Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PENDIDIKAN INKLUSI

Dosen : Satrianawati, M.Pd

Anak Dengan Hambatan Orthopedik Kesehatan


Gizi Buruk dan Kesehatan Yang Berkepanjangan

Disusun oleh :
Kelompok 11

1. Koko Gusnandar (1500005344)


2. Subkhi Fajrikah (1500005356)
3. Hani Dwiningrum (15002005364)

Kelas : 3G

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2016
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pembangunan nasional suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas sumber
daya manusia. Salah satu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia
adalah terciptanya pembangunan kesehatan yang adil dan merata, yang
mengupayakan agar masyarakat berada dalam keadaan sehat secara optimal
seperti fisik, mental maupun dalam sosial. Ketidakseimbangan gizi dapat
menurunkan kualitas sumber daya manusia. Pada saat ini pemerintah sedang
melakukan peningkatan kualitas kesehatan dari kalangan bayi, balita, pra
sekolah, anak usia sekolah dasar, anak remaja dan dewasa. Anak usia sekolah
dasar adalah sasaran yang strategis dalam perbaikan gizi karena pada usia 6-12
sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan dan perkembangan. Jika dalam
kehidupan tidak mendapatkan kebutuhan yang cukup contohnya kurangnya
pemberian gizi yang baik utuk anak usia 6-12 maka akan berdampak pada
jaringan otak yang mengakibatkan lemahnya fungsi otak atau tidak berjalannya
fungsi otak dalam proses belajar.
Permasalahan tersebut dapat melahirkan anak-anak yang tidak normal
yaitu seperti Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Kegiatan yang dapat diambil
dalam permasalahan ini yaitu dalam pembangunan dan mendirikan tempat-
tempat pendidikan formal, in formal dan non formal. Pendidikan Inklusi sangat
bermanfaat untuk proses layanan pendidikan khusus agar anak yang
berkebutuhan khusus dapat mengikuti proses pembelajaran dengan ramah,
fleksibel, dan menumbuhkan rasa percaya diri. Dengan dibentuknya pendidikan
inklusi juga sangat membantu orangtua dalam mendidik anak dengan layanan
yang khusus serta dipandu pendidik yang memiliki kemampuan khusus.
Pada kenyataannya pembentukan pendidikan inklusi memang tidak
sesederhana seperti yang diharapkan. Pendidikan inklusi masih membutuhkan
perhatian oleh pelaksanaanya dan harus betul-betul mendapatkan pelayanan
pendidikan yang sesuai dengan kondisinya agar dapat menjadi tempat
pendidikan yang bermafaat bagi masyarakat dan menghasilkan proses yang
maksimal. Harapan tersebut tidak mungkin terwujud tanpa upaya yang sungguh-
sungguh terutama dalam membangun dan mengembangkan sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas.
BAB II Pembahasan
1. Pengertian
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak-anak yang memiliki
hambatan perkembangan dan hambatan belajar, dapat juga diartikan dengan
istilah individu-individu yang memiliki karakteristik yang berbeda dari
individu lainnya. Secara luas anak berkebutuhan khusus menunjukan
karakteristik fisik, intelektual, emosional yang lebih rendah atau lebih tinggi
dari anak normal sebayanya atau berada diluar standar normal.
Anak berkebutuhan khusus disebut juga heward adalah anak dengan
kepemilikan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak lain pada
umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi,
atau fisik. Penyandang tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras,
kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, dan anak dengan gangguan
kesehatan masuk dalam kategori anak berkebutuhan khusus (wiyani, 2014:17-
18).
Gangguan Orthopedik (orthopedic impairments) merupakan penyakit atau
gangguan yang berkaitan dengan tulang, sendi, dan otot. Gangguan kesehatan
lain (other health impairments) meliputi kondisi medis dan kesehatan, seperti
AIDS, gangguan ayan, kanker, diabetes remaja, asma, gizi buruk serta
gangguan dengan kelainan otak (Friend, 2015: 398)

2. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam gangguan


orthopedik dan gangguan kesehatan gizi buruk serta kesehatan yang
berkepanjangan.
a. Karakteristik anak berkebutuhan khusus dengan hambatan orthopedik
Siswa dengan kelainan orthopedik memiliki kondisi yang sangat
membatasi kemampuan mereka untuk bergerak atau seluruh kegiatan
motorik mereka seperti :
1. Kondisi yang membatasi fisik sehingga mempengaruhi fungsi daya
gerak dan motorik.
2. Merupakan akibat dari gangguan bawaan, penyakit, kecelakaan, dan
sebab lain.
3. Berdampak negatif terhadap kemapuan dalam ranah pendidikan.
4. Mengalami gangguan kelayuhan otak besar dan cedera saraf tulang
belakang pada siswa.
5. Mengalami kesulitan dalam menangkap pembelajaran.
b. Karakteristik anak berkebutuhan khusus dengan hambatan kesehatan
Siswa-siswa pengidap suatu gangguan kesehatan sering kali tidak dapat
dilihat langsung atau dikenali oleh mata orang awam. Namun demikian,
setelah kondisi ini berdampak negatif terhadap pendidikan mereka, mereka
akan dianggap layak untuk menerima pendidikan khusus (Friend, 2015: 402-
406) Siswa-siswa penderita gangguan kesehatan meliputi berikut ini:
1. Siswa penyandang gangguan ayan (SEIZURE DISORDER)
a) Sering timbul kesadaran dan pergerakan motorik yang tidak
terkontrol.
b) Mengalami gangguan kesehatan dalam kondisi fisik dan otak
mengalami perubahan fungsi.
c) Sering mengalami kejang-kejang.
2. Siswa penyandang gangguan kesehatan gizi buruk
a) Sering mengalami lesu, kurangnya stamina
b) Mempunyai fisik yang pendek, kurus, dan berat badan kurang.
c) Kurangnya pencapain dalam aspek penilaian.
3. Siswa penderita gangguan sel sabit
a) Mengalami lelah lesu, berkurangnya stamina, meerasakan sakit
disekitar bagian dad, sendi, punggung, daerah perut, tangan dan kaki
yang bengkak, kulit tampak menguning.
b) Terkadang mengalami gangguan kognitif dan sering kali
memerlukan bantuan untuk mengejar ketertinggalan dalam belajar
dan diberi semangat dalam menghadapi rasa sakit dan tidak nyaman.
c) Kondisi yang membatasi tenaga daya tahan atau kewaspadaan yang
disebabkan oleh gangguan kesehatan kronis/akut.
4. Siswa pengidap asma atau alergi
a) Mengalami alergi terhadap debu, serbuk sari, kulit binatang/ bulu
dan serangga.
b) Beberapa siswa memiliki alergi dalam makanan.

3. Tujuan memhami Anak Berkebutuhan Khusus dalam gangguan


orthopedik dan gangguan kesehatan gizi buruk serta gangguan
kesehatan yang berkepanjangan.
Pada setiap kemunculan proses pembelajaran pendidikan, pasti memiliki
tujuan ideal yang hendak membangun optimisme tinggi mengenai landasan
pendidikan berbasis keadilan dan anti-diskriminasi. Dengan adanya
penyelenggaraan pendidikan inklusi sekolah harus mampu mengenal lebih
mendalam tentang pendidikan inklusi, sesungguhnya itulah salah satu pilar
pembaruan pendidikan.
a. Tujuan tentang Pendidikan Inklusi, yaitu memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, dan sosial serta mewujudkan pendidikan yang
menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta
didi. (wiyani, 2014 :39-40).
b. Tujuan memahami Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam gangguan
orthopedik dan kesehatan berkepanjangan.
Sebagai seorang calon pendidik atau guru yang profesional untuk
mengayomi dan membina anak berkebutuhan khusus.
1. Dapat mengetahui kehidupan anak berkebutuhan khusus dengan
gangguan orthopedik dan gangguan kesehatan di dalam lingkungan
sekolah melalui pendidikan inklusi.
2. Dapat memahami anak berkebutuhan khusus yang mengalami
gangguan orthopedik seperti; siswa penyandang kelayuhan otak
besar, siswa penderita cedera saraf tulang belakang.
3. Mengetahui gangguan-gangguan kesehatan seperti; siswa
penyandang gangguan awan, siswa penderita gangguan sel sabit,
siswa pengidap asma atau alergi.
4. Memahami kekurangan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus
dalam permasalahan asupan gizi dalam kehidupannya.
4. Sasaran memahami Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam
gangguan orthopedik dan kesehatan gizi buruk dan kesehatan yang
berkepanjangan.
Sasaran dalam memahami siswa-siswa penderita gangguan orthopedik
dan kesehatan gizi buruk serta kesehatan lainnya ini sering kali berkaitan
dengan upaya membantu mereka mengejar ketertinggalan di ranah
pendidikan contohnya dalam proses pembelajaran. Dalam memberikan
respons terhadap siswa-siswa yang menderita gangguan dapat dengan cara
memanfaatkan dan mengidentifikasi kebutuhan mereka diperlukan adanya
penyesuaian dalam lingkungan, kurikulum, dan pengajaran. Dalam hal ini
untuk membantu siswa tersebut dalam proses belajar maka dikenalkanlah
pendidikan inklusif kepada mereka yang mengalami gangguan serta
diharapkan akan mengurangi kesulitan orang tua siswa dalam melakukan
proses pembelajaran dan diharapkan kegiatan ini bermanfaat untuk
membantu siswa berkebutuhan khusus dalam menjalankan kehidupannya.
5. Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam kajian hambatan
perkembangan orthopedik dan kesehatan yang berkepanjangan.
Anak Berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan
khusus sementara atau permanen sehingga membutuhkan pelayanan
pendidikan yang lebih intens. Kebutuhan mungkin disebabkan oleh
kelainan atau memang bawaan lahir atau karena tekanan ekonomi, politik,
sosial, emosi, dan perilaku yang menyimpang. Pada setiap anak memiliki
latar belakang kehidupan dan perkembangan lahiriah yang berbeda-beda
sehingga dalam menghadapi kebutuhan khusus dan hambatan belajar juga
berbeda pula. Begitu pula halnya dengan kebutuhan siswa yang mengalami
gangguan kesehatan yang dapat berkisar dari ringan hingga ekstensif.
(Ilahi, 2013: 138).
Mengidentifikasi siswa-siswa yang menderita gangguan dalam proses
belajar seperti mencari tahu masalah yang paling sulit untuk dihadapi siswa
dan membantu dalam menyelesaikannya dalam kegiatan observasi, analisis,
serta membuat hipotesis atas perilaku siswa, menyediakan berbagai strategi
dalam menjelaskan materi bagi siswa penyandang dan teman-teman
lainnya, dan bekerja sama dengan pihak keluarga ketika menyangkut
persoalan status dan kebutuhan siswa penyandang gangguan tersebut.
6. Pembelajaran adapatif bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam
gangguan orthopedik dan kesehatan gizi serta gangguan kesehatan yang
berkepanjangan.
Pada praktik pendidikan inklusi penyusunan bahan ajar harus
berhubungan erat dengan strategi pada proses pembelajaran. Ditinjau dari
proses pembelajaran sebagai berikut :
1) Perencanaan pembelajaran hendaknya dibuat berdasarkan hasil
asesmen dan dibuat bersama antara guru kelas dan guru khusus
dalam bentuk program pembelajaran individual (IEP).
2) Pelaksanaan pembelajaran lebih mengutamakan metode
pembelajaran kooperatif dan partisipatif, memberi kesempatan yang
sama dengan siswa lain, menjadi tanggung jawab bersama dan
dilaksanakan secara kolaborasi antara guru khusus dan guru kelas,
serta dengan menggunakan media ,sumber belajar, dan lingkungan
yang beragam sesuai dengan keadaan.
3) Pelaksanaan strategi pembelajaran Positive Behavioral Support
(PBS).
7. Media pembelajaran bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan
hambatan orthopedik dan kesehatan gizi buruk serta kesehatan yang
berkepanjangan.
Penggunaan media sebagai perantara dalam proses pembelajaran
memiliki nilai dan fungsi yang amat berharga bagi terciptanya iklim
pembelajaran yang kondusif. Melalui penggunaan media ini, siswa dilatih
untuk memperkuat kepekaan dan ketrampilan secara optimal dengan ditopang
oleh motivasi guru (Ilahi, 2013 : 175). Media yang digunakan mencakup :
a) Menyediakan siswa dengan berbagai materi mengenai individu
lain yang juga menderita penyakit atau gangguan yang serupa.
b) Mengajar dalam segmen-segmen kecil dan mengizinkan siswa
untuk beristirahat.
c) Penggunaan buku-buku, video, situs web, atau materi informatif
lainnya.
d) Menggunakan kata-kata isyarat secara konsisten untuk membantu
siswa berkonsentrasi (seperti Dengarkan…, Lihatlah…, atau
Tuliskan…).
e) Menyederhanakan perintah lisan dan tulisan (yaitu dengan
mengurangi kelebihan kata, menggunakan kalimat pendek,
sekalipun memperkecil jumlah perintah jika memungkinkan).
f) Mengizinkan siswa untuk mengerjakan tugas atau ujian dengan
waktu ekstra.
g) Menggunakan perangkat lunak yang dapat membantu siswa dalam
tugas menulis (seperti perangkat lunak yang bisa menduga kata).

h) Menyusun agar sisa dapat menggunakan alat perekam digital


untuk merekam kegiatan belajar kelas, mendikte tugas, membuat
pengingat, dan sebagainya.
i) Mengizinkan siswa untuk belajar diwilayah yang tenang di ruang
kelas atau menyediakan meja belajar.

8. Penilaian/asesmen bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan


hambatan gangguan othopedik dan kesehatan gizi buruk serta kesehatan
yang berkepanjangan.
Penilaian hasil belajar bertujuan untuk melihat kemajuan dan prestasi
belajar peserta didik dalam hal penguasaan materi pengajaran yang telah
dipelajari sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan
penilaian atau evaluasi ini pada sekolah umumnya dilakukan dalam ulangan
harian, ulangan umum, dan ujian akhir. Penilaian kepada peserta didik
berkebutuhan khusus yang memiliki hambatan belajar bervariasi masih
mengikuti penilaian secara umum seluruh peserta didik, walaupun dilakukan
penyesuaian-penyesuaian meliputi penyesuaian waktu, penyesuaian cara, dan
penyesuaian materi / isi. Penilaian anak berkebutuhan khusus untuk
mengembangkan bakat, minat, skill dibutuhkan sumberdaya yang meiliki
keahlian tertentu, untuk menggali potensi peserta didik (supardjo, 2016: 11)
proses penilaian dilakukan dan disebutkan dalam pasal Pemendiknas tersebut :
a) Pertama, penilaian hasil belajar bagi peserta didik pendidikan
inklusif mengacu pada jenis kurikulum tingkat satuan
pendidikan yang bersangkutan.
b) Kedua, peserta didik yang memiliki kelainan dan mengikuti
pembelajaran berdasarkan kurikulum yang dikembangkan di
bawah standar pendidikan mengikuti ujian yang
diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
c) Ketiga, peserta didik yang memiliki kelainan yang
menyelesaikan pendidikan berdasarkan kurikulum yang
dikembangkan oleh satuan pendidikan dibawah standar nasional
pendidikan mendapatkan Surat Tanda Tamat Belajar yang
blankonya dikeluarkan oleh satuan pendidikan yang
bersangkutan.
d) Keempat, peserta didik yang memperoleh Surat Tanda Tamat
Belajar dapat melanjutkan pendidikan pada tingkat atau jenjang
yang lebih tinggi pada satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan inklusif atau satuan pendidikan
khusus.
e) Kelima, melakukan penilaian pada peserta didik yang memiliki
kelainan dengan sistem penilaian acuan patokan atau acuan
kelompok.
f) Keenam, penilain dengan sistem penilaian kuantitaif dan
penilaian kualitatif.
9. Manajemen kelas dalam setting pendidikan inklusi bagi anak dengan
hambatan orthopedik dan kesehatan.
Manajemen Kelas adalah usaha dari pihak guru untuk menata kehidupan
kelas dimulai dari perencanaan kurikulumnya, penataan prosedur dan sumber
belajarnya, pengaturan lingkungannya untuk memaksimumkan efisiensi,
memantau kemajuan siswa, dan mengantisipasi masalah-masalah yang
mungkin timbul. Sekolah tentunya akan melakukan pengambilan keputusan
untuk terus maju dalam penyelenggaraan inkulsif didukung membuat action
plan. Meningkatkan pemahaman/komitmen bersama juga penguatan sumber
daya manusia guru non guru pembimbing khusus menjadi bagian yang akan
terus dilakukan.
Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif (n.praptiningrum, 2010: 36-37). sebagai
berikut:
a) Pengetahuan tentang perkembangan anak berkebutuhan khusus
b) Pemahaman akan pentingnya mendorong rasa penghargaan anak
berkaitan dengan pegembangan, motivasi, dan belajar melalui
suatu interaksi positif dan berorientasi pada sumber belajar.
c) Pemahaman tentang pentingnya menciptakan lingkungan yang
ramah terhadap pembelajaran yang berkaitan dengan isi,
hubungan sosial, pendekatan dan bahan pembelajaran.
d) Pemahaman terhadap hambatan belajar termasuk yang
disebabkan oleh kelainan fisik maupun mental.
e) Pemahaman konsep pendidikan yang berkualitas dan kebutuhan
implementasi pendekatan dan metode baru.

10. Konsep dan jenis layanan kompensatoris bagi anak dengan hambatan
perkembangan orthopedik dan kesehatan.
Konsep sekolah inklusi dalam proses pendidikan memberikan
gambaran bahwa pendidikan inklusi sebagai pendidikan yang memberikan
kesempatan yang adil bagi semua siswa untuk bisa mengakses pendidikan tanpa
membedakan gender, etnik, status sosial, dan kebutuhan khusus (kemampuan)
pada semua level/jenjang pendidikan. Pendidikan inklusi juga seharusnya
bertujuan untuk memberikan suasana yang ramah dalam pembelajaran dan juga
memungkinkan semua siswa merasa nyaman dan menyenangkan. Termasuk
juga menggunakan metode dan strategi belajar guna untuk menciptakan
suasana pembelajaran yang aktif dan fleksibel. Dalam konsep pendidikan
inklusi juga diharapkan memberikan motivasi atau memberikan motivasi,
penghargaan, penumbuhan rasa percaya diri siswa dengan menggunakan kata-
kata yang baik dan sopan. Pada sekolah inklusi juga menerapkan model multi
input artinya tidak menerima penolakan murid.
Dalam pendidikan inklusi terdapat sistem layanan pendidikan yang
menyatu tanpa batas (Ishartiwi, 2010: 4-5). Layanan tersebut mencakup :
1) Sekolah dengan tetap berlabel Anak Berkebutuhan Khusus (ABK),
layanan diberikan kepada guru kelas dan guru khusus yang dilakukan
secara tim.
2) Sekolah tanpa berlabel Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) layanan
diberikan kepada guru kelas/mapel dibekali kompetensi bidang PLB dan
bekerja secara tim tetap.
3) Pembelajaran dikelas dilakukan secara individual, meskipun beberapa
anak memiliki kebutuhan belajar yang sama.
4) Pembelajaran berbasis multimodalitas dengan kurikulum multilevel.
Daftar Pustaka

N.Praptiningrum. 2010 . “Fenomena Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Bagi Anak


Berkebutuhan Khusus”. Jurnal Pendidikan Khusus. Volume 7, Nomor 12, Hlm
33—39 .
Ilahi, Mohammad Takdir. 2013. Pendidikan Inklusif “Konsep & Aplikasi”.
Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Wiyani, Novan Ardy. 2014. Buku Ajar “Penanganan Anak Usia Dini Berkebutuhan
Khusus”. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Septriyani, Vita, dkk. 2015. “Status Gizi Anak Kelas III Sekolah Dasar Negeri 1
Sungaililin”. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan”. Volume 2, Nomor 1, Hlm
129—134.
Ishartiwi. 2010. “Implementasi Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Dalam Sistem Persekolahan Nasional”. Jurnal Pendidikan Khusus. Volume 6,
Nomor 1, Hlm 1—9.
Supardjo. 2016. “Pengelolaan Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus” . Skripsi.
Surakarta: Program Studi Magister Administrasi Pendidikan Sekolah
Pascasarjana ,Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Friend, Marilyn, William D. Bursuck. 2015. “Menuju Pendidikan Inklusi ED 7”.
Yogyakarta: Pustaka Belajar

Anda mungkin juga menyukai