Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

BATUAN METAMORF

PUTRI SAFHIRA
09320170120
C6

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirahim
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita
berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu
membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada
kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai
menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada dosen serta
teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moril maupun
material, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.
Penulis menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa
maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang
kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada
kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makah kami
dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-
mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman,
serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil
hikmah dari judul ini ( batuan metamorf ) sebagai tambahan dalam menambah
referensi yang telah ada.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, 21 Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 2

2.1 Batuan Metamorf ................................................................................................ 2


2.2 Tipe-tipe metamorfosa .......................................................................................... 2
2.3 Faktor-faktor yang mengendalikan metamorfosa ................................................. 3
2.4 Struktur Batuan Metamorf Foliasi ........................................................................ 5
2.5 Tekstur Batuan Metamorf Foliasi ......................................................................... 6
2.6 Struktur Pada Batuan Sedimen Non Klastik ......................................................... 7
2.7 Lingkungan Pengendapan Batuan Sedimen .......................................................... 7

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 10

3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 10


DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Petrologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan Geologi yang mempelajari
Batuan pembentuk kulit bumi, mencakup aspek Pendeskripsian dan aspek Genesa-
interpretasi. Pengertian luas dari Petrologi adalah ilmu yang mempelajari Batuan
secara mata telanjang (kasat mata) secara Optik atau Mikroskopis, secara Kimia dan
Radio Isotop. Studi Petrologi secara Kimia sering disebut Petrokimia yang dapat
dipandang sebagai bagian dari ilmu Geokimia. Aspek Pendeskripsian antara lain
meliputi Warna, Tekstur, Struktur, Komposisi, Berat Jenis, Kekerasan, Porositas,
Permebilitas dan Klasifikasi atau penamaan Batuan. Aspek Genesa-interpretasi
mencakup tentang sumber asal (“Source”) hingga proses atau cara terbentuknya
Batuan. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa petrologi merupakan ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang batuan secara luas yang meliputi petrografi
dan petrogenesa.
Praktikum petrologi kali ini membahas mengenai batuan metamorf. Batuan
metamorf merupakan jenis batuan yang terbentuk karena proses yang dipengaruhi oleh
temperatur/suhu atau tekanan. Seperti yang diketahui dari pengertiannya batuan
metamorf adalah batuan yang terbentuk dari batuan asal (batuan beku, sedimen,
metamorf) yang mengalami perubahan temperatur (T), tekanan (P), atau Temperatur
(T) dan Tekanan (P) secara bersamaan yang berakibat pada pembentukan mineral-
mineral baru dan tekstur batuan yang baru.
Batuan metamorf terbagi atas dua jenis, yaitu batuan metamorf foliasi dan
batuan metamorf non foliasi. Namun pada praktikum kali ini hanya membahas khusus
untuk batuan metamorf foliasi.
Batuan metamorf foliasi pada umumnya menunjukan kesan perlapisan (banded)
maupun penjajaran mineral. Bentuk banded ataupun penjajaran mineral ini terbentuk
akibat paparan panas dan tekanan terarah (directed pressure). Metamorfosa yang
diakibatkan oleh deformasi mekanis, seperti yang terjadi pada dua blok batuan yang
mengalami suatu dari pergeseran satu dan lainnya disepajang suatu zona sesar / patahan.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batuan Metamorf

Kata “metamorfosa” berasal dari bahasa Yunani, yaitu “metamorphism” dimana


“meta” yang artinya “berubah” dan “morph” yang artinya “bentuk”. Dengan demikian
pengertian “metamorfosa” dalam geologi adalah merujuk pada perubahan dari
kelompok mineral dan tekstur batuan yang terjadi dalam suatu batuan yang mengalami
tekanan dan temperatur yang berbeda dengan tekanan dan temperatur saat batuan
tersebut pertama kalinya terbentuk.
Sebagai catatan bahwa istilah “diagenesa” juga mengandung arti perubahan
yang terjadi pada batuan sedimen. Hanya saja proses diagenesa terjadi pada temperatur
dibawah 200° C dan tekanan dibawah 300 MPa (MPa = Mega Pascal) atau setara
dengan tekanan sebesar 3000 atmosfir, sedangkan “metamorofsa” terjadi pada
temperatur dan tekanan diatas “diagenesa”. Batuan yang dapat mengalami tekanan dan
temperatur diatas 300 Mpa dan 200° C umumnya berada pada kedalaman tertentu dan
biasanya berasosiasi dengan proses tektonik, terutama di daerah tumbukan lempeng
atau zona subduksi. Batas atas antara proses metamorfosa dan pelelehan batuan masih
menjadi pertanyaan hingga saat ini. Sekali batuan mulai mencair, maka proses
perubahan merupakan proses pembentukan batuan beku.
Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk dari batuan asal (batuan beku,
sedimen, metamorf) yang mengalami perubahan temperatur(T), tekanan (P), atau
Temperatur (T) dan Tekanan (P) secara bersamaan yang berakibat pada pembentukan
mineral-mineral baru dan tekstur batuan yang baru.

2.2 Tipe-tipe metamorfosa

a. Metamorfosa Kataklastik
Metamorfosa yang diakibatkan oleh deformasi mekanis, seperti yang terjadi
pada dua blok batuan yang mengalami pergeseran satu dan lainnya disepajang suatu
zona sesar / patahan. Panas yang ditimbulkan oleh gesekan yang terjadi disepanjang
zona patahan inilah yang mengakibatkan batuan tergerus dan termetamorfosokan
disepanjang zona ini. Metamorfosa kataklastik jarang dijumpai dan biasanya
menyebaran terbatas hanya disepanjang zona sesar.

2
b. Metamorfosa Burial
Metamorfosa yang terjadi apabila batuan sedimen yang berada pada kedalaman
tertentu dengan temperaturnya diatas 300° C serta absennya tekanan diferensial. Pada
kondisi tersebut maka mineral-mineral baru akan berkembang, akan tetapi batuan
tampak seperti tidak mengalami metamorfosa. Mineral utama yang dihasilkan dalam
kondisi tersebut adalah mineral zeolite. Metamorfosa burial umumnya saling overlap
dengan diagenesa dan akan berubah menjadi metamorfosa regional seiring dengan
meningkatnya tekanan dan temperatur.
c. Metamorfosa Kontak
Metamorfosa yang terjadi didekat intrusi batuan beku dan merupakan hasil dari
kenaikan temperatur yang tinggi dan berhubungan dengan intrusi batuan beku.
Metamorfosa kontak hanya terjadi disekeliling intrusi yang terpanaskan oleh magma
dan bagian kontak ini dikenal sebagai “aureole metamorphic”. Derajat metamorfosa
akan meningkat kesegala arah kearah luar dari tubuh intrusi. Metamorfosa kontak
biasanya dikenal sebagai metamorfosa yang bertekanan rendah dan temperatur tinggi
dan batuan yang dihasilkan seringkali batuan berbutir halus tanpa foliasi dan dikenal
sebagai hornfels.
d. Metamorfosa Regional
Metamorfosa yang terjadi pada wilayah yang sangat luas dimana tingkat
deformasi yang tinggi dibawah tekanan diferensial. Metamorfosa jenis ini biasanya
akan menghasilkan batuan metamorf dengan tingkat foliasi yang sangat kuat, seperti
Slate, Schists, dan Gneisses. Tekanan diferensial berasal dari gaya tektonik yang
berakibat batuan mengalami tekanan (kompresi), dan tekanan ini umumnya berasal
dari dua masa benua yang saling bertumbukan satu dengan lainnya. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa batuan metamorfosa regional terjadi pada inti dari rangkaian
pegunungan atau pegunungan yang mengalami erosi. Hasil dari tekanan kompresi
pada batuan yang terlipat dan adanya penebalan kerak dapat mendorong batuan kearah
bagian bawah sehingga menjadi lebih dalam yang memiliki tekanan dan temperatur
lebih tinggi.

2.3 Faktor-faktor yang mengendalikan metamorfosa

Pada dasarnya metamorfosa terjadi karena beberapa mineral hanya akan stabil
pada kondisi tekanan dan temperatur tertentu. Ketika tekanan dan temperaturnya

3
berubah, reaksi kimia terjadi akan menyebabkan mineral-mineral yang terdapat dalam
batuan berubah menjadi sekumpulan mineral yang stabil pada kondisi tekanan dan
temperatur yang baru. Namun demikian proses ini sangat komplek, seperti seberapa
besar tekanan yang diperlukan agar supaya batuan berubah, waktu yang dibutuhkan
untuk merubah batuan, ada tidaknya larutan fluida selama proses metamorfosa.
a. Temperatur
Naiknya temperatur seiring dengan kedalaman bumi sesuai dengan gradient
geothermal. Dengan demikian temperatur semakin tinggi dapat terjadi pada batuan
yang berada jauh didalam bumi. Temperatur dapat juga meningkat karena adanya
intrusi batuan.
b. Tekanan
Tekanan juga akan meningkat dengan kedalaman bumi, dengan demikian
tekanan dan temperatur akan bervariasi disetiap tempat di kedalaman bumi. Tekanan
didefinisikan sebagai gaya yang bekerja kesegala arah secara seimbang dan tekanan
jenis ini disebut sebagai “hydrostatic stress” atau “uniform stress”. Jika tekanan
kesegala arah tidak seimbang maka disebut sebagai “differential stress”.
Jika tekanan diferensial hadir selama proses metamorfosa, maka tekanan ini
dapat berdampak pada tektur batuan. Butiran butiran yang berbentuk membundar
(rounded) akan berubah menjadi lonjong dengan arah orientasinya tegak lurus dengan
tekanan maksimum dari tekanan diferensial.
Mineral-mineral yang berbentuk kristal atau mineral yang tumbuh dalam kondisi
tekanan diferensial dapat membentuk orientasi. Hal ini terutama terjadi pada mineral-
mineral silikat, seperti mineral biotite dan muscovite, chlorite, talc, dan serpentine.
Mineral-mineral silikat yang tumbuh dengan lembarannya berorientasi tegak lurus
terhadap arah maksimum tekanan diferensial akan menyebabkan batuan mudah pecah
sejajar dengan arah oerientasi dari lembaran mineralnya. Struktur yang demikian
disebut sebagai foliasi.
c. Fasa Fluida
Keberadaan setiap rongga antar butir dalam suatu batuan menjadi potensi untuk
diisi oleh larutan fluida, dan umumnya larutan fluida yang paling dominan adalah
H2O, tetapi berisi material mineral. Fase fluida adalah fase yang penting karena rekasi
kimia yang melibatkan sau mineral padat berubah menjadi mineral padat lainnya
hanya dapat dipercepat oleh adanya fluida yang berfungsi sebagai pembawa ion-ion

4
terlarut. Dengan naiknya tekanan pada proses metamorfosa, maka ruang antar butir
tempat fluida mengalir menjadi berkurang dan dengan demikian fluida menjadi tidak
berfungsi sebagai penggerak reaksi. Dengan demikian tidak ada larutan fluida ketika
temperatur dan tekanan berkurang sehingga metamorfosa retrogresif menjadi sulit
terjadi.
d. Waktu
Reaksi kimia yang terlibat dalam metamorfosa, selama re-kristalisasi, dan
pertumbuhan mineral-mineral baru terjadi pada waktu yang sangat lambat. Hasil uji
laboratorium mendukung hal tersebut dimana dibutuhkan waktu yang lama dalam
proses metamorfosa untuk membentuk butiran butiran mineral yang ukurannya cukup
besar. Jadi, batuan metamorf yang berbutir kasar akan memerlukan waktu yang lama,
diperkirakan membutuhkan waktu hingga jutaan tahun.

2.4 Struktur Batuan Metamorf Foliasi

a. Slatycleavage
Berasal dari batuan sedimen (lempung) yang berubah ke metamorfik, sangat
halus dan keras, belahannya rapat, mulai terdapat daun-daun mika halus, memberikan
warna kilap, klorit dan kuarsa mulai hadir. Umumnya dijumpai pada batuan
sabak/slate.
b. Filitik/Phylitik
Rekristalisasi lebih kasar daripada slatycleavage, lebih mengkilap daripada
batusabak, mineral mika lebih banyak dibanding slatycleavage. Mulai terdapat
mineral lain yaitu tourmaline. Contoh batuannya adalah filit.
c. Schistosa
Merupakan batuan yang sangat umum dihasilkan dari metamorfose regional,
sangat jelas keping-kepingan mineral-mineral plat seperti mika, talk, klorit, hematit
dan mineral lain yang berserabut. Terjadi perulangan antara mineral pipih dengan
mineral granular dimana mineral pipih lebih banya daripada mineral granular orientasi
penjajaran mineral pipih menerus.
d. Gneistosa
Jenis ini merupakan metamorfosa derajad paling tinggi, dimana dimana terdapat
mineral mika dan mineral granular, tetapi orientasi mineral pipihnya tidak
menerus/terputus.

5
2.5 Tekstur Batuan Metamorf Foliasi

A. Kristaloblastik
Yaitu tektur pada batuan metamorf yang sama sekali baru terbentuk pada saat proses
metamorfisme dan tekstur batuan asal sudah tidak kelihatan.
1. Porfirobalstik
Seperti tekstur porfiritik pada batuan beku dimana terdapat masa dasar dan
fenokris, hanya dalam batuan metamorf fenokrisnya disebut porfiroblast.
2. Granoblastik
Tektur pada batuan metamorf dimana butirannya seragam.
3. Lepidoblastik
Dicirikan dengan susunan mineral dalam batuan saling sejajar dan terarah,
bentuk mineralnya tabular.
4. Nematoblastik
Di sini mineral-mineralnya juga sejajar dan searah hanya mineral-mineralnya
berbentuk prismatis, menyerat dan menjarum.
5. Idioblastik
Tektur pada batuan metamorf dimana mineral-mineral pembentuknya berbentuk
euhedral (baik).
6. Hipidiobalstik
Tektur pada batuan metamorf dimana mineral-mineral pembentuknya
berbentuk subhedral (sedang).
7. Xenobalstik
Tektur pada batuan metamorf dimana mineral-mineral pembentuknya berbentuk
anhedral (buruk).
B. Palimsest (Tekstur Sisa)
1. Blastoporfiritik
Sisa tektur porfiritik batuan asal (batuan beku) yang masih nampak.
2. Blastofitik
Sisa tektur ofitik pada batuan asal (batuan beku) yang masih nampak.
3. Blastopsepit
Tektur sisa dari batuan sedimen yang mempunyai ukuran butir lebih besar dari
pasir (psepit).

6
4. Blastopsamit
Suatu tektur sisa dari batuan sedimen yang mempunyai ukuran butir pasir
(psemit).
5. Blastopellit
Suatu tektur sisa dari batuan sedimen yang mempunyai ukuran butir lempung
(pelit).

2.6 Struktur Pada Batuan Sedimen Non Klastik

Struktur batuan sedimen Non klastik terbentuk oleh reaksi kimia maupun
aktifitas organisme. Macam-macamnya :
a. Fossiliferous, struktur yang menunjukkan adanya fosil
b. Oolitik, struktur dimana fragmen klastik diselubungi oleh mineral non klastik,
bersifat konsentrisdengan diameter kurang dari 2 mm.
c. Pisolitik, sama dengan oolitik tetapi ukuran diameternya lebih dari 2 mm.

d. Konkresi, sama dengan oolitik namun tidak konsentris.


e. Cone in cone, strutur pada batu gamping kristalin berupa pertumbuhan kerucut
per kerucut.
f. Bioherm, tersusun oleh organisme murni insitu .
g. Biostorm, seperti bioherm namun bersifat klastik.
h. Septaria, sejenis konkresi tapi memiliki komposisi lempungan. Ciri khasnya
adalah adanya rekahan-rekahan tak teratur akibat penyusutan bahan lempungan
tersebut karena proses dehidrasi yang semua celah-celahnya terisi oleh mineral
karbonat.
i. Goode, banyak dijumpai pada batugamping, berupa rongga-rongga yang terisi
oleh kristal-kristal yang tumbuh ke arah pusat rongga tersebut. Kristal dapat
berupa kalsit maupun kuarsa.
j. Styolit, kenampakan bergerigi pada batugamping sebagai hasil pelarutan.

2.7 Lingkungan Pengendapan Batuan Sedimen

a. Lingkungan pengendapan daratan


1. Kipas Aluvial (Alluvial fans)
Endapan menyerupai kipas yang terbentuk di kaki gunung. Alluvial fans umum
berada di daerah kering sampai semi-kering dimana curah hujan jarang tetapi
7
deras, dan laju erosi besar. Endapan alluvial fan khas akan kwarsa, pasir dan
gravel bersorting buruk.
2. Lingkungan Fluvial (Fluvial Environments)
Mencakup braided river, sungai bermeander, dan jeram. Saluran-saluran sungai,
ambang sungai, tanggul, dan dataran-dataran banjir adalah bagian dari
lingkungan fluvial. Endapan di saluran-saluran sungai terdiri dari kwarsa, gravel
dengan kebundaran baik, dan pasir. Ambang sungai terbentuk dari gravel atau
pasir, tanggul-tanggul terbuat dari pasir berbutir halus ataupun lanau.
Sementara, dataran-dataran banjir ditutupi oleh lempung dan lanau.
3. Lacustrine environments (danau)
Mempunyai karakteristik yang bermacam-macam; besar atau kecil, dangkal atau
dalam; diisi oleh sedimen evaporit, karbonatan, atau terrigeneous. Sedimen
berbutir halus dan bahan organic yang mengendap pada beberapa danau
menghasilkan serpih berlapis yang mengandung minyak.
4. Gurun (Aeolian or aolian environments)
Biasanya berupa daerah luas dengan bukit-bukit dari endapan pasir. Endapan
pasir mempunyai sorting yang baik, kebundaran yang baik, cross-bedded tanpa
adanya asosiasi dengan gravel atau lempung.
5. Rawa (Paludal environments)
Air yang diam dengan tumbuhan hidup didalamnya. Terdapat endapan batubara.
b. Lingkungan pengendapan transisi
1. Delta
Endapan berbentuk kipas, terbentuk ketika sungai mengaliri badan air yang diam
seperti laut atau danau. Pasir adalah endapan yang paling umum ditemui.
2. Pantai dan barrier islands
Didominasi oleh pasir dengan fauna marine. Barrier islands terpisah dari pulau
utama oleh lagoon. Umumnya berasosiasi dengan endapan tidal flat.
3. Lagoons
Badan dari air yang menuju darat dari barrier islands. Lagoons dilindungi dari
gelombang laut yang merusak oleh barrier islands dan mengandung sediment
berbutir lebih halus dibandingkan dengan yang ada di pantai (biasanya lanau dan
lumpur). Lagoons juga hadir di balik reef atau berada di pusat atoll.

8
4. Tidal flats
Membatasi lagoons, secara periodik mengalami pasang surut (biasanya 2 kali
sehari), mempunyai relief yang rendah, dipotong oleh saluran yang bermeander.
Terdiri dari lapisan-lapisan lempung, lanau, pasir halus.
c. Lingkungan pengendapan laut
1. Reefs
Tahan terhadap gelombang, strukturnya terbentuk dari kerangka berbahan
calcareous dari organisme seperti koral dan beberapa jenis alga. Kebanyakan reef
zaman resen berada pada laut yang hangat, dangkal, jernih, laut tropis, dengan
koordinat antara garis lintang 30oN dan 30oS.
2. Continental shelf
Terletak pada tepi kontinen, relative datar (slope < 0.1o), dangkal (kedalaman
kurang dari 200 m), lebarnya mampu mencapai beberapa ratus meter.
Continental shelf ditutupi oleh pasir, lumpur, dan lanau.
3. Continental slope dan continental rise
Terletak pada dasar laut dari continental shelf. Continental slope adalah bagian
paling curam pada tepi kontinen. Continental slope melewati dasar laut menuju
continental rise, yang punya kemiringan yang lebih landai. Continental rise
adalah pusat pengendapan sedimen yang tebal akibat dari arus turbidity.
4. Abyssal plain
Merupakan lantai dasar samudera. Pada dasarnya datar dan dilapisi oleh very
fine-grained sediment, tersusun terutama oleh lempung dan sel-sel organisme
mikroskopis seperti foraminifera, radiolarians, dan diatom.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk dari batuan asal (batuan beku,
sedimen, metamorf) yang mengalami perubahan temperatur(T), tekanan (P), atau
Temperatur (T) dan Tekanan (P) secara bersamaan yang berakibat pada pembentukan
mineral-mineral baru dan tekstur batuan yang baru.
Batuan metamorf terjadi karena adanya perubahan yang disebabkan oleh proses
metamorfosa. Proses metamorfosa merupakan suatu proses pengubahan batuan akibat
perubahan tekanan, temperatur dan adanya aktifitas kimia fluida/gas atau variasi dari
ketiga faktor tersebut. Proses metamorfosa merupakan proses isokimia, dimana tidak
terjadi penambahan unsur-unsur kimia pada batuan yang mengalami metamorfosa.
Temperatur berkisar antara 2000 C – 8000 C, tanpa melalui fase cair.

10
DAFTAR PUSTAKA

Noor,Djauhari.2009.”Pengantar Geologi”.Fakultas Teknik Universitas Pakuan.Bogor


Noor,Djauhari.2012.”Pengantar Geologi”.Fakultas Teknik Universitas Pakuan.Bogor
Syamsuddin.2009.”Geologi Dasar”.FMIPA Universitas Hasanuddin.Makassar

Anda mungkin juga menyukai