Anda di halaman 1dari 7

HIDUP YANG BERKEMENANGAN

Mazmur 13:1-6

Sering kali di dalam kehidupan sehari-hari kita merasa ragu untuk


menceritakan pada orang lain bahwa sesungguhnya kita ini ragu-ragu akan
keberadaan Tuhan. Bagaimana tidak ragu? Kita merasa telah melakukan cukup
banyak untuk Tuhan. Kita berkorban untuk Dia. Kita menghabiskan tenaga ,
waktu dan pikiran bahkan uang. Sering kali juga pekerjaan dan keluarga menjadi
korban gara-gara pelayanan di gereja. Lalu apa hasilnya? Mengapa segala
persoalan, permasalahan dan kesulitan masih saja muncul dalam kehidupan ini?
Apa kesalahannya? Apa yang kurang beres? Pertanyaan ini kita simpan. Kita
diam seribu bahasa. Kita tidak berani menceritakan kepada siapapun. Resikonya
besar. Kita bisa dicap kurang rohani, kurang beriman. Apalagi yang mengalami
persoalan ini adalah pengurus atau majelis gereja. Orang-orang akan
mencemooh kita. “Apa-apaan ini’? Pengurus gereja namun meragukan Tuhan?
Bila pendeta sempat mendengar mungkin Anda akan dipanggil dan dikira belum
bertobat. Lebih ekstem lagi diminta katekisasi ulang. Tatkala kita berada dalam
posisi demikian, dan pada saat-saat kita merasa ragu. Pernahkah kita ragu atas
keragu-raguan kita itu?

LIhatlah sedikit latar belakanag si penulis Mazmur ini. Setelah Saul


mendengar para wanita Yerusalem bernyani memuji kemengan Daud
mengalahkan Goliat, maka mulai saat itu juga kehidupan Daud semakin
terancam. Bayangkan saja , tatkala ia dengan santai mememetik Kecapi
menghibur raja Saul, tiba-tiba saja sebuah tombah menghjujam ke arahnya;
namun atas perlindungan TUHAN, Daud lolos. Namun tidak terhenti samapi di
situ, Saul dengan berbagai cara hendak menghabisi Daud. Itu sebabnya Daud
harus latri pontang-panting, sembunyi di gua-gua. Sementar itu orang-oranganya
Saul tidak henti-hentinya menyerang. Itu sebabnya Daud berada pada posisi
yang begitu tertekan dan terjepit. Inilah pengalaman yang pernah dijalani oleh
Daud.

1
Mazmur 13 yang ditulis oleh Daud ini berkisar pada persoalan yang
hampir sama. Ayat ini dimulai dengan 4 buah pertanyaan? “Berapa lama lagi
TUHAN, kalau lupakan aku terus menerus? (How long O Lord, will You forgetme
forever). Berapa lama lagi Kau sembunyikan wajah-Mu terhadap aku? (How long
will You hide Your face from me?) Berapa lama lagi aku harus menaruh
kekuatiran dalam diriku dan bersedih sepanjang hari? (How long must I bear pain
in my Soul and have sorrow in my heart all day long”) Berapa lama lagi musuhku
meninggikan diri atasku? (How long shall my enemy be excalted over me?)

Pertanyaan yang secara bertubi-tubi dilontarkan oleh si pemazmur


membuktikan bahwa beliau merasa berada pada posisi yang kurang
menguntungkan. Kita tidak tahu persis kondisinya pada waktu ia menulis bagian
ini. Namun ada dugaan bahwa pemazmur itu takut meninggal duinia, sehingga
diperkirakan dia sedang dalam kondisi sakit, coba banding dengan Mazmur 6.
Kenapa ia sakit kita juga tidak diberitahukan, bisa saja karena serangan Dario
musuh. Rupanya pemazmur mulai merasa kuatir , jangan-jangan
pengharapannya akan TUHAN itu sia-sia belaka. Imannya tidak dapat pernah
mendapat stimulasi dari TUHAN. Doanya tidak belum terjawab. Musuh
bertambah banyak mengancam, bahkan saat ini para musuh semakin jaya.
Persoalan juga bertambah. Semua kejadian dan keadaan ini yang
mengakibatkan pemazmur menjerit dengan suara keras? Berapa lama lagi
TUHAN? Kalau kita bandingkan dengan nabi Habakuk, kondisinya juga sama.
Orang-orang kafir tiba-tiba menajdi lebih makmur, tanamannya lebih subur.
Habakuk juga bingung akan hal ini. Maka ia menjerit “Berapa lama lagi TUHAN”

Kalau kita mau jujur, tanpa disadari kita juga sering menjerit demikian.
Tatkala muncul berbagai kekusutan persoalan rumah tangga kita. Ditambah lagi
kita mengalami masalah di kantor, rekan-kerja, kondisi yang tidak
menyenangkan. Atau hubungan anatara sesama sanak famili terjadi ketegangan.
Atau persoalan ekonomi keluarga yang membuat kita tidak konsentrasi belajar
dan bekerja. Nah, persoalan yang bertubi-tubi ini, sering kali memacuh kita

2
bertanya pada TUHAN, berapa lagi TUHAN? Kadang membuat kita ragu akan
Tuhan.

Salah seorang teman saya yang melayani di Bandung, saat ini sedang
berduka-cita. Sebab adik lakinya yang hendak menikah seminggu lagi (mungkin
Minggu ini), namun minggu lalu dibunuh oleh orang yang tidak dikenal.
Undangan telah dibagikan, semua sudah dipersiapakan, namun kemalangan ini
terjadi. Saya dapat membayangkan sanag calon pengantin sudah bersiapa-siap
mencoba pakaian pengantin. Mungkin juga bayarngak honeymoon ke Luar
Negeri sudah dipersiapkan. Tetapi, semua sirna, lenyap begitu saja. Dalam
kondis demikain ornag dapat mejerit kepada TUHAN berapa lama lagi?

Saya bisa merasakan perasaan bagi mereka yang keluarganya


mengalami korban gempa di Jogjakarta. Barang kali mereka baru saja bangun
pagi, mungkin juga ada rencana-rencana masa depan yang sudah
diprogramkan. Namun bencana yang tiba-tiba terjadi seakan-akan tanpa belas
kasihan telah menghancurkan segala impian mereka.

Saya kurang tahu apakah Anda pernah bertanya berapa lama kepada
TUHAN atau tidak? Kadang dalam perjalanan melayani TUHAN dan tatkala
diperhadapkan pada kondisi tertentu saya pernah bertanya demikian. Berapa
lama lagi TUHAN? Berapa lama lagi TUHAN , kami sudah berlutut berdoa
bahkan juga dengan doa puasa, namun kerinduan jemaat ini akan sebuah
Gedung Gereja milik sendiri belum terwujud?

Coba perhatikan kembali ayat 4.


Dalam kondisi kekuatiran , pemazmur kembali berhadapan dengan para
musuhnya. Tadinya mereka berimbang, namun sekarang para musuhnya telah
melebihinya. Mereka kemungkinan besar mengenyek, menghina dan bersorak-
sorak. Itu sebabnya kembali pemazmur berkata “Pandanglah kiranya, jawablah
aku, ya TUHAN, Allahku! Buatlah mataku bercahaya, supaya jangan aku tertidur

3
dan mati” (NIV menerjemahkan Give light to my eyes, or I wil sleep in death”
sedangkan NRSV “ Give light to my eyes, or I will sleep the sleep of death”).
Terjemahan dalam NIV dan NRSV memakai “atau”, menunjukkan suatu
permohonan pilihan yang menegaskan. “Berikan cahaya atau mati, kira-kira
demikian. Ayat ini juga berarti suatu pemulihan (restore), suatu kesembuhan.

Pada saat kita mengalami kesulitan ditambah keterpojokan posisi kita,


kadang orang-orang sekitar tidak ada yang dapat mengerti kita. Mungkin meraka
juga mengenyek kita dan bersorak akan kegagalan kita. Kita tidak dapat
menceritakan pergumulan hidup ini kepada mereka. Satu-satunya cara adalah
menceritakan segala persoalan ini kepada Tuhan melalui doa-doa pribadi kita.
Kita boleh sepuas-puasnya menceritakan segala hal.

Di beberapa tempat retreat tertentu kadang ada fasilitas bukit untuk kita
naik ke sana dan berdoa menyendiri. Waktu itulah kita boleh melampiaskan
segala curahan perasaan bagi TUHAN. TUHAN adalah Bapa kita, maka kita
tidka perlu sungkan menceritakan kepada-Nya. Saya bersyukur sebagai
pendeta, dan tiap minggu diberikan kesempatan berkotbah. Jadi kalau saya
melampiaskan pertanyaan-pertanyaan pada TUHAN dalam kotbah tidak
masalah. Doa itu bukan sekadar reaksi yang wajar dari orang benar terhadap
berbagai kesukaran, namun doa juga merupakan obat mujarab melawan
kesesakan hidup. Pernahkah Anda merasakannya?

Terlihat sekali dari Daud berbagai tuntutan Daud bahwa ia merasa


ketidaksabaran menanti jawaban TUHAN. Tuhan seakan-akan bertindak sangat
lambat, sementaar persoalan datang bertubi-tubi dan cepat. Sama seperti
kebanyakan orang, kita lebih senang minta agar TUHAN dengan segala
kuasanya menghentikan segala persoalan tersebut. Kita sering lupa bahwa
TUHAN juga sanggup memberikan kekuatan pada kita untuk menghadapi dan
menang atas persoalan itu.

4
Ayat 5-6 “ Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak
karena penyelamatan-Mu. Aku mau menyanyi untuk TUHAN, karena Ia telah
berbuat baik kepadaku. “

Daud mulai sadar, ia melihat ternyata TUHAN Allah yang dia sembah itu
adalah TUHAN yang penuh kasih setia-Nya (unfailing love). Untuk itu maka
respon yang ditujukan pada TUHAN adalah ia harus bangkit dari permasalahan
dan kesulitan, bukan tenggelam dan terbawa arus. Hidup manusia begitu rapuh ,
bukan hanya rapu tetapi hidup kita sekaligus begitu lapuk. Gampang rusak. Ia
ibarat mutiara yang harus dijaga setiap saat. Itu sebabnya tanpa Kasih setia
Tuhan maka semua itu tidak akan terpelihara dengan baik. Antara hidup Normal
dengan tidak araknya sangat dekat.

Kasih setia Tuhan sangat terlihat di dalam diri Daud, bayangkan saja;
berbagai bahaya yang semestinya terjadi di dalam dirinya, namun ia senantiasa
luput dari itu. Providensi Tuhan sangat nyata di dalam diri Daud. Itu sebabnya
imannya mulai terstimulasi, ia menjadi percaya. Bukan hanya itu, ia juga
bersorak-sorak; karena penyelamatan dari Tuhan itu jelas dan nyata. Seorang
penafsir mengatakan apabila engkau bagkit kembali di dalam Tuhan maka
enagkau pasti akan bangkit pula dari keputusaaan hidup ini. Inilah yang
dimaksud dengan hidup yang berkemenangan itu.

Pelajaran rohani yang kita peroleh dari Daud hari ini ada tiga tahap.
Tahap pertama, bahwa sebagai manusia kita begitu rapuh dan lapuk. Itu
sebabnya bila ada tekanan, kesulitan, persoalan, sakit, dan keputusasaan yang
menimpa, kita lebih gampang protes dan bahkan marah. Namun Tuhan kadang
membiarkan itu berjalan terus di dalam hidup kita, hingga memasuki tahap
kedua. Bukan berarti IA meninggalkan kita, IA mau kita benar-benar sadar
bahwa kita butuh pertolongan dari yang berkuasa, dalam hal ini Tuhan.
Memasuki Tahap ke tiga, ini merupakan Tahap penentuan, ternyata Tuhan yang
disembah memang benar-benar memiliki kuasa yang dahsyat. IA sanggup

5
memberikan kita kekuasaan menghadapi berbagai persoalan yang sulit, dan
bukan hanya itu. IA juga membawa kita menuju kemenangan.

Dalam rangka memperingati Hari Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga, kita


diingatkan kembali bahwa Ia pergi bukan meninggalkan kita begitu saja. Tetapi di
sana Ia menyediakan tempat buat kita. Suatu jaminan yang pasti. Klau kita
sudah memiliki suatu jaminan yang pasti, maka selamat proses perjalanan meuju
ke sna mengalami berbagai rintangan tentu tidak masalah lagi. Kesalahan
terbesar darui setiap manusia adalah, kita lebih senang kalau prosesnya
dihilangkan. Kita mau ambil jalan pintas saja.

Jika malam hari saya hendak bernagkat dari San Jose menuju San
Francisco, saya memerlukan lampu mobil. Namun saya tidak memerlukan lampu
yang dapat menyinari dari San Jose hingga San Francisco. Lampu yang saya
perlukan adalah , lampu yang sesuai jarak pandang saya mungkin sepuluh
hingga dua puluh meter saja sudah cukup. Yang penting adalah saya mengerti
direction, dan pasti saya akan tiba di San Francisco. Jadi setiap miles, sya boleh
dituntun oleh lampu tersebut sudah cukup. Demikian juga proses perlindungan
Tuhan dalam hidup kita. Kalau hari ini kita melewati hari-hari kita, itu sudah
pertanda Tuhan memelihara kita. Kalau kita ditanay mengapa kita harus
melewati hari demi hari, itukan prosesnya cukup lambat? Kalau sya boleh
menjawabnya, inilah kesempatan yang terbaik bagi kita untuk mebagikan kabar
baik bagi orang lain.

6
7

Anda mungkin juga menyukai