Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan tekhnologi dan informasi serta perkembangan
dibidang kesehatan maka tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
menjadi sangat tinggi. Keperawatan sebagai salah satu tenaga kesehatanan
yang memberikan kontribusi terbesar didunia kesehatan harus terus berbenah
diri dengan meningkatkan kualitas pelayanan agar dapat memberikan
pelayanan keperawatan yang berkualitas. Dengan adanya AFTA dan MEA
maka hal ini medorong dunia keperawatan harus terus mengembangkan diri
serta meningkatkan kemampuan diri baik skill maupun knowledge guna
menjawab tantangan di era globalisasi.
Selain itu tenaga keperawatan yang berkualitas mempunyai sikap profesional
dan dapat menunjang pembangunan kesehatan di Indonesia, hal tersebut dapat
memberi dampak langsung pada mutu pelayanan di rumah sakit terhadap
kepuasan pasien, sehingga posisi pelayanan keperawatan sangat penting.
Pola pelayanan kesehatan di Indonesia bersifat dinamis, mengikuti
perkembangan dan perubahan situasi politik, ekonomi, teknologi, social
budaya masyarakat yang dilayani, menimbulkan berbagai macam tuntutan
peningkatan kualitas mutu jasa pelayanan kesehatan. Menurut Wiyono (2000)
mutu merupakan focus sentral dari upaya pelayanan kesehatan dan kebutuhan
dasar yang diperlukan bagi setiap orang. Rumah sakit mempunyai fungsi utama
sebagai pemberi pelayanan kesehatan baik sendiri atau bersama dalam satu
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
mengobati penyakit dan memulihkan kesehatan perorangan kelompok atau
masyarakat (Imron,2011). Proses manajemen sebagai rangkaian kegiatan
sistematik sumber daya, koordinasi dan integrasi SDM melalui perencanaan,
pengoorganisasian, koordinasi, pengarahan dan pengendalian untuk mencapai
tujuan spesifik organisasi (Huber, 2006, Masquist & Huston, 2000) atau proses
bekerja melalui staf perawatan untuk memberikan pelayanan keperawatan,
pengobatan dan meningkatkan kenyamanan para pasien ( Gillies, 1994).
Pengarahan atau koordinasi merupakan fungsi manajerial untuk mengarahkan
staf dalam melaksanakan tugas.
Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta merupakan Rumah Sakit Swasta yang berdiri
sejak tahun 1978. Sebagian besar supervisor ruangan di rumah sakit ini masih
berpendidikan DIII Keperawatan, sedangkan rumah sakit Pelabuhan Jakarta
merupakan rumah sakit tipe C yang menjadi pusat rumah sakit Pelabuhan
Indonesia II apabila dilihat dari segi fasilitasnya sudah cukup memadai. Oleh
karena itu perlu adanya perencanaan Sumber Daya Keperawatan.

II. Tujuan
Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi perencanaan tenaga keperawatan di rumah sakit
Pelabuhan Jakarta.
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Kebijakan dan Perencanaan tenaga keperawatan di
Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta
2. Untuk mengetahui Perencanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga
Keperawatan di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta
3. Untuk mengetahui Perencanaan Penempatan Tenaga Keperawatan di
Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Ruang Lingkup Sumber Daya Keperawatan

A. Kebijakkan dan Perencanaan


Keterlibatan perawat dalam perumusan kebijakkan dan perencanaan
program sangat penting oleh karena
 Semua kebijakan kesehatan dan program mempengaruhi perawat
 Perawat secara langsung dipengaruhi oleh perubahan pada kebijakan
kesehatan
 Keterlibatan perawat membantu percepatan perkembangan profesi
keperawatan, termasuk kapasitas dalam bekerjasama secara
konstruktif dalam sistem kesehatan
Rencana strategik keperawatan (dokumen kebijakan) sebagai bagian
integral dari sistem pengembangan pelayanan kesehatan, oleh karena
rencana strategik keperawatan;
 Memberikan arah yang jelas untuk perkembangan SDM Keperawatan
dengan pendekatan terstruktur dan POA yang spesifik serta kerjasama
lintas sektor, lintas profesi dan sebagainya
 Mekanisme utama untuk pengembangan keperawatan pada suatu
negara melalui pembentukan focal point (Direktorat Keperawatan),
Badan Regulatori/Konsil
 Keterpaduan upaya pengembangan SDM (keterpaduan perencanaan
SDM dengan pelayanan, perencanaan untuk SDM terintegrasi misal
tim multidisiplin, keterpaduan proses perencanaan lintas disiplin,
wilayah dan sektor)
Rencana dan kebijakan yang ada terkait dengan sumber dan finansial
 Meningkatkan efisiensi sumber dan cost containtment
 SDM merupakan investment
 Pengembalian investment memerlukan penanaman/ penggunaan
finansial awal yang memadai
B. Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan

2
Pendidikan, pelatihan dan pengembangan terkait beberapa hal yaitu;
1. Koordinasi antara pendidikan dan pelayanan
2. Rekruitmen calon mahasiswa keperawatan
Rekruitmen calon mahasiswa keperawatan tidak hanya kuantitasnya
saja, tetapi kualitas calon mahasiswa keperawatan juga sangat
penting. Perekruitan sering pada orang-orang yang mempunyai bakat
pada keperawatan/kebidanan yang menjadi meningkatnya
kepentingan dan tidak hanya pada satu fokus saja. Strategi harus
dikembangkan pada calon mahasiswa yang tidak mampu dari
golongan sosial ekonomi rendah, yang mempunyai kualitas yang
potensial sebagai perawat dan bidan (WHO, 2003).
3. Pendidikan berdasarkan kompetensi
Burns menyatakan bahwa pendidikan berbasis kompetensi
menguraikan perilaku nyata yang dituntut melalui peserta didik.
Perilaku nyata ini sering disebut Obyektif Perilaku Terminal (OPT).
Burns juga menyatakan bahwa objektif perilaku terminal adalah
pernyataan secara jelas dan tertulis yang ekspresikan dari pandangan
peserta didik yang menggambarkan perilaku nyata (dan kondisi
dimana perilaku akan dijalankan) peserta didik yaitu untuk
menunjukkan pada kahir periode instruksi. Obyektif perilaku terminal
adalah pandangan ringkas, khusus yang diekspresikan dari pandangan
peserta didik dan gambaran perilaku (Swansburg RC, 2001).
Obyektif perilaku terminal memerlukan tes kriteria referensi yang
mengukur pemenuhan obyektif program. meskipun obyektif bukan
jawaban untuk semua gambaran pendidikan, waktu yang digunakan
dalam pengembangan OPT adalah bermanfaat (Swansburg RC, 2001).
Tiga elemen penting tentang obyektif kriteria yang berpusat pada
peserta didik (Swansburg RC, 2001):
1) Kondisi: suatu deskripsi tenang pengujian lingkunngan yang
mencakup masalah, materi dan bahan yang akan diberikan atau
secara khusus ditiadakan dari pengukuran.
2) Kinerja: Perilaku peserta didik yang dapat diamati (atau produk
dari perilaku tersebut) yang dapat diteima untuk instruktor
sebagai bukti bahwa pembelajaran telah terjadi.
3) Standar: kriteria kualitatif dan kuantitatif terhadap kinerja
peserta didik atau produk dimana kinerja akan diukur untuk
menentukan keberhasilan pembelajaran.
Terdapat hirarkis tentang obyektif seperti didefinisikan dalam tiga
taksonomi obyektif pendidikan yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
Pada domain kognitif, hirarkis mencakup perilaku obyektif yang
sesuai dengan ingatan atau pengenalan tentang pengetahuan dan
pengembangan kemampuan dan ketrampilan intelektual. Domain
afektif mempunyai obyektif yang menekankan perasaan dan emosi,
seperti nilai, minat, apresiasi dan sikap. Domain psikomotor

3
mempunyai obyektif yang menekankan ketrampilan motorik seperti
melakukan, mempraktikkan dan mendemonstrasikan (Swansburg RC,
2001).
Karakteristik lain tentang obyektif adalah sebagai berikut (Swansburg
RC, 2001):
1) Karakteristik dapat langsung diukur, dinilai atau diverifikasi.
2) Karakteristik adalah analitis dan tidak terbatas pada perilaku
kognitif tingkat rendah.
3) Karakteristik dengan jelas dan secara singkat dinyatakan.
Karakteristik menyatakan kondisi dimana peserta didik akan
melakukan tugasnya.
4) Karakteristik adalah realistis dalam istilah manusia dan sumber
daya fisik serta kemampuan.
5) Karakteristik mengarahkan penggunaan sumber daya melalui
aktifitas instruksional.
6) Karakteristik dapat diterima atau praktis.
7) Karakteristik adalah komprehensif.
8) Karakteristik menunjukkan hasil yang diharapkan dari upaya
pendidikan dan aktivitas akhir dari kinerja pendidikan.
9) Karakteristik menyatakan tingkat kinerja yang dapat diterima.
10) Karakteristik menunjukkan jaringan kerja peristiwa dan hasil
yang diinginkan.
11) Karakteristik fleksibel dan memungkinkan penyesuaian oleh
peserta didik.
12) Karakteristik diketahui peserta didik yang akan
menggunakannya.
13) Karakteristik berhubungan dengan kehidupan nyata.
14) Karakteristik ada untuk semua program pendidikan.
Dalam pembelajaran terdapat tiga domain yaitu ;
1) Pembelajaran multidisiplin
2) Budaya belajar sepanjang hayat
3) Sistem pendidikan berkelanjutan
Pendidikan berkelanjutan adalah gagasan dimana pendidikan
berlanjut setelah pendidikan profesional pra pelayanan.
Pengetahuan dan teknologi tahap lanjut pada skala kontinu dan
menuntut orang tersebut dalam melanjutkan profesi untuk
mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan yang
berhubungan dengan teknologi tahap lanjut. Dalam keperawatan
teknologi ini dihubungkan dengan perawatan pasien. Perawat
profesional harus melanjutkan pendidikan dengan sasaran
menjadi mampu memberikan asuhan keperawatan efektif yang
paling baru (Swansburg RC, 2001).
Pendidikan berkelanjutan didefinisikan oleh ANA adalah
aktivitas pendidikan yang direncanakan bertujuan untuk

4
membangun dasar pendidikan dan pengalaman dari perawat
profesional untuk meningkatkan praktik, pendidikan,
adminsitrasi, penelitian atau pengambangan teori sampai
akhirnya perbaikan kesehatan masyarakat (Swansburg RC,
2001).
C. Penempatan Dan Utilisasi
 Keterampilan dan kompetensi komplementer
 Infrastruktur keperawatan yang relevan
 Manajemen dan kepemimpinan yang efektif
 Kondisi kerja yang memadai dan pekerjaan yang terorganisasi secara
efisien
 Sistem supervisi teknis
 Kesempatan pengembangan karir
Pengembangan staf sedang bergerak naik dari orientasi tipikal dan
pendidikan dalam pelayanan, yang menekankan pendidikan berkelanjutan
pada tingkat yang lebih tinggi dan menguasai perkembangan karir. Bila
pengembangan staf untuk mendapatkan kinerja terbaik dari setiap orang,
eksekutif kepala dan kepala departemen harus mengakui bahwa setiap
karyawan mempunyai sasaran karir dan impian-impian. Suatu tekanan
organisasi harus disusun yang menekankan stabilitas, sensitivitas dan
perhatian pada pertumbuhan dan perkembangan setiap karyawan
(Swansburg RC, 2001).
Pengembangan staf diselesaikan dengan cara yang lebih terfragmentasi
oleh kebanyakan manajer pendidikan dan administratif. Departemen
tertentu sering mengontrol kebijakan dan pembayaran biaya perkuliahan,
jenjang karir sering dikelola oelh administrasi keperawatan dengan
beberapa bantuan dari pendidikan (Swansburg RC, 2001).
Sistem keseluruhan untuk pengembangan staf dapat direncanakan dan
diprogramkan, dengan staf yang ada sebagai masukan, pengembangan
karir dalam berbagai dimensi sebagai proses pemindahan, dan tingkat
pencapaian yang diharapkan sebagai keluaran. Interaksi dengan
lingkungan praktik akan terus berlanjut. Perubahan dan umpan balik
evaluatif dapat memasukkan kembali sistem pada titik manapun
(Swansburg RC, 2001).
Sovie telah menggambarkan peran pengembangan staf dalam
mengembangkan karir keperawatan profesional di rumah sakit. Ia
mengembangkan model untuk perawat profesional yang dapat dengan
mudah diadaptasi untuk penggunaan dalam sistem yang direncanakan atau
sistem yang ada. Tiga fase dalam pengembangan perawat adalah sebagai
berikut (Swansburg RC, 2001):
1) Identifikasi profesional, dimana individu terorientasi pada karir.
2) Maturasi profesional, dimana potensial terhadap perkembangan dan
perluasan kompetensi dikenali.

5
3) Penguasaan profesional, dimana potensial terhadap aktualisasi diri
dicapai.

Sistem insentif
Sistem insentif ekonomi tertentu dapat diterapkan pada hampir semua
pekerjaan apapun. Gagasan pokoknya adalah meragamkan bayaran
pegawai sesuai dengan kriteria prestasi individu, kelompok atau organisasi
(David K & Newstrom JW, 1985).
Insentif yang berhasil dapat menimbulkan imbalan psikologis dan juga
imbalan ekonomi. Ada perasaan puas yang timbul dari penyelesaian
pekerjaan yang dilakukan dengan baik. Citra diri mungkin meningkat
karena perasaan kompeten.
Kelemahan insentif upah adalah sebagai berikut (David K & Newstrom
JW, 1985):
1) Insentif upah biasanya mensyaratkan penetapan standar prestasi.
2) Insentif upah dapat memperumit pekerjaan para penyelia.
3) Masalah yang sulit dengan insentif upah adalah goyahnya harkat.
4) Insentif upah dapat menimbulkan ketidakharmonisan antara karyawan
insentif dengan karyawan jam-jaman.
Kepuasan Kerja
Faktor yang mempengaruhi penampilan dan kepuasan kerja adalah
(Nursalam, 2002) :
1) Motivasi
Menurut Rowlan & Rowland dalam Nursalam (2002) fungsi
manajer dalam meningkatkan kepuasan kerja staf didasarkan pada
faktor-faktor motivasi, yang meliputi:
 Keinginan untuk peningkatan.
 Percaya bahwa gaji yang didapatkan sudah mencukupi.
 Memiliki kemampuan pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai
yang diperlukan.
 Umpan balik
 Kesempatan untuk mencoba.
 Instrumen penampilan untuk promosi, kerjasama dan
peningkatan penghasilan.

2) Lingkungan
Faktor lingkungan juga memegang peranan penting dalam
motivasi. Faktor lingkungan tersebut dapat meliputi:
a) Komunikasi
 Penghargaan terhadap usaha yang telah dilaksanakan.
 Pengetahuan tentang kegiatan organisasi

6
 Rasa pecaya diri berhubungan dengan manajemen
organisasi
b) Potensial pertumbuhan
 Kesempatan untuk berkembang, karir dan promosi
 Dukungan untuk tumbuh dan berkembang: pelatihan,
beasiswa untuk melanjutkan pendidikan, pelatihan
manajemen bagi staf yang dipromosikan.
c) Kebijaksanaan individu
 Mengakomodasi kebutuhan individu: jadwal kerja, liburan
dan cuti sakit serta pembiayaannya.
 Keamanan pekerjaan
 Loyalitas organisasi terhadap staf
 Menghargai staf: agama, latar belakang
 Adil dan konsisten terhadap eputusan organisasi.
d) Upah/gaji
 Gaji yang cukup untuk kebutuhan hidup.
e) Kondisi kerja yang kondusif
3) Peran Manajer
Ada dua belas kunci utama dalam kepuasan menurut Rowland &
Rowland (Nursalam, 2002) :
a) Input
b) Hubungan manajer dan staf
c) Disiplin kerja
d) Lingkungan tempat kerja
e) Istirahat dan makan yang cukup
f) Diskriminasi
g) Kepuasan kerja
h) Penghargaan penampilan
i) Klarifikasi kebijaksanaan, prosedur dan keuntungan
j) Mendapatkan kesempatan
k) Pengambilan keputusan
l) Gaya manajer.

II. Ruang Lingkup Rumah Sakit dan Pelayanan Keperawatan


A. Rumah Sakit
Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat
strategis dalam dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan
masyarakat. Oleh karena itu, rumah sakit dituntut untuk memberikan
pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat
menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

7
Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang
pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan
lainnya.
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
1. Tugas Dan Fungsi Rumah Sakit
 Melaksanakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis
 Melaksanakan pelayanan medis tambahan, pelayanan penunjang
medis tambahan
 Melaksanakan pelayanan kedokteran kehakiman
 Melaksanakan pelayanan medis khusus
 Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan
 Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi,
 Melaksanakan pelayanan kedokteran social
 Melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan
 Melaksanakan pelayanan rawat jalan atau rawat darurat dan rawat
tinggal (observasi)
 Melaksanakan pelayanan rawat inap
 Melaksanakan pelayanan administratif
 Melaksanakan pendidikan para medis
 Membantu pendidikan tenaga medis umum
 Membantu pendidikan tenaga medis spesialis
 Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan
 Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi
Tugas dan fungsi ini berhubungan dengan kelas dan type rumah sakit
yang di Indonesia terdiri dari rumah sakit umum dan rumah sakit
khusus kelas a, b, c, d. berbentuk badan dan sebagai unit pelaksana
teknis daerah. perubahan kelas rumah sakit dapat saja terjadii
sehubungan dengan turunnya kinerja rumah sakit yang ditetapkan oleh
menteri kesehatan indonesia melalui keputusan dirjen yan medik.
2. Jenis-Jenis Rumah Sakit
a) Rumah Sakit Khusus/Terspesialisasi
Jenis ini mencakup trauma center, rumah sakit anak, rumah sakit
manula, atau rumah sakit yang melayani kepentingan khusus
seperti psychiatric (psychiatric hospital), penyakit pernapasan,
dan lain-lain. Rumah sakit bisa terdiri atas gabungan atau pun
hanya satu bangunan.
b) Rumah Sakit Umum
Melayani hampir seluruh penyakit umum, dan biasanya memiliki
institusi perawatan darurat yang siaga 24 jam (ruang gawat
darurat) untuk mengatasi bahaya dalam waktu secepatnya dan
memberikan pertolongan pertama. Rumah sakit umum biasanya

8
merupakan fasilitas yang mudah ditemui di suatu negara, dengan
kapasitas rawat inap sangat besar untuk perawatan intensif
ataupun jangka panjang. Rumah sakit jenis ini juga dilengkapi
dengan fasilitas bedah, bedah plastik, ruang bersalin,
laboratorium, dan sebagainya. Tetapi kelengkapan fasilitas ini
bisa saja bervariasi sesuai kemampuan penyelenggaranya.

c) Rumah Sakit Penelitian/Pendidikan


Rumah sakit penelitian/pendidikan adalah rumah sakit umum
yang terkait dengan kegiatan penelitian dan pendidikan di fakultas
kedokteran pada suatu universitas/lembaga pendidikan tinggi.
Biasanya rumah sakit ini dipakai untuk pelatihan dokter-dokter
muda, uji coba berbagai macam obat baru atau teknik pengobatan
baru. Rumah sakit ini diselenggarakan oleh pihak
universitas/perguruan tinggi sebagai salah satu wujud pengabdian
masyararakat/Tri Dharma perguruan tinggi.
d) Rumah Sakit Lembaga/Perusahaan
Rumah sakit yang didirikan oleh suatu lembaga/perusahaan untuk
melayani pasien-pasien yang merupakan anggota lembaga
tersebut/karyawan perusahaan tersebut. Alasan pendirian bisa
karena penyakit yang berkaitan dengan kegiatan lembaga tersebut
(misalnya rumah sakit militer, lapangan udara), bentuk jaminan
sosial/pengobatan gratis bagi karyawan, atau karena letak/lokasi
perusahaan yang terpencil/jauh dari rumah sakit umum. Biasanya
rumah sakit lembaga/perusahaan di Indonesia juga menerima
pasien umum dan menyediakan ruang gawat darurat untuk
masyarakat umum.
e) Klinik
Fasilitas medis yang lebih kecil yang hanya melayani keluhan
tertentu. Biasanya dijalankan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat
atau dokter-dokter yang ingin menjalankan praktek pribadi.
Klinik biasanya hanya menerima rawat jalan. Bentuknya bisa pula
berupa kumpulan klinik yang disebut poliklinik. Sebuah klinik
(atau rawat jalan klinik atau klinik perawatan rawat jalan) adalah
fasilitas perawatan kesehatan yang dikhususkan untuk perawatan
pasien rawat jalan.

3. Mutu Pelayanan Keperawatan


Mutu adalah nilai kepatutan yang sebenarnya (proper value) terhadap
unit pelayanan tertentu, baik dari aspek technical (ilmu, ketrampilan,
dan teknologi medis atau kesehatan) dan interpersonal (tata hubungan
dokter – pasien : komunikasi, empati dan kepuasan pasien). (Widayat,
2009). Mutu yang baik adalah tersedia dan terjangkau , tepat
kebutuhan, tepat sumber daya, tepat standar profesi/etika profesi,

9
wajar dan aman, mutu memuaskan bagi pasien yang dilayani.
(Sabarguna, 2006 )
Mutu menurut konsumen adalah pelayanan yang manusiawi, cepat
tanggap, penuh empati, ramah, dan komunikatif. (Muninjaya, 2004) .
Mutu pelayanan dipengaruhi oleh ada tidaknya kritikan dan keluhan
dari pasiennya, lembaga sosial atau swadaya masyarakat bahkan dari
Pemerintah sekalipun. Mutu dapat diwujudkan jika telah ada dan
berakhirnya interaksi antara pasien dan perawat (Jonirasmanto, 2009).
Menurut Mirza Tawi, 2008, mutu pelayanan kesehatan sebenarnya
menunjuk pada penampilan (performance) dari pelayaan kesehatan
yang dikenal dengan keluaran (output) yaitu hasil akhir kegiatan dari
tindakan dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap pasien, dalam arti
perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun
sebaliknya. Sedangkan baik atau tidaknya keluaran tersebut sangat
dipengaruhi oleh proses (process), masukan (input) dan lingkungan
(environment). Maka jelaslah bahwa baik atau tidaknya mutu
pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut,
dan untuk menjamin baiknya mutu pelayanan kesehatan ketiga unsur
harus diupayakan sedemikian rupa agar sesuai dengan standar dan
atau kebutuhan.
Kualitas pelayanan kesehatan adalah yang menunjukkan tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas
pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin
baik pula kualitas pelayanan kesehatan dalam menyelenggarakan
upaya menjaga kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak
terlepas dari profesi keperawatan yang berperan penting. Salah satu
definisi menyatakan bahwa kualitas pelayanan kesehatan biasanya
mengacu pada kemampuan rumah sakit, member pelayanan yang
sesuai dengan standar profesi kesehatan dan dapat diterima oleh
pasiennya.
Kualitas pelayanan kesehatan harus dimulai dari kebutuhan pasien dan
berakhir dengan kepuasan pasien serta persepsi positif terhadap
kualitas pelayanan. Kotler, 2000 (dalam Tjiptono & Chandra, 2004)
Sebagai pihak yang membeli dan mengkonsumsi pelayanan, pasien
(dan bukan penyedia pelayanan) yang menilai tingkat kualitas
pelayanan sebuah rumah sakit.
Hal ini menyebabkan pasien menggunakan isyarat/ petunjuk intrinsik
dan isyarat ekstrnsik sebagai acuan/pedoman dalam mengevaluasi
kualitas pelayanan. Isyarat intrinsik berkaitan dengan output dan
penyampaian sebuah pelayanan. Pasien akan mengandalkan isyarat
semacam ini apabila berada di tempat pelayanan atau jika isyarat
intrinsik bersangkutan merupakan search qualitydan memiliki nilai
prediktif tinggi.

10
Isyarat ekstrinsik adalah unsur – unsur yang merupakan pelengkap
bagi sebuah pelayanan. Isyarat ini dipergunakan dalam mengevaluasi
pelayanan jika proses menilai isyarat intrinsik membutuhkan banyak
waktu dan usaha, dan apabila isyarat ekstrisik bersangkutan
merupakan experience qualitydan credence quality. Isyarat ekstrinsik
juga dipergunakan sebagai indikator kualitas pelayanan manakala
tidak tersedia informasi isyarat intrinsik yang memadai.
Sementara itu, partisipasi dan interaksi pasien dalam proses
penyampaian pelayanan juga ikut menentukan kompleksitas evaluasi
pelayanan. Konsekuensinya, pelayanan yang sama bisa dinilai secara
berlainan oleh konsumen yang berbeda.Ciri mutu yang baik adalah
tersedia dan terjangkau, tepat kebutuhan, tepat sumber daya, tepat
standar professional/etika profesi, wajar dan aman, mutu memuaskan
bagi pasien yang dilayani. (Sabarguna, 2005)
Menurut Karsinah (dalam Wirawan, 2000) perawat adalah salah satu
unsur vital dalam rumah sakit, perawat, dokter, pasien merupakan satu
kesatuan yang paling membutuhkan dan tidak dapat dipisahkan. Tanpa
perawat tugas dokter akan semakin berat dalam menangani pasien.
Tanpa perawat, kesejahteraan pasien juga terabaikan karena perawat
adalah penjalin kontak pertama dan terlama dengan pasien mengingat
pelayanan keperawatan berlangsung teru menerus selama 24 jam
sehari.
Departemen Kesehatan mendefinisikan perawat adalah seseorang
yang memberikan pelayanan kesehatan secara professional dimana
pelayanan tersebut berbentuk pelayanan biologis, psikologis, sosial ,
spiritual yang ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat.
Pelayanan keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik dan
mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya pengertian pasien
akan kemampuan melaksanakan kegiatan secara mandiri. Kegiatan itu
dilaksanakan dalam usaha mencapai peningkatan kesehatan dengan
penekanan pada upaya pelayanan kesehatan yang memungkinkan
setiap individu mencapai kemampuan hidup sehat dan produktif
( Aditama, 2002 )
Lima dimensi utama yang disusun sesuai dengan urutan tingkat
kepentingan relatifnya sebagai berikut :
1) Keandalan (Reliability), berkaitan dengan kemampuan pemberi
pelayanan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama
kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan
pelayanannya sesuai dengan waktu yang disepakati, (Tjiptono &
Chandra, 2004 ). Disamping itu untuk mengukur kemampuan
perawat dalam memberikan pelayanan yang tepat dan dapat
diandalkan. ( Rangkuti, 2008 ). Ketepatan perawat dalam
memberikan pelayanan serta bersikap ramah dan selalu siap
menolong. Kehandalan berhubungan dengan tingkat kemampuan

11
dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam menyelenggarakan
dan memberikan pelayanan kepada pasien di rumah sakit. Tingkat
kemampuan dan keterampilan yang kurang dari tenaga kesehatan
tentunya akan memberikan pelayanan yang kurang memenuhi
kepuasan pasien sebagai standar penilaian terhadap mutu
pelayanan.
2) Daya Tangkap (Responssiveness), berkenaan dengan kesediaan dan
kemampuan perawat untuk membantu pasien dan merespons
permintaan mereka, serta menginformasikan kapan pelayanan akan
diberikan dan kemudian memberikan pelayanan secara cepat.
Dalam hal ini perawat cepat tanggap terhadap masalah yang timbul
keluhan yang disampaikan oleh pasien.
3) Jaminan (Assurance), yaitu perilaku perawat mampu
menumbuhkan kepercayaan pasien terhadap perawat dan perawat
bisa menciptakan rasaaman bagi pasien. Jaminan juga berarti
bahwa perawat selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan
dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap
pertanyaan atau masalah pasien.Perawat juga diharapkan
mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif
kepada pasien.
4) Empati (Empathy), berarti perawat memahami masalah pasien dan
bertindak demi kepentingan pasien, serta memberikan perhatian
personal kepada pasien dan memiliki jam operasi yang nyaman.
5) Bukti Fisik (Tangibles), berkenaan dengan daya tarik fisik,
perlengkapan, kerapian. kebersihan serta penampilan perawat.
(Tjiptono & Chandra, 2004) Salah satu kemungkinan hubungan
yang banyak disepakati adalah bahwa kepuasan membantu pasien
dalam merevisi persepsinya terhadap kualitas pelayanan.

III. Pengembangan Karir


Robbins (2001) menyatakan bahwa perawat mempunyai tanggung
jawab utama terhadap karirnya sendiri. Selanjutnya ia menguraikan bahwa
karir keperawatan mempunyai tiga komponen utama yaitu jalur karir,
perencanaan karir dan pola karir. Komponen pertama adalah jalur karir, yaitu
lintasan yang dapat ditempuh oleh seorang perawat mulai dari jenjang terendah
sampai jenjang tertinggi, yang mungkin dapat dicapai apabila perawat mampu
bekerja secara produktif, loyal kepada organisasi, menunjukkan perilaku yang
professional, serta mampu untuk tumbuh dan berkembang dan memberi
kesempatan kepada perawat untuk berprestasi dan meniti karir ke jenjang yang
lebih tinggi, serta berhak mendapat imbalan sesuai jalur yang professional.
Komponen kedua adalah perencanaan karir, yang merupakan tanggung
jawab perawat sendiri untuk melakukan evaluasi diri atau menseleksi jalur
karir tentang pencapaian pengetahuan, pengalaman, kemampuan dan
keterampilan yang berhubungan dengan penyusunan tujuan karir, dan

12
bagaimana untuk mencapai hal tersebut sehingga dapat mengembangkan
profesionalisme. Dalam perencanaan karir dibutuhkan seorang perawat
konselor karir/supervisor/staf pengembangan yang akan menolong perawat
pelaksana mengkaji dan menganalisa minat, keterampilan dan pilihannya,
sehingga dapat membantu memudahkan perawat pelaksana mencapai karirnya.
Komponen ketiga adalah pola pengembangan karir, merupakan suatu
metoda atau sistem dimana manajer keperawatan membantu perawat
professional memilih tujuan karir, mengarahkan dalam merencanakan karir
untuk meraih kepuasan karir dan mencapai tujuan karir yang telah ditetapkan
sesuai dengan pengalaman dan keahliannya.
Ada enam prinsip pengembangan karir perawat (Direktorat Keperawatan
Depkes RI, 2004):
1. Kualifikasi
Kualifikasi perawat dimulai dari lulusan D.III keperawatan, saat ini
sebagian besar lulusan D.III sehingga perlu penanganan khusus terhadap
pengalaman kerja, lamanya pengabdian terhadap profesi, uji kompetensi
dan sertifikasi.
2. Penjenjangan
Penjenjangan mempunyai makna tingkatan kompetensi untuk
melaksanakan asuhan keperawatan yang akontabel dan etis sesuai dengan
batas kewenangan praktek dan kompleksitas masalah pasien.
3. Penerapan asuhan keperawatan
Fungsi utama perawat klinik adalah memberikan asuhan keperawatan
langsung sesuai standar praktik dank ode etik.
4. Kesempatan yang sama
Setiap perawat klinik mempunyai kesempatan yang sama untuk
meningkatkan karir sampai jenjang karir professional tertinggi, sesuai
ketentuan yang berlaku.
5. Standar profesi
Dalam memberikan asuhan keperawatan mengacu pada standar praktik
keperawatan dan kode etik
6. Komitmen pimpinan
Pimpinan sarana kesehatan harus mempunyai komitmen yang tinggi
terhadap pengembangan karor perawat, sehingga dapat dijamin kepuasan
pasien serta kepuasan perawat dalam pelayanan keperawatan.
Pengembangan karir perawat merupakan suatu perencanaan dan
penerapan rencana karir. Perencanaan karir merupakan bagian dari manajemen
personal, dan menjadi hal utama untuk setiap organisasi keperawatan
(Gillies,2000). Program pengembangan karir dapat digunakan untuk
penempatan perawat pada jenjang yang sesuai dengan keahliannya, serta
menyediakan kesempatan yang lebih sesuai dengan kemampuan potensi
perawat.
Dengan adanya program pengembangan karir akan meningkatkan
kualitas kerja perawat, ia akan berusaha mengontrol karirnya dan mencapai

13
karir yang lebih baik sehingga ia akan terus berprestasi dan memperoleh
kepuasan kerja (Marquis & Huston, 2000).
Manajemen bertanggung jawab pada pengembangan karir perawat
(Marquis,2000 dan Robbin,2001). Untuk itu perlu langkah-langkah :
1. Manajemen institusi harus menciptakan jalur karir dan kenaikkan pangkat,
berupaya mencocokkan lowongan kerja dengan orang yang tepat,
meliputi : mengkaji kinerja, dan potensi perawat yang baru dan lama, agar
dapat memberikan bimbingan karir, pendidikan dan pelayihan yang tepat.
2. Membentuk jenjang karir, dan hal ini harus dikomunikasikan pada seluruh
staf dan diterapkan secara konsisten.
3. Penyerahan informasi karir, direncanakan secara jelas tujuna dan strategi
masa depan rumah sakit sehingga karyawan akan mampu mengembangkan
rencana pribadi.
4. Penerapan posisi kerja. Manajer yang efektif harus mengetahui siapa yang
dibutuhkan dan siapa yang kompeten dalam menerima tugas, tanggung
jawab, serta tantangan yang besar.
5. Penilaian kinerja karyawan. Salah satu keuntungan dari sistem penilaian
yang baik adalah adanya informasi penting tentang gambaran kinerja,
kemampuan perawat yang potensial dan memudahkan untuk mobilisasi
karir.
6. Menciptakan peluang pertumbuhan dan perkembangan bagi perawat
dengan memberi pengalaman kerja yang telah direncanakan, pengalaman
baru, menarik dan secara professional menantang dan memacu perawat
menggunakan keahliannya yang maksimal.
7. Memberikan dukungan dan dorongan dengan menyediakan pelatihan dan
pensisikan agar perawat mendapatkan kesempatan pengembangan
keterampilan, kemampuan dan pengetahuan yang terbaru.
8. Mengembangkan kebijakkan – kebijakkan personel, dengan diterapkannya
program pengembangan karir yang aktif yang menghasilkan beberapa
kebijakkan untuk mendukung program tersebut.
Manajemen yang mempromosikan sistem jenjang karir berpotensi untuk
mampu menjamin meningkatnya produktivitas dan harus dapat pula menjamin
terpeliharanya asuhan keperawatan yang berkuyalitas (Korn,1987)
Sovie telah menggambarkan peran pengembangan staf dalam
mengembangkan karir keperawatan profesional di rumah sakit. Ia
mengembangkan model untuk perawat profesional yang dapat dengan mudah
diadaptasi untuk penggunaan dalam sistem yang direncanakan atau sistem yang
ada. Tiga fase dalam pengembangan perawat adalah sebagai berikut
(Swansburg RC, 2001):
1) Identifikasi profesional, dimana individu terorientasi pada karir.
2) Maturasi profesional, dimana potensial terhadap perkembangan dan
perluasan kompetensi dikenali.
3) Penguasaan profesional, dimana potensial terhadap aktualisasi diri dicapai.

14
IV. Pengembangan Staf / Sumber Daya Manusia
Menurut Siagian ( 1997), bagi organisasi terdapat paling sedikit tujuh manfaat
yang akan dipetik melalui penyelenggaraan program – program pelatihan dan
pengembangan :
1. Peningkatan produktifitas kerja organisasi sebagai keseluruhan antara lain
karena kecermatan melakukan tugas, tumbuh suburnya berbagai satuan
kerja yang melaksanakan tugas yang melaksanakan kegiatan yang berbeda
bahkan spesialistik, meningkatnya tekad mencapai sasaran yang telah
ditetapkan serta lancarnya koordinasi sehingga organisasi bergerak sebagai
sesuatu yang bulat dan utuh.
2. Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan, antara lain
karena adanya pendelegasian wewenang, interaksi yang didasarkan pada
sikap dewasa baik secara tekhnikan maupun intelektual, saling menghargai
dan adanya kesempatan bagi bawahan untuk berfikir dan bertindak
inovatif.
3. Terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat
karena melibatkan para pegawai yang bertanggung jawab
menyelenggarakan kegiatan –kegiatan operasional dan tidak sekedar
diperintahkan oleh para manajer.
4. Meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam organisasi
dengan komitmen organisasional yang tinggi.
5. Mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan biaya
manajerial yang pertisipatif.
6. Memperlancar jalannya komunikasi yang efektif sehingga pada gilirannya
mempelancar proses perumusan kebijakkan operasi dan operasionalnya.
7. Penyelesaian konflik secara fungsional yang dampaknya adalah tumbuh
suburnya rasa persatuan dan suasana keakraban dikalangan para anggota
organisasi.

Aktifitas pengembangan staf.


1. Induction training : indokrinasi singkat mengenai organisasi : filosofi, visi,
misi dan tujuan serta hal lain yg berkaitan dengan kebijakan dan sistem
dalam organisasi
2. Orientasi training individu untuk staf yg baru bekerja atau masuk dalam
organisasi
3. “ Inservice education “ termasuk alokasi pekerjaan yang harus dilakukan
4. “ Continuing education “ termasuk perencanaan efektifitas belajar /
diklat

15
BAB III
PEMBAHASAN

I. Gambaran Umum RS Pelabuhan Jakarta


1. Sejarah
Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta pada awalnya berasal dari PHC (Port
Health Centre) yang didirikan pada tahun 1968, pada pada tahun 1977
PHC Tanjung Priok melakukan pengembangan dengan membangun
gedung yang lebih luas +/- 11.000 m2 diresmikan oleh Direktur Jenderal
Perhubungan Laut dengan nama "Rumah Sakit Pelabuhan Tanjung Priok
pada 20 Mei 1978. Pada tanggal 20 Mei 1999 secara resmi berdirilah
PT.Rumah Sakit Pelabuhan dan nama Rumah Sakit Tugu Perum Pelabuhan
II diubah menjadi "Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta" yang merupakan
salah satu Rumah Sakit dibawah PT.Rumah Sakit Pelabuhan.
RS Pelabuhan Jakarta adalah salah satu cabang dari PT.RS Pelabuhan yang
merupakan anak perusahaan dari PELINDO II. RS Pelabuhan Jakarta
pertama kali didirikan tahun 1978 dengan nama RS Pelabuhan Tanjung
Priok yang kemudian menjadi PT pada tahun 1999 dengan nama PT.RS
Pelabuhan yang terdiri dari RS Pelabuhan Jakarta, RS Pelabuhan Cirebon,
RS Pelabuhan Palembang dan RS Port Medical Center. RS Pelabuhan
Jakarta merupakan RS swasta type C yang berlokasi di daerah Jakarta Utara.

2. Visi

Menjadi Perusahaan Terbaik dalam Industri Kesehatan Nasional dengan


Layanan Profesional Kelas Dunia

3. Misi

Menjalankan usaha layanan kesehatan yang berkualitas, berorientasi pada


sinergi sumberdaya dan tekhnologi terkini serta pertumbuhan perusahaan
yang berkelanjutan

4. Value
Kerjasama, Semangat, Berwawasan, Beretika, Kesehatan Keuangan

5. Moto
Ramah, Peduli, Bersahabat

16
6. Sarana dan Kapasitas
Rawat Jalan
Layanan rawat jalan yang diselenggarakan RS Pelabuhan Jakarta sebanyak
3 Klinik besar (Umum, Spesialis dan Gigi) dengan keseluruhan klinik
sebanyak 19 klinik, yaitu ;
a) Klinik Umum
1) Klinik MCU
2) Klinik Umum
b) Klinik Gigi
1) Klinik Gigi
2) Klinik Ortodontie
3) Klinik Bedah Mulut
c) Klinik Spesialis
1) Penyakit Dalam
2) THT
3) Syaraf
4) Mata
5) Bedah Umum
6) Bedah Syaraf
7) Bedah Urologi
8) Ortopedi
9) Obstetri dan Gynekologi
10) Paru
11) Kulit dan Kelamin
12) Jantung dan pembuluh darah
13) Rehabilitasi Medik
14) Anak
d) Klinik Haemodialisa
Dari 14 klinik spesialis yang ada 5 klinik dengan rata-rata kunjungan
terbesar adalah :
1) Klinik Spesialis Penyakit Dalam sebanyak 1250 kunjungan /bln
2) Klinik Spesialis Anak sebanyak 944 kunjungan /bln
3) Klinik Spesialis Mata sebanyak 890 kunjungan /bln
4) Klinik Haemodialisa sebanyak 619 kunjungan/bln
5) Klinik Spesialis Obgyn sebanyak 596 kunjungan /bln
6) Klinik Spesialis THT sebanyak 533 kunjungan /bln
Rawat Inap
Untuk paviliun rawat inap terdiri dari 7 unit perawatan yaitu :
a) Pav. Melati (VVIP & VIP)
b) Pav. Anggrek (Kls I)
c) Pav. Baougenville (Kls II)
d) Pav. Cempaka (Kls III)
e) Pav Dahlia (Anak)
f) Pav. Mawar ( Kebidanan)

17
g) Pav Perinatologi
Dari 7 Paviliun rawat inap rata – rata 5 (lima) BOR terbesar adalah :
1) Paviliun Anggrek sebesar 70.14%
2) Paviliun Melati sebesar 69.59 %
3) Paviliun Bougenville sebesar 69.25 %
4) Paviliun Cempaka sebesar 61.71 %
5) Paviliun Dahlia sebesar 56.89 %

II. Kebijakan Pengembangan SDM


1. Kebijakkan – kebijakkan Pemerintah
a) UU RI No 44 / 2009 tentang Rumah Sakit
Dalam UU RI No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dijelaskan
bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
(promotive, preventif, kuratif dan rehabilitatif) yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Dalam UU RI No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang berkaitan
dengan SDM adalah ; Pasal 5 butir c disebutkan bahwa RS
mempunyai fungsi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam
pemberian pelayanan kesehatan.
Sedangkan pada pasal 12 tentang SDM pada ayat 1 dan 2 dikatakan
bahwa (1) Persyaratan SDM yaitu RS harus memiliki tenaga tetap
yang meliputi tenaga medis dan penunjang medis, tenaga
keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga manajemen RS, dan tenaga
kesehatan (2) Jumlah dan jenis SDM sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus sesuai dengan jenis dan klasifikasi RS.
Pasal 13 (3) berbunyi : setiap tenaga kesehatan yang bekerja di RS
harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan RS,
standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati
hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien.

b) UU RI No 36 / 2014 tentang Tenaga Kesehatan


UU RI No 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan pasal 11 ayat 1
yang dimaksud tenaga kesehatan adalah :
1) Tenaga medis
2) Tenaga psikologis klinis
3) Tenaga keperawatan
4) Tenaga kebidanan
5) Tenaga kefarmasian
6) Tenaga kesehatan masyarakat
7) Tenaga kesehatan lingkungan
8) Tenaga gizi

18
9) Tenaga keterapian fisik
10) Tenaga ketekhnisian medis
11) Tenaga tekhnik biomedika
12) Tenaga kesehatan tradisional dan
13) Tenaga kesehatan lain
Pada pasal 30 ayat 1, 2 dan 3 disebutkan (1) Pengembangan tenaga
kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu dan karier tenaga
kesehatan (2) Pengembangan tenaga kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan
serta kesinambungan dalam menjalankan praktik (3) Dalam rangka
pengembangan tenaga kesehatan, pimpinan daerah dan pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas pemberian
kesempatan yang sama kepada tenaga kesehatan dengan
mempertimbangkan penilaian kinerja.
c) UU RI No 32 / 2014 tentang Keperawatan
Pada bab II pasal 4 ayat 1 dan 2 dijelaskan bahwa tenaga keperawatan
terdiri dari vokasi dan profesi, dan tenaga profesi terdiri dari ners dan
ners spesialis, sedangkan pada pasal 18 (1) setiap perawat yang
menjalankan praktik keperawatan wajib memiliki STR, dan syarat
memiliki STR dan memperpanjang STR salah satunya adalah
kompetensi.
d) Kepmenkes No 81/MENKES/SK/2004 Tentang Pedoman Penyusunan
Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di Tingkat Propinsi,
Kabupaten, Kecamatan Rumah Sakit.
Dalam bab II (Dasar Hukum dan Pokok-Pokok Perencanaan
SDM Kesehatan) pada ayat 2 dijelaskan bahwa perencanaan SDM
ditujukkan pada perhitungan kebutuhan SDM Kesehatan untuk
memenuhi kebutuhan sarana pelayanan kesehatan.
Selain itu pada bab IV dijelaskan tentang Pendekatan dan
Metode Penyusunan Rencana Kebutuhan SDM Kesehatan, sehingga
rumah sakit dapat membuat perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan
di institusinya dengan baik.
Pada bab V dijelaskan tentang Langkah Pokok Penyusunan
Kebijakkan dan Rencana Pengembangan SDM Kesehatan, dimana
pada bab ini dijelaskan langkah –langkah yang harus dilalui dalam
penyusunan rencana pengembangan SDM.

2. Kebijakkan – kebijakkan RS
a) Jenjang karier yang berlaku di RS Pelabuhan Jakarta adalah :
D.III Keperawatan dibagi menjadi ;
 Penata rawat Pratama (lulus dalam masa percobaan)
 Penata rawat Muda (telah menduduki jabatan penata rawat
pratama minimal 6 tahun)

19
 Penata rawat Madya (telah menduduki jabatan penata rawat muda
minimal 6 tahun)
 Penata rawat Utama (telah menduduki jabatan penata rawat
madya minimal 6 tahun)
Sarjana Keperawatan dibagi menjadi :
 Staf Keperawatan Pratama (lulus dalam masa percobaan)
 Staf Keperawatan Muda (telah menduduki jabatan staf
keperawatan pratama minimal 6 tahun)
 Staf Keperawatan Madya (telah menduduki jabatan staf
keperawatan muda minimal 6 tahun)
 Staf Keperawatan Utama (telah menduduki jabatan staf
keperawatan madya minimal 6 tahun)

b) Melanjutkan pendidikan yang berlaku di RS Pelabuhan Jakarta


adalah :
Apabila pekerja ingin melanjutkan pendidikan D3/ D4/S1/S2 baik
tugas belajar maupun biaya sendiri persyaratannya sebagai berikut :
1) Pekerja tetap dengan masa kerja di PT. RSP minimal 3 tahun
2) Usia maksimal 35 tahun
3) PKP baik
4) Lulus seleksi
5) Membuat surat pernyataan ikatan dinas

III. ANALISA SITUASI LINGKUNGAN


Analisa lingkungan terdiri dari :
a. Analisa Eksternal : mencakup kekuatan dan kelemahan
b. Analisa Internal : mencakup peluang dan tantangan
Analisa Eksternal dan Internal saat ini popular disebut dengan Analisa SWOT.
Analisa SWOT dilakukan untuk mendapatkan rencana Strategi jangka panjang.
Kekuatan yang dimiliki RS Pelabuhan Jakarta
1. Sumber/Resourses
a) Mempunyai tenaga dokter Spesialis yang cukup lengkap
b) Pegawai dan perawatnya berjiwa semangat
c) Tenaga Para Medis 122 perawat
d) Tenaga paramedis, perawat maupun bidan di RS Pelabuhan Jakarta
minimal D-III
e) Usia pegawai dan perawat relatif muda (tenaga produktif)
f) Sebagai salah satu anak perusahaan PELINDO II
g) Sudah terakreditasi KARS Versi 2012
2. Pelayanan
a) Sudah cukup dikenal masyarakat sekitar karena berdiri dari tahun
1978
b) Tarif pelayanan RS Pelabuhan Jakarta berkompetitif dengan tarif RS
sekitarnya

20
c) Menerima pasien dari IPC Group, perusahaan, asuransi dan BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
d) Mempunyai sarana perparkiran yang luas.
e) Mempunyai lokasi/suasana yang strategis dan mudah dijangkau.
f) Gedung/ruangan yang tersedia mampu menampung kegiatan rawat
jalan dan rawat inap.
g) Sarana/fasilitas penunjang medis cukup lengkap seperti, laboratorium,
farmasi, radiologi dan rehabilitasi medis.
h) Jumlah tempat tidur relatif cukup 144 TT
i) Potensi pengembangan sarana masih sangat memungkinkan.
j) Pelayanan relatif banyak, contoh : rawat jalan, rawat inap, ICU,
Perinatologi, Stroke unit
k) Mempunyai sarana ibadah.
l) BOR yang semangkin meningkat

Kelemahan yang dimiliki RS Pelabuhan Jakarta


1. Sumber/Resourses
a) Pegawai yang pendidikannya belum sesuai dengan jenjang.
b) Motivasi kerja masih perlu ditingkatkan.
c) Keterampilan kerja para seluruh jajaran rumah sakit (pegawai dan
perawat) masih perlu ditingkatkan.
d) Disiplin waktu para dokter masih perlu ditingkatkan.
e) Dana / anggaran pengembangan terbatas
f) Infrastuktur sistem sudah cukup lama tidak di upgrade
g) Turn Over tenaga keperawatan cukup tinggi
h) Masih banyak tenaga keperawatan honorer
2. Pelayanan
a) Orientasi konsumen terhadap pelanggan belum sepenuhnya
terlaksana.
b) Koordinasi antar unit masih perlu ditingkatkan.
c) Pengadaan barang menggunakan alur yang cukup panjang.
d) Beberapa jenis alat penunjang diagnostik masih kurang.
e) Area rawat jalan yang kurang karena meningkatnya pasien BPJS
Kesehatan

Tantangan – tantangan yang dimiliki RS Pelabuhan Jakarta


1. Sumber/Resourses
a) Jumlah pasien BPJS Kesehatan yang terus meningkat
b) Kepercayaan pasien semangkin meningkat
2. Pelayanan
a) Adanya rumah sakit yang lebih memiliki alat-alat canggih
b) Pertumbuhan RS sekitar semakin pesat
c) Terdapat 11 RS diwilayah Jakarta Utara

21
d) Semangkin tinggi pengetahuan masyarakat mengenai peraturan /
hukum rumah sakit
Peluang-peluang yang dimiliki RS Pelabuhan Jakarta
1. Sumber/Resourses
a) Lokasi RS merupakan lokasi pengembangan kawasan perumahan dan
perkantoran.
b) Pemanfaatan tenaga medis professional
c) Kerjasama dengan perusahaan sekitar cukup banyak
d) RS dapat dukungan dari PELINDO II

2. Pelayanan
a) Jumlah kunjungan pasin masih dapat ditingkatkan malalui kegiatan
rumah sakit proaktif dan pemasaran sosial.
b) Pemanfaatan sarana dan prasarana masih dapat ditingkatkan.
c) Kinerja dokter spesialis masih dapat ditingkatkan.
d) Kinerja perawat masih dapat ditingkatkan

IV. Analisis SWOT


Berikut ini adalah hasil analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan
threats) RS Pelabuhan Jakarta:
No Uraian Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan
. 1 2 3 Tot 1 2 3 tot 1 2 3 to 1 2 3 tot
t
ASPEK
PELAYANAN
1. Indeks 2
kepuasan
pasien
terhadap
layanan
keperawatan
2. Produk jasa 2
yg dihasilkan
3. Kinerja 2
pelayanan
keperawatan
4. Biaya
pelayanan 1
kesehatan
relative
rendah
dibandingkan
pesaing
5. Jumlah

22
pelayanan -
kesehatan 2
masih sedikit
di banding
pesaing
6. Kemampuan -
meraih pasar 2
dibandingkan
pesaing
7. Potensi pasar 2
masih besar
8. Rumah sakit
hanya mena- 2
warkan
pelayanan
kesehatan
yang sama
dengan
pesaing
Sub Jumlah 0 6 0 6 0 0 0 0 1 4 0 5 0 - 0 -4
4

No. Uraian Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan


1 2 3 Tot 1 2 3 tot 1 2 3 tot 1 2 3 tot
ASPEK KEUANGAN
1. Pendapatan operasional 2
selalu meningkat
2. Pembayaran pendidikan -3
oleh RS
3. Operational cost -
recovery 1
4. Target pencapaian laba
terus meningkat -3
5. Adanya aturan
perusahaan tentang
melanjutkan pendidikan 2
7. Anggaran untuk diklat 2
cukup memadai
Sub Jumlah 0 4 0 2 - - 0 -3 0 2 0 2 0 0 -3 -3
1 2

No Ur Ke Ke Pel Tantangan
. aia ku le ua

23
n ata ma ng
n ha
n
1 2 3 Tot 1 2 3 tot 1 2 3 tot 1 2 3 tot
ASPEK ADMINISTRASI
1. Pelayanan kesehatan 3
yang dibuka terus
bertambah
2. Sistem pelayanan kes -
berubah menjadi 3
BPJS kesehatan
3. Pelayanan -
administrasi 2
keperawatan belum
menerapkan SIRS
secara optimal
4. Pembinaan rumah 2
sakit di bawah PT
RSP
Sub Jumlah 0 0 3 3 0 - 0 -2 0 2 0 0 0 0 - -5
2 3

No. Uraian Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan


1 2 3 tot 1 2 3 tot 1 2 3 tot 1 2 3 Tot
ASPEK SDM
1. Jumlah perawat 3
spesialis
2. Komposisi / jenis 2
dokter spesialis
3. Sebagian besar staf 1
administrasi
berpendidikan D.III
4. Jumlah tenaga -1
keperawatan yang
Ners
5. Dukungan dan -
komitmen SDM 2
tentang peningkatan
pendidikan perawat
belum maksimal
6. Komposisi perawat -
vokasional dan 2
professional
Sub Jumlah 1 2 0 6 -1 - -3 -4 0 0 0 0 0 0 0 0

24
4

No. Uraian Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan


1 2 3 tot 1 2 3 tot 1 2 3 tot 1 2 3 tot
ASPEK SARANA &
PRASARANA
1. Pemanfaatan - -3
teknologi informasi 2
masih terbatas
2. Peralatan memenuhi 3
standar pelayanan
minimal
3. Luas ruang
perawatan cukup 2
memadai
Sub Jumlah 1 2 3 3 0 0 -3 -3 0 0 0 0 0 0 0 0

V. Posisi Organisasi
Dari hasil tabulasi di atas dilakukan tahap penyesuaian (matching) dengan
menggunakan matriks SWOT sebagai alat diagnosis untuk menentukan
alternatif langkah Strategi.
Menghitung skor total dari masing-masing kumpulan variable sebagai berikut :
 Total skor Kekuatan (S) = 20
 Total skor Kelemahan (W) = 11
 Total skor Peluang (O) =7
 Total skor Tantangan (T) = 15

VI. Kebijakan dan Perencanaan Perkembangan


Dari tabel di atas, terlihat bahwa RS Pelabuhan Jakarta mempunyai kekuatan
yang cukup namun menghadapi tantangan yang cukup signifikan dari luar,
terutama pesaing. Sehingga fokus strategi yang harus dikembangkan dalam
posisi ini adalah:
1. Pengembangan jenis pelayanan kesehatan.
Strategi ini dapat berupa pembukaan pelayanan kesehatan pengembangan
unit usaha yang bersifat komersial seperti pengembangan layanan
medical chek up, penunjang diagnostic lain
2. Pembenahan internal untuk meningkatkan daya saing
Pembenahan internal perlu dilakukan terutama untuk memperbaiki
kelemahan-kelemahan yang ada seperti pembenahan bidang sumber daya
manusia, sarana dan prasarana dan administrasi rumah sakit.

25
3. Peningkatan pelayanan yang berorientasi pelanggan
Peningkatan pelayanan kesehatan yang berorientasi pelanggan perlu
dilaksanakan terutama menghadapi persaingan rumah sakit yang semakin
ketat. Pasien dalam memilih rumah sakit tentu saja melihat keunggulan
yang dimiliki rumah sakit bersangkutan. Strategi ini dapat berupa
pengembangan fasilitas-fasilitas penunjang medis, penyediaan sistem
rujukan, peningkatan kesembuhan pasien, peningkatan pendidikan dan
pelatihan SDM bidang kesehatan.
4. Melakukan Pelatihan, Seminar dan Workshop
Dalam meningkatkan pengetahuan dan skill perawat diperlukan adanya
pelatihan, seminar dan workshop secara rutin dan berkesinambungan
minimal untuk diklat internal 20 jam / tahun
5. Restrukturisasi pengelolaan keuangan
Pengelolaan keuangan yang efektif dan efisien merupakan kunci kinerja
keuangan yang sehat. Oleh sebab itu restrukturisasi perlu dilaksanakan
dengan cara antara lain evaluasi sistem keuangan yang berlaku dan
menyesuaikan dengan aturan keuangan perusahaan yang mendorong
efisiensi, efektivitas dan produktivitas.
6. Perencanaan Pendidikan Berkelanjutan
Perencanaan pendidikan berkelanjutan perlu dibuat dengan baik agar
kualitas asuhan keperawatan yang diberikan semakin meningkat, yaitu
ratio antara vokasional dan professional dapat mencapai 60 : 40 %.

VII. Pelatihan Keperawatan


Pelatihan yang telah dilakukan di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta khususnya
untuk bidang Keperwatan
1) Pelatihan manajemen bangsal
2) Pelatihan perawatan pasien stroke
3) Pelatihan HD
4) Pelatihan ICU
5) Pelatihan BTCLS
6) Pelatihan EKG
7) Pelatihan Patient Safety
8) Pelatihan Instruktur Klinik
9) Pelatihan Asesor
10) Pelatihan Akreditasi RS
11) Pelatihan Service Exelent
12) Pelatihan Askep Pasien Penderita Kritis, Anak, dll

26
BAB IV
ANALISA PERENCANAAN KEBUTUHAN PERAWAT

I. Kebutuhan Tenaga Keperawatan


RS Pelabuhan Jakarta saat ini mempunyai 124 perawat yang terdiri dari 84
perawat di Rawat inap dan 38 perawat di rawat jalan.
NO PENDIDIKA MASA KERJA
N >10 6-10 3-5 <3 KONTRAK JUMLA
THN THN THN THN H
1 D.III 25 16 14 4 21 80
2 S1 (Ners) 2 1 1 4
27 17 15 4 21 84

NO PENDIDIKA MASA KERJA


N >10 6-10 3-5 <3 KONTRAK JUMLA
THN THN THN THN H
1 D.III 6 3 9 1 7 27
2 D.III Gigi 3 1 1 3 1 9
2 S1 (Ners) 1 1 0 0 0 2
10 5 10 6 8 38

Dari kondisi yang ada dengan rata-rata pasien perhari 107 orang dan rata-rata
kunjungan rawat jalan perhari 100 org/hari. Dengan perhitungan DepKes maka
kebuituhan tenaga keperawatan di RS Pelabuhan Jakarta sebanyak ;
Rawat Inap + Rawat Jalan + IGD dan OK sebanyak 157 orang
Apabila menggunakan rasio 60 : 40 untuk tenaga perawat profesional dengan
perawat vokasional maka tenaga yang dibutuhkan saat ini adalah 94 tenaga
profesional dan 63 orang. Sedangkan tenaga yang ada saat ini hanya 6 orang
tenaga profesional dan 116 tenaga vokasional.
Untuk menunjang kegiatan dan visi serta misi RS maka SDM keperawatan
perlu penambahan tenaga keperawatan baik dari segi kualitas maupun
kuantitas.
Dari segi kuantitas maka tenaga keperawatan yang masih dibutuhkan adalah
sebesar 157 orang – 122 orang yaitu sebesar 35 orang, sedangkan secara
kualitas tenaga profesional 88 tenaga profesional atau Ners.
II. Perencanaan Pemenuhan Kebutuhan Tenaga

27
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga tersebut maka perencanaan yang dapat
dibuat adalah ;
A. Perencanaan pemenuhan kebutuhan
Perencanaan pemenuhan kebutuhan dilakukan dengan mengajukan
penambahan tenaga dengan cara perekrutan tenaga keperawatan.
B. Perencanaan pendidikan berkelanjutan secara formal
Perencanaan pendidikan berkelanjutan secara formal membuat pemetaan
untuk peningkatan pendidikan tenaga D.III keperawatan yang ada ke S1
Keperawatan secara berjenjang sesuai peraturan RS.
C. Perencanaan pendidikan secara informal
Perencanaan pendidikan secara informal dengan membuat program diklat
keperawatan, dimana semua tenaga keperawatan diRS harus diberikan
pendidikan secara internal yaitu dengan diklat inhouse training.

BAB V
PENUTUP

I. Kesimpulan
Peningkatan pelayanan mutu di Rumah Sakit dapat dilakukan dengan
mengoptimalkan kemampuan sumber daya manusia yag dimiliki. Ada beberapa
aspek yang harus diperhatikan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan di
Rumah Sakit. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan
keperawatan yang bermutu dapat berwujud pada peningkatan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat mewujudkan
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Oleh karena itu pengembangan staf merupakan hal yang sangat penting
dalam suatu organisasi karena staf / SDM merupakan kekayaan perusahaan yang
sangat berharga untuk kemajuan dan perkembangan suatu organisasi.
Pemerintah telah menetapkan jenjang karier dalam tenaga keperawatan
yang salah satunya bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan kemampuan
baik skill maupun knowledge perawat dalam memberikan layanan keperawatan,
namun sayangnya belum semua rumah sakit mempunyai program
pengembangan staf dan jenjang yang baik, untuk itu diperlukan komitmen
pimpinan fasyankes yg tinggi terhadap upaya peningkatan pelayanan kesehatan
bermutu melalui SDM berkualitas.

II. Saran
Manajemen rumah sakit hendaknya dapat menerapkan rencana strategi yang
telah dibuat agar menghasilkan mutu pelayanan yang berkualitas. Selain itu
manajemen Rumah Sakit juga melakukan evaluasi atas kegitan yang telah
dilaksanakan, sehingga mengetahui hal-hal yang menjadi kekuatan, kelemahan,
peluang bahkan ancaman bagi Rumah Sakit itu sendiri. Rumah Sakit dapat

28
menggunakan model yang telah ditetapkan dengan melakukan modifikasi
sesuai dengan kondisi rumah sakit masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Y.T (2002). Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Edisi Kedua. Jakarta.
UI-Pres

Asmuji. (2011). Modul Manajemen Keperawatan. Jakarta.

Buchari (2007). Manajemen Kesehatan Kerja. Jakarta. EGC

Davis K & Newstrom JW. 1985. Perilaku dalam organisasi. Jilid 1. Edisi 7. Alih
bahasa Agus Dharma. Penerbit Erlangga: Jakarta.

Gillies,DA. (1994). Nursing Management : A System Approach. 3rdEd. Philadelphia:


WB. Saunders Company

Handoko, T.H. (2007). Manajemen personalia dan sumber daya manusia. (Edisi ke
2). Yogyakarta:BPFE

Huber,D.L. (2006). Leadership and nursing care management. (3rdEd). USA;Elsevier

Hasibuan, M.S.P. (2009). Manajemen Sumber Daya. Edisi Revisi. Jakarta. Bumi
Aksara

Keliat, dkk (2006). Modul model praktek keperawatan professional jiwa. Jakarta.
Fakultas Keperawatan
Universitas Indonesia dan World Health Organization Indonesia

Marquis, B.L. & Huston, C., J. ( 2010). Kepemimpinan Dan Manajemen


Keperawatan:Teori & Aplikasi, Ed 4, Alih Bahasa, Widyawati dkk, Editor
Edisi Bahasa Indonesia Egi Komara Yuda dkk, Jakarta. EGC

Mathis, R.L dan Jackson, J.H. (2006) Human Resource Management: Manajemen
Sumber Daya Manusia. Ed. Alih bahasa Diana Angelica. Jakarta: Salemba.

Muninjaya, Gde (2004). Manajemen Kesehatan. Jakarta. EGC

Nursalam. 2002. Manajemen keperawatan: aplikasi dalam praktik keperawatan


profesional. Edisi 1. Salemba Medika: Jakarta.

29
Swansburg, RC. 2001. Pengembangan staf keperawatan: suatu komponen
pengembangan SDM. Alih bahasa Agung Waluyo, Yasmin Asih. Edisi 1. EGC:
Jakarta.

Swansburg, R.C., & Swansburg, R.J., (1999). Introductory Management Leadership


for Nurses. (2rdEd). London. Jones and Bartlett Publishers, Inc.

WHO. 2003. Nursing and midwifery workforce management: conceptual and


framework. WHO Regional office for south east asia: India

30

Anda mungkin juga menyukai