0
Lampiran
Keputusan Direktur RSUD PAKUHAJI
Nomor :
Tanggal : Maret 2019
BAB I
DEFINISI
I. DEFINISI
1. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan
adanya kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau
pengalaman sensorik dan emosional yang merasakan seolah-olah terjadi
kerusakan jaringan. (International Association for the Study of Pain)
2. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas,
memiliki hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau
penyakit.
3. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang
lama. Nyeri kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi
proses penyembuhan dan sering sekali tidak diketahui penyebabnya
yang pasti.1
BAB II
RUANG LINGKUP
1
ii. Karakter dan derajat keparahan nyeri: nyeri tumpul, nyeri tajam,
rasa terbakar, tidak nyaman, kesemutan, neuralgia.
iii. Pola penjalaran / penyebaran nyeri
iv. Durasi dan lokasi nyeri
v. Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan, baal, kesemutan,
mual/muntah, atau gangguan keseimbangan / kontrol motorik.
vi. Faktor yang memperberat dan memperingan
vii. Kronisitas
viii. Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk
respons terapi
ix. Gangguan / kehilangan fungsi akibat nyeri / luka
x. Penggunaan alat bantu
xi. Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktivitas
hidup dasar (activity of daily living)
xii. Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti
adanya fraktur yang tidak stabil, gejala neurologis progresif cepat
yang berhubungan dengan sindrom kauda ekuina.
b. Riwayat pembedahan / penyakit dahulu
c. Riwayat psiko-sosial
i. Riwayat konsumsi alkohol, merokok, atau narkotika
ii. Identifikasi pengasuh / perawat utama (primer) pasien
iii. Identifikasi kondisi tempat tinggal pasien yang berpotensi
menimbulkan eksaserbasi nyeri
iv. Pembatasan /restriksi partisipasi pasien dalam aktivitas
sosial yang berpotensi menimbulkan stres. Pertimbangkan
juga aktivitas penggantinya.
v. Masalah psikiatri (misalnya depresi, cemas, ide ingin bunuh
diri) dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap motivasi
dan kooperasi pasien dengan program penanganan /
manajemen nyeri ke depannya. Pada pasien dengan
masalah psikiatri, diperlukan dukungan psikoterapi /
psikofarmaka.
vi. Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat
menimbulkan stres bagi pasien / keluarga.
d. Riwayat pekerjaan
Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti
mengangkat benda berat, membungkuk atau memutar;
merupakan pekerjaan tersering yang berhubungan dengan nyeri
punggung.
e. Obat-obatan dan alergi
i. Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi
nyeri (suatu studi menunjukkan bahwa 14% populasi di AS
mengkonsumsi suplemen / herbal, dan 36% mengkonsumsi
vitamin)
2
ii. Cantumkan juga mengenai dosis, tujuan minum obat, durasi,
efektifitas, dan efek samping.
iii. Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhentikan
obat-obatan dengan efek samping kognitif dan fisik.
f. Riwayat keluarga
Evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetik.
g. Asesmen sistem organ yang komprehensif
i. Evaluasi gejala kardiovaskular, psikiatri, pulmoner,
gastrointestinal, neurologi, reumatologi, genitourinaria,
endokrin, dan muskuloskeletal
ii. Gejala konstitusional: penurunan berat badan, nyeri malam
hari, keringat malam, dan sebagainya.2
2. Asesmen nyeri
a. Asesmen nyeri dapat menggunakan Numeric Rating Scale
i. Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9
tahun yang dapat menggunakan angka untuk melambangkan
intensitas nyeri yang dirasakannya.
ii. Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang
dirasakan dan dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.
0 = tidak nyeri
1 – 3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari)
4 – 6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-
hari)
7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-
hari)3
3
2–3 = sedikit nyeri
4–5 = cukup nyeri
6–7 = lumayan nyeri
8–9 = sangat nyeri
10 = amat sangat nyeri (tak tertahankan)
c. COMFORT scale
i. Indikasi : pasien bayi, anak, dan dewasa di ruang rawat intensif /
kamar operasi / ruang rawat inap yang tidak dapat dinilai
menggunakan Numeric Rating Scale Wong-Baker FACES Pain
Scale.
ii. Instruksi: terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor
1-5, dengan skor total antara 9 – 45.
Kewaspadaan
Ketenangan
Distress pernapasan
Menangis
Pergerakan
Tonus otot
Tegangan wajah
Tekanan darah basal
Denyut jantung basal
COMFORT Scale5
Tanggal / waktu
Kategori Skor
Kewaspadaan 1 – tidur pulas / nyenyak
2 – tidur kurang nyenyak
3 – gelisah
4 – sadar sepenuhnya dan waspada
5 – hiper alert
Ketenangan 1 – tenang
2 – agak cemas
3 – cemas
4 – sangat cemas
5 – panic
4
terhadap ventilasi
4 – sering batuk, terdapat tahanan / perlawanan
terhadap ventilator
5 – melawan secara aktif terhadap ventilator,
batuk terus-menerus / tersedak
Menangis 1 – bernapas dengan tenang, tidak menangis
2 – terisak-isak
3 – meraung
4 – menangis
5 – berteriak
Pergerakan 1 – tidak ada pergerakan
2 – kedang-kadang bergerak perlahan
3 – sering bergerak perlahan
4 – pergerakan aktif / gelisah
5 – pergrakan aktif termasuk badan dan kepala
Tonus otot 1 – otot relaks sepenuhnya, tidak ada tonus otot
2 – penurunan tonus otot
3 – tonus otot normal
4 – peningkatan tonus otot dan fleksi jari tangan
dan kaki
5 – kekakuan otot ekstrim dan fleksi jari tangan
dan kaki
5
≥15%
Skor total
6
iii. Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlihat abnormal /
dikeluhkan oleh pasien (saat menilai pergerakan aktif). Perhatikan
adanya limitasi gerak, raut wajah meringis, atau asimetris.
iv. Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri
v. Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya
cedera ligamen.
d. Pemeriksaan motorik
i. Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan menggunakan
kriteria di bawah ini.
Derajat Definisi
5 Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan
tahanan kuat
4 Mampu melawan tahanan ringan
3 Mampu bergerak melawan gravitasi
2 Mampu bergerak / bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak
mampu melawan gravitasi
1 Terdapat kontraksi otot (inspeksi / palpasi), tidak
menghasilkan pergerakan
0 Tidak terdapat kontraksi otot
e. Pemeriksaan sensorik
i. Lakukan pemeriksaan: sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum-
pin prick), getaran, dan suhu.
7
pasien dengan 5 tanda ini ditemukan mengalami
hipokondriasis, histeria, dan depresi.
ii. Kelima tanda ini adalah :
Distribusi nyeri superfisial atau non-anatomik
Gangguan sensorik atau motorik non-anatomik
Verbalisasi berlebihan akan nyeri (over-reaktif)
Reaksi nyeri yang berlebihan saat menjalani tes /
pemeriksaan nyeri.
Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten (berpindah-pindah)
saat gerakan yang sama dilakukan pada posisi yang
berbeda (distraksi)
4. Pemeriksaan Elektromiografi (EMG)
a. Membantu mencari penyebab nyeri akut / kronik pasien
b. Mengidentifikasi area persarafan / cedera otot fokal atau difus
yang terkena
c. Mengidentifikasi atau menyingkirkan kemungkinan yang
berhubungan dengan rehabilitasi, injeksi, pembedahan, atau
terapi obat.
d. Membantu menegakkan diagnosis
e. Pemeriksaan serial membantu pemantauan pemulihan pasien dan
respons terhadap terapi
f. Indikasi: kecurigaan saraf terjepit, mono- / poli-neuropati,
radikulopati.
5. Pemeriksaan sensorik kuantitatif
a. Pemeriksaan sensorik mekanik (tidak nyeri): getaran
b. Pemeriksaan sensorik mekanik (nyeri): tusukan jarum, tekanan
c. Pemeriksaan sensasi suhu (dingin, hangat, panas)
d. Pemeriksaan sensasi persepsi
6. Pemeriksaan radiologi
a. Indikasi:
i. pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif tulang
belakang
ii. pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang
belakang, penyakit inflamatorik, dan penyakit vascular.
iii. Pasien dengan defisit neurologis motorik, kolon, kandung kemih,
atau ereksi.
iv. Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakang
v. Gejala nyeri yang menetap > 4 minggu
b. Pemilihan pemeriksaan radiologi: bergantung pada lokasi dan
karakteristik nyeri.
i. Foto polos: untuk skrining inisial pada tulang belakang (fraktur,
ketidaksegarisan vertebra, spondilolistesis, spondilolisis,
neoplasma)
ii. MRI: gold standard dalam mengevaluasi tulang belakang (herniasi
diskus, stenosis spinal, osteomyelitis, infeksi ruang diskus,
keganasan, kompresi tulang belakang, infeksi)
8
iii. CT-scan: evaluasi trauma tulang belakang, herniasi diskus,
stenosis spinal.
iv. Radionuklida bone-scan: sangat bagus dalam mendeteksi
perubahan metabolisme tulang (mendeteksi osteomyelitis dini,
fraktur kompresi yang kecil/minimal, keganasan primer, metastasis
tulang)
7. Asesmen psikologi
a. Nilai mood pasien, apakah dalam kondisi cemas, ketakutan,
depresi.
b. Nilai adanya gangguan tidur, masalah terkait pekerjaan
c. Nilai adanya dukungan sosial, interaksi social
BAB III
TATA LAKSANA
9
c. Memberikan efek analgesik yang cukup baik ke jaringan lokal, tanpa
adanya efek anestesi (baal), bekerja secara perifer sehingga tidak ada
efek samping sistemik
d. Indikasi : sangat baik untuk nyeri neuropatik (misalnya neuralgia
pasca-herpetik, neuropati diabetik, neuralgia pasca-pembedahan),
nyeri punggung bawah, nyeri miofasial, osteoarthritis
e. Efek samping : iritasi kulit ringan pada tempat menempelnya lidokain
f. Dosis dan cara penggunaan : dapat memakai hingga 3 patches di
area yang paling nyeri (kulit harus intak, tidak boleh ada luka terbuka),
dipakai selama <12 jam dalam periode 24 jam.
2. Eutectic Mixture of Local Anesthetics (EMLA)
a. Mengandung lidokain 2,5% dan prilokain 2,5%
b. Indikasi : anestesi topical yang diaplikasikan pada kulit yang intak dan
pada membrane mukosa genital untuk pembedahan minor superfisial
dan sebagai pre-medikasi untuk anestesi infiltrasi.
c. Mekanisme kerja : efek anestesi (baal) dengan memblok total kanal
natrium saraf sensorik.
d. Onset kerjanya bergantung pada jumlah krim yang diberikan. Efek
anesthesia lokal pada kulit bertahan selama 2-3 jam dengan ditutupi
kassa oklusif dan menetap selama 1-2 jam setelah kassa dilepas.
e. Kontraindikasi : methemoglobinemia idiopatik atau kongenital.
f. Dosis dan cara penggunaan : oleskan krim EMLA dengan tebal pada
kulit dan tutuplah dengan kassa oklusif.
3. Parasetamol
a. Efek analgesik untuk nyeri ringan-sedang dan anti-piretik. Dapat
dikombinasikan dengan opioid untuk memperoleh efek anelgesik yang
lebih besar.
b. Dosis : 10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari. Untuk
dewasa dapat diberikan dosis 3-4 kali 500 mg perhari.
4. Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (OAINS)
a. Efek analgesik pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan-
sedang, anti-piretik
b. Kontraindikasi : pasien dengan Triad Franklin (polip hidung,
angioedema, dan urtikaria) karena sering terjadi reaksi anafilaktoid.
c. Efek samping : gastrointestinal (erosi / ulkus gaster), disfungsi renal,
peningkatan enzim hati.
d. Ketorolak :
i. merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral.
Efektif untuk nyeri sedang-berat
ii. bermanfaat jika terdapat kontraindikasi opioid atau dikombinasikan
dengan opioid untuk mendapat efek sinergistik dan meminimalisasi
efek samping opioid (depresi pernapasan, sedasi, stasis
gastrointestinal). Sangat baik untuk terapi multi-analgesik.
5. Efek analgesik pada Antidepresan
10
a. Mekanisme kerja : memblok pengambilan kembali norepinefrin dan
serotonin sehingga meningkatkan efek neurotransmitter tersebut dan
meningkatkan aktivasi neuron inhibisi nosiseptif.
b. Indikasi : nyeri neuropatik (neuropati DM, neuralgia pasca-herpetik,
cedera saraf perifer, nyeri sentral)
c. Contoh obat yang sering dipakai : amitriptilin, imipramine, despiramin:
efek antinosiseptif perifer. Dosis: 50 – 300 mg, sekali sehari.
6. Anti-konvulsan
a. Carbamazepine : efektif untuk nyeri neuropatik. Efek samping:
somnolen, gangguan berjalan, pusing. Dosis: 400 – 1800 mg/hari (2-3
kali perhari). Mulai dengan dosis kecil (2 x 100 mg), ditingkatkan
perminggu hingga dosis efektif.
b. Gabapentin : Merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri
neuropatik. Efek samping minimal dan ditoleransi dengan baik. Dosis:
100-4800 mg/hari (3-4 kali sehari).
7. Antagonis kanal natrium
a. Indikasi : nyeri neuropatik dan pasca-operasi
b. Lidokain : dosis 2mg/kgBB selama 20 menit, lalu dilanjutkan dengan
1-3mg/kgBB/jam titrasi.
c. Prokain : 4-6,5 mg/kgBB/hari.
11
f. Titrasi : terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi,
terutama digunakan pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi
yang buruk terhadap pengobatan atau memiliki risiko tinggi jatuh.
Jadwal titrasi tramadol
10. Opioid
a. Merupakan analgesik poten (tergantung-dosis) dan efeknya dapat
ditiadakan oleh nalokson.
b. Contoh opioid yang sering digunakan: morfin, sufentanil, meperidin.
c. Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakanlah titrasi.
d. Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk
penatalaksanaan nyeri akut.
e. Efek samping :
i. Depresi pernapasan, dapat terjadi pada :
Overdosis : pemberian dosis besar, akumulasi akibat
pemberian secara infus, opioid long acting
Pemberian sedasi bersamaan (benzodiazepin,
antihistamin, antiemetik tertentu)
Adanya kondisi tertentu: gangguan elektrolit, hipovolemia,
uremia, gangguan respirasi dan peningkatan tekanan
intrakranial.
Obstructive sleep apnoes atau obstruksi jalan nafas
intermiten
12
ii. Sedasi : adalah indikator yang baik untuk dan dipantau dengan
menggunakan skor sedasi, yaitu :
0 = sadar penuh
1 = sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah dibangunkan
2 = sedasi sedang, sering secara konstan mengantuk,
mudah dibangunkan
3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan
S = tidur normal
iii. Sistem Saraf Pusat:
Euforia, halusinasi, miosis, kekakukan otot
Pemakai MAOI : pemberian petidin dapat menimbulkan koma
iv. Toksisitas metabolit
Petidin (norpetidin) menimbulkan tremor, twitching, mioklonus
multifokal, kejang
Petidin tidak boleh digunakan lebih dari 72 jam untuk
penatalaksanaan nyeri pasca-bedah
Pemberian morfin kronik: menimbulkan gangguan fungsi ginjal,
terutama pada pasien usia > 70 tahun
v. Efek kardiovaskular :
Tergantung jenis, dosis, dan cara pemberian; status volume
intravascular; serta level aktivitas simpatetik
Morfin menimbulkan vasodilatasi
Petidin menimbulkan takikardi
vi. Gastrointestinal : Mual, muntah. Terapi untuk mual dan muntah:
hidrasi dan pantau tekanan darah dengan adekuat, hindari
pergerakan berlebihan pasca-bedah, atasi kecemasan pasien, obat
antiemetic.
Droperidol, Proklorperazin,
Kategori Metoklopramid Ondansetron
butirofenon fenotiazin
Durasi (jam) 4 4-6 (dosis 8-24 6
rendah)
24 (dosis tinggi)
Efek samping:
Ekstrapiramidal ++ ++ - +
Anti-kolinergik - + - +
Sedasi + + - +
f. Pemberian Oral :
13
i. sama efektifnya dnegan pemberian parenteral pada dosis yang
sesuai.
ii. Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasi
oral.
g. Injeksi intramuscular :
i. merupakan rute parenteral standar yang sering digunakan.
ii. Namun, injeksi menimbulkan nyeri dan efektifitas
penyerapannya tidak dapat diandalkan.
iii. Hindari pemberian via intramuscular sebisa mungkin.
h. Injeksi subkutan
i. Injeksi intravena :
i. Pilihan perenteral utama setelah pembedahan major.
ii. Dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus-menerus
(melalui infus).
iii. Terdapat risiko depresi pernapasan pada pemberian yang tidak
sesuai dosis.
j. Injeksi supraspinal :
i. Lokasi mikroinjeksi terbaik: mesencephalic periaqueductal
gray (PAG).
ii. Mekanisme kerja : memblok respons nosiseptif di otak.
iii. Opioid intraserebroventrikular digunakan sebagai pereda nyeri
pada pasien kanker.
k. Injeksi spinal (epidural, intratekal) :
i. Secara selektif mengurangi keluarnya neurotransmitter di
neuron kornu dorsalis spinal.
ii. Sangat efektif sebagai analgesik.
iii. Harus dipantau dengan ketat
l. Injeksi Perifer
i. Pemberian opioid secara langsung ke saraf perifer
menimbulkan efek anestesi lokal (pada konsentrasi tinggi).
ii. Sering digunakan pada: sendi lutut yang mengalami inflamasi
14
ii. Penyebab : iskemi/nekrosis, inflamasi, peregangan ligament,
spasme otot polos, distensi organ berongga / lumen.
iii. Biasanya disertai dengan gejala otonom, seperti mual, muntah,
hipotensi, bradikardia, berkeringat.
c. Nyeri neuropatik :
i. Berasal dari cedera jaringan saraf
ii. Sifat nyeri : rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan, alodinia
(nyeri saat disentuh), hiperalgesia.
iii. Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal dari tempat
cedera (sementara pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada
tempat cederanya)
iv. Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple sclerosis,
herniasi diskus, AIDS, pasien yang menjalani kemoterapi /
radioterapi.
4. Tatalaksana sesuai mekanisme nyerinya.7
a. Farmakologi : gunakan Step-Ladder WHO
i. OAINS efektif untuk nyeri ringan-sedang, opioid efektif untuk nyeri
sedang-berat.
ii. Mulailah dengan pemberian OAINS / opioid lemah (langkah 1 dan
2) dnegan pemberian intermiten (pro re nata-prn) opioid kuat yang
disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
iii. Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif / nyeri menjadi sedang-berat,
dapat ditingkatkan menjadi langkah 3 (ganti dengan opioid kuat
dan prn analgesik dalam kurun waktu 24 jam setelah langkah 1).
iv. Penggunaan opioid harus dititrasi. Opioid standar yang sering
digunakan adalah morfin, kodein.
v. Jika pasien memiliki kontraindikasi absolut OAINS, dapat
diberikan opioid ringan.
vi. Jika fase nyeri akut pasien telah terlewati, lakukan pengurangan
dosis secara bertahap
Intravena : antikonvulsan, ketamine, OAINS, opioid
Oral : antikonvulsan, antidepresan, antihistamin, anxiolytic,
kortikosteroid, anestesi lokal, OAINS, opioid, tramadol.
Rektal (supositoria): parasetamol, aspirin, opioid, fenotiazin
Topical : lidokain patch, EMLA
Subkutan: opioid, anestesi lokal7
15
3-Step WHO Analgesic Ladder8
*Keterangan :
patch fentanyl tidak boleh digunakan untuk nyeri akut
karena tidak sesuai indikasi dan onset kerjanya lama.
Untuk nyeri kronik: pertimbangkan pemberian terapi
analgesik adjuvant (misalnya amitriptilin, gabapentin).
*Istilah :
NSAID : non-steroidal anti-inflammatory drug
S/R : slow release
PRN : when required
vii. Berikut adalah algoritma pemberian opioid intermiten (prn)
intravena untuk nyeri akut, dengan syarat :
Hanya digunakan oleh staf yang telah mendapat instruksi
Tidak sesuai untuk pemberian analgesik secara rutin di ruang
rawat inap biasa
Efek puncak dari dosis intravena dapat terjadi selama 15 menit
sehingga semua pasien harus diobservasi dengan ketat selama
fase ini.
16
Algoritma Pemberian Opioid Intermiten Intravena untuk Nyeri Akut
tidak
Apakah pasien nyeri sedang/berat? Observasi rutin
ya tidak
Saat dosis telah diberikan, lakukan Apakah diresepkan opioid IV? Minta untuk diresepkan
monitor setiap 5 menit selama
minimal 20 menit.
Tunggu hingga 30 menit dari Gunakan spuit 10ml
ya Ambil 10mg morfin sulfat
pemberian dosis terakhir sebelum
mengulangi siklus. dan campur dengan NaCl
Dokter mungkin perlu untuk 0,9% hingga 10ml (1mg/ml)
meresepkan dosis ulangan Berikan label pada spuit
Siapkan NaCl ATAU
Ya, tetapi telah
Gunakan spuit 10ml
diberikan dosis
total Ambil 100mg petidin dan
campur dengan NaCl 0,9%
Observasi rutin ya
hingga 10ml (10mg/ml)
tidak Berikan label pada spuit
ya
Nyeri Skor sedasi 0 atau 1? Minta saran ke dokter senior
ya tidak Tunda dosis hingga skor sedasi <2 dan
kecepatan pernapasan > 8 kali/menit.
Pertimbangkan nalokson IV (100ug)
Kecepatan pernapasan
> 8 kali/menit?
ya
tidak
Keterangan:
Skor nyeri: Skor sedasi: *Catatan:
0 = tidak nyeri 0 = sadar penuh Jika tekanan darah
1-3 = nyeri ringan 1 = sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah sistolik < 100mmHg:
4-6 = nyeri dibangunkan haruslah dalam rentang
sedang 2 = sedasi sedang, sering secara konstan 30% tekanan darah
7-10 = nyeri berat mengantuk, mudah dibangunkan sistolik normal pasien
3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan (jika diketahui), atau
S = tidur normal carilah saran/bantuan.
Gunakan tabel obat-obatan antiemetic (jika diperlukan)
Teruskan penggunaan OAINS IV jika diresepkan bersama dengan opioid.
17
Konstipasi : berikan stimulant buang air
besar, hindari laksatif yang mengandung
serat karena dapat menyebabkan produksi
gas-kembung-kram perut.
Gatal : pertimbangkan untuk mengganti
opioid jenis lain, dapat juga menggunakan
antihistamin.
Mioklonus : pertimbangkan untuk mengganti
opioid, atau berikan benzodiazepine untuk
mengatasi mioklonus.
Depresi pernapasan akibat opioid : berikan
nalokson (campur 0,4mg nalokson dengan
NaCl 0,9% sehingga total volume mencapai
10ml). Berikan 0,02 mg (0,5ml) bolus setiap
menit hingga kecepatan pernapasan
meningkat. Dapat diulang jika pasien
mendapat terapi opioid jangka panjang.
OAINS :
Gangguan gastrointestinal : berikan PPI
(proton pump inhibitor)
Perdarahan akibat disfungsi platelet :
pertimbangkan untuk mengganti OAINS yang
tidak memiliki efek terhadap agregasi platelet.
18
iii. Beritahukan bahwa pasien dapat mengubungi tim medis jika
memiliki pertanyaan / ingin berkonsultasi mengenai kondisinya.
iv. Pasien dan keluarga ikut dilibatkan dalam menyusun manajemen
nyeri (termasuk penjadwalan medikasi, pemilihan analgesik, dan
jadwal kontrol).
b. Kepatuhan pasien dalam menjalani manajemen nyeri dengan baik
7. Medikasi saat pasien pulang
a. Pasien dipulangkan segera setelah nyeri dapat teratasi dan dapat
beraktivitas seperti biasa / normal.
b. Pemilihan medikasi analgesik bergantung pada kondisi pasien.
Anamnesis dan
pemeriksaan fisik
Asesmen nyeri
ya
Apakah etiologi nyeri Prioritas utama: identifikasi
bersifat reversibel? dan atasi etiologi nyeri
tidak
ya
Lihat manajemen nyeri
Apakah nyeri berlangsung > kronik.
6 minggu? Pertimbangkan untuk
merujuk ke spesialis yang
tidak sesuai
Nyeri bersifat tajam, Nyeri bersifat difus, seperti Nyeri bersifat menjalar, rasa
menusuk, terlokalisir, seperti ditekan benda berat, nyeri terbakar, kesemutan, tidak
ditikam tumpul spesifik.
Algoritma Manajemen Nyeri Akut
tidak
Kembali ke kotak Mekanisme Analgesik adekuat?
‘tentukan nyeri sesuai?
mekanisme nyeri’ tidak
ya
ya
Efek samping Manajemen
pengobatan? efek samping
tidak
Follow-up /
nilai ulang
20
MANAJEMEN NYERI KRONIK
1. Lakukan asesmen nyeri :
a. anamnesis dan pemeriksaan fisik (karakteristik nyeri, riwayat
manajemen nyeri sebelumnya)
b. pemeriksaan penunjang : radiologi
c. asesmen fungsional :
i. nilai aktivitas hidup dasar (ADL), identifikasi kecacatan /
disabilitas
ii. buatlah tujuan fungsional spesifik dan rencana perawatan
pasien
iii. nilai efektifitas rencana perawatan dan manajemen
pengobatan
2. tentukan mekanisme nyeri :
a. manajemen bergantung pada jenis / klasifikasi nyerinya.
b. Pasien sering mengalami > 1 jenis nyeri.
c. Terbagi menjadi 4 jenis :
i. Nyeri neuropatik :
disebabkan oleh kerusakan / disfungsi sistem
somatosensorik.
Contoh : neuropati DM, neuralgia trigeminal,
neuralgia pasca-herpetik.
Karakteristik : nyeri persisten, rasa terbakar,
terdapat penjalaran nyeri sesuai dengan
persarafannya, baal, kesemutan, alodinia.
Fibromyalgia : gatal, kaku, dan nyeri yang difus pada
musculoskeletal (bahu, ekstremitas), nyeri
berlangsung selama > 3bulan
ii. Nyeri otot : tersering adalah nyeri miofasial
mengenai otot leher, bahu, lengan, punggung
bawah, panggul, dan ekstremitas bawah.
Nyeri dirasakan akibat disfungsi pada 1/lebih jenis
otot, berakibat kelemahan, keterbatasan gerak.
Biasanya muncul akibat aktivitas pekerjaan yang
repetitive.
Tatalaksana : mengembalikan fungsi otot dengan
fisioterapi, identifikasi dan manajemen faktor yang
memperberat (postur, gerakan repetitive, faktor
pekerjaan)
iii. Nyeri inflamasi (dikenal juga dengan istilah nyeri
nosiseptif) :
Contoh : artritis, infeksi, cedera jaringan (luka), nyeri
pasca-operasi
Karakteristik : pembengkakan, kemerahan, panas
pada tempat nyeri. Terdapat riwayat cedera / luka.
21
Tatalaksana : manajemen proses inflamasi dengan
antibiotic / antirematik, OAINS, kortikosteroid.
iv. Nyeri mekanis / kompresi :
Diperberat dengan aktivitas, dan nyeri berkurang
dengan istirahat.
Contoh : nyeri punggung dan leher (berkaitan
dengan strain / sprain ligament / otot), degenerasi
diskus, osteoporosis dengan fraktur kompresi,
fraktur.
Merupakan nyeri nosiseptif
Rencana
Tatalaksana : beberapa
Perawatan memerlukan
Pasien Nyeri Kronik dekompresi
atau stabilisasi.
1. Tetapkan tujuan
Perbaiki skor kemampuan fungsional (ADL) menjadi:____ pada tanggal: _________
3. Nyeri kronik : nyeri yang persisten / berlangsung > 6 minggu
Kembali ke aktivitas spesifik, hobi, olahraga____________ pada tanggal: _________
4. Asesmen lainnya :
a. ____________________________________________
a. Asesmenb. psikologi : nilai apakah pasien mempunyai masalah
____________________________________________
psikiatri c. ____________________________________________
(depresi, cemas, riwayat penyalahgunaan obat-obatan,
Kembali ke kerja terbatas/ atau kerja normal pada tanggal: __________
2. Perbaikan tidur (goal: _______ jam/malam, saat ini: ________ jam/malam)tidur)
riwayat penganiayaan secara seksual/fisik.verbal, gangguan
b. Masalah pekerjaan
Ikuti rencana dan disabilitas
tidur dasar
c. Faktor yang a. mempengaruhi
Hindari kafein dan:tidur siang, relaksasi sebeum tidur, pergi tidur pada jam
i. Kebiasaanyang akan postur leher
ditentukan dan kepala yang buruk
_____________
ii. Penyakit
Gunakan medikasi
lain yang saatmemperburuk
mau tidur / memicu nyeri kronik pasien
d. Hambatana. terhadap ______________________________________________
tatalaksana :
i. Hambatan b. ______________________________________________
komunikasi / bahasa
ii. Faktor c. ______________________________________________
finansial
3. Tingkatkan aktivitas fisik
iii. Rendahnya motivasi dan jarak yang jauh terhadap fasilitas
Ikuti fisioterapi ( hari/minggu ___________________)
kesehatan
Selesaikan peregangan harian (_____ kali/hari, selama _____ menit)
iv. Kepatuhan pasien
Selesaikan latihan yang
aerobic buruk
/ stamina
v. Kurangnya a. Berjalan
dukungan(_____ kali/hari,
dari keluargaselama
dan_____ menit)
teman.
5. Manajemen nyeri b. Treadmill,
kronik bersepeda, mendayung (_____ kali/minggu, selama _____ menit)
a. Prinsip level c. 1 Goal
: denyut jantung yang ditargetkan dengan latihan ______ kali/menit
Penguatan
i. Buatlah rencana perawatan tertulis secara komprehensif (buat
a. Elastic, angkat beban (_____ menit/hari, _____ hari/minggu)
tujuan, perbaiki tidur, tingkatkan aktivitas fisik, manajemen stress,
4. Manajemen stress – daftar penyebab stress utama ____________________________________
kurangi nyeri).
Intervensi formal (konseling, kelompok terapi)
Berikut adalah formulir
a. rencana perawatan pasien dengan nyeri kronik :
_________________________________________________
Latihan harian dengan teknik relaksasi, meditasi, yoga, dan sebagainya
a. _________________________________________________
b. _________________________________________________
Medikasi
a. _________________________________________________
b. _________________________________________________
5. Kurangi nyeri (level nyeri terbaik minggu lalu: ____/10, level nyeri terburuk minggu lalu:
____/10)
Tatalaksana non-medikamentosa
a. Dingin/panas ___________________________________________
b. ______________________________________________________
Medikasi
a. ______________________________________________________
b. ______________________________________________________
c. ______________________________________________________
d. ______________________________________________________
Terapi lainnya: ___________________________________________________
22
24
rehabilitasi fisik: bidai, manipulasi, alat bantu,
latihan mobilisasi, metode ergonomis
prosedur ablasi: kordomiotomi, ablasi saraf
dengan radiofrekuensi
terapi lainnya: hypnosis, terapi relaksasi
(mengurangi tegangan otot dan toleransi
terhadap nyeri), terapi perilaku kognitif
(mengurangi perasaan terancam atau tidak
nyaman karena nyeri kronis)
ii. nyeri otot
lakukan skrining terhadap patologi medis yang
serius, faktor psikososial yang dapat menghambat
pemulihan
berikan program latihan secara bertahap, dimulai
dari latihan dasar / awal dan ditingkatkan secara
bertahap.
Rehabilitasi fisik :
Fitness : angkat beban bertahap,
kardiovaskular, fleksibilitas, keseimbangan
mekanik
pijat, terapi akuatik
manajemen perilaku :
stress / depresi
teknik relaksasi
perilaku kognitif
ketergantungan obat
manajemen amarah
terapi obat :
analgesik dan sedasi
antidepressant
opioid jarang dibutuhkan
iii. nyeri inflamasi
control inflamasi dan atasi penyebabnya
obat anti-inflamasi utama : OAINS, kortikosteroid
iv. nyeri mekanis / kompresi
penyebab yang sering : tumor / kista yang
menimbulkan kompresi pada struktur yang sensitif
dengan nyeri, dislokasi, fraktur.
Penanganan efektif : dekompresi dengan
pembedahan atau stabilisasi, bidai, alat bantu.
Medikamentosa kurang efektif. Opioid dapat
digunakan untuk mengatasi nyeri saat terapi lain
diaplikasikan.
25
c. Manajemen level 1 lainnya
i. OAINS dapat digunakan untuk nyeri ringan-sedang atau
nyeri non-neuropatik
ii. Skor DIRE : digunakan untuk menilai kesesuaian aplikasi
terapi opioid jangka panjang untuk nyeri kronik non-
kanker.9
Skor DIRE (Diagnosis, Intractibility, Risk, Efficacy)9
26
Skor total =D+I+R+E
Keterangan :
Skor 7-13 : tidak sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang
Skor 14-21 : sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang
iii. Intervensi : injeksi spinal, blok saraf, stimulator spinal, infus
intratekal, injeksi intra-sendi, injeksi epidural
iv. Terapi pelengkap / tambahan : akupuntur, herbal
d. Manajemen level 2
i. meliputi rujukan ke tim multidisiplin dalam manajemen nyeri dan
rehabilitasinya atau pembedahan (sebagai ganti stimulator
spinal atau infus intratekal).
ii. Indikasi : pasien nyeri kronik yang gagal terapi konservatif /
manajemen level 1.
iii. Biasanya rujukan dilakukan setelah 4-8 minggu tidak ada
perbaikan dengan manajemen level 1. 9
27
Berikut adalah algoritma asesmen dan manajemen nyeri kronik :
Algoritma Asesmen Nyeri Kronik
Asesmen nyeri
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fungsi
Pasien dapat mengalami jenis
nyeri dan faktor yang
mempengaruhi yang
beragam
Tentukan mekanisme nyeri
Perifer (sindrom nyeri regional Nyeri miofasial Artropati inflamasi Nyeri punggung bawah
kompleks, neuropati HIV, (rematoid artritis) Nyeri leher
gangguan metabolik) Infeksi Nyeri musculoskeletal
Sentral (Parkinson, multiple Nyeri pasca-oparasi (bahu, siku)
sclerosis, mielopati, nyeri Cedera jaringan Nyeri viseral
pasca-stroke, sindrom
fibromyalgia)
tidak
Apakah nyeri kronik? Pantau dan observasi
ya
tidak
BAB IV lainnya
Asesmen
DOKUMENTASI
Masalah pekerjaan dan disabilitas
Asesmen psikologi dan spiritual
Faktor yang mempengaruhi dan
1. Lembar Pengkajian Terintegrasi Gawat Darurat (RM 01/00/RJ/15)
hambatan
28
Ditetapkan : di Pakuhaji
Pada Tanggal : Maret 2019
29