Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
LANDASAN TEORI
Dimulai dari unit pembangkitan dimana tenaga listrik dibangkitkan di Pusat Tenaga Listrik seperti
PLTA, PLTU, PLTD, PLTP, PLTG dan PLTGU kemudian disalurkan melalui unit transmisi
setelah terlebih dahulu dinaikkan tegangannya oleh transformator penaik tegangan (step up
transformer) yang ada di unit pembangkitan. Unit Transmisi ini yang menghubungkan antara unit
pembangkitan dengan Gardu Induk (GI). Di lingkungan operasional PLN saluran transmisi dibagi
menjadi tiga macam nilai tegangan yaitu saluran transmisi yang bertegangan tinggi 70 kV, 150
kV, dan 500 kV dimana saluran 150 kV lebih banyak digunakan dari pada saluran 70 kV. Setelah
tenaga listrik disalurkan melalui saluran transmisi maka sampailah tenaga listrik di Gardu Induk
(GI) sebagai pusat beban untuk diturnkan tegangnnya melalui transformator penurun tegangan
(step down transformer) menjadi tegangan 20 kV, 12 kV, dan 6 kV pada unit distibusi yang lebih
dikenal dengan tegangan distribusi primer. Saat ini tegangan 20 kV pada sakuran distribusi primer
lebih dikembangkan oleh PLN.
Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 kV dengan transformator penurun
tegangan pada gardu induk distribusi, kemudian dengan sistem tegangan tersebut penyaluran
tenaga listrik dilakukan oleh saluran distribusi primer. Dari saluran distribusi primer inilah gardu-
gardu distribusi mengambil tegangan untuk diturunkan tegangannya dengan trafo distribusi
menjadi sistem tegangan rendah, yaitu 220/380Volt. Selanjutnya disalurkan oleh saluran distribusi
sekunder ke konsumen-konsumen. Dengan ini jelas bahwa sistem distribusi merupakan bagian
yang penting dalam sistem tenaga listrik secara keseluruhan. (Suhadi. 2008; 11)
Ditinjau dari tegangannya sistem distribusi dibagi menjadi dua macam, yaitu: (Suhadi. 2008; 14)
a. Distribusi Primer
Yaitu suatu saluran distribusi dengan tegangan operasi nominal 20 kV. Dikenal juga sebagai
Jaringan Tegangan Menengah (JTM). Saluran Distribusi Primer dapat berupa Saluran Udara
Tegangan Menengah (SUTM), Saluran Kabel Udara Tegangan Menengah (SKUTM) dan
Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM). Hal ini bertujuan untuk menyesuiakan dengan
tingkat keandalan yang diinginkan untuk kondisi beban serta situasi lingkungan.
Trafo distribusi
Trafo distribusi
Trafo Tenaga
150 kV / 20 kV
PMT PMT
Incoming Outgoing
b. Distribusi Sekunder
Yaitu suatu saluran distribusi dengan tegangan operasi nominal 380/220 V. Dikenal juga
sebagai Jaringan Tegangan Rendah (JTR).
2.3.1 Sistem Distribusi 20kV Tiga Fasa dengan Tiga Kawat Menggunakan Pentanahan
Netral Tahanan Tinggi
Sistem distribusi 20kV tiga fasa dengan tiga kawat menggunakan pentanahan netral tahanan tinggi
atau disebut juga dengan sistem distribusi pola 1 menurut SPLN No.26 Tahun 1980 diterapkan di
daerah perkotaan dan luar kota yang padat penduduknya, tidak ada kesulitan teknik yang berarti
dalam pembangunannya dan tidak begitu mengganggu keindahan kota, contohnya di Jawa Timur.
Ketentuan mengenai sistem jaringan dan sistem pengamanan dari sistem distribusi pola 1 diatur di
dalam SPLN No.52-3 Tahun 1983.
Sistem distribusi pola 1 memiliki ciri-ciri jaringan seperti berikut:
a. Tegangan antar fasa sebesar 20kV
b. Sistem pentanahan berasal dari titik netral pada sisi sekunder trafo utama Gardu Induk yang
dihubungkan secara bintang, ditanahkan melalui tahanan sebesar 500 ohm. Sehingga arus
hubung singkat ke tanah maksimum 25A.
c. Konstruksi jaringan pola 1 pada dasarnya adalah saluran udara. Dimana pada saluran utama
menggunakan kawat AAAC 150 mm2 fasa tiga, tiga kawat.
d. Sistem konfigurasi menggunakan jenis konfigurasi radial dengan kemungkinan saluran utama
(main feeder) dapat disambungkan secara loop dengan penyulang lain yang terdekat
70/150 kV 20 kV
500 Ω
2.3.3 Sistem Distribusi 20kV Tiga Fasa dengan Tiga Kawat Menggunakan Pentanahan
Netral Tahanan Rendah
Sistem distribusi 20 kV tiga fasa dengan tiga kawat menggunakan pentanahan netral tahanan
rendahatau disebut juga dengan sistem distribusi pola 3 menurut SPLN No.26 Tahun 1980
diterapkan di daerah perkotaan yang padat penduduknya, daerah yang mengalami kesulitan teknik
yang berarti dalam pembangunan konstruksi saluran udara serta mempertimbangkan keindahan
kota, contohnya di Jawa Barat dan DKI Jakarta. Namun, untuk daerah-daerah yang kurang padat
penduduknya penggunaan saluran udara dapat diijinkan.Ketentuan mengenai sistem jaringan dan
sistem pengamanan dari sistem distribusi pola 3 diatur di dalam SPLN No.52-3 Tahun 1983.
Ciri dari konfigurasi radial adalah bila antara titik sumber dan titik bebannya hanya terdapat satu
saluran, tidak ada alternatif saluran lainnya. Bentuk Jaringan ini merupakan bentuk dasar, paling
sederhana dan paling banyak digunakan. Dinamakan radial karena saluran ini ditarik secara radial
dari suatu titik yang merupakan sumber dari jaringan itu dan dicabang-cabang ke titik-titik beban
yang dilayani.
Ciri-ciri dari konfigurasi jaringan radial adalah:
a. Bentuknya sederhana
b. Biaya investasinya relative murah
c. Kualitas pelayanan dayanya relative jelek, karena rugi tegangan dan rugi daya yang terjadi
pada saluran relative besar
d. Kontinyuitas daya tidak terjamin, sebab antara titik sumber dan titik beban hanya ada satu
alternatif saluran sehingga bila saluran tersebut mengalami gangguan, maka seluruh rangkaian
sesudah titik gangguan akan mengalami pemadaman.
Untuk melokalisir gangguan pada konfigurasi radial ialah jaringan dilengkapi dengan peralatan
pengaman antara lain fuse, sectionalizer, recloser, atau alat pemutus beban lainnya. Fungsi
pengaman untuk mengamankan gangguan pada bagian saluran yang dilayaninya.
Struktur jaringan ini merupakan gabungan dari dua buah struktur jaringan radial, dimana pada
ujung dari dua buah jaringan dipasang sebuah saklar (switch) berupa ABSW atau LBS. Pada saat
terjadi gangguan, setelah gangguan dapat diisolir, maka pemutus atau pemisah ditutup sehingga
aliran daya listrik ke bagian yang tidak terkena gangguan tidak terhenti. Pada umumnya
penghantar dari struktur ini mempunyai struktur yang sama, ukuran konduktor tersebut dipilih
sehingga dapat menyalurkan seluruh daya listrik beban struktur loop, yang merupakan jumlah daya
listrik beban dari kedua struktur radial.
b. Close Loop
Konfigurasi Jaringan Close Loop ini layak digunakan untuk jaringan yang dipasok dari satu
gardu induk, memerlukan sistem proteksi yang cukup rumit biasanya menggunakan rele arah
(directional relay). Sistem ini mempunyai kehandalan yang lebih tinggi dibandingkan sistem
lainnya, dan sistem ini jarang digunakan di PLN tetapi biasanya dipakai untuk pelanggan-
pelanggan khusus yang membutuhkan keandalan tinggi.
Gambar 2.9 Konfigurasi Jaringan Tertutup/Close Loop
PMT
PMT
PMT
150/20 kV
PMT
Express Feeder
Trafo GI PMT
PMT
PMT
Gardu
Tengah Gardu
Hubung
Jadi manuver merupakan pekerjaan menutup (memasukkan) atau membuka (melepas) peralatan-
peralatan penghubung/pemisah seperti: Seksionaliser (pemisah), interupter (pemutus) dan
pemutus tenaga (PMT).
Untuk mengoperasikan ABSW dilakukan secara manual menggunakan handle ABSW. Handle
ABSW ini terletak di tiang dimana ABSW dipasang. ABSW hanya dioperasikan pada beban yang
relatif kecil, karena media pemadam busur api ABSW berupa hembusan udara dengan tekanan
kecil sekitar 100 kg/N2. Oleh karena itu perlu diperhatikan spesifikasi ABSW yang terpasang pada
jaringan distribusi.
Gambarr absw
LBS dapat dioperasikan dalam keadaan berbeban (onload) namun tidak boleh membuka saat
terjadi gangguan berupa arus hubung singkat. Hal ini disebabkan karena SF6 yang terdapat di
dalam peredam busur api LBS memiliki kemampuan terbatas terhadap besarnya arus yang
melaluinya. Apabila pada saat terjadi gangguan hubung singkat, LBS ikut membuka hal ini justru
dapat menyebabkan kerusakan pada LBS tersebut ataupun dikhawatirkan LBS bisa meledak.
LBS dapat dioperasikan dengan dua cara yaitu secara lokal melalui panel kontrol LBS maupun
menggunakan Hook Stick atau secara remote melaui SCADA. Pada panel kontrol LBS terdapat
tombol operasi open/ close untuk mengoperasikan kontak-kontak LBS saat melakukan manuver
jaringan. Jika panel kontrol tidak berfungsi, LBS dapat dioperasikan menggunakan hook stick
dengan cara mengaitkannya pada lubang handle operasi open/ close LBS
Jenis LBS yang digunakan pada Jaringan SUTM adalah Pole-Mounted Load Break Switch. Sesuai
dengan namanya Pole-Mounted LBS yang dipasang pada tiang - tiang JTM (outdoor). Beberapa
LBS jenis ini dilengkapi dengan fitur sebagai Sectionalizer. LBS tipe ini dipasang pada main
feeder dan berfungsi sebagai pembatas tiap seksi-seksi jaringan untuk melokalisir daerah gangguan
maupun pemadaman.
Gambar LBS
Gambar PMT
Kontak-kontak PMT dapat beroperasi secara otomatis saat terjadi gangguan maupun manual
dengan dioperasikan saat pemadaman/ pemeliharaan terencana. Operasi kontak-kontak PMT
secara otomatis, dikendalikan oleh relai proteksi yang bekerja saat gangguan seperti hubung
singkat.
Pada saat terjadi gangguan, arus yang mengalir di jaringan menjadi sangat besar, hal ini juga
dirasakan oleh CT (Current Transformer). Fungsi CT adalah mentranformasikan besaran arus
yang terukur pada sisi primer ke sisi sekunder CT sesuai dengan rasio CT tersebut. Jika arus yang
terukur pada CT melebihi arus setting relai proteksi, maka rele proteksi akan bekerja menutup
kontaknya. Kontak relai yang menutup tersebut akan mengalirkan sumber DC ke Trip Coil,
kemudian Trip Coil akan memerintahkan PMT untuk trip atau membuka kontak-kontaknya.
Pengoperasian PMT secara manual dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara local melalui
tombol operasi open/close PMT yang ada pada kubikel, maupun secara remote (kontrol jarak jauh)
melalui komputer dengan sistem SCADA.
Adanya hewan yang melintas di atas penghantar dan bersentuhan dengan permukaan grounding.
Bypass
ABSW
Disconnecting
Switch (DS)
PT
Recloser
Panel
Kontrol
Cara kerja recloser adalah untuk menutup balik dan membuka secara otomatis yang dapat diatur
selang waktunya, dimana pada sebuah gangguan temporer, recloser tetap membuka sampai waktu
setting yang di tentukan, kemudian recloser akan menutup kernbali setelah gangguan itu hilang.
Apabila gangguan bersifat permanen, maka setelah membuka atau menutup balik sebanyak setting
yang telah ditentukan kemudian recloser akan membuka tetap (lock out).
Pada suatu gangguan permanen, recloser berfungsi memisahkan daerah atau jaringan yang
terganggu sistemnya secara cepat sehingga dapat memperkecil daerah yang terganggu. Pada
gangguan sesaat, recloser akan memisahkan daerah gangguan secara sesaat sampai gangguan
tersebut akan dianggap hilang, dengan demikian recloser akan masuk kembali sesuai settingannya
sehingga jaringan akan aktif kembali secara otomatis. Sebuah recloser memiliki dua buah elemen
utama yaitu :
a. Dead Time Element (DT)
Berwujud suatu saklar tunda waktu "On Delay" yang waktu tundanya dapat disetel menurut
kebutuhan. Berfungsi untuk menentukan sela waktu dari saat PMT trip hingga saat PMT
diperintahkan masuk kembali, dan dead time element ini dimaksudkan agar PMT mempunyai
kesempatan untuk memadamkan busur api yang terjadi saat kontak-kontak PMT membuka.
b. Blocking Time Element (BT)
Berwujud saklar tunda waktu "Off Delay" yang waktu tundanya dapat disetel menurut
kebutuhan. Berfungsi untuk memblock dead time element selama beberapa waktu setelah
bekerja memasukkan PMT. Blocking time element ini dimaksudkan untuk memberi
kesempatan PMT agar siap melakukan siklus auto reclosing berikutnya.
PMT
CT
TC CC
C
GFR S
BT2
DT
BT
DT2
+
- DT1 BT1
Dipasangnya sectionalizer dan recloser pada SUTM maka diperlukan adanya koordinasi
antara kedua peralatan ini, sehingga ketika terjadi gangguan yang bersifat permanen dan
gangguan berada di posisi depan sectionalizer tidak akan menyebabkan recloser lock out
atau bahkan menyebabkan PMT pada pangkal penyulang trip. Dengan demikian, jika
koordinasi antara pengaman pada penyulangbekerja dengan baik, akan dapat
meminimalisir daerah yang padam akibat gangguan.
Penempatan SSO:
a. Ditepampatkan pada jaringan saluran udara tegangan menengah radial, seri dengan recloser
b. SSO dapat dihubung seri pada jaringan loop
c. Sebagai pengaman cadangan (backup) untuk arus gangguan minimum di ujung jaringan
setelah SSO
d. SSO dapat ditempatkan di percabangan jaringan SUTM
Pada kondisi lock out kontak SSO dapat membuka secara otomatis, namun untuk memasukkan
kontak SSO kembali, petugas harus mendatangi lokasi pemasangan SSO dan memasukkan kontak
SSO dengan menggunakan hook stick.
Pengukuran beban per section ini pada dasarnya mengacu pada persamaan Kirrchoff Current Low
(KCL) dimana pada setiap titik percabangan dalam rangkaian listrik, jumlah dari arus yang masuk
kedalam titik itu sama dengan jumlah arus yang keluar dari titik tersebut atau jumlah total arus
pada sebuah titik adalah nol.
I2
I1
I3
I4
Gambar 2.17 Rangkaian Persamaan KCL
ΣI = 0 .......................................................................................................... (2.3)
Atau
ΣI = I1 – I2 – I3 – I4 ..................................................................................... (2.4)
I1 = I2 + I3 + I4 ............................................................................................. (2.5)
Keterangan
Σ𝐼 = Arus masuk (A)
In = Arus cabang (A)
Rugi-rugi energi tersebut tidak dapat dihilangkan sepenuhnya namun bisa diminalkan (direduksi).
Kerugian pada sistem tenaga listrik dari pembangkit hingga ke konsumen diperkiran 14% dari total
daya pembangkitan, kerugian tersebut terdiri dari 3% susut transmisi dan 11% susut distribusi.
Pada tabel 2.1 disampaikan prosentase kerugian daya yang diijinkan pada saluran distribusi.
Tabel 2.1 Kerugian daya pada system distribusi tenaga listrik
Distribution System Losses at Full
Load
Cable 1% - 4%
Transformer 0,4% - 3%
Capasitors 0,5% - 2%
Low Voltage Switchgear 0,13% - 0,34%
Busbar 0,05% - 0,5%
Motor Control Centers 0,01%-0,4%
Medium Voltage Switchgear 0,006% - 0,02%
Load Break Switches 0,003%-0,025%
Outdoor Circuit Breaker 0,002%-0,015%
Terdapat dua jenis rugi-rugi pada jaringan distribusi, yaitu rugi daya dan jatuh tegangan. Rugi-rugi
ini disebabkan karena panjangnya penghantar yang digunakan dalam jaringan distribusi. Pada
umumnya jaringan distribusi menggunakan penghantar jenis tembaga atau alumunium. Namun,
mahalnya harga tembaga membuat penghantar jenis alumunium lebih banyak digunakan.
Sehingga untuk menghitung rugi-rugi pada jaringan distribusi kita perlu mengetahui berapa nilai
impedansi penghantar jenis AAAC (All Aloy Aluminium Conductor), faktor daya jaringan, panjang
penghantar dan beban pada saluran tersebut.
AAAC merupakan jenis penghantar yang terbuat dari alumunium-magnesium-silicon campuran
logam, keterhantaran elektris tinggi yang berisi magnesium silicade, untuk memberi sifat yang
lebih baik. Kabel ini biasanya dibuat dari paduan aluminium 6201. AAAC mempunyai suatu anti
karat dan kekuatan yang baik, sehingga daya hantarnya lebih baik.
Tabel 2.2 Nilai Tahanan (R) dan Reaktansi (XL) Penghantar AAAC
Luas
Jari2 GMR Impedansi urutan Impedansi urutan Nol
Penampang Urat
[mm] [mm] positif [Ohm / km] [Ohm / km]
[mm2]
16 2,2563 7 1,6380 2,0161 + j 0,4036 2,1641 + j 1,6911
25 2,8203 7 2,0475 1,2903 + j 0,3895 1,4384 + j 1,6770
35 3,3371 7 2,4227 0,9217 + j 0,3790 1,0697 + j 1,6665
50 3,9886 7 2,8957 0,6452 + j 0,3678 0,7932 + j 1,6553
70 4,7193 7 3,4262 0,4608 + j 03572 0,6088 + j 1,6447
95 5,4979 19 4,1674 0,3096 + j 0,3449 0,4876 + j 1,6324
120 6,1791 19 4,6837 0,2688 + j 0,3376 0,4168 + j 1,6324
150 6,9084 19 5,2365 0,2162 + j 0,3305 0,3631 + j 1,6180
185 7,6722 19 5,8155 0,1744 + j 0,3239 0,3224 + j 1,6114
240 8,7386 19 6,6238 0,1344 + j 0,3158 0,2824 + j 1,6034
Nilai jatuh tegangan yang disebabkan oleh penghantar dipengaruhi oleh besarnya arus dan
impedansi penghantar (V=I.Z), dimana Z = R+jX =Z θC dan nilai arus (I) tertinggal terhadap
tegangan (Vb) sebesar “θL” seperti yang ditunjukkan pada gambar 3. Besar sudut “θL”adalah
sudut pada faktor beban = cos θL. Sehingga diperoleh persamaan:
VD = I -θL × Z θC .................................................................................. (2.6)
= I (cos θL + sin θL)(R+jX) ....................................................................... (2.7)
= I {(Rcos θL + Xsin θL) – j(Rsin θL – Xcos θL)} ..................................... (2.8)
Karena nilai (Rsin θL – Xcos θL) sangat kecil, sehingga besarnya rugi tegangan dapat dihitung
dengan:
VD = I (Rcos θL + Xsin θL) ............................................................................ (2.9)
Dengan demikian besarnya tegangan beban:
VR = VS - I (Rcos θL + Xsin θL)................................................................... (2.10)
Selisih antara tegangan sumber dan tegangan pada beban ini yang disebut dengan drop tegangan
yaitu:
VD (1 ph) = I (Rcos θL + Xsin θL) ................................................................ (2.11)
VD (3 ph) = √3 {I (Rcos θL + Xsin θL)} ..................................................... (2.12)
(Electrical Power Distribution System: V Kamaraju)
Keterangan:
VS = Tegangan sumber (Volt)
Vb = Tegangan pada beban (Volt)
VR = Tegangan pada resistan (Volt)
VX = Tegangan pada reaktansi (Volt)
VD = Tegangan Drop (Volt)
I = Arus (Ampere)
R = Resistansi penghantar (ohm)
X = Reaktansi penghantar (ohm)
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa Pb < PS. Hal ini disebabkan adanya rugi-rugi
adalah selisih antara daya yang dihasilkan dengan daya yang terukur pada beban, sehingga dapat
dikatakan bahwa PR + QXL merupakan rugi daya pada suatu jaringan distribusi.
Untuk sistem 3 fasa 4 kawat dengan beban tidak seimbang, persamaan rugi daya (Power Losses)
adalah sebagai berikut:
P Losses (3ph) = PLosses (R) + PLosses (S) + PLosses (T) + PLosses (N) .............................. (2.25)
P Losses (3ph) = IR2 × R + IS2 × R + IT2 × R + IN2 × R .................................... (2.26)
Q Losses (3ph) = QLosses (R) + QLosses (S) + QLosses (T) + QLosses (N) .......................... (2.27)
Q Losses (3ph) = IR2 × X + IS2 × X + IT2 × X + IN2 × X .................................. (2.28)
(Electrical Power Distribution System: V Kamaraju)
Keterangan:
P Losses (3ph) = Rugi Daya Aktif (Watt)
Q Losses (3ph) = Rugi Daya Reaktif (VAr)
I = Arus (Ampere)
R = Resistansi Penghantar (ohm)
X = Reaktansi Penghantar (ohm)
Bila tidak ada angin maka KHA dapat dikali dengan 0.7