Anda di halaman 1dari 30

BUDIDAYA TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell.

Arg)

MAKALAH

OLEH :

TIM PKL DUSUN HULU KAB. SIMALUNGUN PTPN III

NANSER ABED NEGO SIMANJUNTAK / 160301117


DUVAN AGAVE SIANIPAR / 160301119
ESTER SRY REJEKI TAMPUBOLON / 160301120
TITIN CANTIKA MANURUNG / 160301124
KHRISNA PANJAITAN / 160301133

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.

Adapun judul laporan ini adalah “Budidaya Tanaman Karet

(Hevea brasiliensis Muell. Arg)” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat

mengikuti praktek kerja lapangan (PKL) di Program Studi Agroteknologi

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah

mendukung penulis baik dalam bentuk moral maupun material dan penulis

mengucapkan terima kasih juga kepada pihak PT. Perkebunan Nusantara III yang telah

memberikan izin kepada pihak mahasiswa untuk melakukan praktik kerja lapangan.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

perbaikan kedepan. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan

ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN
Latar Belakang...................................................................................................... 2
Tujuan Penulisan .................................................................................................. 2
Kegunaan Penulisan ............................................................................................. 2

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanah
KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg)
Sejarah Karet di Indonesia
Pengenalan Karet
Jenis-Jenis Tanaman Karet
BUDIDAYA KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg)
Pengolahan Tanah
Penanaman
Pembuatan Lubang Tanam
Pelaksanaan Penanaman
Penanaman Tanaman Penutup Tanah
Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan Tanaman Sebelum Berproduksi
Penyulaman
Penyiangan
Pemupukan
Seleksi dan penjarangan
Pemeliharaan tanaman penutup tanah
Pemeliharaan Tanaman Sebelum Berproduksi
Penyiangan
Pemupukan
Pengendalian Hama dan Penyakit

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkebunan merupakan subsektor pertanian yang sangat penting bagi

perekonomian nasional. Komoditas tanaman perkebunan di Indonesia yang menjadi

komoditas andalan ekspor adalah kelapa sawit dan karet. Karet merupakan salah satu

komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan

devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru diwilayah sekitar

perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati (Silaen, 2010).

Secara umum permasalahan utama perkebunan karet adalah masih rendahnya

produktivitas tanaman karet dan tingginya tingkat kematian bibit setelah beberapa

saat tanam di lapangan. Salah satu strategi untuk meningkatkan ketahanan bibit karet

yang dipindahkan ke lapangan adalah membekali bibit dengan mikoriza. Pemberian

atau pembekalan bibit karet dengan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dapat

meningkatkan dan mempertahankan pertumbuhan pada kondisi tanah yang tidak ideal

(Yuleli, 2009).

Peningkatan kontribusi karet alam Indonesia dalam meningkatkan devisa negara

ini tidak diimbangi dengan penerapan budidaya yang baik terlihat pada masih

rendahnya produktivitas karet Indonesia. Masalah yang paling pokok adalah

penggunaan bahan tanam, penggunaan benih unggul bermutu untuk komoditi karet yang

masih sangat rendah sekitar 41%. Tanaman karet umumnya diperbanyak melalui

okulasi, sehingga untuk menghasilkan bibit yang baik perlu mempersiapkan adanya

batang atas dan batang bawah. Batang bawah berupa tanaman semaian dan biji klon

anjuran sedangkan batang atasnya berasal dari mata klon–klon anjuran

(Haryanto, 2012).
Perbaikan teknologi budidaya juga dapat menjadi salah satu usaha dalam

meningkatkan produksi karet di Indonesia. Persiapan pembibitan merupakan aspek

budidaya yang sangat penting dilakukan sebelum tanaman menghasilkan menjadi tua

dan kurang produktif atau umur ekonomisnya habis. Perbanyakan vegetatif mempunyai

peranan yang penting dalam budidaya tanaman perkebunan karena akan menghasilkan

tanaman yang secara genetic sama dengan induknya, sehingga memiliki sifat-sifat yang

hamper seragam serta memiliki kemampuan produksi yang merata. Keseragaman ini

akan meningkatkan efisiensi manajemen pengelolaan perkebunan

(Boerhendhy dan Amypalupy, 2010).

Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengenal tanaman karet,

mengetahui perkembangan karet serta prospek komoditas karet kedepannya dan mampu

mengetahui cara budidaya tanaman karet dengan baik dan benar

Kegunaan Penulisan

Kegunaan dari penulisan laporan adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat

mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang merupakan komponen penilaian

di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,

Medan. Dan sebagai sumber referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.


TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)

Menurut Tim Penulis PS (2004), klasifikasi tanaman karet (Hevea brasiliensis)

adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta ; Subdivisi : Angiospermae ;

Kelas : Dicotyledonae ; Ordo : Euphorbiales; Family : Euphorbiaceae

Genus : Hevea ; Spesies : Hevea brasiliensis Muell Arg.

Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar

tunggang dan akar akar cabang. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang

tumbuhtinggi dan besar (Budiman, 2012).

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar

Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh

lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa kebun karet ada

beberapa kecondongan arah tumbuh tanamanya agak miring kearah utara. Batang

tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Ashari, 2006).

Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang

tangkai daun utama 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10 cm dan pada

ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada

sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung

meruncing, dan tepinya rata dan gundul (Budiman, 2012).

Bunga majemuk ini terdapat pada ujung ranting yang berdaun. Tiap-tiap

karangan bunga bercabang-cabang. Bunga betina tumbuh pada ujung cabang,

sedangkan bunga jantan terdapat pada seluruh bagian karangan bunga. Jumlah

bunga jantan jauh lebih banyak daripada bunga betina. Bunga berbentuk

“lonceng” berwarna kuning. Ukuran bunga betina lebih besar daripada bunga
jantan. Apabila bunga betina terbuka, putik dengan tiga helai putik akan tampak.

Bunga jantan bila telah matang akan mengeluarkan tepung sari yang berwarna

kuning. Bunga karet mmpunyai bau dan warna yang menarik dengan tepung sari

dan putik yang agak lengket (Setyamidjaja, 2000).

Karet merupakan tanaman berbuah polong (diselaputi kulit yang keras) yang

sewaktu masih muda buahnya berpaut erat dengan rantingnya. Buah karet dilapisi

oleh kulit tipis berwarna hijau dan didalamnya terdapat kulit yang keras dan

berkotak. Tiap kotak berisi sebuah biji yang dilapisi tempurung, setelah tuawarna

kulit buah berubah menjadi keabu-abuan dan kemudian mengering. Pada waktunya

pecah dan jatuh, bijinya tercampak lepas dari kotaknya.Tiap buah tersusun atas

dua sampai empat kotak biji. Pada umumnya berisi tiga kotak biji dimana setiap

kotak terdapat satu biji. Tanaman karet mulai menghasilkan buah pada umur lima

tahun dan akan semakin banyak setiap pertambahan umur tanaman

(Budiman, 2012).

Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya tiga

kadang sampai enam sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras.

Warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpoin yang khas

(Ashari, 2006).

Syarat Tumbuh

Iklim

Daerah yang cocok adalah pada zone antara 150 LS dan 150 LU, dengan suhu

harian 25 – 30o C. karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.000-2.500 mm/tahun

dengan hari hujan berkisar 100 s/d 150 HH/tahun. Lebih baik lagi jika curah hujan
merata sepanjang tahun dan membutuhkan sinar matahari sepanjang hari, minimum

5- 7 jam/hari.

Tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m –

400 m dari permukaan laut (dpl). Pada ketinggian > 400 m dpl dan suhu harian lebih

dari 30o C, akan mengakibatkan tanaman karet tidak bisa tumbuh dengan baik.

Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman

karet.

Tanah

Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik

tanah vulkanis maupun alluvial. Sifat-sifat tanah yang cocok pada umumnya antara lain;

aerasi dan drainase cukup, tekstur tanah remah, struktur terdiri dari 35% tanah liat dan

30% tanah pasir, kemiringan lahan < 100 cm. Derajat keasaman mendekati normal

cocok untuk tanaman karet, yang paling cocok adalah pH 5-6. Batas toleransi pH tanah

adalah 4-8.
KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg)

Karet (Hevea brasiliensis) termasuk dalam genus Hevea dari familia

Euphorbiaceae, yang merupakan pohon kayu tropis yang berasal dari hutan Amazon.

Di dunia, setidaknya 2.500 spesies tanaman diakui dapat memproduksi lateks, tetapi

Havea brasiliensis saat ini merupakan satusatunya sumber komersial produksi karet

alam. Karet alam mewakili hampir separuh dari total produksi karet dunia karena sifat

unik mekanik, seperti ketahanan sobek, dibandingkan dengan karet sintetis.

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi, besar dan berbatang

cukup besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Tumbuh lurus dan memiliki

percabangan yang tinggi diatas. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal

dengan nama lateks. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun.

Panjang tangkai daun utama 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10 cm. Anak

daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing, tepinya rata dan gundul

(Wikipedia).

Penyadapan merupakan salah satu kegiatan pokok dari pengusahaan tanaman

karet. Tujuan dari penyadapan karet ini adalah membuka pembuluh lateks pada kulit

pohon agar lateks cepat mengalir. Kecepatan aliran lateks akan berkurang apabila

takaran cairan lateks pada kulit berkurang. Kulit karet dengan ketinggian 260 cm dari

permukaan tanah merupakan bidang sadap petani karet untuk memperoleh pendapatan

selama kurun waktu sekitar 30 tahun. Oleh sebab itu penyadapan harus dilakukan

dengan hati-hati agar tidak merusak kulit tersebut. Jika terjadi kesalahan dalam

penyadapan, maka produksi karet akan berkurang (Wikipedia).

Karet merupakan produk dari proses penggumpalan getah tanaman karet

(lateks). Pohon karet normal disadap pada tahun ke-5. Produk dari penggumpalan lateks
selanjutnya diolah untuk menghasilkan lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak), atau

karet remah (crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet. Ekspor karet

dari Indonesia dalam berbagai bentuk, yaitu dalam bentuk bahan baku industri (sheet,

crumb rubber, SIR) dan produk turunannya seperti ban, komponen, dan sebagainya

(Arif, 2009).

Hasil karet biasa dimanfaatkan atau diolah menjadi beberapa produk antara lain

adalah : RSS I, RSS II, RSS III, Crumb Rubber, Lump, dan Lateks. Hasil utama dari

pohon karet adalah lateks yang dapat dijual atau diperdagangkan di masyarakat berupa

lateks segar, slab/koagulasi, ataupun sit asap/sit angin. Selanjutnya produk-produk

tersebut akan digunakan sebagai bahan baku pabrik Crumb Rubber / Karet Remah, yang

menghasilkan berbagai bahan baku untuk berbagai industri hilir seperti ban, bola,

sepatu, karet, sarung tangan, baju renang, karet gelang, mainan dari karet, dan berbagai

produk hilir lainnya.

Karet alam diproduksi terutama di Asia Tenggara (93 %) dimana Indonesia

merupakan Negara produsen kedua terbesar di dunia setelah Thailand. Karet alam

(cis-1,4 polyisoprene) diperoleh dari lateks yang diproduksi sel latisifer di kulit batang

tanaman karet. Karet alam dalam prakteknya diperoleh dengan melakukan penyadapan

pada panel batang karet. Lateks tersebut kemudian dikumpulkan dan diolah

(Riza Arief Putranto, 2013).

Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber

pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-

sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan

sumberdaya hayati (Litbang Deptan, 2007). Ekspor karet Indonesia tahun 2015 sebesar

2,63 juta ton dengan nilai sebesar 3,70 Miliar US$.


Untuk mengetahui sejauh mana prospek komoditas karet dalam mendukung

sektor pertanian di Indonesia, berikut ini akan disajikan perkembangan karet dan

budidaya tanaman karet serta proyeksi depannya.

Sejarah Karet di Indonesia

Tahun 1864 untuk pertama kalinya tanaman karet diperkenalkan di Indonesia

yang pada waktu itu masih jajahan belanda. Mula-mula karet ditanam di kebun raya

bogor sebagai tanaman koleksi. Dari tanaman koleksi, karet selanjutnya dikembangkan

ke beberapa daerah sebagai tanaman perkebunan komersil. Daerah yang pertama kali

digunakan sebagai tempat uji coba penanaman karet adalah Pamanukan dan Ciasem,

Jawa Barat. Jenis yang pertama kali diujicobakan di kedua daerah tersebut adalah

species Ficus elastica atau karet rembung. Jenis karet Havea brasiliensis baru ditanam di

Sumatera bagian timur pada tahun 1902 dan di Jawa pada tahun 1906

(Tim Penebar Swadaya, 2008).

Perkebunan karet rakyat di Indonesia juga berkembang seiring dengan naiknya

permintaan karet dunia dan kenaikkan harga. Hal-hal lain yang ikut menunjang

dibukanya perkebunan karet antara lain karena pemeliharaan tanaman karet relatif

mudah. Pada masa itu, penduduk umumnya membudidayakan karet sambil menanam

padi. Jika tanah yang diolah kurang subur, mereka pindah mencari lahan baru. Namun,

mereka tetap memantau pertumbuhan karet yang telah ditanam secara berkala hingga

dapat dipanen. (Setiawan dan Handoko, 2005).

Akibat peningkatan permintaan akan karet di pasar internasional, maka

pemerintahan Nedherland Indies menawarkan peluang penanaman modal bagi investor

luar. Perusahaan Belanda–Amerika, Holland Amerikaance Plantage Matschappij

(HAPM) pada tahun 1910-1911 ikut menanamkan modal dalam membuka perkebunan
karet di Sumatera. Perluasan perkebunan karet di Sumatera berlangsung mulus berkat

tersedianya transportasi yang memadai. Para investor asing dalam mengelola

perkebunan mengerahkan biaya, teknik budidaya yang ilmiah dan modern, serta teknik

pemasaran yang modern. (Tim Penebar Swadaya, 2008).

Pengenalan Karet

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) berasal dari negara Brazil. Tanaman ini

merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia. Jauh sebelum tanaman karet

ini dibudidayakan, penduduk asli diberbagai tempat seperti: Amerika Serikat, Asia dan

Afrika Selatan menggunakan pohon lain yang juga menghasilkan getah. Getah yang

mirip lateks juga dapat diperoleh dari tanaman Castillaelastica (family moraceae).

Sekarang tanaman tersebut kurang dimanfaatkan lagi getahnya karena tanaman karet

telah dikenal secara luas dan banyak dibudidayakan. Sebagai penghasil lateks tanaman

karet dapat dikatakan satu-satunya tanaman yang dikebunkan secara besar-besaran

(Nazaruddin dan Paimin, 1998).

Pohon karet para pertama kali hanya tumbuh di Amerika Selatan, namun setelah

percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia

Tenggara, di mana sekarang ini tanaman ini banyak dikembangkan; sekarang Asia

merupakan sumber karet alami (www.wikipedia.org).

Tanaman karet alam pertama kali tumbuh di Amerika Selatan, setelah percobaan

berkali-kali oleh Henry Wickham. Pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara.

Nama lain karet alam adalah Havea brasiliensis, pohon ini dapat tumbuh tinggi hingga

15-25 meter. Tanaman ini dapat diambil getahnya sampai usia 30 tahun dan setiap

harinya dapat diambil hasilnya (Anwar Chairil 2005, dalam Soekarno 2009).
Jenis-Jenis Tanaman Karet

Perbedaan Karet Alam dengan Karet Sintesis

Karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet

sintesis atau buatan pabrik. Sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan oleh

karet sintesis karena memiliki beberapa kelebihan, diantaranya:

 Memiliki daya elastis atau daya lenting sempurna

 Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah

 Mempunyai daya aus yang tinggi

 Tidak mudah panas (low heat build up)

 Daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resistance)

Karet sintesis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia dan

harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil. Bila ada pihak yang

menginginkan karet sintesis dalam jumlah tertentu, maka biasanya pengiriman atau

suplai barang tersebut jarang mengalami kesulitan. Walaupun memiliki beberapa

kelemahan, karet alam tetap mempunyai pangsa pasar yang baik. Beberapa industri

tetap memiliki ketergantungan yang besar terhadap pasokan karet alam, misalnya

industri ban yang merupakan pemakai terbesar karet alam. Dewasa ini jumlah produksi

karet alam dan karet sintesis adalah 1:2. Walaupun jumlah produksi karet alam lebih

rendah, bahkan hanya setengah dari produksi karet sintesis, tetapi sesungguhnya jumlah

produksi dan konsumsi kedua jenis ini hampir sama.

Jenis Karet Alam

Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah:

a) Bahan olah karet

- Lateks kebun, adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet.
- Sheet angin, adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring

dan digumpalkan dengan asam semut, berupa karet sheet yang sudah digiling tetapi

belum jadi.

- Slab tipis, adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah

digumpalkan dengan asam semut.

- Lump segar, adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan

lateks kebun yang terjadi secara alamiah dengan mangkuk penampung.

b). Karet Alam Konvensional

- Ribbed smoked sheet (RSS), adalah jenis karet berupa lembaran sheetyang

mendapat proses pengasapan dengan baik.

- White crepe dan Pale crepe, merupakan crepe yang berwarna putih atau muda.

White crepe dan Pale crepe juga ada yang tebal dan tipis.

- Estate brown crepe, merupakan crepe yang berwarna coklat. Selain itu

karena banyak dihasilkan oleh perkebunan besar atau estate.

- Compo crepe, adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon,

potongan-potongan sisa dari RSS, atau slab basah. Scrap tanah tidak boleh

digunakan.

- Thin brown crepe remills, merupakan crepe cokelat yang tipis karena

digiling ulang.

- Thick blanket crepes ambers, merupakan crepe blanket yang tebal dan

berwarna cokelat.

- Flat bark crepe, merupakan karet tanah atau earth rubber, yaitu jenis crepe

yang dihasilkan dari scrap karet alam yang belum diolah, termasuk scrap tanah yang

berwarna hitam.
- Pure smoked blanket crepe, merupakan crepe yang diperoleh dari

penggilingan karet asap yang khusus berasal dari Ribbed smoked sheet, termasuk

juga block sheet atau sheet bongkah, atau sisa dari potongan Ribbed smoked

sheet.

- Off crepe, merupakan crepe yang tidak tergolong bentuk baku atau standar.

Biasanya tidak dibuat melalui proses pembentukan langsung dari bahan lateks yang

masih segar.

c). Lateks Pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk

lembaran atau padatan lainnya.

d). Karet Bongkah atau Block Rubber adalah karet yang telah dikeringkan dan

dikilang menjadi bendela-bendela dengan ukuran yang telah ditentukan.

e). Karet spesifikasi teknis atau Crumb rubber adalah karet yang dibuat khusus

sehingga terjamin mutu teknisnya.

f). Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang

setengah jadi sehingga bisa dipakai langsung oleh konsumen, baik untuk

pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya.

g). Karet reklim atau Reclaimed rubber adalah karet yang diolah kembali dari

barang-barang karet bekas. Boleh dibilang karet reklim adalah suatu hasil

pengolahan scrap yang sudah divulkanisir.

Karet Sintesis

Karet sintesis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku

minyak bumi. Berikut macam karet sintesis:

a). Karet Sintesis untuk Kegunaan Umum


- SBR (styrena butadiene rubber), merupakan jenis karet sintesis yang paling

banyak digunakan. Memiliki ketahanan kikis yang baik dan kalor atau panas yang

ditimbulkan juga rendah.

- BR (butadiene rubber), karet jenis BR lebih lemah, daya lekat lebih rendah,

dan pengolahannya juga tergolong sulit.

- IR (isopropene rubber) atau polyisoprene rubber, mirip dengan karet alam

karena sama-sama merupakan polimer isoprene.

b). Karet Sintesis untuk Kegunaan Khusus

- IIR (isobutene isopropene rubber), sering juga disebut butyl rubber dan

hanya mempunyai sedikit ikatan rangkap sehingga membuatnya tahan terhadap

pengaruh oksigen dan asap.

- NBR (nytrile butadiene rubber) atau acrilonytrile butadiene rubber adalah

karet sintesis untuk kegunaan khusus yang paling sering digunakan. Sifatnya

yang sangat baik adalah tahan terhadap minyak. Sekalipun didalam minyak, karet

ini tidak mengembang.

- CR (chloroprene rubber) Memiliki ketahanan terhadap minyak, tetapi

dibanding dengan NBR masih kalah. Memiliki daya tahan terhadap pengaruh

oksigen dan ozon diudara, bahkan juga tahan terhadap panas atau nyala api.

- EPR (ethylene propylene rubber) Keunggulan yang dimiliki EPR adalah

ketahanannya terhadap sinar matahari, ozon, serta pengaruh unsur cuaca lainnya.

Kelemahannya pada daya lekat yang rendah.


BUDIDAYA KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg)

Pengolahan Tanah

Menurut Batubara (2017) Ada dua jenis penanaman karet, yaitu penanaman baru

(new planting) dan peremajaan (replanting). Kegiatan pengolahan lahan, baik untuk

newplanting maupun replanting sebenarnya sama saja. Langkah pertama pengolahan

lahan adalah membabat pepohonan yang tumbuh. Tentunya, pada newplanting jenis

pohon yang tumbuh di areal relatif banyak dengan ketinggian dan diameter batang

beragam. Sementara itu, pada replanting pohon yang tumbuh hanya karet dengan

ketinggian dan diameter yang sama.

Setelah pepohonan dibabat, tahap berikutnya membongkar tanah dengan

cangkul atau traktor. Dalam pembongkaran tanah ini sekaligus dilakukan pembersihan

sisa-sisa akar, rhizoma, alang-alang, dan bebatuan karena akan mengganggu perakaran

tanaman karet. Khusus alangalang bisa dibasmi menggunakan herbisida, seperti

Roundup dengan dosis bisa dilihat di kemasannya. Biasanya setiap satu hektar lahan

memerlukan 20.000 liter larutan herbisida. Setelah disemprot herbisida, lahan dibiarkan

selama beberapa waktu hingga alang-alang tidak tumbuh lagi

Jika lahan untuk budi daya karet tidak berkontur rata, tetapi memiliki

kemiringan lebih dari 10°, sebaiknya dibuat teras dengan lebar minimum tiga meter.

Teras ini dibuat untuk mencegah terjadinya erosi.

Penanaman

Pembuatan Lubang Tanam

Untuk tanaman karet, jarak tanam optimal tersebut adalah 3 x 7 meter jika

ditanam secara monokultur. Sementara itu, jika ditanam secara tumpangsari, jarak

tanam bisa lebih jauh lagi, tergantung tanaman yang ditumpangsarikan.


Dalam penanaman dengan sistem tumpangsari umumnya para petani karet

menggunakan jarak tanam pagar. Artinya, tanaman tumpangsari berfungsi sebagai pagar

atau mengapit tanaman utama. Dalam cara ini jarak tanam dalam barisan dibuat rapat

dan jarak tanam antar barisan renggang. Cara seperti ini memungkinkan tanaman

mendapat sinar matahari secara optimal.

Penanaman karet secara monokultur bisa menggunakan jarak tanam berbentuk

segitiga atau tidak teratur. Jarak tanam segitiga hanya bisa diterapkan di lahan berkontur

datar atau mendekati datar. Sementara itu, jarak tanam tidak teratur bisa diterapkan di

lahan dengan kontur berbukit-bukit.


Ukuran lubang tanam dalam budidaya karet harus disesuaikan dengan jenis atau

stadium bibit yang akan ditanam. Jika yang ditanam adalah bibit okulasi stum mini atau

bibit dalam kantong plastik, ukuran lubang tanam cukup 60 x 60 x 60 cm. Jika yang

dipakai adalah bibit stum tinggi berumur 2 - 3 tahun, lubang tanam berukuran 80 x 80 x

80 cm. Sementara itu, jika panjang akar tunggang lebih dari 80 cm, di bagian tengah

dasar lubang tanam perlu digali sedalam 20 - 30 cm.

Setelah digali dengan ukuran sesuai dengan stadium bibit yang akan ditanam,

tanah galian bagian atas atau top soil yang subur dipisahkan dari tanah bagian bawah

atau subsoil yang kurang subur. Lubang tanam kemudian dibiarkan terkena panas

matahari selama dua minggu agar bibit hama dan penyakit yang ada di dalamnya mati.

Pelaksanaan Penanaman

Setelah bibit dan lubang tanam siap maka penanaman bisa segera dilaksanakan.

Jika bibit yang ditanam merupakan bibit yang diambil dari lahan, akar tunggang harus

masuk lurus ke dalam tanah. Akar tunggang yang arahnya miring bisa mengakibatkan

pertumbuhan tanaman terhambat. Jika yang akan ditanam berupa bibit okulasi dalam
kantong plastik atau dalam tapih, media di sekitar bibit harus padat dan tidak pecah.

Cara penanamannya adalah plastik pembungkusnya dibuka, kemudian bibit dimasukkan

ke dalam lubang tanam dan diurug dengan tanah yang ada di sekitarnya

Penanaman Tanaman Penutup Tanah

Tanaman merayap yang baik digunakan adalah jenis kacang-kacangan.

Kelompok semak-semak yang bisa digunakan antara lain Crotalaria usaramoensis,

Crotalaria juncea, dan Tephrosia candida. Sementara itu, dari jenis pepohonan yang

sering dimanfaatkan adalah petai cina (Leucaena glaucd).

Penanaman tanaman penutup tanah ini bisa dilakukan dengan cara menyebarkan

benih secara merata di antara larikan tanaman karet sebagai tanaman utama. Bisa juga

ditugalkan dengan jarak 40 - 50 cm di antara larikan tanaman karet.


PEMELIHARAAN TANAMAN

Pemeliharaan Tanaman Sebelum Berproduksi

Di kalangan petani karet, tanaman yang belum bisa disadap atau belum

berproduksi sering disebut dengan komposisi I, yaitu tanaman berumur 1 - 4 tahun.

Pemelihara-an tanaman karet sebelum berproduksi hampir sama dengan pemeliharaan

tanaman perkebunan pada umumnya, yakni meliputi penyulaman, penyiangan,

pemupukan, seleksi dan penjarangan, serta pemeliharaan tanaman penutup tanah

(Siregar, 2006).

Penyulaman

Kegiatan penyulaman dilakukan saat tanaman berumur 1 - 2 tahun karena saat

itu sudah ada kepastian tanaman yang hidup dan yang mati. Karena penyulaman

dilakukan saat tanaman berumur 1 - 2 tahun, bibit yang digunakan berupa bibit stum

tinggi berumur 1 - 2 tahun agar tanaman bisa seragam.

Sebelum penyulaman dilakukan perlu diketahui penyebab kematian bibit. Jika

kematian disebabkan oleh bakteri atau jamur, tanah bekas tanaman harus diberi

fungisida. Pelaksanaan penyulaman dilakukan pada pagi hari pukul 06.00 - 09.00 atau
sore hari pukul 15 - 17.00, saat cuaca tidak terlalu panas untuk mengurangi risiko

kematian.

Penyiangan

Penyiangan dalam budi daya karet bertujuan membebaskan tanaman karet dari

gangguan gulma yang tumbuh di lahan. Karenanya, kegiatan penyiangan sebenarnya

bisa dilakukan setiap saat, yaitu ketika pertumbuhan gulma sudah mulai mengganggu

perkembangan tanaman karet. Meskipun demikian, umumnya penyiangan dilakukan

tiga kali dalam setahun untuk menghemat tenaga dan biaya.

Ada dua cara penyiangan, yaitu secara manual dan secara kimiawi. Secara

manual adalah menggunakan peralatan penyiangan, seperti cangkul atau parang.

Sementara itu, secara kimiawi dengan menyemprotkan herbisida atau bahan kimia

pemberantas gulma. Banyak merek herbisida yang sudah beredar di pasaran. Dianjurkan

memilih merek yang sesuai dengan jenis gulma yang akan diberantas agar hasilnya

efektif. Di samping itu, juga harus diperhatikan dosis dan frekuensi penyemprotan agar

tidak terjadi pemborosan.

Pemupukan

Kegiatan pemupukan dilakukan dengan dua cara, yaitu manual circle dan

chemical strip weeding. Pada cara pertama atau manual circle, lubang dibuat melingkari

tanaman dengan jarak disesuaikan dengan umur tanaman. Hal ini disebabkan perakaran

tanaman semakin bertambah luas seiring dengan pertambahan umurnya. Untuk tanaman

berumur 3 - 5 bulan, lubang melingkari tanaman dengan jarak 20 - 30 cm, 6 - 10 bulan

dengan jarak 20 - 45 cm, 11 - 20 bulan dengan jarak 40 - 60 cm, 21 - 48 bulan dengan

jarak 40 - 60 cm, dan lebih dari 48 bulan dengan jarak 50 - 120 cm. Lubang dibuat
dengan kedalaman 5 - 10 cm, kemudian pupuk ditaburkan ke dalamnya dan ditutup

dengan tanah.

Pada cara kedua atau chemical strip weeding, pupuk diletakkan pada jarak 1 -

1,5 m dari barisan tanaman. Caranya sama, yaitu tanah digali sedalam 5 - 10 cm,

kemudian pupuk dimasukkan ke dalamnya dan ditutup dengan tanah.

Idealnya, pemupukan dilakukan pada pergantian musim hujan ke musim

kemarau. Sementara itu, jenis pupuk yang diberikan di antaranya urea, DS, dan KCl

yang mudah diperoleh di pasaran.

Seleksi dan penjarangan

Idealnya dalam suatu areal perkebunan karet terdiri dari tanaman yang

seluruhnya dalam keadaan sehat dan baik, terutama menjelang penyadapan. Karenanya,

tanaman yang sakit harus ditebang dan dibongkar sampai akarakarnya agar penyakit

tersebut tidak menyebar ke tanaman yang sehat.

Dengan asumsi yang hidup 95%, maka dari 476 bibit yang ditanam dalam satu

hektar akan terdapat 452 pohon Budidaya dan Pasca Panen KARET 49 menjelang

penyadapan. Jika dari 452 pohon tersebut 5% di antaranya sakit, akan tersisa 425

tanaman sehat. Dari 425 tanaman sehat akan dapat disadap 400 pohon.
Pemeliharaan tanaman penutup tanah

Disebabkan fungsinya untuk mencegah erosi dan mempercepat matang sadap,

tanaman penutup tanah harus dipelihara dengan pemupukan dan pemangkasan. Pupuk

yang digunakan sebaiknya kompos yang telah matang dengan dosis 4 - 5 ton/hektar.

Cara pemberiannya adalah dengan ditaburkan di sela-sela tanaman. Jika pertumbuhan

tanaman penutup tanah terlalu pesat perlu dikendalikan dengan cara pemangkasan. Alat

yang dipakai untuk pemangkasan cukup berupa parang atau sabit.

Pemeliharaan Tanaman Sesudah Berproduksi

Pemeliharaan tanaman selama masa produksi dimaksud-kan agar kondisi

tanaman dalam keadaan baik; produksinya tetap, bahkan meningkat sesuai dengan umur

tanaman; dan masa produktifnya makin panjang. Tanpa perawatan yang baik, kondisi

tanaman mungkin akan semakin memburuk, produktivitasnya menurun, dan masa

produktifnya singkat.

Penyiangan

Penyiangan lahan karet pada masa produksi bertujuan sama dengan penyiangan

pada masa sebelum produksi, yaitu mengendalikan pertumbuhan gulma agar tidak

mengganggu tanaman utama. Penyiangan bisa dilakukan secara manual, kimiawi, atau

gabungan dari keduanya.

Cara manual atau mekanis adalah pemberantasan gulma menggunakan

peralatan, seperti cangkul, parang, atau sabit. Jika gulmanya berupa rumput-rumputan,

penyiangan bisa menggunakan cangkul, sehingga perakarannya ikut tercabut.

Jika areal karet sangat luas, pemberantasan gulma yang paling efektif adalah

secara kimiawi menggunakan Budidaya dan Pasca Panen KARET 51 herbisida atau

bahan kimia pemberantas gulma, baik kontak maupun sistemik. Herbisida kontak
memberantas gulma dengan cara kontak langsung dengan gulmanya, misalnya

Gramaxone dan Paracol. Sementara itu, herbisida sistemik memberantas gulma dengan

cara zat aktifnya meresap ke dalam gulma, misalnya Basfapon, Dowpon, Gramavine,

dan Palitapon.

Pemupukan

Cara pemupukan tanaman karet pada masa produksi sama dengan masa sebelum

produksi, yaitu pupuk dimasukkan ke dalam lubang yang digali melingkar dengan jarak

1 – 1,5 meter dari pohon. Bisa juga pupuk dimasukkan ke dalam alur berbentuk garis di

antara tanaman dengan jarak 1,5 meter dari pohon. Sebelum pemupukan dilakukan,

harus dipastikan tanah sudah bebas dari gulma.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Dalam budidaya karet selalu dijumpai masalah organism pengganggu tanaman

(OPT) yang terdiri dari hama dan penyakit. Hama dibedakan dengan penyakit tumbuhan

karena penyebabnya. Hama adalah penyebab kerusakan tumbuhan dari golongan

insekta/hewan , sedangkan penyakit penyebab kerusakan tanaman dari golongan

mikroorganisme seperti jamur, bakteri, virus dan sebagainya.

Guna menghindari risiko yang berat tersebut, diperlukan usaha pengolaan penyakit

dengan pengendalian yang efektif dan efisien. Untuk perlu diketahui cirri-ciri khusus
masing-masing penyakit, cara pengendalian dengan bahan dan alat serta waktu yang

tepat.

Cara-cara pengendalian yang dimaksud adalah :

- Mekanis-fisis

 Pemotongan bagian tanaman yang diserang

 Membongkar atau memusnahkan tanaman yang diserang

- Kultur teknis

 Penggunaan varietas tahan hama dan penyakit

 Pengolahan tanah

 Pengaturan jarak tanam

 Pengaturan pola tanam

 Pengaturan pemupukan

 Menjaga kebersihan kebun dan sebagainya

- Biologis/hayati

Yaitu dengan penggunaan jasad hidup (mikroorganisme) untuk pengendalian

penyakit tanaman.

- Kimiawi

Yaitu dengan penggunaan bahan kimia untuk pengendalian penyakit tanaman

karet (Lindung, 2013).

Pada perkebunan tanaman karet Jamur Akar Putih merupakan penyakit umum

dan yang paling merugikan pada tanaman karet.Penyakit ini adalah penyakit yang utama

pada tanaman karet yang ditemukan pada sebagian besar area perkebunan didunia

termasuk Indonesia, India, Malaysia, Sri Lanka, Thailand Afrika barat dan Afrika
Tengah. Pada beberapa negara penyakit ini adalah penyebab kerugian terbesar pada

tanaman karet.

Penyakit ini disebakan oleh jamur patogen Rigidoporus lignosus dari kelas

Basidiomycetes, ordo Polyporasles, famili Polyporaceae dan genus Rigidoporus.

Menurut Semangun (2008) cendawan ini mempunyai lebih kurang 35 nama lain

(sinonim), sinonim dari Rigioporus antara lain Rigidoporus lignosus (Kloztch) Imazeki

atau Rigidoporus microporus (Swartz: Fr.) van Ov., Polyporus lignosus Klotzsch,

meskipun sekarang cendawan tersebut masih sering dikenal 5 dengan nama

Fomes lignosus (Klotzsch) Bres.

Tanaman karet yang terserang JAP memiliki gejala awal berupa membusuknya

akar tanaman yang diserang, sehingga tanaman mudah roboh. Selain itu tanaman yang

terserang juga menampakkan gejala sekunder berupa bertambah banyaknya ranting dan

berbuah lebih awal dari tanaman yang sehat, sehingga tanaman terlihat lebih rimbun.

Daun tanaman yang terserang selanjutnya akan menguning dan gugur yang selanjutnya

diikuti oleh matinya ranting tanaman (Nugroho, 2010).


KESIMPULAN

1. Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber

pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi

sentra-sentra baru.

2. Pohon karet dapat tumbuh tinggi hingga 15-25 meter. Tanaman ini dapat diambil

getahnya sampai usia 30 tahun dan setiap harinya dapat diambil hasilnya

3. Tanaman Karet terbagi menjadi karet alam dan karet sintetis.

4. Pemeliharaan tanaman karet dilakukan pada tahap sebelum bereproduksi dan

setelah bereproduksi.

5. Pengendalian hama dan penyakit tanaman karet dapat dilakukan secara mekanis,

kultur teknis, biologi dan kimiawi. Salah satu penyakit pada tanaman karet

adalah Infeksi jamur akar putih.


DAFTAR PUSTAKA

Arif. 2009. Mengenal Tanaman Karet. Diunduh dari


https://habibiezone.wordpress.com/2009/12/07/mengenal-tanamankaret/, pada
tanggal 8 mei 2019.

Ashari, S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya Edisi Revisi. Universitas Indonesia


Press. Jakarta. 485 hal.

Batubara, A. H. A. 2017. Makalah Penyiapan Lahan Karet. Sekolah Tinggi Imu


Pertanian Agrobisnis Perkebunan. Medan.

Boerhendhy, I., Amypalupy K. 2010. Optimalisasi Produktivitas Karet melalui


Penggunaan Bahan Tanaman, Pemeliharaan, Sistem Eksploitasi dan Peremajaan
Tanaman. J. Litbang Pert. 30(2):23-30.

Budiman, H. 2012. Budidaya Karet Unggul, Pustaka Baru Press, Yogyakarta.

Haryanto, B.2012. Budidaya Karet Unggul. Cetakan pertama. Yogyakarta (ID):Pustaka


Baru Press. 240 hlm.

Lindung, 2013. Teknik Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Karet. Balai
Pelatihan Pertanian. Jambi.

Litbang Deptan. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Karet.


http://litbang.deptan.go.id .

Nazaruddin dan F.B. Paimin.1998. Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nugroho PS. 2010. Karakteristik Bioligi Isolat – Isolat Rigidoporus microporus pada
Tanaman Karet (Havea brasiliensis) Asal Cilacap. Skripsi, Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret.

Riza Arief Putranto. 2013. Menguak Rahasia penyakit Kering Alur Sadar (KAS) pada
Tanaman Karet Menggunakan Teknik Analisis Ekspresi Gen Debit Tinggi.

Semangun H. 2008. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah


Mada University Press, Yogyakarta.

Setiawan, H. D dan Andoko, A. 2005. Petunjuk Lengkap Budi Daya Karet. Agromedia
Pustaka. Jakarta.

Setyamidjaja, D. 2000. Teh : Budi Daya dan Pengolahan Pascapanen. Kanisius.


Yogyakarta. 154 hal.

Silaen, S.J. 2010. Strategi Pengembangan Bisnis Karet Alam Olahan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Siregar, U.J. 2006. Budidaya Tanaman Karet. Faculty of Forestry IPB. Bogor.

Tim Penebar Swadaya. 2008. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tim Penulis Ps. 1991. Budidaya Ulat Sutera. Penebar Swadaya Jakarta.
Tim Penulis Ps. 2004. Karet Budidaya dan Pengolahan Strategi Pemasaran,
Penebar Swadaya. Jakarta.

Wikipedia. Karet. http://www.wikipedia.org/wiki/Karet.Tanggal Akses : 8 Mei 2019.

Yuleli. 2009. Penggunanan Beberapa Jenis Fungi Untuk Meningkatkan Tanaman Karet
(Hevea brasiliensis) di Tanah Gambut. Tesis Program Studi Biologi
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

Anda mungkin juga menyukai