Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS RETENSIO URIN

A. Definisi

Retensi urine adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan isi kandung kemih


sepenuhnya selama proses pengeluaran urine. (Brunner and Suddarth. (2010). Text Book
Of Medical Surgical Nursing 12th Edition. Hal 1370 ).
Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan
tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. Retensio urine
adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita
Selekta Kedokteran).
Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi
secara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes, 1995).
Dari beberapa definsi diatas maka dapat kita simpulkan bahwa retensi urin adalah
suatu keadaan dimana seorang individu tidak dapat berkemih secara sempurna baik
terjadi secara akut maupun kronis.
Retensi urin sering dialami oleh pria yang berusia tua dengan usia lebih dari 60
tahun, sedangkan insidensi pada wanita cenderung lebih jarang. Menurut Kalejaiye &
Speakman (2009) retensi urin pada wanita menunjukkan1 dari 3 wanita akan mengalami
retensi urin. Retensi urin akut adalah kondisi urologi yang sering bersifat darurat dengan
karakteristik tidak dapat mengeluarkan urin disertai dengan nyeri pada saluran kemih
bawah. Retensi urin sering ditemui di ruang gawat darurat..

B. Etiologi
Adapun penyebab dari penyakit retensio urine adalah sebagai berikut:
a. Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinallis S2 S4 setinggi
T12L1.Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya,
misalnya pada operasi miles dan mesenterasi pelvis, kelainan medulla spinalis, misalnya
miningokel,tabes doraslis, atau spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang
hebat.
b. Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada pasien DM
atau penyakit neurologist, divertikel yang besar.
c. .Intravesikal berupa pembesaran prostate, kekakuan leher vesika, striktur, batu
kecil,tumor pada leher vesika, atau fimosis.
d. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran porstat, kelainan patologi urethra(infeksi,
tumor, kalkulus), trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih.
e. Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik (atropine),
preparatantidepressant antipsikotik (Fenotiazin), preparat antihistamin (Pseudoefedrin
hidroklorida= Sudafed), preparat penyekat β adrenergic (Propanolol), preparat
antihipertensi(hidralasin)

C. Patofisologi
Secara garis besar penyebab retensi dapat dapat diklasifikasi menjadi 5 jenis yaitu :
akibat :
1. obstruksi,
2. infeksi
3. farmakologi
4. neurologi
5. faktor trauma.

Obstruksi pada saluran kemih bawah dapat terjadi akibat faktor intrinsik, atau
faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik berasal dari sistem saluran kemih dan bagian yang
mengelilinginya seperti pembesaran prostat jinak, tumor buli-buli, striktur uretra,
phimosis, paraphimosis, dan lainnya. Sedangkan faktor ekstrinsik, sumbatan berasal dari
sistem organ lain, contohnya jika terdapat massa di saluran cerna yang menekan leher
buli-buli, sehingga membuat retensi urine. Dari semua penyebab, yang terbanyak adalah
akibat pembesaran prostat jinak. Penyebab kedua akibat infeksi yang menghasilkan
peradangan, kemudian terjadilah edema yang menutup lumen saluran uretra. Reaksi
radang paling sering terjadi adalah prostatitis akut, yaitu peradangan pada kelenjar prostat
dan menimbulkan pembengkakan pada kelenjar tersebut. Penyebab lainnya adalah
uretritis, infeksi herpes genitalia, vulvovaginitis, dan lain-lain. 3 Medikasi yang
menggunakan bahan anti kolinergik, seperti trisiklik antidepresan, dapat membuat retensi
urine dengan cara menurunkan kontraksi otot detrusor pada bulibuli.

Obat-obat simpatomimetik, seperti dekongestan oral, juga dapat menyebabkan


retensi urine dengan meningkatkan tonus alpha-adrenergik pada prostat dan leher
bulibuli. Dalam studi terbaru obat anti radang non steroid ternyata berperan dalam
pengurangan kontraksi otot detrusor lewat inhibisi mediator prostaglandin. Banyak obat
lain yang dapat menyebabkan retensi urine.
Secara neurologi retensi urine dapat terjadi karena adanya lesi pada saraf perifer,
otak, atau sumsum tulang belakang. Lesi ini bisa menyebabkan kelemahan otot detrusor
dan inkoordinasi otot detrusor dengan sfingter pada uretra.

Penyebab terakhir adalah akibat 5 trauma atau komplikasi pasca bedah. Trauma
langsung yang paling sering adalah straddle injury, yaitu cedera dengan kaki
mengangkang, biasanya pada anak-anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari
pedalnya, sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda.

D. Tanda dan Gejala


1. Diawali dengan urine mengalir lambat.
2. Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan
kandung kemih tidak efisien.
3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.
4. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
5. Pada retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc.

E. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah sebagai
berikut:
1. Pemeriksaan specimen urine.
2. Pengambilan: steril, random, midstream
3. Penagmbilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, Keton dan Nitrit.
4. Sistoskopi ( pemeriksaan kandung kemih )
5. IVP ( Intravena Pielogram ) / Rontgen dengan bahan kontras.

F. Penatalaksanaan Medis
1. Kateterisasi urethra.
2. Dilatasi urethra dengan boudy.
3. Drainase suprapubik.

G. Komplikasi
1. Urolitiasis atau nefrolitiasis
2. Pielonefritis
3. Hydronefrosis
4. Pendarahan
5. Ekstravasasi urine

H. Diagnosa Keperawatan
1. Retensi urin berhubungan dengan ketidakmampuan kandung kemih untuk
berkontraksi dengan adekuat.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi pada kandung kemih.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring, nyeri, kelemahan otot.
4. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan
5. Resiko infeksi berhubungan dengan terpasangnya kateter urethra
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
tidak mengenal infromasi masalah tentang area sensitive

DIAGNOSA NOC NIC


Retensi urin berhubungan  Urinary  Urinary retention
dengan ketidakmampuan elimination care
 Urinary 1. Monitor intake output
kandung kemih untuk
2. Monitor derajat
continance
berkontraksi dengan
distensi bladder
Setelah dilakukan
adekuat 3. Monitor tanda dan
tindakan keperawatan 3
gejala retensi urin
X 24 jam masalah 4. Batasi cairan
retensi urine dapat
teratasi.
1. Kandung kemih
kosong secara
penuh
2. Bebas dari ISK
3. Tidak ada
spasme Bladder
4. Balance cairan
seimbang
Gangguan rasa  Pain level  Pain management
 Pain control 1. Kaji nyeri, perhatikan
nyaman nyeri berhubunga
Setelah dilakukan lokasi, intensitas
n dengan distensi pada
tindakan keperawatan 3 nyeri.
kandung kemih
2. Plester selang drainase
X 24 jam masalah nyeri
pada paha dan kateter
dapat teratasi dengan
pada abdomen
kriteria hasil:
3. Pertahankan tirah
1. Menyatakan
baring bila
nyeri hilang /
diindikasikannyeri.
terkontrol 4. Berikan tindakan
2. Menunjukkan kenyamanan
rileks, istirahat
dan peningkatan
aktivitas dengan
tepat
Intoleransi Setelah dilakukan 1. Evaluasi respon
aktivitas berhubungan tindakan keperawatan 3 klien terhadap
dengan tirah baring, nyeri, X 24 jam masalah aktivitas.
2. Berikan
kelemahan otot. intoleransi aktivitas
lingkungan tenang
dapat teratasi. Dengan
dan batasi
kriteria hasil :
pengunjung
1. Berpartisipasi
selama fase akut
dalam aktivitas
sesuai indikasi.
fisik tanpa
3. Jelaskan
disertai
pentingnya
peningkatan
istirahat dalam
tekanan darah,
rencana
nadi dan RR
pengobatan dan
2. Mampu
perlunya
melakukan
keseimbangan
aktivitas sehari-
aktivitas dan
hari (ADls)
istirahat.
secara mandiri
4. Bantu aktivitas
3. Tanda –tanda
perawatan diri
vital dalam batas
yang diperlukan.
normal
4. Sirkulasi status
baik
5. Status respirasi :
pertukaran gas
dan ventilasi
adekuat
Ansietas berhubungan Setelah dilakukan 1. Memberikan
dengan status kesehatan tindakan keperawatan 3 informasi tentang
X 24 jam masalah prosedur dan apa yang
kecemasan dapat terjadi contoh,
teratasi dengan kriteria pemasangan kateter,
hasil : iritasi kandung kemih
2. Mempertahahankan
1. Tampak rileks,
perilaku nyata dalam
menyatakan
melakukan prosedur
pengetahuan
aau menerima pasien
yang akurat
3. Mendorong pasien
tentang situasi
atau orang terdekat
2. Menunjukan
untuk menyatakan
rentang tepat
masalah / perasaan
tentang perasaan
4. Membrikan informasi
dan penurunan
pasien yang telah
rasa takutnya
dberikan sebelumnya.
Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Mempertahankan
berhubungan dengan tindakan keperawatan 3 sistem kateter streil ,
terpasangnya kateter X 24 jam masalah dapat memberikan
urethra teratasi dengan kriteria perawatan kateter
hasil : regular degan sabun
1. Mencapai waktu dan air, memberikan
penyembuhan salep antibiotic sekitar
dan tidak sisi kateter
2. Mengukur tanda vital
mengalami
3. Mengobservasi sekitar
tanda infeksi
kateter suprapubik

Kurang pengetahuan Setelah dilakukan 1. Mendorong pasien


tentang kondisi, tindakan keperawatan 3 untuk menyatakan
kebutuhan pengobatan X 24 jam masalah dapat rasa takut dan atau
berhubungan dengan tidak teratasi dengan kriteria perasaan perhatian
2. Mengkaji ulang tanda
mengenal infromasi hasil:
atau gejala yang
masalah tentang area 1. Menyatakan
sensitive pemahaman memerlukan tindakan
proses penyakit atau evulasi medic
2. Melakukan 3. Memberikan
perubahan informasi bahwa
perilakun yang kondisi tidak
perlu ditularkan secara
3. Berpartisipasi
seksual
dalam program 4. Menganjurkan
pengobatan menghindari
makanan, berbumbu,
kopi, dan minuman
mengandung alcohol.
Daftar Pustaka

Newman, D. K. (2011). Managing Urinary Retenstion In The Acute Care Setting. Pennsylvania:
Verathon.

Brunner and Suddarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th Edition. China :
LWW.

Thomas, K., Chow, K., & Kirby, R. (2004). Acute Urinary Retention : a Review Of The
Aetiology And Management. Prostate Cancer and Prostatic Disease(7), 32-37.

Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai