Disusun Oleh :
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang
senantiasa memberikan kemudahan, kelancaran beserta limpahan Rahmat dan Karunia-Nya
yang tiada terhingga. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah SAW
yang telah memberikan suri tauladan bagi kita semua.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua . Begitu pula
makalah ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan, untuk itu kami mengharapkan kritik
dan sarannya yang bersifat membangun.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
BAB II PEMBAHASAN
D. Karakteristik Anak
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
MAKALAH GENDER DALAM ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gender, merupakan istilah yang baru dalam islam, karena sesungguhnya gender sendiri merupakan
suatu istilah yang muncul di barat pada sekitar ± tahun 1980. Digunakan pertama kali pada
sekelompok ilmuan wanita yang juga membahas tentang peran wanita saat itu. Islam sendiri tidak
mengenal istilah gender, karena dalam islam tidak membedakan kedudukan seseorang berdasarkan
jenis kelamin dan tidak ada bias gender dalam islam. Islam mendudukkan laki-laki dan perempuan
dalam posisi yang sama dan kemuliaan yang sama.
Hal itu sesuai dengan mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang kami dapat, yang kemudian kami
diskusikan sekelompok dengan menggali beberapa pengetahuan dari berbagai referensi yang
mendukung dan berkaitan hal tersebut, “Gender Dalam Islam”, dari tema tersebut kemudian muncul
judul makalah yang berjudulkan “Tantangan Keadilan Gender Dalam Islam”.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dijadikan ukuran dalam makalah ini antar lain sebagai berikut :
1. Apa pengertian gender?
2. Apa konsep-konsep gender?
3. Meliputi apa saja permasalahan gender?
4. Seperti apa ketidakadilan gender itu?
5. Apakah gender dalam islam itu?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian gender dalam berbagai aspek.
2. Untuk mengetahui konsep- konsep gender.
3. Mengetahui segala permasalahan yang bekaitan dengan gender.
4. Mencari kebenaran tentang keadilan dalam gender.
5. Memperluas pengetahuan gender dalam pandangan islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Gender
Secara etimologis, gender itu berasal dari bahasa latin “GENUS” yang berarti jenis atau
tipe (androsexo, Google.com). Sedang dalam Kamus Bahasa Inggris dan Indonesia mempunyai arti
“jenis kelamin” (kamus kontemporer, 2001:186), Sedang dalam kamus Bahasa Arab kata yang di
artikan sebagai gender sendiri mengalami banyak perdebatan/penolakan dikalangan cendekiawan
ataupun ulama’ islam sendiri, karena sesungguhnya kata tersebut bukanlah berasal dari akar kata
bahasa Arab, melainkan berasal dari bahasa Yunani(Androsexo, Google.com).
Sedangakan secara terminologisgender artinya suatu konsep, rancangan atau nilai yang mengacu pada
sistem hubungan sosial yang membedakan fungsi serta peran perempuan dan laki-laki dikarenakan
perbedaan biologis atau kodrat, yang oleh masyarakat kemudian dibakukan menjadi budaya dan
seakan tidak lagi bisa ditawar, ini yang tepat bagi laki-laki dan itu yang tepat bagi perempuan. Dan
kemudian dikuatkan oleh nilai ideologi, hukum, politik, ekonomi, dan sebagainya. Atau dengan kata
lain, gender adalah nilai yang dikonstruksi oleh masyarakat setempat yang telah mengakar dalam
bawah sadar kita seakan mutlak dan tidak bisa lagi diganti. MenurutWomen’s Studies
Encyclopedia dalam buku Din Al-Islam, gender berarti suatu konsep kultur yang berupaya membuat
perbedaan dalam hal pesan, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan
perempuan yang berkembang dalam masyararakat (Vita Fitria, 2008:160).
Gender diartikan pula sebagai perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab antara laki-laki dan
perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan
jaman (Sri Sundari Sasongko, 2009:7).
Dalam pandangan lain, gender diartikan sebagai himpunan luas karakteristik yang terlihat untuk
membedakan antara laki-laki dan perempuan, membentang dari seks biologis, pada manusia, peran
sosial seseorang atau identitas gender.
Gender itu sendiri merupakan kajian perilaku atau pembagian peran antara laki-laki dan perempuan
yang sudah dibentuk di masyarakat tertentu dan pada masa waktu tertentu. Tidak hanya itu, bahkan
lembaga pendidikan yang ada dengan sengaja atau tanpa sengaja memberikan peran (perilaku) yang
sehingga membuat kita berpikir bahwa memang demikianlah adanya peran-peran yang harus kita
jalankan, dan seakan-akan kita menganggapnya sebagai kodrat.
Contohnya di sekolah dasar, yang mana dalam buku bacaan pelajaran juga digambarkan peran-peran
jenis kelamin, seperti “Bapak membaca koran, sementara Ibu memasak di dapur”. Peran-peran hasil
bentukan sosial-budaya inilah yang disebut dengan peran jender. Peran yang menghubungkan
pekerjaan dengan jenis kelamin. Apa yang “pantas” dan “tidak pantas” dilakukan sebagai seorang
laki-laki atau perempuan.
Dari beberapa difinisi tersebut, perlu dipahami bahwa untuk memahami konsep gender harus di
bedakan kata gender dengan kata sex. Meskipun secara etimologis mempunyai arti yang sama
yaitu jenis kelamin, namun secara konseptual, dua hal tersebut sangatlah berbeda. Secara umun sex
digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan secara biologis, yang meliputi
perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi dan karakteristik
biologis lainnya (Vita Fitria, 2008:161).
Seks merupakan jenis kelamin biologis ciptaan Tuhan, seperti perempuan memiliki vagina, payudara,
rahim, bisa melahirkan dan menyusui sementara laki-laki memiliki jakun, penis, dan sperma, yang
sudah ada sejak dahulu kala. Sedangkan gender menyangkut perbedaan fungsi, dan peran (Nasaruddin
Umar, 2002:15).
B. Konsep-Konsep Gender
Agama mengamanahkan manusia untuk memperhatikan konsep keseimbangan, keserasian,
keselarasan, keutuhan, baik sesama umat manusia maupun dengan lingkungan alamnya. Konsep relasi
gender dalam Islam lebih dari sekedar mengatur keadilan gender dalam masyrakat, tetapi secara
teologis dan teleologis mengatur pola relasi mikrokosmos (manusia), makrosrosmos (alam), dan
Tuhan. Hanya dengan demikian manusia dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah, dan hanya
khalifah sukses yang dapat mencapai derajat abid sesungguhnya.
Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam menjalankan peran
khalifah dan hamba. Soal peran sosial dalam masyarakat tidak ditemukan ayat Al-Qur’an atau hadits
yang melarang kaum perempuan aktif di dalamnya. Sebaliknya Al-Qur’an dan hadits banyak
mengisyaratkan kebolehan perempuan aktif menekuni berbagai profesi.
Dalam buku karangan Mansur Fakih dijelaskan, bahwa Semua hal yang dapat dipertukarkan antara
sifat atau aktifitas perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu, dari satu tempat
ke tempat lain, dari satu kelas ke kelas lain, itulah yang kemudian di kenal dengan konsep
gender (Vita Fitria, 2008:162).
Sebenarnya kondisi ini tidak ada salahnya. tetapi akan menjadi bermasalah ketika peran-peran yang
telah diajarkan kemudian menempatkan salah satu jenis kelamin (baik laki-laki maupun perempuan)
pada posisi yang tidak menguntungkan. Karena tidak semua laki-laki mampu bersikap tegas dan bisa
ngatur, maka laki-laki yang lembut akan dicap banci. Sedangkan jika perempuan lebih berani dan
tegas akan dicap tomboi. Tentu saja hal ini tidak cocok dan memberikan tekanan.
Dengan demikian, keadilan gender adalah suatu kondisi adil bagi perempuan dan laki-laki untuk dapat
mengaktualisasikan dan mendedikasikan diri bagi pembangunan bangsa dan negara. Keadilan dan
kesetaraan gender berlandaskan pada prinsip-prinsip yang memposisikan laki-laki dan perempuan
sama-sama sebagai hamba Tuhan (kapasitasnya sebagai hamba laki-laki dan perempuan masing-
masing akan mendapatkan penghargaan dari Tuhan sesuai dengan pengabdiannya). Dalam surat An-
Nahl (16): 97;
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya
akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan”.
Dan dalam surat al-qur’an yang lain pun juga di jelaskan, diantaranya yaitu surat Al-A’raf (7): 22,
165, dan 172.
Ayat-ayat tersebut diatas mengisyaratkan tentang konsep kesetaraan dan keadilan gender serta
memberikan ketegasan bahwa prestasi individual baik dalam bidang spiritual maupun urusan karir
profesional, tidak mesti dimonopoli oleh salah satu jenis kelamin saja. Laki-laki dan perempuan
memperoleh kesempatan yan sama meraih prestasi yang optimal.
Dalam Al-Qur’an sendiri sudah dijelaskan dengan tujuannya, yaitu mengharapkan terwujudnya
keadilan bagi masyarakat. Keadilan dalam Al-Qur’an mencakup segala segi kehidupan umat manusia,
baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Al-Qur’an tidak mentolerir segala bentuk
penindasan, baik berdasarkan kelompok etnis, warna kulit, suku bangsa, kepercayaan, maupun yang
berdasarkan jenis kelamin.
C. Permasalahan Gender
Perbedaan gender sebenarnya tidak menjadi persoalan sepanjang tidak memunculkan ketidakadilan,
namun perlu diperhatikan juga mengenai terjadinya ketidakadilan gender (Vita Fitria, 2008:162).
Ketidakadilan gender atau diskriminasi gender merupakan akibat dari adanya sistem (struktur) sosial
dimana salah satu jenis kelamin (laki-laki maupun perempuan) menjadi korban. Hal ini terjadi karena
adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban manusia dalam berbagai
bentuk dan cara yang menimpa kedua belah pihak, walaupun dalam kehidupan sehari-hari lebih
banyak dialami oleh perempuan.
Ketidakadilan atau diskriminasi gender sering terjadi dalam keluarga dan masyarakat serta di tempat
kerja dalam berbagai bentuk, diantaranya yaitu:
1. Stereotip/Citra Baku
Yaitu pelabelan terhadap salah satu jenis kelamin yang seringkali bersifat negatif dan pada umumnya
menyebabkan terjadinya ketidakadilan. Misalnya, karena perempuan dianggap ramah, lembut, rapi,
maka lebih pantas bekerja sebagai sekretaris, guru Taman Kanak-kanak; kaum perempuan ramah
dianggap genit; kaum laki-laki ramah dianggap perayu (Sri Sundari Sasongko, 2009:7).
Sementara itu dalam buku lain diumpamakan stereotipe yang berawal dari asumsi bahwa perempuan
bersolek adalah untuk memancing perhatian laki-laki. Dalam buku karangan Mansur Fakih dikatakan
bahwa setiap ada kasus pelecehan seksual atau pemerkosaan selalu di kaitkan dengan stereotipe ini,
yang berakbat, perempuanlah yang disalahkan oleh masyarakat (Vita Fitria, 2008:163).
2. Subordinasi/Penomorduaan
Yaitu adanya anggapan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih rendah atau dinomorduakan
posisinya dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya. Contoh: Sejak dulu, perempuan mengurus
pekerjaan domestik sehingga perempuan dianggap sebagai “orang rumah” atau “teman yang ada di
belakang”(Sri Sundari Sasongko, 2009:7).
3. Marginalisasi/Peminggiran
Adalah kondisi atau proses peminggiran terhadap salah satu jenis kelamin dari arus/pekerjaan utama
yang berakibat kemiskinan. Misalnya, perkembangan teknologi menyebabkan apa yang semula
dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang pada umumnya dikerjakan
oleh lakilaki (Sri Sundari Sasongko, 2009:7).
4. Beban Ganda/Double Burden
Yaitu suatu perlakuan terhadap salah satu jenis kelamin dimana yang bersangkutan bekerja jauh lebih
banyak dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya. Mengapa Beban Ganda bisa terjadi? Berbagai
observasi menunjukkan bahwa perempuan mengerjakan hampir 90 persen dari pekerjaan dalam
rumah tangga. Karena itu, bagi perempuan yang bekerja di luar rumah, selain bekerja di wilayah
publik, mereka juga masih harus mengerjakan pekerjaan domestic (Sri Sundari Sasongko, 2009:7).
Dalam buku karangan Mansur Fakih dikatakan bahwa kaitanya ini belum terfikirkan bagaimana bila
perempuan bekerja, otomatis beban kerja akan semakin berat, dan ahirnya ada pelimpahan
kerja domestic worker (pekerja rumah tangga) yang mayoritas adalah kaum perempuan juga (Vita
Fitria, 2008:164).
5. Kekerasan/Violence
Yaitu suatu serangan terhadap fisik maupun psikologis seseorang, sehingga kekerasan tersebut tidak
hanya menyangkut fisik (perkosaan, pemukulan), tetapi juga nonfisik (pelecehan seksual, ancaman,
paksaan, yang bisa terjadi di rumah tangga, tempat kerja, tempat-tempat umum (Sri Sundari
Sasongko, 2009:7).
Yang artinya :
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberkepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
3) Sama-sama memohon ampun dan sama-sama diampuni Tuhan, dijelaskan dalam surat Al-
A’raf, (7):23;
Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika
Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami
termasuk orang-orang yang merugi.
4) Setelah di bumi keduanya mengembangkan keturunan dan saling melengkapi dan saling
membutuhkan, dijelaskan dalam surat Al-Baqarah, (2):187;
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu;
mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui
bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan
memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah
ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari
benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam,
(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah
larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-
ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.
e. Perempuan dan Laki-laki sama-sama berpotensi meraih prestasi, peluang untuk meraih prestasi
maksimum tidak ada pembedaan antara perempuan dan laki-laki ditegaskan secara khusus
dalam 3 (tiga) ayat, yakni: QS. Ali Imran, (3):195, QS. An-Nisa, (4):124, QS. An-Nahl,
(16):97. Ketiganya mengisyaratkan konsep kesetaraan gender yang ideal dan memberikan
ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun karier profesional,
tidak mesti didominasi oleh satu jenis kelamin saja.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil diskusi kelompok kami yaitu sebagai
berikut :
1. Gender merupakan sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang
dikonstruksi secar sosial maupun cultural.
2. Pengertian antara gender dan sex secara bahasa itu tidak ada perbedaan, namun secara istilah
konteks gender dan sex itu beda.
3. Dalam konsep gender itu lebih ditekankan pada aspek maskulinitas (laki-laki berjiwa jantan)
dan feminitas (kewanitaan) seseorang, dan semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat
atau aktifitas perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu, dari satu
tempat ke tempat lain, dari satu kelas ke kelas lain itulah yang dikenal dengan konsep gender.
4. Suatu permasalahan dalam persoalan perbedaan gender tidak akan pernah muncul sepanjang
tidak memunculkan ketidakadilan (bias gender).
5. Dalam Al-Qur’an kapasitas sebagai hamba tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan.
6. Dalam bidang spiritual maupun karier profesional, tidak mesti harus didominasi oleh satu jenis
kelamin.
B. SARAN
Pada kehidupan masyarakat sekarang ini kerap terjadi tindak bias gender, sehingga kelompok
kami berharap tindak ketidakadilan gender atau yang lebih tepat disebut dengan bias gender itu di
hilangkan, karena secara langsung maupun tidak langsung itu akan berdampak pada lingkungan
keluarga, lingkungan pendidikan, dan juga lingkungan pekerjaan.