Anda di halaman 1dari 18

TUGAS

MANAJEMEN OPERASIONAL

PEMILIHAN LOKASI, PENGENDALIAN PERSEDIAN, TEORI ANTRIAN

MANJEMEN OPERASIONAL DAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT

DISUSUN OLEH:

NURFATIH

AK.17.02.018

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI YAPIS DOMPU

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

2018
A. Pemilihan Lokasi

1. Definisi Lokasi

Definisi dari lokasi adalah letak, tempat atau penempatan suatu benda, keadaan
pada permukaanbumi. Lokasi adalah tempat dimana orang-orang biasa berkunjung.
Lokasi dalamhubungannya dengan pemasaran adalah tempat yang khusus dan unik
dimanalahan tersebut dapat digunakan untuk berbelanja. Maka dapat disimpulkan
bahwalokasi yang dimaksud adalah suatu letak atau tempat yang tetap dimana orang
bisa berkunjung untuk berbelanja, tempat itu berupa daerah pertokoan atau suatu
stand atau counter bark di dalam maupun di luar gedung. Lokasi yang strategis
mampengaruhi seseorang dalam menimbulkan keinginan untuk melakukan pembelian
karena lokasinya yang strategis, terletak di arus bisnis, dan sebagainya. Keputusan
tentang lokasi, baik untuk perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa bisa
menentukan keberhasilan perusahaan Kesalahan yang dibuat pada saat ini dapat
menghambat efisiensi. Seleksi lokasi untuk perusahaan barang atau manufaktur perlu
lebih dekat ke bahan baku atau tenaga kerja, sedangkan untuk perusahaan jasa perlu
lebih dekat dengan pelanggan.
Lokasi usaha adalah hal utama yang perlu dipertimbangkan. Lokasi strategis
menjadi salah satu faktor penting dan sangat menentukan keberhasilan suatu usaha.
Dalam memilih lokasi usahanya, pemilik lokasi usaha harus mempertimbangkan
faktor-faktor pemilihan lokasi, karena lokasi usaha akan berdampak pada kesuksesan
usaha itu sendiri. Kesuksesan usaha adalah suatu keadaan dimana usaha mengalami
peningkatan dari hasil yang sebelumnya. Keberhasilan usaha merupakan tujuan utama
dari sebuah perusahaan, dimana segala aktifitas yang ada didalamnya ditujukan untuk
mencapai suatu keberhasilan.

2. Langkah-langkah dalam Pemilihan Lokasi


Menurut Teguh Astriyanto cara pemilihan lokasi yang lebih pragmatis
menggunakan tiga langka sebagai berikut: Pertama, memilih wilayah (daerah) secara
umum. Untuk ini ada lima faktor sebagai dasar yaitu:
a. dekat dengan pasar
b. dekat dengan bahan baku
c. tersedianya fasilitas pengangkutan
d. terjaminnya pelayanan umum seperti penerangan listrik,air,bahan bakar dan
e. kondisi iklim dan lingkungan yang menyenangkan.
Kedua, memilih masyarakat tertentu diwilayah yang dipilih pada pemilihan
tingkat pertama. Pilihan didasarkan atas enam faktor:
a. tersedianya tenaga kerja secara cukup dalam jumlah dan tipe skill yang diperlukan
b. tingkat upah yang lebih murah
c. adanya perusahaan yang bersifat suplementer atau komplementer dalam hal bahan
baku , hasil produksi, buruh dan tenaga terampil yang dibutuhkan
d. adanya kerjasama yang baik antar sesame perusahaan yang ada,
e. peraturan daerah yang menunjang, dan
f. kondisi kehidupan masyarakat yang menyenangkan. Ketiga, memilih lokasi
tertentu. Pertimbangan utama pada langkah ini adalah soal tanah. Adakah tanah
yang cukup longgar untuk bangunan, halaman, tempat parker dan tidak boleh
dilupakan adanya kemungkinan untuk perluasan.

3. Faktor-Faktor Pemilihan Lokasi Usaha

Pemilihan lokasi usaha dapat dianggap sebagai suatu keputusan investasi yang
memiliki tujuan strategis, misalnya untuk mempermudah akses kepada
pelanggan.Menentukan lokasi tempat untuk setiap bisnis merupakan suatu tugas
penting bagi pemilik usaha, karena keputusan yang salah dapat mengakibatkan
kegagalan sebelum bisnis dimulai
Menurut Fandy Tjiptono pemilihan tempat/lokasi fisik memerlukan pertimbangan
cermat terhadap faktor-faktor berikut:
a. Akses, misalnya lokasi yang dilalui atau mudah di jangkau sarana transfortasi
umum.
b. Visibilitas, yaitu lokasi atau tempat yang dapat dilihat dengan jelas dari jarak
pandang normal.
c. Lalu lintas (traffic), menyangkut dua pertimbangan utama:
1) Banyaknya orang yang lalu-lalang bisa memberikan peluang besar terhadap
terjadinya buying, yaitu keputusan pembelian yang sering terjadi spontan,
tanpa perencanaan, dan atau tanpa melalui usaha-usaha khusus.
2) Kepadatan dan kemacetan lalu lintas bisa juga jadi hambatan. Tempat parkir
yang luas, nyaman, dan aman, baik untuk kendaraan roda dua maupun roda
empat.
d. Ekspansi, yaitu tersedianya tempat yang cukup luas apabila ada perluasan di
kemudian hari.
e. Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung produk yang ditawarkan.
Sebagai contoh, restoran/rumah makan berdekatan dengan daerah pondokan,
asrama, mahasiswa kampus, sekolah, perkantoran, dan sebagainya.
B. Pengendalian Persediaan

1. Pengertian Pengendalian Persediaan

Pengendalian persediaan merupakan pencatatan persediaan harus diverifikasi


melalui sebuah audit yang berkelanjutan. Audit seperti ini dikenal dengan
perhitungan berkala (Cycle Counting). Dengan perhitungan berkala barang dihitung,
catatan diverifikasi dan ketidakakuratan yang ditemukan didokumentasikan secara
periodic. Penyebab ketidakakuratan dicari dan tindakan perbaikan diambil untuk
memastikan integritas persediaan, (Render, 2005).

2. Pengertian Persediaan

Persediaan (Inventory) adalah suatu istilah umum yang menunjukan segala


sesuatu atau sumber daya-sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya
terhadap pemenuhan permintaan, (Handoko, 1994).

3. Pengertian Bahan Baku

Menurut Hanggana (2006) Bahan baku adalah sesuatu yang digunakan untuk
membuat barang jadi, bahan pasti menempel menjadi satu dengan barang jadi. Dalam
sebuah perusahaan bahan baku dan bahan penolong memiliki arti yang sangat
penting, karena modal terjadinya proses produksi sampai hasil produksi.
Pengelompokan bahan baku dan bahan penolong bertujuan untuk pengendalian bahan
dan pembebanan biaya ke harga pokok produksi. Pengendalian bahan diprioritaskan
pada bahan yang nilainya relatif tinggi yaitu bahan baku.

4. Fungsi–Fungsi Persediaan

Menurut Handoko (1994) fungsi persediaan yaitu:


a. Fungsi Decoupling
Fungsi penting persediaan adalah memungkinkan operasi-operasi
perusahaan internal dan eksternal mempunyai kebebasan (independence).
Persediaan decouples ini memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan
langganan tanpa tergantung pada supplier.
b. Fungsi Economic Lot Sizing
Melalui penyimpanan persediaan, perusahaan dapat memproduksi dan
membeli sumber dayasumber daya dalam kuantitas yang dapat mengurangi biaya-
biaya per unit. Persediaan lot size ini perlu mempertimbangkan penghematan-
penghematan (potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit lebih murah dan
sebagainya) karena perusahaan melakukan pembelian pembelian dalam kuantitas
yang lebih besar, dibandingkan dengan biaya-biaya yang timbul karena besarnya
persediaan (biaya sewa gudang, investasi, risiko dan sebagainya)
c. Fungsi Antisipasi
Sering perusahaan mengalami fluktuasi permintaan yang dapat
diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data-data masa lalu, yaitu
permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan persediaan
musiman (seasonal inventories).

5. Tujuan Persediaan

Menurut Ishak (2010) untuk devisi yang berbeda dalam industri manufaktur akan
memiliki tujuan pengendalian persediaan yang berbeda yaitu:
a. Pemasaran ingin melayani konsumen secepat mungkin sehinga menginginkan
persediaan dalam jumlah yang banyak.
b. Produksi beroperasi secara efisien. Hal ini mengimplikasikan order produksi yang
tinggi akan menghasilkan persediaan yang besar (untuk mengurangi set up
mesin). Disamping itu juga produk menginginkan persediaan bahan baku,
setengah jadi atau komponen yang cukup sehingga proses produksi tidak
terganggu karena kekurangan bahan.
c. Pembelian (Purchasing) dalam rangka efisiensi, menginginkan persamaan
produksi yang besar dalam jumlah sedikit dari pada pesanan yang kecil dalam
jumlah yang banyak. Pembeliaan ini juga ingin ada persediaan sebagai pembatas
kenaikan harga dan kekurangan produk.
d. Keuangan (Finance) menginginkan minimasi semua bentuk investasi persediaan
karena biaya investasi dan efek negatif yang terjadi pada perhitungan
pengembalian aset (return of asset) perusahaan.
e. Personalia (Personel and industrial relationship) menginginkan adanya persediaan
untuk mengantisipasi fluktuasi kebutuhan tenaga kerja dan PHK tidak dilakukan.
f. Rekayasa (Enginerring) menginginkan persediaan minimal untuk mengantisipasi
jika terjadi perubahan rekayasa enginerring.

6. Jenis–Jenis Biaya Persediaan

Menurut Ishak (2010), model–model persediaan menjadikan biaya sebagai


parameter dalam mengambil keputusan, biaya–biaya dalam sistem persediaan secara
umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Biaya pembelian (Purchasing cost = c)
Biaya pembelian (Purchasing cost) dari suatu item adalah harga pembelian
setiap unit item jika item tersebut berasal dari sumber eksternal atau biaya
produksi per unit bila item tersebut berasal dari internal perusahaan. Biaya
pembelian ini bisa bervariasi untuk berbagai ukuran pemesanan bila pemasok
menawarkan potongan harga untuk ukuran pemesanan yang lebih besar.
b. Biaya Pengadaan (Procurement cost)
Biaya pengadaan dibedakan atas dua jenis sesuai asal–usul barang yaitu :
1) Biaya Pemesanan (Ordering Cost = k) Biaya pemesanan adalah semua
pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari luar. Biaya ini pada
umumnya meliputi, antara lain Pemrosesan pesanan, Biaya ekspedisi, Biaya
telepon dan keperluan komunikasi lainnya, Pengeluaran surat menyurat, foto
kopi dan perlengkapan administrasi lainnya, Biaya pengepakan dan
penimbangan, Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan, dan Biaya
pengiriman ke gudang
2) Biaya Pembuatan (Set Up Cost = k) Biaya pembuatan adalah semua
pengeluaran yang ditimbulkan untuk persiapan memproduksi barang. Biaya
ini biasanya timbul di dalam pabrik, yang meliputi biaya menyetel mesin dan
biaya mempersiapkan gambar benda kerja.
c. Biaya Penyimpanan (Holding Cost = h)
Biaya penyimpanan (Holding Cost) merupakan biaya yang timbul akibat
disimpannya suatu item, biaya ini meliputi :
1) Biaya Memiliki Persediaan (Biaya Modal)
2) Biaya Gudang
3) Biaya Kerusakan dan Penyusutan
4) Biaya Kadaluarsa
5) Biaya Asuransi
6) Biaya Administrasi dan Pemindahan
d. Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Cost =p)
Biaya ini timbul bilamana persediaan tidak mencukupi permintaan produk
atau kebutuhan bahan.
e. Biaya Sistemik
Biaya ini meliputi biaya perancangan dan perencanaan sistem persediaan
serta biaya–biaya untuk mengadakan peralatan serta melatih tenaga yang
digunakan untuk mengoperasikan sistem. Biaya sistemik ini dapat dianggap
sebagai biaya investasi bagi pengadaan suatu sistem pengadaan.
C. TEORI ANTRIAN

Analisis antrian pertama kali diperkenalkan oleh A.K. Erlang (1913) yang
mempelajari fluktuasi permintaan fasilitas telepon dan keterlambatan pelayanannya. Saat
ini analisis antrian banyak diterapkan di bidnag bisnis (bank, supermarket), industri
(palayanan mesin otomatis), tansportasi (pelabuhan udara, pelabuhan laut, jasa-jasa pos)
dan lain-lain. Analisis antrian memberikan informasi probabilitas yang dinamakan
operation characteristics, yang dapat membantu pengambil keputusan dalam merancang
fasilitas pelayanan antrian untuk mengatasi permintaan pelayanan yang fluktuatif secara
random dan menjaga keseimbangan antara biaya pelayanan dan biaya menunggu.

1. Komponen Proses Antrian


a. Kedatangan
Setiap masalah antrian melibatkan kedatangan, misalnya orang, mobil, atau
panggilan telepon untuk dilayani. Unsur ini sering disebut proses input. Proses
input meliputi sumber kedatangan atau biasa dinamakan calling population, dan
cara terjadinya kedatangan yang umumnya merupakan proses random.
b. Pelayan
Pelayan atau mekanisme pelayanan dapat terdiri dari satu atau lebih pelayan,
atau satu atau lebih fasilitas pelayanan. Contohnya pada sebuah check out counter
dari suatu supermarket terkadang hanya ada seorang pelayan, tetapi bisa juga diisi
seorang kasir dengan pembantunya untuk memasukkan barang-barang ke kantong
plastik. Sebuah bank dapat mempekerjakan seorang atau banyak teller. Di
samping itu, perlu diketahui cara pelayanan dirampungkan, yang kadang-kadang
merupakan proses random.
c. Antri
Inti dari analisis antrian adalah antri itu sendiri. Timbulnya antrian terutama
tergantung dari sifat kedatangan dan proses pelayanan. Penentu antrian lain yang
penting adalah disiplin antri. Disiplin antri adalah aturan keputusan yang
menjelaskan cara melayani pengantri, misalnya datang awal dilayani dulu yang
lebih dikenal dengan singkatan FCFS, datang terakhir dilayani dulu LCFS,
berdasar prioritas, berdasar abjad, berdasar janji, dan lain-lain. Jika tak ada antrian
berarti terdapat pelayan yang nganggur atau kelebihan fasilitas pelayanan.

2. Struktur Dasar Proses Antrian


Proses antrian pada umumnya dikelompokkan ke dalam empat struktur dasar
menurut sifat-sifat fasilitas pelayanan, yaitu:
a. Satu saluran satu tahap
b. Banyak saluran satu tahap
c. Satu saluran banyak tahap
d. Banyak saluran banyak tahap

Banyaknya saluran dalam proses antrian adalah jumlah pelayanan paralel yang
tersedia. Banyaknya tahap menunjukkan jumlah pelayanan berurutan yang harus
dilalui oleh setiap kedatangan. Ini berarti gambar di atas menunjukkan struktur
antrian dengan tiga saluran satu tahap. Empat kaegori yang disajikan di atas
merupakan kategori dasar. Masih terdapat banyak variasi struktur antrian yang lain.

3. Kerangka Keputusan Masalah Antrian


Berbeda dengan mathematical programming, tak ada pengetahuan terpadu yang
berhubungan dengan optimisasi masalah antrian. Sehingga kebanyakan literatur teori
antrian menekankan penemuan operating characteristics atau ciri-ciri operasi sistem
antrian. Ciri-ciri operasi menjelaskan bekerjanya sistem dalam bentuk ukuran-ukuran,
misalnya rata-rata waktu menunggu, waktu nganggur pelayanan dan lain-lain. Namun
ukuran prestasi sistem sesungguhnya hanya input dalam suatu kerangka konsep yang
lebih luas.
Ciri-ciri operasi yang akan dipelajari adalah:
Pn = probabilita n pengantri dalam system
L = rata-rata banyaknya pengantri dalam system
Lq = rata-rata banyaknya pengantri dalam antrian
W = rata-rata waktu menunggu dalam sistem (antri + pelayanan)
Po atau I = proporsi waktu nganggur pelayan (tidak ada pengantri)
Kebanyakan analisis masalah antrian akhirnya sampai pada pertanyaan bagaimana
merancang fasilitas pelayanan atau berapa tingkat pelayanan yang seharusnya
disediakan. Jika variabel keputusannya adalah tingkat pelayanan, maka model harus
mengidentifikasi hubungan antara tingkat pelayanan dengan parameter dan variabel-
variabel yang relevan. Kriteria evaluasi keputusan dari model ini adalah total
expected cost. Hubungan variable keputusan (tingkat pelayanan) dengan kriteria
evaluasi ( total expected cost ) ditunjukkan pada gambar. Terlihat bahwa total
expected cost merupakan jumlah dari dua biaya yang berlainan yaitu (1) biaya
pelayanana dan (2) biaya menunggu. Jadi jelas bahwa tingkat pelayanan yang
disarankan adalah yang menyebabkan total expected cost terendah. Namun, ini tidak
berarti analisis ini dapat menentukan biaya total terendah secara tepat sebab operating
characteristic yang diperoleh hanya merupakan angka rata-rata dan sehingga tidak
pasti. Dengan demikian analisis antrian bukanlah suatu teknik optimisasi melainkan
hanya penyedia informasi.
a. Biaya Pelayanan
Suatu supermarket yang ingin menambah checkout counter perlu
membiayai seluruh perlengkapan counter tambahan dan menggaji pelayan baru.
Ini berarti jika tingkat pelayanan diperbaiki, biaya pelayanan akan bertambah.
Biaya pelayanan dapat juga dilihat dari sisi pandang yang lain. Jika tingkat
pelayanan bertambah, waktu nganggur pelayan diperkirakan juga bertambah,
yang berarti suatu kenaikan dalam opportunity cost karena tidak mengalokasikan
pelayan ke kegiatan produktif yang lain. Cara yang digunakan untuk menghitung
biaya pelayanan dapat berbeda untuk kasus yang berbeda. Cara apapun yang
dipakai seharusnya memberikan jumlah yang sama.
b. Biaya menunggu
Umumnya terdapat hubungan terbalil antara tingkat pelayanan dan waktu
menunggu. Namun terkadang sulit menyatakan secara ekspilit biaya menunggu
per unit waktu. Biaya menunggu dapat diduga secara sederhana sebagai biaya
kehilangan keuntungan bagi pengusaha, atau biaya turunnya produktivitas bagi
pekerja. Ini berarti serupa dengan biaya pelayanan, dimana penentuannya dapat
berbeda dari satu kasus ke kasus lain.
Sehingga, masalah keputusannya merupakan konflik antara biaya
menunggu bagi pengantri melawan biaya pelayanan. Dan model keputusan
masalah antrian dirumuskan sebagai:
Minimumkan ∈ ( C ) = I Ci + W Cw
Keterangan:
∈ ( C ) = total expected cost untuk tingkat pelayanan tertentu
I = waktu nganggur pelayan yang diharapkan
Ci = biaya nganggur pelayan per unit waktu
W = waktu menunggu yang diharapkan untuk semua kedatangan
Cw = biaya menunggu pengantri per unit waktu.
4. Asumsi-Asumsi Teori Antrian
a. Distribusi kedatangan
Model antrian adalah model probabilistik (stochastic) karena unsur-unsur
tertentu proses antrian yang dimasukkan dalam model adalah variabel random.
Variabel random ini sering digambarkan dengan distribusi probabilitas.
Baik kedatangan maupun waktu pelayanan dalam suatu proses antrian
pada umumnya dinyatakan sebagai variabel random. Asumsi yang biasa
digunakan dalam kaitannya dengan distribusi kedatangan (banyaknya kedatangan
per unit waktu) adalah distribusi Poisson. Rumus umum distribusi probabilitas
Poisson adalah:

Distribusi Poisson adalah distribusi diskrit dengan rata-rata sama dengan


varians. Ciri menarik dari proses Poisson adalah bahwa jika banyaknya
kedatangan per satuan waktu mengikuti distribusi Poisson dengan rata-rata tingkat
kedatangan λ , maka waktu antar kedatangan (inter arrival time) akan mengikuti
distribusi eksponensial negatif dengan rata-rata 1/ λ .

b. Distribusi waktu pelayanan


Waktu pelayanan dalam proses antrian dapat juaga sesuai atau pas dengan
salah satu bentuk distribusi probabilitas. Asumsi yang biasa digunakan bagi
distribusi waktu pelayanan adalah distribusi eksponensial negatif. Sehingga jika
waktu pelayanan mengikuti distribusi eksponensial negatif, maka tingkat
pelayanan mengikuti distribusi Poisson. Rumus umum density function
probabilitas eksponensial negatif adalah:
Penelitian empiris menunjukkan bahwa asumsi distribusi eksponensial
negatif maupun Poisson sering kali tidak absah. Karena itu, asaumsi ini harus
diperiksa sebelum mencoba menggunakan suatu model. Pemeriksaan dilakukan
melalui test goodness of fit dengan menggunakan distribusi Chi square.

c. Disiplin antri
Suatu tingkah laku pengantri yang dapat mempengaruhi aturan pelayanan
adalah pengantri yang tak sabar dan memutuskan untuk meninggalkan system
sebelum dilayani, yang dikenal dengan nama reneging.
d. Sistem antri steady state dan transient Steady state diasumsikan bahwa ciri-ciri
operasi seperti panjang antrian dan ratarata waktu menunggu akan memiliki nilai
konstan setelah sistem berjalan selama suatu periode waktu. Sistem antrian yang
tidak dapat diharapkan berjalan cukup lama dalam keadaan steady state.
dinamakan keadaan transient. Sistem antrian transient solusinya tergantung pada
waktu yang telah dilewati sejak sistem mulai beroperasi.
D. Total Quality Management (TQM)

1. Pengertian Total Quality Management (TQM)

Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan


usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan
terus-menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses, dan lingkungannya (Nasution,
2010:22). Penerapan TQM membutuhkan komitmen yang kuat dalam melakukan
perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, tenaga kerja , proses dan lingkungannya.
TQM juga dapat diartikan sebagai perpaduan semua fungsi manajemen, semua bagian
dari suatu perusahaan dan semua orang ke dalam falsafah holistik yang dibangun
berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan kepuasan konsumen
(Ishikawa dalam Nasution, 2010:22).
Berdasarkan uraian diatas, secara umum terlihat TQM merupakan sistem
manajemen terintegrasi yang berfokus pada peningkatan kualitas sebagai strategi
perusahaan, dan bertujuan pada kepuasan konsumen dengan melibatkan seluruh
bagian organisasi. TQM merupakan suatu konsep yang berupaya melaksanakan
sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu, diperlukan perubahan besar dalam
budaya dan sistem nilai suatu organisasi (Nasution, 2010:30).

2. Prinsip Total Quality Management

a. Kepuasan Konsumen
Dalam TQM, konsep mengenai kualitas dan konsumen diperluas. Kualitas
tidak hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi
kualitas tersebut ditentukan oleh konsumen. Konsumen itu sendiri meliputi
konsumen internal dan konsumen eksternal. Kebutuhan konsumen diusahakan
untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk di dalamnya harga, keamanan, dan
ketepatan waktu. Oleh karena itu, segala aktivitas perusahaan harus
dikoordinasikan untuk memuaskan para konsumen. Kualitas yang dihasilkan
suatu perusahaan sama dengan nilai yang diberikan dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup para konsumen. Semakin tinggi nilai yang diberikan, maka
semakin besar pula kepuasan konsumen.
b. Respek terhadap Setiap Orang
Dalam perusahaan yang kualitasnya tergolong kelas dunia, setiap
karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas yang
khas. Dengan demikian, karyawan merupakan sumber daya organisasi yang
paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlakukan
dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim
pengambil keputusan.
c. Manajemen Berdasarkan Fakta
Perusahaan kelas dunia berorientasi pada fakta. Maksudnya, bahwa setiap
keputusan selallu didasarkan pada data, bukan sekedara pada perasaan (feeling).
Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini, pertama yaitu prioritas
(prioritization) yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada
semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat keterbatasan sumber daya
yang ada. Oleh karena itu, dengan menggunakan data, maka manajemen dan tim
dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital.
Kedua yaitu variasi atau variabilitas kinerja manusia. Data statistik dapat
memberikan gambaran mengenai variabilitas yang merupakan bagian yang wajar
dari setiap sistem organisasi. Dengan demikian, manajemen dapat
memprediksikan hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan
d. Perbaikan Berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis
dalam melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan. Konsep yang berlaku
disini adalah siklus PDCAA (plan-do-check-act-analyze), yang terdiri dari
langkahlangkah perencanaaan, dan melakukan tindakan korektif terhadap hasil
yang diperoleh

3. Komponen Total Quality Management

a. Fokus Pada Konsumen


Dalam TQM, baik konsumen internal maupun eksternal merupakan driver.
Konsumen eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan
kepada mereka, sedangkan konsumen internal berperan besar dalam menentukan
kualitas manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau
jasa.
b. Obsesi terhadap Kualitas
Dalam organisasi yang menerapkan TQM, konsumen internal dan
eksternal menentukan kualitas. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut,
organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan
tersebut. Hal ini berarti bahwa semua karyawan pada setiap level berusaha
melaksanakan setiap aspek pekerjaannya berdasarkan perspektif “Bagaimana kita
dapat melakukannya dengan lebih baik?” bila suatu organisasi terobsesi dengan
kualitas, maka berlaku prinsip ‘good enough is never good enough’.
c. Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM terutamaa
untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut.
Dengan demikian, data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga
(benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.
d. Komitmen Jangka Panjang
TQM merupakan suatu paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk
itu, dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu, komitmen
jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar
penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.

4. Manfaat Total Quality Management

Manfaat yang didapatkan perusahaan karena menyediakan barang atau jasa


berkualitas baik berasal dari pendapatan penjualan yang lebih tinggi dan biaya yang
lebih rendah, gabungan keduannya menghasilkan profitabilitas dan pertumbuhan
perusahaan.
Manfaat TQM menurut Rad (2006 dalam Arumugam & Mojtahedzadeh 2011)
adalah meningkatkan profit, kepuasan pelangan, mengembangkan market share dan
menciptakan competitive advantage.
5. Faktor-faktor Penyebab Kegagalan Total Quality Management

Menurut Tjiptono & diana (1995:18-21) beberapa kesalahan yang sering


dilakukan yang menyebabkan kegagalan TQM adalah:
a. Delegasi dan kepemimpinan yang tidak baik dari manajemen senior. Inisiatif
upaya perbaikan kualitas secara berkesinambungan sepatutunya dimulai dari
pihak menajemen di mana mereka harus terlibat secara langsung dalam
pelaksanaannya. Bila tanggung jawab tersebut didelegasikan kepada pihak lain
(misalnya kepada pakar yang digaji) maka peluang terjadinya kegagalan sangat
besar.
b. Team mania Organisasi perlu membentuk beberapa tim yang melibatkan semua
karyawan. Untuk menunjang dan menumbuhkan kerja sama dalam tim, paling
tidak ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, baik penyelia maupun
karyawan harus memiliki pemahaman yang baik terhadap perannya masing-
masing. Penyelia perlu mempelajari cara menjadi pelatih yang efektif, sedangkan
karyawan perlu mempelajari cara menjadi anggota tim yang baik. Kedua,
organisasi harus melakukan perubahan budaya supaya kerja sama tim tersebut
dapat berhasil. Apabila kedua hal tersebut tidak dilakukan sebelum pembentukan
tim, maka hanya akan timbul masalah, bukannya pemecahan masalah.
c. Proses penyebarluasan (deployment) Ada organisasi yang mengembangkan
inisiatif kualitas tanpa secara berbarengan mengembangkan rencanaan untuk
menyatukannya ke dalam seluruh elemen organisasi (misalnya operasi,
pemasaran, dan lain-lain). Seharusnya pengembangan inisiatif tersebut juga
melibatkan para manajer, serikat pekerja, pemasok, dan bidang produksi lainnya,
karena usaha meliputi pemikiran mengenai struktur, penghargaan, pengembangan
keterampilan, pendidikan, dan kesadaran

Anda mungkin juga menyukai