Anda di halaman 1dari 6

Tugas Pendidikan Formal dan Informal

BAB V
PENDIDIKAN MARXIS-SOSIALIS:
PENDIDIKAN UNTUK PEMBEBASAN

KELOMPOK 2
Disusun oleh:
Dian Marsyah Fabianti
E022181011

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
Posisi Pendidikan Dalam Masyarakat Menurut Prinsip Marxisme

Pendidikan Marxis ini adalah model pendidikan yang lahir sebagai tantanga terhadap model
pendidikan tradisional dan liberal yang juga sangat nyata dalam praktik dan kebijakan
pendidikan diberbagai negara. Pendidikan Marxis-Sosialis sendiri tidak begitu tampak karena
tidak mendefinisikan diri sebagai pendidikan formal atau pendidikan dalam arti sempit
sebagaimana kita diskusikan dibagian sebelumnya.
• Pendidikan yang Bukan Hanya Sekolah
Pendidikan seperti pesantren yang mereformasi diri dengan mengadopsi pembelajaran
modern banyak bertebaran, digagas, dan disebarkan oleh kaum yang menggelorakan
semangat keagamaan dalam membendung laju modernisasi globalisasi kapitalis.
Sebagian dari lembaga-lembaga pendidikan ini dikembangkan oleh kalangan aktivis
gerakan keagamaan yang punya visi ideologis. Menariknya, lembaga pendidikannya juga
diorganisir sebagai basis perlawanan terhadap musuh yang didefinisikan oleh para
ideolog, pemikir, dan pendidiknya. Salah satu varian pemikirannya adalah revivalisme
Islam, yang menjadikan pendidikan pesantren sebagai tempat untuk menyusun
perlawanan. Banyak yang mengatakan bahwa lembaga pendidikan mereka menjadi
sarang “teroris”. Benar atau tidak anggapan semacam ini, kita sering mengetahui
sebagaimana diberitakan berbagai media bahwa para pelaku-pelaku terror memang
berasal dari lembaga pendidikan tradisional pesantren. Yang jelas model pendidikan ini
adalah reaksi yang wajar dari globalisasi kapitalis yang membawa kontradiksi
kemanusiaan dan merusak moral.
Sementara itu, pendidikan model pendidikan kerakyatan yang dipengaruhi paham
marxisme memang tidak memformalkan diri dalam sekolah-sekolah yang terorganisir
dengan baik, tetapi justru hadir dalam keseharian rakyat, terutama dikalangan rakyat
miskin perkotaan, kawasan industry atau pabrik, dan di desa-desa meskipun jumlahnya
kecil. Model pendidikannya terorganisir dalam gerakan buruh dan kaum miskin
perkotaan, ekspresi ideologisnya mencerminkan kepentingannya sebagai kalangan bawah
yang butuh pembebasan. Di Jakarta, ada sebuah gerakan kaum miskin kota yang cukup
besar dan gerakannya cukup dipertimbangkan dalam gerakan sosial-politik tanah air, dan
juga mempunyai cabang-cabangnya diberbagai kota-kota (terutama kota besar seperti
Yogyakarta, Surabaya, Semarang, Makassar, dan lain-lain). Nama organisasi ini adalah
SRMI (Serikat Rakyat Miskin Indonesia) awalnya bernama SRMK (Sarekat Rakyat
Miskin Kota). Organisasi massa ini dapat dikatakan memiliki agenda pendidikan anggota
yang meningkatkan kesadaran rakyat. Terutama pendidikan yang berupa kumpulan
orang-orang miskin yang sedang mendiskusikan masalah-masalah mereka dikaitkan
dengan politik. Terlalu banyak melakukan serangan politik, dan kurang menekankan
pada kerja pengorganisiran dan perluasan massa untuk menyebarkan ideologinya dan
memperluas wadah-wadah pendidikan, merupakan salah satu kekurangan.
• Posisi Pendidikan Dalam Masyarakat
Prinsip marxisme dikaitkan dengan masalah pendidikan akan menujukkan bahwa
pendidikan sebagai proses historis dalam kehidupan manusia ditentukan oleh
perkembangan masyarakat yang tentu saja ditentukan oleh kondisi material-ekonomis
yang berkembang. Pendidikan adalah media sosialisasi pandangan hidup dan kecakapan
yang harus diterima masyarakat (terutama anak-anak). Pendidikan juga sangat berkaitan
dengan politik karena ia berada pada wilayah “atas” dari struktur masyarakat yang ada.
Dalam bahasa sederhananya, kita akan menerapkan pandangan materialism dialektika
untuk melihat perkembangan sejarah dan mencari tahu dimana letak pendidikan dalam
sejarah masyarakat dalam hal ini kita berpikir secara materialis, dialektis, dan historis
(MDH). Kerja adalah gagasan manusia yang dikonkretkan secara material melalui gerak
tubuh dan dibantu alat-alat untuk mengubah alam atau menghadapi kontradiksi alam.
Karena kemampuan inilah, maka peradaban manusia menjadi maju-mundur (berubah).
Disebabkan kemampuan inilah, manusia mampu baik mengubah dan mengendalikan
alam dalam perubahannya sesuai dengan keinginannya. Misalnya, pada
perkembangannya manusia bukanhanya mampu mengubah besi yang didapat dari tanah
menjadi barang-barang lain yang lebih bermanfaat dan membantu kerjanya seperti motor,
televisi, ataupun komputer, melainkan juga mampu memahami (menganalisis),
menghadapi dan mengendalikan kejadian-kejadian alam seperti hujan, banjir, dan gempa
meskipun belum maksimal. Melalui kerja muncul capaian-capaian yang pada akhirnya
membantu memudahkan kerja.
Dari berbagai macam peristiwa itulah, manusia menjumpai pengalaman-pengalaman
yang membuat mereka belajar. Karenannya, kerja dapat dikatakan sebagai dasar bagi
perkembangan cara berpikir dan corak kehidupan (termasuk corak budayanya). Kerja
adalah praktik kehidupan sehari-hari yang menyebabkan manusia menggerakkan
tubuhnya, menggunakan tangan, dan seluruh anggota badannya untuk menghadapi alam
kehidupan. Dari proses inilah kebudayaan berkembang dan dapat diketahui kualitasnya.

Tugas Pendidikan Formal dan Informal


BAB VI
PENDIDIKAN POSTMODERNISME:
SEBUAH TINJAUAN KRITIS

KELOMPOK 2
Disusun oleh:
Dian Marsyah Fabianti
E022181011

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

Kebebasan Dan Individualisme Radikal Dalam Pendidikan Postmodernisme


• Pandangan Postmodernis
Postmodernisme berasal dari dua kata “post” dan “modernism”. Istilah “post” bisa
diartikan “pasca” atau “setelah”, bisa juga diartikan “tidak”. Sementara modernisme
merujuk pada filsafat dan gaya berpikir modern yang bercirikan rasionalisme dan
logisme atau oleh kaum postmodernis dicurigai bergaya pikir “positivisme”. Jika “post”
diartikan “setelah” (pasca), maka postmodernisme merupakan gaya berpikir yang lahir
sebagai reaksi terhadap pikiran modernisme merupakan gaya berpikir yang lahir sebagai
reaksi terhadap pikiran modernisme yang dianggap mengalami banyak kekurangan dan
menyebabkan berbagai masalah kemanusiaan.
Postmodernisme juga ada yang mengidentikkan sebagai teori kritis yang mengacu
pada berbagai macam bidang seperti karya sastra, drama, arsitektur, film, jurnalisme,
desain, bidang pemasaran, dan bisnis maupun penafsiran sejarah, hukum budaya, dan
agama yang mulai muncul pada akhir abad 20 dan awal abad 21.
Pemikiran postmodernisme, sadar atau tidak, telah diterima oleh masyarakat kita,
khususnya kaum terpelajar. Bahkan, pemikiran ideologisnya juga merambah dan meluas,
merasuki cara berpikir masyarakat kita. Di tingkatan akademik dan penelitian filsafat,
kehadiran postmodernisme di Indonesia juga telah menghadirkan diskusi yang panjang.
Disini, baik yang pro maupun yang kontra, tampaknya juga telah berdebat terlalu jauh,
tanpa sungguh-sungguh mendalami konteks sosial dan institusional dimana debat
tersebut pada awalnya berlangsung di negara-negara maju.
Akibatnya, kita banyak melupakan persoalan-persoalan dasar yang harus dihadapi dan
dipecahkan di negeri ini. Membaca buku ini kita dibawa pada pemahaman bahwa
postmodernisme hanyalah sejenis eksperimen intelektual yang ‘kenes’, tidak lebih dari
teori yang bersandar pada ‘permainan bahasa’, yang justru membuat kalangan terpelajar
lupa pada realitas penindasan yang membutuhkan keyakinan filsafat yang mampu
mengubah secara mendasar kapitalisme modern yang mengglobal. Kapitalisme ini yang
menjadi sumber bencana umat manusia, yang imbasnya juga begitu terasa di Indonesia.
• Kebebasan Dan Individualisme Radikal
Kebebasan bukan hanya jargon pendidikan liberal, melainkan secara lebih radikal
menjadi ikon dari filsafat postmodernisme yang mengutamakan relativisme, menolak
totalitas, dan menolak hidup ini ada tujuannya (teleologis). Padahal, sangat penting
memahami makna kebebasan agar kemudian kita memahami arti kita dalam hidup yang
situasinya semakin ruwet. Lebih ruwet lagi tanpa penjelasan dan pemahaman tentang arti
kebebasan. Agar kita bebas, kita harus memahami bahwa hidup kita tanpa batas (no
frontiers). Kita juga harus menyingkirkan hambatan-hambatan yang mengahalangi kita
memahami dunia yang luas, yang dapat kita salami dan kita singgahi.
Singkatnya, kebebasan sejati lahir dari orang yang hidupnya punya tujuan. Tidak ada
kebebasan dalam jiwa orang yang hidupnya absurd dan tidak tahu untuk apa tujuan
hidupnya. Biasanya ia terombang-ambing oleh lingkungan dan berbagai serangan-
serangan pemikiran dan cara pandang dari luar dirinya. Ia tidak punya patokan, tidak
punya ukuran yang digunakan untuk menilai diri dan lingkungannya. Lalu, ia pun
berkata, “Hidupku mengalir, aku tak perlu patoka-patokan, aku tak perlu menetapkan
nilai untuk segala sesuatu. Bahkan aku tak ingin menilai karena aku tak mau
menghakimi”. Inilah salah satu model berpikir relativistik ala postmodernisme. Pada
akhirnya, dari hari ke hari, semakin banyak orang, terutama anak-anak muda, yang
kehilangan daya tariknya pada urusan filsafat dan ilmu pegetahuan hanya gara-gara ia
tidak mau memasukkan pengetahuan-pengetahuan baru ke dalam pikirannya. Mereka
adalah generasi era sekarang yang malas berpikir. Mereka malas terju ke dunia yang
berhubungan dengan cara mengatur orang banyak.
Individualisme yang cuek dijawab dengan individualisme yang apatis dengan
ditunjukkan oleh generasi yang tidak mau terlibat. Para politisi kita terlalu tua, karenanya
politik kita adalah daur ulang dari proses lama yang sejak awal menindas dan
membohongi rakyat. Berbeda dengan ketika generasi muda pad zamannya, Soekarno,
Hatta, Syahrir, Aidit, para politisi, dan negarawan yang usiannya sangat muda. Mereka
terlibat dalam politisi yang dinamis. Politik yang penuh idealis dan cita-cita perjuangan.
Tidak seperti sekarang, ketika para kaum muda malas berpolitik, politik kelihatannya
renta dan tidak ada kaitannya dengan perubahan akibat lebih jauhnya adalah apatisme
yang kian besar masyarakat terhadap (partai, lembaga, dan proses) politik yang ada.
Itu adalah contoh bagaimana kontradiksi dihadapan kita sering muncul karena orang-
orang yang sok, tidak mau menetapkan tujuan hidupnya. Kebebasan yang dicita-citakan
oleh orang yang tidak punya tujuan dan patokan dalam hidupnya adalah kebebasan
abstrak dan palsu.

Anda mungkin juga menyukai