rencana
tindakan yang akan

6
dilakukan
 Menentukan tindakan
keperawatan pada
masalah prioritas yang
telah ditetapkan
 Evaluasi dan rekomendasi
intervensi keperawatan

Ruang
Paska 10 menit  Penutup diskusi KARU, konselor
ronde Kepala Ruangan

7
MATERI RONDE KEPERAWATAN

1.2 Pengertian
Ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh perawat
disamping melibatkan pasien untuk membahas dan melaksanakan asuhan
keperawatan. Pada kasus tertentu harus dilakukan oleh Perawat Primer dan
atau konselor, Kepala Ruangan, Perawat Associate yang perlu juga
melibatkan seluruh anggota tim kesehatan (Nursalam, 2002).

1.2.1 Tujuan Ronde Keperawatan


1) Tujuan Umum.
Menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan berpikir kritis.
2) Tujuan khusus
Setelah dilaksanakan ronde keperawatan, mahasiswa mampu:
(2) Menumbuhkan cara berpikir kritis dan sistematis dalam pemecahan
masalah keperawatan.
(3) Memberikan tindakan yang berorientasi pada masalah keperawatan
klien.
(4) Meningkatkan kemampuan validitas data klien.
(5) Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa keperawatan.
(6) Meningkatkan kemampuan justifikasi.
(7) Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja

3) Manfaat Ronde Keperawatan


1) Masalah pasien dapat teratasi.
2) Kebutuhan pasien dapat terpenuhi.
3) Terciptanya komunitas keperawatan yang profesional.
4) Terjalinnya kerjasama antar tim kesehatan.
5) Perawat dapat melaksanakan model keperawatan dengan tepat dan
benar.

8
4) Kriteria Pasien
Pasien yang dipilih untuk dilakukan ronde keperawatan adalah
pasien yang memiliki kriteria sebagai berikut:
1) Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun
sudah dilakukan tindakan keperawatan.
2) Pasien dengan kasus baru atau langka.

5) Peran Masing-masing Anggota Tim


1) Peran perawat primer dan perawat Associate.
2) Menjelaskan data pasien yang mendukung masalah pasien.
3) Menjelaskan diagnosis keperawatan.
4) Menjelaskan intervensi yang sudah dilakukan.
5) Menjelaskan hasil yang didapat.
6) Menjelaskan rasional (alasan ilmiah) tindakan yang dilakukan.
7) Peran perawat konselor.
8) Memberikan justifikasi.
9) Memberikan reinforcement.
10) Memvalidasi kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan
serta rasional tindakan.
11) Mengarahkan dan koreksi.
12) Mengintegrasikan konsep dan teori yang telah dipelajar

9
1.2.2 Alur pelaksanaan ronde keperawatan

TAHAP PRA PP
RONDE

PROPOSAL PENETAPAN PASIEN

PERSIAPAN PASIEN :
 INFORMED CONCENT
 HASIL PENGKAJIAN/
INTERVENSI

 APA YANG MENJADI MASALAH


TAHAP RONDE  CROSS CEK DATA YANG ADA
PENYAJIAN MASALAH  APA YANG MENYEBABKAN
MASALAH TERSEBUT
 BAGAIMANA PENDEKATAN
(PROSES, SAK, SOP)

TAHAP RONDE VALIDASI DATA

DISKUSI KARU, PP, PERAWAT


TAHAP RONDE KONSELOR, TIM MEDIS, AHLI GIZI

TAHAP PASCA RONDE EVALUASI

MASALAH TERATASI

DI NURSE STATION

DI BED PASIEN 10
PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BANYUWANGI
2018

SURAT PERSETUJUAN DILAKUKAN


RONDE KEPERAWATAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : …………………………………..
Umur : …………………………………..
Alamat : …………………………………..
…………………………………..

adalah suami/istri/orang tua/anak dari pasien :

Nama : …………………………………..
Umur : …………………………………..
Alamat : …………………………………..
…………………………………..

Ruang : …………………………………..
No. RM. : …………………………………..

Dengan ini menyatakan setuju / tidak setuju untuk dilakukan ronde


keperawatan.

Banyuwangi, 22 November 2018

Perawat yang menerangkan Penanggung jawab

……………………………...
……………………………

Saksi – saksi : Tanda tangan :

1. …………………………. …………………

2. …………………………. ………………….

11
LAPORAN PELAKSANAAN RONDE KEPERAWATAN
DI RUANG AROFAH RSI FATIMAH BANYUWANGI

Hari/Tanggal : …………………………………..
Pukul : …………………………………..
Tempat : …………………………………..
Acara :

A. Acara dihadiri oleh :


1. Pembimbing klinik Ruang Arofah RSI Fatimah Banyuwangi sebanyak 2
orang.
2. Pembimbing akademik sebanyak 1 orang.
3. Mahasiswa SI Keperawatan Kelompok 3 dan 4 sebanyak 10 orang.
4. Dokter
5. Ahli gizi
6.
7.

B. Susunan Acara
1. Persiapan anggota dalam kegiatan ronde keperawatan terutama yang
bertindak sebagai kepala ruangan, perawat primer dan associate.
2. Pelaksanaan role play diawasi oleh supervisor.
3. Diskusi jalannya kegiatan ronde keperawatan bersama supervisor.

C. Hasil Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
Persiapan dilaksanakan 2 hari sebelum acara, dimulai dari penentuan
pasien, pembuatan proposal, undangan, dan berlatih role play ronde
keperawatan. Pasien yang digunakan dengan tanggal MRS ..... November
2018 ( 4 hari )

12
2. Evaluasi Proses
NO WAKTU KEGIATAN
1. 09.00- Melaksanakan ronde keperawatan sesuai dengan peran masing-
10.00 masing (kepala ruangan, Perawat primer 1, Perawat associate 1,
Perawat primer 2, Perawat associate 2 dan konselor.
2. 10.00- Diskusi dengan supervisor:
10.30 Ns. Diana Kusumawati, S.Kep.,M.Kep
Pelaksanaan dari ronde keperawatan sudah sesuai dengan alur.
Karu, PP, dan PA sudah berperan sesuai dengan tugas masing-
masing. Akan tetapi content pengkajian masih kurang, PP 1
kurang menguasai pasien, seharusnya perawat yang melakukan
intervensi 24 jam penuh, serta pasien ronde harus dilakukan
balance cairan, dan etiologi untuk hipertermi perlu diperjelas lagi.
Karu harus memvalidasi PP1 tentang rencana intervensi, konsep
masalah harus lebih diperdalam, diskusi seharusnya lebih banyak
arah serta harus ada perawat konselor dari mahasiswa.
(Menyimpulkan)

3. 10.35 Kegiatan ronde berakhir


`
3. Evaluasi Hasil
a. Kegiatan dihadiri oleh 1 pembimbing akademik dan 2 pembimbing
klinik, merangkap konselor, dokter dan nutrisi.
b. Selama kegiatan, masing-masing mahasiswa bekerja sesuai dengan
peran masing-masing.
c. Acara dimulai dengan waktu yang telah ditentukan
d. Kegiatan berjalan lancar dan tujuan mahasiswa tercapai dengan baik.
a. Hambatan
1. Pasien yang dirawat di ruang Arofah RSI Fatimah rata-rata cepat pulang
sehingga sulit menentukan pasien untuk ronde keperawatan, dan kebetulan

13
pasien yang dipakai ronde 10 hari perawatan akibatnya kesulitan
mengambil masalah keperawatan yang dipakai untuk ronde keperawatan.
2. Tim medis (dokter) tidak dapar hadir
b. Dukungan
1. Pengorganisasian acara ronde keperawatan yang terstruktur
2. Proses bimbingan pelaksanaan ronde keperawatan oleh pembimbing
akademik
3. Hubungan saling percaya yang terjalin antara keluarga klien dengan
pelaksana ronde keperawatan.
4. Tersedianya fasilitas pendukung untuk kelancaran proses ronde
keperawatan di ruang Arofah RSI Fatimah.

14
LAPORAN RONDE KEPERAWATAN
PADA Tn.B DENGAN DM DAN CELULITIS HARI KE 4
DI RUANG AROFAH RSI FATIMAH BANYUWANGI

Oleh :
Kelompok 3 & 4

ACHMAD ACHFAS 2018.04.031


FAISHOL 2018.04.050
MAULANA ZULFIKAR 2018.04.066
HOSIK ANDANI 2018.04.059
VERA MUJI T 2018.04.090
DESI BAYANATUL I 2018.04.043
DWI JAYANTI 2018.04.048
NANDA NOVIA E.P 2018.04.070
HALIMATUS S 2018.04.056
DAYU PUTRI M 2018.04.042

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BANYUWANGI
2018

15
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya kepada kami, sehingga penulis mampu menyelesaikan Ronde
Keperawatan yang dilaksanakan di Ruang Arofah RSI Fatimah Banyuwangi
dengan baik dan lancar. Laporan tersebut dibuat untuk memenuhi kompetensi
demi meraih gelar Profesi Ners.
Dalam proses penyususnan laporan Ronde Keperawatan penulis juga
memperoleh bimbingan, bantuan, dorongan serta pengarahan dari berbagai pihak,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Drs. Soekardjo S.kep.MM, selaku ketua STIKES Banyuwangi
2. dr Widodo Sp.Og selaku, direktur RSI FATIMAH BANYUWANGI yang
telah memberikan izin kepada kami untuk melaksanakan praktek profesi
manajemen keperawatan.
3. Ns. Diana Kusumawati.,S.kep.M.kes. selaku dosen pembimbing Institusi yang
telah memberikan bimbingan dan arahan kepada kami dalam melaksanakan
praktik profesi manajemen keperawatan.
4. Titien Amd.Kep, Vina Fitriani S.Kep NS, dan Agung Wahyudi S.Kep NS.
selaku kepala ruangan dan pembimbing lahan Arofah RSI Fatimah
Banyuwangi yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada kami
dalam melaksanakan praktik profesi manajemen keperawatan.
5. Seluruh perawat Arofah RSI Fatimah Banyuwangi
6. Rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak membantu dan memberikan
dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Sebagai Manusia Mempunyai keterbatasan, kami menyadari adanya
kekurangan dalam penyusunan Laporan Ronde Keperawatan yang di laksanakan
di ruang Arofah RSI Fatimah Banyuwangi. Dengan maksud peningkatan
pengetahuan, kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Banyuwangi, 22 November 2018

16
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )


1.1.1 PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan
fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992;
812).
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan cronic kidney disease
( CKD ),pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal
failure ( CRF ), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam
rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena
dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/merasa masih
dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk
menentukan derajat ( stage ) menggunakan terminology CCT ( clearance
creatinin test ) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF (
cronic renal failure ) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang
dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila
menggunakan istilah CRF.

1.1.2 ETIOLOGI
 Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonephritis.
 Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.

17
 Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif.
 Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal
polikistik,asidosis tubulus ginjal.
 Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amyloidosis.
 Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal .
 Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra.
 Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

1.1.3 PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal
untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang
harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat
diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa.
Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai
kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. (
Barbara C Long, 1996, 368).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan

18
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Klasifikasi Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
1) Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin
serum normal dan penderita asimptomatik.
2) Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah
rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum
meningkat.
3) Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari
tingkat penurunan LFG :
(1) Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria
persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
(2) Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan
LFG antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
(3) Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
mL/menit/1,73m2
(4) Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-
29mL/menit/1,73m2
(5) Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance
Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

19
1.1.4 MANIFESTASI KLINIS
1) Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
(1) Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat
badan berkurang, mudah tersinggung, depresi.
(2) Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas
dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem
yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga
sangat parah.
2) Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi,
(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin
– aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan
berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh
toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot,
kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3) Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
(1) Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan
irama jantung dan edema.
(2) Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara
krekels.
(3) Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan
metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran
gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
(4) Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakan), burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar,

20
terutama ditelapak kaki), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi
otot – otot ekstremitas.
(5) Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan
akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan
rapuh.
(6) Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan
metabolic lemak dan vitamin D.
(7) Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia,
hipokalsemia.
(8) System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi
eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang
berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam
suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis
dan trombositopeni.

21
1.1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka
perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun
kolaborasi antara lain :
1) Pemeriksaan lab.darah
(1) Hematologi : Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
(2) RFT ( renal fungsi test ) : ureum dan kreatinin
(3) LFT (liver fungsi test ) : Elektrolit (Klorida, kalium, kalsium)
(4) koagulasi studi : PTT, PTTK
(5) BGA
2) Urine
(1) urine rutin : urin khusus (benda keton, analisa kristal batu)
3) pemeriksaan kardiovaskuler : ECG, ECO
4) Radidiagnostik : USG abdominal, CT scan abdominal, BNO/IVP, FPA,
Renogram, RPG ( retio pielografi )

1.1.6 PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN


Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
1) Konservatif
(1) Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
(2) Dialysis
- peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.

Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak


bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis )

- Hemodialisis

22
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan :

- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri


- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke
jantung )
(3) Operasi
- Pengambilan batu
- transplantasi ginjal

1.1.7 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), 23iagnose keperawatan


yang muncul pada pasien CKD adalah:
1) Penurunan curah jantung
2) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3) Perubahan nutrisi
4) Perubahan pola nafas
5) Gangguan perfusi jaringan
6) Intoleransi aktivitas
7) kurang pengetahuan tentang tindakan medis
8) resti terjadinya infeksi

23
1.1.8 INTERVENSI
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
Tujuan: Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan
frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama
dengan waktu pengisian kapiler

Intervensi:

(1) Auskultasi bunyi jantung dan paru

R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur


(2) Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-
renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
(3) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-
10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
(4) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na
dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan
output
Intervensi:
1) Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan
masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
Batasi masukan cairan

24
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan
respon terhadap terapi
2) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan
3) Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan
terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria
hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
1) Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
2) Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat
mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
3) Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
4) Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
5) Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai
dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

4) Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder:


kompensasi melalui alkalosis respiratorik

25
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
2) Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
3) Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
4) Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau
hipoksia

5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis


Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
(1) Mempertahankan kulit utuh
(2) Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
1) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan
kadanya kemerahan
2) R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
3) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
4) Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
5) Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk
untuk menurunkan iskemia
6) Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit

26
7) Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
8) Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk
memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
9) Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi
lembab pada kulit

6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang


tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
(1) Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
(2) Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
(3) Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
(4) Pertahankan status nutrisi yang adekuat

7) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan medis


(hemodialisa) b.d salah interpretasi informasi.
1) Kaji ulang penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan
dialami.
2) Beri pendidikan kesehatan mengenai pengertian, penyebab, tanda
dan gejala CKD serta penatalaksanaannya (tindakan
hemodialisa).
3) Libatkan keluarga dalam memberikan tindakan.
4) Anjurkan keluarga untuk memberikan support system.
5) Evaluasi pasien dan keluarga setelah diberikan penkes.

27
PATHWAYS

28
1.2 Celulitis
1.2.1 Pengertian
Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan
jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang
robek pada kulit, meskipun demikian hal ini dapat terjadi tanpa bukti sisi entri dan
ini biasanya terjadi pada ekstremitas bawah (Tucker, 2008 : 633).
Selulitis adalah inflamasi supuratif yang juga melibatkan sebagian
jaringan subkutan (Mansjoer, 2000 : 82). Selulitis adalah infeksi bakteri yang
menyebar kedalam bidang jaringan (Brunner & Suddarth, 2000 : 496). Selulitis
adalah penyebaran infeksi pada kulit yang meluas hingga jaringan subkutan (Arif,
2000).
Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan subkutis,
biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering Streptokokus
betahemolitikus dan Stafilokokus aureus. Sellulitis adalah peradangan pada
jaringan kulit yang mana cenderung meluas kearah samping dan ke dalam (Herry,
1996).
Jadi selulitis adalah infeksi pada lapisan kulit yang lebih dalam yang
disebabkan oleh bakteri Stapilokokus aureus,Strepkokus grup A dan Streptokokus
piogenes. Dengan karakteristik sebagai berikut :
1) Peradangan supuratif sampai di jaringan subkutis
2) Mengenai pembuluh limfe permukaan
3) Plak eritematus, batas tidak jelas dan cepat meluas
1.2.2 Klasifikasi
Selulitis dapat digolongkan menjadi:
1) Selulitis Sirkumskripta Serous Akut
Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia
fasial, yang tidak jelas batasnya.Infeksi bakteri mengandung serous,
konsistensinya sangat lunak dan spongius.Penamaannya berdasarkan ruang
anatomi atau spasia yang terlibat.
2) Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut
Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut, hanya
infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen. Penamaan
berdasarkan spasia yang dikenainya.Jika terbentuk eksudat yang purulen,

29
mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi penyebaran infeksi dan
mekanisme resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi.
3) Selulitis Difus Akut
Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
(1) Ludwig’s Angina.
(2) Selulitis yang berasal dari inframylohyoid.
(3) Selulitis Senator’s Difus Peripharingeal.
(4) Selulitis Fasialis Difus.
(5) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya
4) Selulitis Kronis.
Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat karena
terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya terjadi
pada pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak mendapatkan perawatan
yang adekuat atau tanpa drainase.
5) Selulitis Difus yang Sering Dijumpai.
Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone / Angina
Ludwig’s. Angina Ludwig’s merupakan suatu selulitis difus yang mengenai
spasia sublingual, submental dan submandibular bilateral, kadang-kadang
sampai mengenai spasia pharingeal. Selulitis dimulai dari dasar mulut.
Seringkali bilateral, tetapi bila hanya mengenai satu sisi/ unilateral disebut
Pseudophlegmon.
1.2.3 Etiologi.
Penyebab dari selulitis menururt Isselbacher (2009 ; 634) adalah bakteri
streptokokus grup A, streptokokus piogenes dan stapilokokus aureus.
Penyakit selulitis dapat disebabakan oleh :
1) Infeksi bakteri dan jamur :
(1) Disebabkan oleh Streptococcus grup A dan Staphylococcus aureus
(2) Pada bayi yang terkena penyakit ini dibabkan oleh Streptococcus grup B
2) Infeksi dari jamur, Tapi Infeksi yang diakibatkanØ jamur termasuk jarang
Aeromonas Hydrophila.
3) S. Pneumoniae (Pneumococcus)
(1) Penyebab lain :
1) Gigitan binatang, serangga, atau bahkan gigitan manusia.
2) Kulit kering.

30
3) Eksim.
4) Kulit yang terbakar atau melepuh.
5) Diabetes.
6) Obesitas atau kegemukan.
7) Pembekakan yang kronis pada kaki.
8) Penyalahgunaan obat-obat terlarang.
9) Menurunnyaa daya tahan tubuh.
10) Cacar air
11) Malnutrisi.
12) Gagal ginjal
1.2.4 Faktor Resiko
1) Usia
Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah
berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi
mengalami infeksi seperti selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya
memprihatinkan.
2) Melemahnya Sistem Immun (Immunodeficiency)
Dengan sistem immune yang melemah maka semakin mempermudah
terjadinya infeksi. Contoh pada penderita leukemia lymphotik kronis dan
infeksi HIV. Penggunaan obat pelemah immun (bagi orang yang baru
transplantasi organ) juga mempermudah infeksi.
3) Diabetes Mellitus
Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi
sistem immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes mengurangi
sirkulasi darah pada ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada kaki
dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.
4) Cacar dan Ruam Saraf
Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan
masuk bakteri penginfeksi.
5) Pembangkakan Kronis Pada Lengan Dan Tungkai (Lymphedema).
Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk
bagi bakteri penginfeksi.
6) Infeksi Jamur Kronis Pada Telapak atau Jari Kaki

31
Infeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehinggan menambah
resiko bakteri penginfeksi masuk
7) Penggunaan Steroid Kronik
Contohnya penggunaan corticosteroid.
8) Penyalahgunaan Obat dan Alcohol
Mengurangi sistem immun sehingga mempermudah bakteri penginfeksi
berkembang.
9) Malnutrisi
Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran,
mempermudah timbulnya penyakit ini.
1.2.5 Patofisiologi
Bakteri pathogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada
permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit
pada orang gemuk, rendah gizi, orang tua dan pada orang dengan diabetes mellitus
yang pengobatannya tidak adekuat.
Gambaran klinis eritema lokal pada kulit dan sistem vena serta limfatik
pada ke dua ekstremitas atas dan bawah. Pada pemeriksaan ditemukan kemerahan
yang karakteristi hangat, nyeri tekan, demam dan bakterimia.
Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan
oleh Streptokokus grup A, Streptokokus lain atauStaphilokokus aereus, kecuali jika
luka yang terkait berkembang bakterimia, etiologi microbial yang pasti sulit
ditentukan, untuk abses lokalisata yang mempunyai gejala sebagai lesi kultur pus
atau bahan yang diaspirasi diperlukan. Meskipun etiologi abses ini biasanya adalah
stapilokokus, abses ini kadang disebabkan oleh campuran bakteri aerob dan
anaerob yang lebih kompleks. Bau busuk dan pewarnaan gram pus menunjukkan
adanya organisme campuran.
Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi. Lesi ini dangkal dan
berindurasi dan dapat mengalami infeksi. Etiologinya tidak jelas, tetapi mungkin
merupakan hasil perubahan peradangan benda asing, nekrosis dan infeksi derajat
rendah.

32
1.2.6 Pathway

33
1.2.7 Manifestasi Klinis
Selulitis menyebabkan kemerahan atau peradangan yang terlokalisasi.
Kulit tampak merah, bengkak, licin disertai nyeri tekan dan teraba hangat. Ruam
kulit muncul secara tiba-tiba dan memiliki batas yang tegas. Bisa disertai memar
dan lepuhan-lepuhan kecil.
Gejala lainnya adalah:
1) Demam
2) Menggigil.
3) Sakit kepala
4) Nyeri otot
5) Tidak enak badan

Menurut Mansjoer (2000 : 82) manifestasi klinis selulitis adalah


kerusakan kronik pada kulit sistem vena dan limfatik pada kedua ekstremitas,
kelainan kulit berupa infiltrat difus subkutan, eritema lokal, nyeri yang cepat
menyebar dan infitrasi ke jaringan dibawahnya, bengkak, merah dan hangat, nyeri
tekan, supurasi dan lekositosis.

1.2.8 Pemeriksaan Penunjang


Tidak membutuhkan prosedur lebih lanjut untuk sampai ke tahap
diagnosis yang meliputi anamnesis, uji laboratorium, sinar x dll, dalam kasus
cellulite yang belum mengalami komplikasi yang mana kriterianya seperti :
1) Daerah penyebaran belum luas
2) Daerah yang terinfeksi tidak mengalami rasa nyeri atau sedikit nyeri
3) Tidak ada tanda-tanda systemic seperti : demam, terasa dingin, dehidrasi,
tachypnea, tachycardia,hypotensi.
4) Tidak ada factor resiko yang dapat menyebabkan penyakit bertambah parah
seperti : Umur yang sangat tua, daya tahan tubuh sangat lemah.

Jika sudah mengalami gejala seperti adanya tanda systemic, maka untuk
melakukan diagnosis membutuhkan penegakan diagnosis tersebut dengan
melakukan pemeriksaan lab seperti :

(1) Complete blood count, menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan rata-rata
sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi bakteri.

34
1) BUN level
2) Creatinine level
3) Culture darah
4) Pembuangan luka
(2) Immunofluorescence : Immunofluorescence adalah sebuah teknik yang dimana
dapat membantu menghasilkan diagnosa sera pasti pada kultur cellulites
negative, tapi teknik ini jarang digunakan.
(3) Penggunaan MRI juga dapat membantu dalam mendiagnosa infeksi cellulites
yang parah. Mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing fascitiis, dan infeksi
selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada subkutaneus.
1.2.9 Penatalaksanaan Medis
Rawat inap di rumah sakit, Insisi dan drainase pada keadaan terbentuk
abses. Pemberian antibiotik seperti oksasilin atau nafsilin, obat oral dapat atau tidak
digunakan, infeksi ringan dapat diobati dengan obat oral pada pasien diluar rumah
sakit, analgesik, antipiretik. Posisi dan imobilisasi ekstremitas, bergantian kompres
lembab hangat (Long, 2006 : 670).
Pengobatan yang tepat dapat mencegah penyebaran infeksi ke darah dan
organ lainnya. Diberikan penicillin atau obat sejenis penicillin (misalnya
cloxacillin). Jika infeksinya ringan, diberikan sediaan per-oral (ditelan). Biasanya
sebelum diberikan sediaan per-oral, terlebih dahulu diberikan suntikan antibiotik
jika:
1) penderita berusia lanjut.
2) selulitis menyebar dengan segera ke bagian tubuh lainnya.
3) demam tinggi.
Jika selulitis menyerang tungkai, sebaiknya tungkai dibiarkan dalam
posisi terangkat dan dikompres dingin untuk mengurangi nyeri dan
pembengkakan.
1.2.10 Pencegahan
Jika memiliki luka :
1) Bersihkan luka setiap hari dengan sabun dan air
2) Oleskan antibiotic
3) Tutupi luka dengan perban.
4) Sering-sering mengganti perban tersebut
5) Perhatikan jika ada tanda-tanda infeksi

35
Jika kulit masih normal :
(1) Lembabkan kulit secara teratur
(2) Potong kuku jari tangan dan kaki secara hati-hati
(3) Lindungi tangan dan kaki.
(4) Rawat secara tepat infeksi kulit pada bagian superficial
1.2.11 Komplikasi
1) Bakteremia.
2) Nanah atau local Abscess
3) Superinfeksi oleh bakteri gram negative
4) Lymphangitis
5) Trombophlebitis.
6) Sellulitis pada muka atau Facial cellulites pada anak menyebabkan
meningitis sebesar 8%.
7) Dimana dapat menyebabkan kematian jaringan (Gangren), dan dimana harus
melakukan amputasi yang mana mempunyai resiko kematian hingga 25%.
1.2.12 Diagnosis Keperawatan
1) Nyeri akut b.d. respons inflamasi lokal saraf perifer kulit
2) Hipertermi b.d. respon inflamasi sistemik
3) Resiko tinggi terjadinya infeksi b.d adanya luka pada kulit.
4) Kerusakan integritas kulit b.d adanya lesi kemerahan
1.2.13 Intervensi Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan respon inflamsi saraf perifer kulit
Tujuan : dalam 1 x 24 jam nyeri berkurang atau berdaptasi
Kriteria :
1) skala nyeri stabil 0-3 : Secara subjektif melapor nyeri berkurang atau
dapat diadaptasi
2) Skala nyeri 0-4 : Secara subjektif melapor nyeri berkurang atau dapat
diadaptasi.
3) Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan
nyeri
4) Pasien nampak rileks
Intervensi
(1) Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST

36
R / Menjadi parametar dasar untuk mengetahui sejauh mana
intervensi yang diperlukan dan sebagai evaluasi keberhasilan dari
intervensi manajemen nyeri keperawatan yang telah dilakukan
(2) Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi dan noninvasive
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi
lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri
(3) Atur posisi fisiologis dan imobilisasi ekstremitas yang mengalami
selulitis
R/ Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke jaringan yang
mengalami peradangan subkutan. Pengaturan posisi idealnya adalah
pada arah yang berlawanan dengan letak dari selulitis.
(4) Istirahatkan klien.
R/ Istirahat diperlukan selama fase akut. Kondisi ini akan
meningkatkan suplai darah pada jeringan yang mengalami
peradangan.
(5) Lakukan kompres
R/ Pemberian kompres pada area inflamasi dengan cairan NaCl 0,9%
bertujuan meningkatkan integritas jaringan dan menurunkan respons
nyeri.
(6) Manajemen lingkungan : lingkungan tenang dan batasi pengunjung
R/ Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan
pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi
O2ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang
berada di ruangan.
(7) Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam.
R/ Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri
sekunder dari peradangan
(8) Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.
R/ Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus
internal dengan mekanisme peningkatan produksi endofrin dan
enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan
ke korteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.
(9) Lakukan manajemen sentuhan.

37
R/ Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan berupa
sentuhan dukungan psikologis bertujuan untuk membantu
menurunkan nyeri. Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah
dan dengan otomatis membantu suplai darah dan oksigen ke area
nyeri dan menurunkan sensasi nyeri.
(10) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang
(11) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic
R/ Terapi antibiotik sistemik, yang dipilih berdasarkan pemeriksaan
sensitivitas umumnya diperlukan. Preparat oral penisilin dan
eritromisin juga efektif untuk mengatasi selulitis
2) Hipertermi b.d. respon inflamasi sistemik.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam klien menunujukkan penurunan suhu
tubuh.
Kriteria evaluasi :
(1) TTV dalam batas normal
1) TD :
2) N : 60-100x/menit
3) S : 36.5oC – 37oC
4) RR : 16-24 x/menit
(2) Tidak terjadi demam
(3) Intake–output seimbang

Intervensi

1) Observasi suhu tubuh tekanan darah, frekuensi permapasan dan denyut


nadi.
R/ Menunjukkan status sirkulasi tubuh
2) Monitor intake dan output setiap 8 jam.
R/ Menunjukkan status hidrasi
3) Anjurkan banyak minum bila tidak ada kontraindikasi.
R/ Mengganti cairan tubuh yang hilang akibat dari peningkatan laju
metabolisme tubuh
4) Berikan kompres hangat.

38
R/ Membantu menurunkan suhu tubuh
5) Gunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat.
R/ Memberikan rasa nyaman dan mempercepat proses penurunan suhu
tubuh
6) Anjurkan klien untuk bedrest total.
R/ Aktivitas yang berlebihan dapat meningkatkan metabolisme tubuh
sehingga suhu semakin meningkat.
7) Pertahankan cairan IV sesuai program.
R/ Mendukung dan memperbesar volume sirkulasi, terutama jika
masukan oral tidak adekuat
8) Berikan terapi antipiretik sesuai anjuran dokter
R/ Membantu mengurangi demam dan respon hipermetabolisme,
menurunkan kehilangan cairan takkasat mata
3) Resiko tinggi terjadinya infeksi b.d adanya luka pada kulit.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam klien menunjukkan tidak terjadi infeksi
Kriteria evaluasi :
1) Tidak terdapat tanda – tanda infeksi (kalor, rubor, tumor, dolor)
2) TTV dalam batas normal
(1) TD : mmHg
(2) N : 60-100x/menit
(3) S : 36.5oC – 37,5oC
(4) RR : 16-24 x/menit
3) Leukosit dalam batas normal

Intervensi

1) Observasi adanya tanda – tanda infeksi.


R/ Melihat perkembangan dari terapi yang telah diberikan.
2) Observasi tanda – tanda vital.
R/ Menunjukkan sirkulasi tubuh.
3) Rawat luka klien dengan prinsif aseptik.
R/ Mencegah terpajan pada organisme infeksius.
4) Anjurkan klien untuk selalu menjaga kebersihan diri.
R/ Menurunkan resiko infeksi.

39
5) Awasi/batasi pengunjung, bila perlu.
R/ Mencegah kontaminasi silang dari pengunjung.
6) Ajarkan pasien dan keluarga mengenal tanda dan gejala infeksi.
R/ Untuk mencegah hal – hal yang dapat mengancam infeksi
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat betadine.
R/ Antimikrobial spektrum luas tetapi nyeri pada pemakaiaannya, dapat
menyebabkan asidosis metabolik/ peningkatan absorpsi iodin, dan
merusak jaringan rapuh.
8) Berikan Silver nitrat sesuai anjuran dokter.
R/ Efektif untuk melawan staphylococcus aureus, Escheria coli, dan
Pseudomonas aeroginosa, tetapi mempunyai penetrasi jaringan buruk,
nyeri, dan dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit
9) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antibiotok sistemik.
R/ Antibiotik sistemik diberikan untuk mengontrol patogen yang
teridentifikasi oleh kultur/sensitivitas.
4) Kerusakan integritas kulit b.d adanya lesi kemerahan
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam klien menunjukkan perbaikan integritas
kulit
Kriteria evaluasi :
1) Menunjukkan regenerasi jaringan.
2) Mencapai penyembuhan tepat pada waktunya

Intervensi

1) Observasi ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik


dan kondisi sekitar luka.
R/ Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan
kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada area luka infeksi.
2) Tinggikan area infeksi bila mungkin/tepat.
R/ Menurunkan pembengkakan.
3) Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area bila
diindikasikan
R/ Gerakan jaringan area infeksi dapat mengubah posisi yang
mempengaruhi penyembuhan optimal.

40
4) Jaga kulit agar tetap bersih dan kering.
R/ Membantu proses penyembuhan

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta :


EGC ; 2001
2. Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process
approach. Volume 3. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK
Padjajaran; 1996
3. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical –
surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000
(Buku asli diterbitkan tahun 1996)
4. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta:
EGC; 2001
5. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease
processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 2000
6. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans:
Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,
I.M. Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan tahun 1993)
7. Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2001
8. Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius
; 2000
9. Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
Jakarta : EGC
10. Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.
Jakarta : EGC
11. Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan
12. Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
13. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

42
14. Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
15. Arif, Mansjoer, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta:
Medica Aesculpalus FKUI
16. Brunner & Suddarth. (2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah.
Terjemahan Suzanne C. Smeltzer. Edisi 8. Jakarta: EGC
17. Doenges (2000). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC
18. Kurt J, Isselbacher, dkk. (2009). Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: EGC.
19. Long, Barbara C. (2006). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan
Proses Keperawatan). Bandung: Yayasan IAPK Pajajaran Bandung
20. Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan
Sistem Integumen. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.
21. Novriani, Erni. 2008. Laporan Pendahuluan Selulitis. 1 Juni 2012, 11.30.

43
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn. B DENGAN DM DAN CELULITIS Hari ke 4
DI RUANG AROFAH RSI FATIMAH BANYUWANGI
PRAKTIK PROFESI STIKES BANYUWANGI

A. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Nama : Tn B
b. Umur :
c. Jenis kelamin : Laki - laki
d. Agama : Islam
e. Suku/bangsa : Indonesia
f. Alamat :
g. Pekerjaan :
h. Nomor register :
i. Tanggal MRS : Jam
j. Tanggal pengkajian : Jam
k. Diagnosa Medis :

Biodata Penanggung Jawab


a. Nama :
b. Umur :
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Alamat :
f. Suku bangsa : Indonesia

2. Keluhan Utama/Alasan Masuk Rumah Sakit


a. Keluhan MRS

b. Keluhan saat pengkajian

3. Riwayat Penyakit Sekarang

44
-
4. Riwayat Penyakit Masa Lalu

5. Riwayat Kesehatan keluarga

2. Riwayat psikososial dan status spiritual


a. Riwayat psikologis

b. Aspek social
1) Sebelum sakit:

2) Saat sakit:

c. Aspek spiritual / system nilai kepercayaan


1) Sebelum sakit:

2) Saat sakit: klien tidak dapat menjalankan ibadah seperti biasanya

7. Pola kebiasaan sehari-hari


a. Pola nutrisi
Sebelum sakit:

b. Pola eliminasi
1. buang air besar
1) Sebelum sakit

2) Saat sakit

45
2. Buang air kecil
1) sebelum sakit

2) saat sakit

c. Pola kebersihan diri


1) Sebelum sakit

2) Saat sakit

d. Pola aktivitas
1) Sebelum sakit

2) Saat sakit

e. Pola istirahat dan tidur


1) Sebelum sakit

2) Saat sakit

8. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum :

2) Tanda-tanda vital
TD :
N:
S:

46
RR :
3) System pernafasan (B1 : Breath)
Inspeksi:

Palpasi:

Perkusi:

Auskultasi:

4) Sistem kardiovaskuler (B2 : Blood)


Inspeksi:

Palpasi:

Perkusi:

Auskultasi:

5) System persyarafan (B3 : Brain)


GCS :
6) System pencernaan (B4 : Bowel)
Inspeksi:

Auskultasi:

Palpasi:

Perkusi:

7) System perkemihan (B5 : Bledder)


Inspeksi:

Palpasi:

47
8) System musculoskeletal dan integumen (B6 : Bone)
inspeksi:
palpasi:

9. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal
Hematologi :
1. HB :
2. Leuko :
3. Eos Baso Staft
4. Hematokit :
5. Trombosit :
6. Goldar :

GUla Darah
G.T.T./KgA :
Faal Hati
SGOT :
SGPT :
Faal Ginjal
BUN :
Kreatinin :

Pada tanggal
Elektrolit
Kalium :
Natrium :
Clorida :
10. Penatalaksanaan

11. Harapan Klien

48
49
ANALISA DATA
NAMA:
NO. Register:

No Kelompok data Masalah Etiologi

50
Diagnose keperawatan
1.
2.
3.
4.

51
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NAMA:
NO. REGISTER:

Tanggal No. Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional TT


DX

52
53
54
CATATAN KEPERAWATAN

NAMA PASIEN:
NO.REGISTER:

Tanggal Jam No. Dx Tindakan Keperawatan TT

55
56
57
EVALUASI

Nama :
No. Register:

No. Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal


DX

58
59
60

Anda mungkin juga menyukai