Anda di halaman 1dari 11

MA’RIFAT

Dosen Pengampu :
Drs. Abbas.,MM

Disusun oleh :

Halfi Julmiraj

Ismi Dara Amalia

M. Firman

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

TAHUN AKADEMIK 2018/2019

Jl. Lio Balandongan Sinargalih No. 74 Kel. Cikondang Kec. Citamiang Kota Sukabumi
Telp./Fax 0266-225465

www.staisukabumi.ac.id | email : staisukabumi@gmail.com

KATA PENGATAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaukim Warahmatullahi Wabarakathu
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan hanya
kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan kesehatan, kesabaran,
kekuatan, ilmu pengetahuan dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tak lupa juga sholawat serta
salam mudah-mudahan tercurah limpahkan kepada junjungan kita Rosul
Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam
Alhamdulillah, makalah dengan judul “Ma’rifat” dengan segala
keterbatasan dan kesederhanaan telah kami selesaikan.

Sukabumi, 3 April 2019

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................

A. Latar Belakang .........................................................................................


B. Rumusan Masalah ....................................................................................
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................

A. Pengertian Ma’rifat ...................................................................................


B. Alat Ma’rifat.............................................................................................
C. Tokoh Ma’rifat ..........................................................................................
D. Ma’rifat dalam pandanngan al-qur’an dan hadist .....................................

BAB III PENUTUP .............................................................................................

3.1 Simpulan .........................................................................................................

3.2 Saran ................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ma’rifat merupakan salah satu aspek dari kajian disiplin ilmu


tasawuf yang disandarkan kepada sumber ajaran Islam, yaitu al-Qur’an
dan Hadis atau sunnah yang tercermin dalam praktek kehidupan
Rasulullah saw. Kata ma’rifat yang secara khusus menjadi konsep
spiritual Islam di dalam al-Qur’an memang tidak ditemukan secara
harfiah. Akan tetapi dapat digali makna ma’rifat yang menjadi inti
kesufian dari subtansi berbagai pesan dalam al-Qur’an. Kata yang
berakar dari ‘arafadalam keseluruhan al-Qur’an disebutkan sebanyak
71 kali. Dari 71 kali penyebutan itulah dapat diketahui bahwa ma’rifat
dalam termal-Qur’an memiliki banyak arti: mengetahui, mengenal,
sangat akrab, hubungan yang patut, hubungan yang baik, dan
pengenalan berdasarkan pengetahuan mendalam. Maka jika semua
pengertian itu dihimpun dalam satu pengertian, ma’rifat menurut
subtansi al-Qur’an memiliki maksud sebagai pengenalan yang baik
serta mendalam berdasarkan pengetahuan yang menyeluruh dan rinci.
Sebagai buah dari hubungan yang sangat dekat dan baik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian ma’rifat?
2. Apa konsep ma’rifat?
3. Siapa saja tokoh ma’rifat?
4. Apa pandangan al-quran dan hadist terhadap ma’rifat?

C. Tujuan penulisan
a. Mengetahui pengertian ma’rifat
b. Untuk mengetahui konsep ma’rifat
c. Untuk mengetahui para tokoh ma’rifat
d. Mengetahui ma’rifat dalam pandangan al-qur’an dan hadist
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian ma’rifat
Dari segi bahasa ma’rifat berasal dari kata arafa,ya’rifu,irfan,ma’rifah
yang artinya pengetahuan atau pengalaman. Istilah ma’rifat berasal dari
“AL-MA’RIFAH” yang berarti mengetahui atau mengenal sesuatu. Dan
apabila dihubungkan dengan pengamalan Tasawuff, maka istilah ma’rifat
di sini berarti mengenal Allah ketika Shufi mencapai suatu maqam dalam
tasawuf.
Kemudian istilah definisi ini dirumuskan kembali oleh beberapa para
ulama tasawuf, antara lain :
a. Dr. Mustafa Zhari, mengemukakan salah satu pendapat ulama
Tasawuf yang mengatakan:
ِ ‫سائِ ِر ا ْلكَا ِل َما‬
‫ت‬ َ ‫ب ا ْل َم ْو ُج ْو ِد ُمت َّ ِصفًا ِب‬ ِ ‫ا ْل َم ْع ِرفَةُ َج ْز ُم ا ْلقَ ْل‬
ِ ‫ب ِب ُو ُج ْو ِد ا ْل َو‬
ِ ‫اج‬
"Ma’rifat adalah ketetapan hati (dalam mempercayai hadirnya) wujud
yang wajib adanya (Allah) yang menggambarkan segala
kesempurnaannya”

b. Asy-Syhekh Ihsan Muhammad Daahlan Al-Kadiriy, mengemukakan


pendapat Abuth Thayyib As-Saamiry yang mengatakan :
َ ‫ َوه َُو ْالقَ ْلبُ بِ ُم َوا‬,‫ق‬
‫صلَ ِة ْاْل َ ْن َو ِار‬ ِ ‫ع ْال َح‬ ُ ُ‫ْال َم ْع ِرفَة‬
ُ ‫طلُ ْو‬
"Ma'rifat adalah hadirnya kebenaran Allah (pada Sufi)... dalam keadaan
hatinya selalu berhubungan dengan Nur Ilahi..."

c. Imam Al-Qusyairy, mengemukakan pendapat Abdur Rahman bin Muhammad


bin Abdillah mengatakan :

ُ‫ازدَادَتْ َم ْع ِرفَتُه‬
ْ ‫ فَ َم ِن‬, َ‫سك ُْون‬
ُّ ‫ب ال‬ ِ ‫س ِك ْينَةَ فِي ا ْلقَ ْل‬
ُ ‫ب َك َما أَنَّ ا ْل ِع ْل َم يُ ْو ِج‬ ُ ‫ا ْل َم ْع ِرفَةُ يُ ْو ِج‬
َّ ‫ب ال‬
ُ‫س ِك ْينَتُه‬
َ ْ‫ا ِْزدَادَت‬
"Ma'rifat membuat ketenangan dalam hati, sebagaimana ilmu
pengetahuan membuat ketenangan (dalam akal pikiran). Barangsiapa
yang meningkat ma'rifatnya, maka meningkat pula ketenangan (hatinya).”

Tidak semua orang yang menuntut ajaran Tasawuf dapat sampai kepada
tingkatan ma’rifat. Karena itu, Shufi yang sudah mendapatkan ma’rifat,
memiliki tanda-tanda tertentu, sebagaimana beberapa tanda yang dimiliki
oleh Shufi bila sudah sampai kepada tingkatan ma’rifat, antara lain :
a. Selalu memancar cahaya ma’rifah padanya dalam segala sikap dan
perilakunya. Karena itu, sikap wara’ selalu ada pada dirinya.
b. Tidak menjadikan pada sesuatu yang berdasarkan fakta yang bersifat
nyata, karena hal-hal yang nyata menurut tasawuf, belum tentu benar.
c. Tidak menginginkan nikmat Allah yang banyak untuk dirinya, karena
hal itu bisa membawa dirinya kepada perbuatan yang haram.

Dari sinilah kita dapat melihat bahwa seorang Sufi tidak membutuhkan
kehidupan yang mewah, kecuali tingkatan kehidupan yang hanya sekedar
dapat menunjang kegiatan ibadahnya kepada Allah SWT., sehingga asy-
Syeikh Muhammad bin al-Fadhal mengatakan bahwa ma’rifah yang
dimiliki Sufi cukup dapat memberikan kebahagiaan batin padanya karena
merasa selalu bersama-sama Tuhannya.

Begitu rapatnya posisi hamba dengan Tuhan-nya ketika mencapai


tingkatan ma’rifat, maka ada beberapa ulama yang melukiskannya sebagai
berikut :

a. Imam Ramwii mengatakan, mengatakan Shufi yang sudah


mencapai tingkatan ma’rifat, bagaikan ia berada di muka cermin;
bila ia memandangnya, pasti ia meliahat Allah di dalamnya. Ia tidak
akan melihat lagi dirinya di dalam cermin, karena ia sudah larut
(hulul) dalam Tuhan-nya. Maka tiada lain yang dilihatnya dalam
cermin, kecuali hanya Allah SWT saja.
b. Al-Junaid Al-Baghdaadiy mengatakan, Shufi yang sudah mencapai
tingkatan ma’rifat, bagaikan sifat air dalam gelas, yang selalu
menyerupai warna gelasnya. Maksudnya, Shufi yang sudah larut
(hulul) dalam Tuhan-nya selalu menyerupai sifat-sifat dan
kehendak-Nya. Lalu dikatakannya lagi bahwa seorang Shufi, selalu
merasa menyesal dan tertimpa musibah bila suatu ketika ingatannya
kepada Allah terputus, meskipun hanya sekejap mata saja.
c. Sahal bin Abdillah mengatakan, sebenarnya puncak ma’rifat itu
adalah keadaan yang diliputi rasa kekaguman dan keheranan ketika
Shufi bertatapan dengan Tuhan-nya, sehingga keadaan itu
membawa kepada kelupaan dirinya.

Keempat tahapan yang harus dilakukan oleh Shufi ketika menekuni


ajaran Tasawuf, harus dilaluinya secarfa berurutan; mulai dari Syari’at,
Tarikat, Hakikat dan Ma’rifat. Tidak mungkin dapat ditempuh secara
terbalik dan tidak pula secara terputus-putus. Dengan cara menempuh
tahapan tasawuf yang berurutan ini, seorang hamba tidak akan mengalami
kegagalan tan tidak pula mengalami kesesatan.

B. Alat untuk ma’rifat

Alat yang dapat digunakan untuk ma’rifat telah ada dalam diri manusia,
yaitu qalb (hati), namun artinya tidak sama dengan heart dalam bahasa
inggris, karena qalb selain dari alat untuk merasa adalah juga untuk alat
berpikir. Bedanya qalb dengan akal yaitu bahwa akal tidak bisa
memperoleh pengetahuan yag sebenarnya Tuhan, sedang qalb bisa
mengetahui hakikat dari segala yang ada, dan jika dilimpahi cahaya
Tuhan, bisa mengetahui rahasia-rahasia Tuhan. Qalb yang telah
dibersihkan dari segala dosa dan maksiat melalui serangkaian zikir dan
wirid secara teratur akan dapat mengetahui rahasia-rahasia Tuhan, yaitu
setelah hati tersebut disinari cahaya Tuhan.
Proses sampainya qalb pada cahaya Tuhan ini erat kaitannya dengan
konsep takhalli,tahalli, dan tajalli. Takhalli yaitu, mengosongkan diri dari
akhlak yang tercela dan perbuatan maksiat melalui taubat. Hal ini
dilanjutkan dengan tahalli yaitu, menghiasi diri dengan akhlak yang mulia
dan amal ibadah. Sedangkan tajalli adalah terbukanya hijab, sehingga
tampak jelas cahaya Tuhan. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT
yang artinya, “tatkala tuhannya tampak bagi gugnung itu, kejadian itu
menjadikan gunung itu hancur luluh dan Musa jatuh pingsan” (qs. Al-a’raf
: 143)

C. Tokoh yang mengembangkan Ma’rifat

Dalam literatur tasawuf dijumpai dua tokoh yang mengenalkan paham


ma’rifat ini, yaitu Al-Ghazali dan Zun al-Nun al-Misri. Al-Ghazali nama
lengkapnya Abu Hamid Muhammad al-Ghazali lahir pada tahun 1059 M,
di Ghazaleh, suatu kota kecil yang terletak di Tus di Khurasan. Ia pernah
belajar pada Imam al-Haramain al-Juwaini, Guru besar di madrasah al-
Nizamiah Nisyafur. Setelah mempelajari ilmu agama, ia mempelajari
teologi, ilmu pengetahuan alam, filsafat, dan lain-lain. Akhirnya ia
memilih tasawuf sebagai jalan hidupnya. Setelah bertahun-tahun
mengembara sebagai sufi ia kembali ke Tus di tahun 1105 M, dan
meninggal di sana tahun 1111 M.
Adapun Zun al-Misri berasal dari Naubah, suatu negeri yang terletak
antaran Sudan dan Mesir. Tahun kelahirannya tidak banyak diketahui,
yang diketahui hanya tahun kematiannya saja yaitu 860 M. Menurut
Hamka, beliaulah puncaknya kaum sufi dalam abad ketiga hijrah.
Beliaulah yang banyak sekali menambahkan jalan buat menuju Tuhan.
Yaitu mencintai Tuhan, membenci yang sedikit, menuruti garis perintah
yan diturunkan, dan takut terpaling dari jalan yang benar.

D. Ma’rifat dalam pandangan al-qur’an dan hadist


BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Dari segi bahasa ma’rifat berasal dari kata arafa,ya’rifu,irfan,ma’rifah
yang artinya pengetahuan atau pengalaman. Istilah ma’rifat berasal dari
“AL-MA’RIFAH” yang berarti mengetahui atau mengenal sesuatu.
Alat yang dapat digunakan untuk ma’rifat telah ada dalam diri manusia,
yaitu qalb (hati), namun artinya tidak sama dengan heart dalam bahasa
inggris, karena qalb selain dari alat untuk merasa adalah juga untuk alat
berpikir. Bedanya qalb dengan akal yaitu bahwa akal tidak bisa
memperoleh pengetahuan yag sebenarnya Tuhan, sedang qalb bisa
mengetahui hakikat dari segala yang ada, dan jika dilimpahi cahaya
Tuhan, bisa mengetahui rahasia-rahasia Tuhan.
Dalam literatur tasawuf dijumpai dua tokoh yang mengenalkan paham
ma’rifat ini, yaitu Al-Ghazali dan Zun al-Nun al-Misri. Al-Ghazali nama
lengkapnya Abu Hamid Muhammad al-Ghazali lahir pada tahun 1059 M,
di Ghazaleh, suatu kota kecil yang terletak di Tus di Khurasan. Adapun
Zun al-Misri berasal dari Naubah, suatu negeri yang terletak antaran
Sudan dan Mesir. Tahun kelahirannya tidak banyak diketahui, yang
diketahui hanya tahun kematiannya saja yaitu 860 M.

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai