DISUSUN OLEH :
KELOMPOK
AGUS FADLY (1503110034)
PRODI ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH
2018
1. RUMOH ACEH
Rumah tradisional Aceh sering disebut dengan rumah (rumoh) Aceh. Menurut
Dada Meuraxa , rumah Aceh dibuat tinggi di atas tanah dibangun di atas sejumlah
tiang-tiang bulat besar yang tempat tegaknya beraturan. Bentuknya segi empat dan
Tulang atas disebut “tampong” (blandar) membujur lurus dan rata dari Timur ke
Barat, bukan dari Utara ke Selatan. Dimaksudkan dengan membujurnya dari Timur
ke Barat supaya rumah menghadap ke kiblat. Bahkan akan sangat baik apabila
tersebut diambil dari tujuh belas rakaat sembahyang wajib sehari semalam dikurangi
satu. Atau sebaliknya 16 tiang ditambah dengan sebuah tangga menjadi 17. Filosofi
Diantara sejumlah tiang itu terdapat tiang “raja” dan tiang “permaisuri” (Putro),
yaitu tiang yang berdiri pada baris ketiga dari Timur atau baris kedua dari Barat.
Tiang pada bagian Utara dinamakan “tameh raja” dan yang dibagian selatan di sebut
“tameh putro”. Panjang rumah dari timur ke barat dihitung pada bagian luar tiang
adalah 11, 13, 15, 17 atau 19 hasta. Biasanya jumlah panjang tersebut harus
Rumah Aceh terbagi menjadi 3 (tiga) buah ruang panjang, ruang tengah lebih
tinggi dari ruang kiri-kanan. Ruang tengah dibagian Barat dinamakan “rumoh inong”
yaitu “ruang wanita” atau “ruang induk” sedangkan di bagian Timur disebut
“rambat”. Ruang “rumoh inong” merupakan ruang termulia dari lainnya. Jika tuan
depan (seramo keue) yaitu tempat menerima tamu dan serambi belakang (seuramo
likot) berfungsi sebagai dapur. Pembangunan sebuah rumah Aceh sangat baik
dimulai pada hari tertentu dalam penanggalan bulan Kamariah (Arab), misalnya
tanggal tengah dari awal bulan (tanggal 1-15). Pelaksanaan pembangunan dimulai
Lokasi : Jln. Banda Aceh – Medan, Gp. Sibreh Kumeude, Kecamatan Suka
2. SEJARAH KEPEMILIKAN
Rumah Aceh ini merupakan rumah ibu Nazlia yang berlokasi di gampong Sibreh
Keumude, Kecamatan Suka Makmur, Kabupaten Aceh Besar. Rumah ini merupakan
peninggalan dari orang tua beliau, sampai saat ini rumah ini sudah di tempati sampai
4 generasi. Rumah ini di wariskan ke ibu Nazlia dikarenakan beliau adalah anak
ditempati oleh dua orang saja yaitu ibu Nazlia dan suami nya. Sepertinya untuk
selanjutnya rumah ini hanya berhenti di generasi ini saja, tidak akan diwariskan lagi
ke keturunan dari ibu Nazlia dikarenakan ada beberapa faktor yang memaksa untuk
kawasan pada Kabupaten Aceh Besar yang mana warganya masih ada yang
menempati rumah tradisional Aceh. Rumah yang ditempati banyak dijumpai bergaya
santeut, dan hanya sedikit yang menempati rumah yang tidak santeut (Rumah
Aceh). Kawasan ini masih banyak dijumpai pohon-pohon besar yang digunakan
sebagai material-material utama pada Rumoh Aceh, seperti pohon sentang, pohon
Berikut ini merupakan material dan bahan yang digunakan pada Rumoh Aceh
Kayu ini digunakan pada rumoh aceh sebagai Tameh (tiang), selain itu juga
Untuk Tameh sendiri hampir semua rumoh Aceh pada umum nya menggunakan
b. Kayu Seumantok
Pada rumoh Aceh ini kayu semantok sangat banyak di jumpai, kayu
seumantok ini pada dasarnya merupakan kayu yang sangat kuat selain itu juga
tidak termakan rayap. Adapun penggunaan kayu Seumantok ini terdapat pada :
- Rhoek - Thoi
- Kuda-Kuda - Bara
- Reunyeun
Gambar 1.3 : Kayu Seumantok
Sumber : Google, 2018
Talo joek pada rumoh aceh digunakan sebagai tali penggabung lantai yang
Bambu (Tring) digunakan pada sebagian lantai bangunan rumoh Aceh ini.
e. Seng
Pada rumah ini untuk sekarang sudah menggunakan material Seng, awalnya
Berikut sambungan Struktur rumah Aceh yang terdapat pada bagian Balok
(Thoi).
Pada kantor Gubernur Aceh sangat jelas terlihat mengadopsi Ciri khas
arsitektur rumah Aceh, ciri tersebut bisa dilihat pada bagian fasad kantor
Gubernur aceh yang menggunakan pilotis menyerupai tameh yang ada pada
rumah Aceh.
Kemudian ciri khas rumah Aceh juga terlihat pada penggunaan gaya atap
Penggunaan Ornamen pada fasad juga merupakan ciri khas pada rumah Aceh
Pada kantor DPRK Banda Aceh menerapkan sistem kolom pilotis seperti yang
gaya atap yang kemiringan nya 30-40 derajat juga mengadopsi ciri khas
Rumah Aceh.
Kesimpulan
dapat diambil kesimpulan yaitu : Rumoh Aceh (rumah tempat tinggal orang Aceh)
kelihatan sangat sederhana. Karena terbuat dari bahan-bahan yang juga tergolong
sederhana. Bahan-bahan Rumoh Aceh terdiri dari kayu, pohon kelapa, bambu dan
atapnya terbuat dari daun rumbia (on meuria) atau daun kelapa yang biasa diikat
dengan rotan. Meskipun rumoh aceh kelihatan sederhana, namun semua satuan-
satuan yang terdapat didalamnya mempunyai arti khusus bagi Adat dan Kebudayaan
Aceh.
Saran
Perlu diperhatikan kembali untuk material atap seharus nya jangan digantikan
dengan material masa kini (seng), yang dapat menghilangkan ciri khas dari Rumah
Aceh .
Rumah ini nantinya akan berhenti digenarasi ke 4, tetapi akan lebih baiknya
terjaga. Karena salah satu pepatah Aceh mengatakan “mate aneuk meupat jeurat,