Anda di halaman 1dari 18

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/291833025

Peran Farmakoekonomi dalam Penentuan Kebijakan yang Berkaitan dengan


Obat-Obatan

Article · January 2016

CITATIONS READS

0 5,523

1 author:

Raymond R Tjandrawinata
Dexa Medica
197 PUBLICATIONS   1,351 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Health Economics View project

Pharmaceutical economics View project

All content following this page was uploaded by Raymond R Tjandrawinata on 26 January 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


2016
WORKING PAPER OF DEXA
MEDICA GROUP

Raymond R. Tjandrawinata

[ Peranan Farmakoekonomi dalam Penentuan Kebijakan yang Berkaitan dengan Obat-Obatan ]


Ilmu farmakoekonomi telah berkembang menjadi disiplin penting dalam subyek
ekonomi kesehatan. Farmakoekonomi didefinisikan sebagai deskripsi dan analisa
biaya terapi pengobatan terhadap sistem perawatan kesehatan dan masyarakat.
Riset farmakoekonomi berkaitan dengan identifikasi, pengukuran, dan
perbandingan biaya dan manfaat produk dan jasa farmasi. Analisa
farmakoekonomi tidak hanya terbatas pada pengukuran moneter atau klinis.
Analisa ini juga bisa memanfaatkan sejumlah faktor yang membuka biaya
alternatif-alternatif dari perspektif pasien.
Peranan Farmakoekonomi dalam
Penentuan Kebijakan yang Berkaitan dengan Obat-Obatan
Raymond R. Tjandrawinata
Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS)
Department of Medical Affairs dan Business Development
Dexa Medica Group, Jakarta, Indonesia

1. Pendahuluan

Disiplin ilmu farmakoekonomi belakangan ini mendapat perhatian besar dari


berbagai kalangan. Ini utamanya terjadi di negara-negara dimana penggantian biaya
obat diatur secara ketat di sektor publik maupun swasta. Ide farmakoekonomi lahir dari
prinsip inti ekonomi: sumberdaya yang langka dan seringkali makin berkurang
memaksa orang untuk menghadirkan produk berkualitas tinggi dengan biaya
seminimal mungkin. Analisa ekonomi telah digunakan oleh para pengambil keputusan
dalam komunitas perawatan kesehatan di banyak negara selama bertahun-tahun (1).
Karena banyak negara telah mengalami peningkatan biaya perawatan kesehatan yang
cepat selama tiga dekade terakhir, tidaklah mengejutkan bahwa ekonomi dan alokasi
yang tepat dari sumberdaya kesehatan telah berkembang menjadi agenda penting
dalam menentukan anggaran nasional. Dengan tujuan menyediakan layanan
berkualitas tinggi, banyak pengambil keputusan telah mempelajari pemanfaatan
layanan perawatan kesehatan mereka, yang mencakup farmasi, untuk menentukan
biaya dan nilai barang dan jasa perawatan kesehatan.

Ilmu farmakoekonomi telah berkembang menjadi disiplin penting dalam subyek


ekonomi kesehatan. Farmakoekonomi didefinisikan sebagai deskripsi dan Analisa biaya
terapi pengobatan terhadap sistem perawatan kesehatan dan masyarakat. Riset
farmakoekonomi berkaitan dengan identifikasi, pengukuran, dan perbandingan biaya
dan manfaat produk dan jasa farmasi (2). Analisa farmakoekonomi tidak hanya terbatas
pada pengukuran moneter atau klinis. Analisa ini juga bisa memanfaatkan sejumlah
faktor yang membuka biaya alternatif-alternatif dari perspektif pasien seperti akan
dijelaskan lebih lanjut dalam tulisan ini. Faktor-faktor tersebut mencakup kehidupan
(nyawa) yang berhasil diselamatkan, pencegahan penyakit, operasi yang berhasil
dicegah, atau kualitas hidup (QOL, quality-of-life) yang berkaitan dengan kesehatan.
Dengan demikian, tujuan farmakoekonomi adalah untuk memperbaiki kesehatan
individu dan publik, serta memperbaiki proses pengambilan keputusan dalam memilih
nilai relatif diantara terapi-terapi alternatif (3). Jika digunakan secara tepat, data
farmakoekonomi memungkinkan penggunanya mengambil keputusan yang lebih
rasional dalam proses pemilihan terapi, pemilihan pengobatan, dan alokasi sumberdaya
sistem. Dalam kaitannya dengan hal ini, penggunanya bisa dari berbagai kalangan:
pengambil keputusan klinis dan administratif, termasuk dokter, apoteker, anggota
komite formularium, dan administrator perusahaan asuransi.

Seperti halnya di negara lain, Indonesia telah mengalami peningkatan biaya


perawatan kesehatan, khususnya biaya farmasi untuk obat-obatan yang masih ada
didalam masa paten. Dengan tekanan yang terus-menerus terhadap meningkatnya
biaya perawatan kesehatan dari kalangan publik dan swasta, intervensi lebih lanjut akan
secara rutin dievaluasi secara farmakoekonomi dengan menghubungkan keuntungan
dan hasilnya terhadap biaya yang dikeluarkan. Ini khususnya dilakukan oleh para
pengambil keputusan sistem formularium nasional di asuransi kesehatan nasional
Indonesia yang disebut Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) (4,5). Dalam kaitannya
dengan hal ini, kita bisa berharap bahwa studi farmakoekonomi akan dilakukan secara
lebih rutin di Indonesia di masa mendatang, karena alasan-alasan berikut:

1. Tekanan politik. Industri asuransi kesehatan nasional harus menyadari


bahwa pemenuhan biaya farmasi haruslah merupakan bagian dari setiap
keputusan mengenai keuntungan obat-obatan tak peduli bagaimanapun
desain sistem perawatan kesehatannya.
2. Tekanan regulasi. Sejumlah negara telah mengusulkan proposal yang
menyebutkan bahwa riset farmakoekonomi akan disertakan sebagai
bagian dari pengembangan obat-obatan. Saat ini, hanya Australia dan
Kanada yang telah mengembangkan panduan evaluasi farmakoekonomi
terhadap obat-obatan yang akan ditempatkan dalam formularium nasional
(7). US Federal Drug Administration-USFDA (7) dan Badan Pengawas
Obat dan makanan Republik Indonesia (BPOM) tidak mengembangkan
panduan yang berkaitan dengan penggunaan data farmakoekonomi
dalam pengembangan obat-obatan.
3. Rumah sakit. Institusi ini bisa menggunakan data farmakoekonomi untuk
menentukan obat-obatan yang akan ditempatkan dalam daftar
obat-obatan yang mereka setujui dan memutuskan terapi-terapi
alternatifnya.
4. Industri asuransi kesehatan. Seperti halnya rumah sakit, institusi ini juga
memanfaatkan data farmakoekonomi untuk menentukan obat-obatan
pada formulary-nya.
5. Bagian pemasaran farmasi. Studi farmakoekonomi bisa secara luas
digunakan oleh organisasi-organisasi ini sebagai bagian dari strategi
pemasaran mereka untuk mendukung klaim bahwa produk mereka
cost-effective.

2. Evaluasi ekonomi selalu melibatkan analisa komparatif dari tindakan


alternatifnya.

Ada dua parameter yang menentukan setiap analisa ekonomi (termasuk jasa
kesehatan) (8). Pertama, dalam hubungannya dengan pilihan sebagai konsekuensi
keterbatasan sumberdaya dan ketidakmampuan kita untuk memproduksi semua output
yang diinginkan; dan kedua, dalam hubungannya dengan input dan output, terkait
dengan biaya dan konsekuensi, dari aktivitas. Tugas dasar farmakoekonomi adalah
mirip dengan Analisa ekonomi, seperti mengidentifikasi, mengukur, menilai, dan
membandingkan biaya produk farmasi dan konsekuensi (hasil) alternatif yang dipilih.
Setiap data farmakoekonomi akan menyediakan Analisa biaya dibanding hasil yang
didapat. Gambar 1 menjelaskan sebuah model farmakoekonomi sederhana. Dalam
model ini, kita harus mengambil keputusan apakah akan memilih Obat A, atau
pembandingnya, Obat B. Dalam melakukannya, sebuah Analisa biaya terhadap
masing-masing obat dan hasilnya harus dibuat untuk memberikan keputusan yang
rasional. Riset farmakoekonomi harus terlebih dulu menentukan biaya dan hasil yang
diperkirakan, serta Analisa mengenai bagaimana studi akan dilakukan dan diukur.

Biaya A OBAT A HASIL A

PILIHAN

Biaya B OBAT B HASIL B

Gambar 2. Model yang menjelaskan evaluasi ekonomi terhadap farmasi.

3. Determinasi Biaya dan Pengaturan Diskonto


Biaya dihitung untuk memperkirakan sumberdaya yang digunakan dalam
memproduksi suatu hasil. Ada tiga tipe biaya: langsung, tak langsung, dan biaya tak
ternilai. Biaya medis langsung adalah biaya apapun yang terkait degan pencegahan,
pendeteksian, atau penanganan suatu penyakit. Contoh biaya langsung adalah: produk
dan jasa farmasi, layanan dokter, perawatan, uji laboratorium, dsb. Biaya non-medis
langsung adalah biaya yang berhubungan dengan penerimaan produk dan jasa.
Contohnya mencakup transportasi, ruangan, dsb. Biaya tak langsung adalah biaya yang
berhubungan dengan sakit dan/atau kematian contoh biaya tak langsung adalah biaya
hilangnya produktivitas, bantuan keluarga, serta peralatan dan perawatannya. Biaya tak
ternilai adalah biaya-biaya yang muncul karena hilangnya produktivitas. Contohnya
adalah biaya yang berkaitan dengan sakit, penderitaan, kecemasan, dan dukacita. Biaya
tak ternilai tidak dikonversi menjadi suatu nilai, namun biasanya diekspresikan dalam
istilah quality-adjusted-life-years seperti akan dijelaskan selanjutnya

Pertimbangan biaya penting lainnya adalah biaya rata-rata dan biaya marjinal (1).
Biaya rata-rata adalah biaya-biaya yang telah dikalkulasi dengan membagi total biaya
dengan unit hasil. Biaya marjinal (inkremental), sebaliknya, didefinisikan sebagai biaya
memproduksi tambahan unit hasil.

Secara teoritis, perbandingan biaya dilakukan pada satu titik waktu.


Penghitungan diskonto (discounting), atau penyesuaian untuk waktu yang berbeda,
merupakan proses pengurangan biaya dan manfaat masa depan kembali ke nilainya
saat ini (9). Sebagian orang lebih suka menerima uang sekarang dibanding nanti.
Sehingga, Rp. 1.000.000,- hari ini lebih berharga dibandingkan Rp. 1.000.000,- tahun
depan. Ketika sebuah perawatan berlangsung lebih dari satu tahun, uang harus diukur
menggunakan nilainya sekarang (PV, present value). Itulah yang disebut penghitungan
diskonto. Menggunakan sebuah tingkat diskonto (interest, bunga), perkiraan time value
of money (nilai uang berdasarkan waktunya) bisa dihitung. Formula berikut dipinjam
dari ilmu manajemen finansial untuk mengkalkulasi nilai uang berdasarkan waktu (time
value of money):

PV =  FVn(1+r)-n

Dimana:

PV = nilai saat ini


FVn = nilai masa depan pada tahun ke n
r = tingkat diskonto (bunga)
n = jumlah tahun setelah munculnya biaya

Sebagai contoh, jika sebuah penanganan membutuhkan biaya Rp. 500.000 per tahun
selama hingga 3 tahun mendatang dan nilai uang berubah sebesar sekitar 12% per
tahun, maka nilai saat ini dari biaya-biaya ini adalah Rp. 1.345.027,- yang didapat dari
[500 + (500/1,12) + (500/1,122)].

Memilih tingkat diskonto haruslah berhati-hati, karena angka ini sendiri bisa
menjadi sumber kontroversi. Penggunaan tingkat diskonto yang sangat rendah atau
sangat tinggi akan menguntungkan proyek tertentu dan bisa mendorong munculnya
kesimpulan yang berbeda. Untuk meminimalkan variasi yang besar dalam biaya dan
hasilnya, bisa dilakukan Analisa sensitivitas untuk menentukan efek selang tingkat
diskonto pada sebuah studi individual (3,7). Analisa sensitivitas digunakan untuk
menguji apakah kesimpulan dari sebuah evaluasi farmakoekonomi berubah ketika
masing-masing variabel input diperiksa dalam suatu selang nilai yang dapat
diperkirakan. Jika kesimpulannya bisa didukung melalui Analisa sensitivitas, berarti
peluang kesimpulan tersebut bisa diterima menjadi lebih tinggi. Namun, jika
kesimpulannya berubah, harus dilakukan penyesuaian untuk menentukan nilai
sesungguhnya dari variabel yang dimaksud, atau untuk menyatakan secara eksplisit
bahwa kesimpulan tersebut “sensitif” terhadap nilai dari variabel tersebut (2).

4. Pengukuran Hasil Terapi

Dalam merancang sebuah studi farmakoekonomi, periset harus terlebih dulu


menentukan semua kemungkinan hasilnya, termasuk yang diinginkan dan yang tidak
diinginkan. Hasilnya bisa intermediate (hasil jangka pendek), seperti pengontrolan
tekanan darah, atau final (hasil jangka panjang), seperti pencegahan kegagalan ginjal,
serangan jantung, stroke, infeksi sistemik, dsb. Dalam banyak kondisi penyakit,
hubungan antara hasil intermediate dan hasil final belum ditentukan. Dalam hal ini,
hasil final, seperti pengurangan tingkat kematian, harus ditentukan untuk Analisa.
Namun, jika data sakit dan kematian tidak tersedia, peneliti bisa menggunakan
indikator kualitas hidup (quality-of-life) sebagai gantinya (7). Idealnya, pengukuran hasil
jangka pendek dan jangka panjang harus diidentifikasikan sehingga efek produk atau
jasa yang dipelajari bisa ditentukan secara lebih akurat. Seperti akan dijelaskan nanti,
nilai hasil-hasil ini diukur dalam sebuah nilai moneter atau dalam sebuah unit natural
dari efektivitas atau kegunaan, tergantung dari studi farmakoekonomi yang dilakukan.
Ketika mengukur hasil terapi, sangat penting untuk membedakan antara efikasi
(efficacy) dan efektivitas. Dalam istilah farmakoekonomi, efikasi merujuk pada hasil
sebuah obat tertentu dalam kondisi terkontrol, seperti percobaan klinis, sementara
efektivitas merujuk pada seberapa bagus obat tersebut bekerja dalam kondisi alami,
seperti dalam klinik sehari-hari. Walaupun informasi efektivitas tidak selalu tersedia
secara langsung, informasi ini biasanya bisa diekstrapolasi dari studi efikasi dan
diproyeksikan ke situasi aktual.

5. Metoda Analisa farmakoekonomi


Setidaknya ada empat tipe Analisa yang umum digunakan dalam studi
farmakoekonomi. Analisa-analisa ini akan dijelaskan secara detail di bagian-bagian
yang berbeda dalam tulisan ini.

1. Analisa manfaat-biaya (cost-benefit) merupakan perbandingan nilai


moneter dari penggunaan alternatif dari sumberdaya.
2. Analisa efektivitas-biaya (cost-effectiveness) merupakan perbandingan dari
biaya terhadap hasil dalam kaitannya dengan hasil kesehatan, seperti
pengurangan tingkat LDL darah, atau dalam unit alami, seperti
tahun-hidup yang didapat atau hilang.
3. Analisa utilitas-biaya (cost-utility) adalah pengukuran hasil dalam
kaitannya dengan sebuah faktor kualitas.
4. Analisa minimisasi-biaya (cost-minimization) adalah perbandingan antara
biaya ketika akibat-akibatnya diasumsikan sama.

Analisa manfaat-biaya

Analisa manfaat-biaya adalah Analisa perbandingan dari dua atau lebih produk
atau jasa farmasi dengan manfaat (hasil terapi) dalam nilai moneter. Tujuan Analisa
manfaat-biaya adalah untuk mencapai pengembalian investasi tertinggi. Hasil tipe
Analisa ini ditampilkan dalam istilah manfaat bersih (net benefit), yang mengurangkan
biaya dari manfaat; tingkat internal pengembalian (internal rate of return), yang
mengurangkan biaya dari manfaat dan membagi hasilnya dengan biaya, atau rasio
manfaat-biaya, seperti akan dijelaskan nanti. Analisa manfaat-biaya sangat berguna
dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan alokasi sumberdaya untuk berbagai
opsi penanganan atau program. Secara umum, rasio manfaat-biaya dikalkulasi
menggunakan formula berikut:
Manfaat (dalam nilai moneter)
Rasio manfaat-biaya = --------------------------------------------------
Biaya (dalam nilai moneter)

Jika rasio > 1, manfaat melebihi biaya dan produk atau jasa tersebut bermanfaat
Jika rasio = 1, manfaat sama dengan biaya
Jika rasio < 1, biaya lebih besar dibanding manfaat, dianggap tidak bermanfaat

Sebagai contoh:
Penanganan A berbiaya Rp. 10.000,- dan memberikan manfaat Rp. 20.000,-
Penanganan B berbiaya Rp. 5.000,- dan memberikan manfaat Rp. 7.500,-

Manfaat bersih penanganan A = Rp. 20.000 - Rp. 10.000 = Rp. 10.000,-, sementara
Manfaat bersih penanganan B = Rp. 7.500 - Rp. 5.000 = Rp. 2.500,-

Dengan demikian:
Rp. 20.000,-
Rasio manfaat-biaya penanganan A = -------------------- = 2:1
Rp. 10.000,-

Rp. 7.500,-
Rasio manfaat-biaya penanganan B = -------------------- = 1,5:1
Rp. 5.000,-

Karena kedua rasio menunjukkan hasil yang bermanfaat (>1), walaupun ada perbedaan
manfaat pada kedua penanganan, penanganan yang akan dipilih bergantung pada
metoda yang paling tepat untuk pertanyaan yang dimaksud. Secara umum, hasil dari
ketiga persamaan di atas harus ditampilkan untuk memberikan tampilan yang lebih
seimbang mengenai biaya dan manfaatnya.

Keuntungan analisa manfaat-biaya. Analisa manfaat-biaya bisa digunakan untuk


membandingkan dua program penanganan yang tidak saling berhubungan dengan
hasil yang berbeda secara nilai moneter. Masing-masing program dievaluasi secara
terpisah untuk rasio manfaat-biaya-nya.

Kerugian analisa manfaat-biaya. Karena kita harus menempatkan nilai moneter


pada setiap analisa, metoda ini mungkin cukup sulit untuk dilakukan, khususnya dalam
kasus dimana kita harus memberikan nilai moneter pada manfaat yang dirasakan
manusia, atau bahkan pada kehidupan itu sendiri.

Analisa kefektivitasan-biaya

Tipe analisa ini mengukur hasil dalam unit kesehatan alami dari perbaikan
kesehatan. Hasil dinyatakan dalam istilah biaya per unit perbaikan, seperti biaya per %
penurunan LDL, biaya per mmHg penurunan tekanan darah, biaya per nyawa yang
berhasil diselamatkan, dsb. Efektivitas-biaya bisa didefinisikan sebagai memiliki (10):

1. Biaya yang lebih rendah dan setidaknya sama efektifnya, atau


2. Biaya yang lebih tinggi, namun manfaat yang lebih tinggi yang layak bagi
penambahan biayanya, atau
3. Biaya yang lebih rendah dan manfaat yang lebih rendah, namun manfaat
tambahannya tidak layak bagi penambahan biayanya.
Ketika sebuah studi mendapati bahwa sebuah medikasi cost-effective, ini berarti bahwa
medikasi tersebut secara biaya lebih efektif relatif terhadap satu atau lebih terapi
alternatifnya.

Berikut adalah contoh Analisa efektivitas-biaya:

Obat A berbiaya Rp. 100.000,- dan memberikan 43 kasus yang berhasil ditangani secara
sukses
Obat B berbiaya Rp. 83.000,- dan memberikan 39 kasus yang berhasil ditangani secara
sukses

Efektivitas-biaya rata-ratanya adalah:

Rp. 100.000,-
Obat A = --------------------- = Rp. 2326,- / penanganan yang sukses
43 kasus

Rp. 83.000,-
Obat B = --------------------- = Rp. 2128,- / penanganan yang sukses
39 kasus

Rp. 100.000 - Rp. 83.000


Efektivitas-biaya marjinal = -------------------------------------- = Rp 4250,-/tambahan kasus
43 - 39 kasus keberhasilan

Menilai berdasarkan data efektivitas-biaya, orang memilih Obat B dibanding Obat A


karena bisa menghemat Rp. 198 per pasien. Disamping itu, jika kita lihat
efektivitas-biaya marjinal, diperlukan tambahan Rp. 4250 untuk mendapatkan satu
tambahan penanganan yang sukses dengan Obat A. Pengambil keputusan harus
berpikir apakah biaya tambahan dari Obat A layak dikeluarkan untuk mendapatkan
efektivitas tambahan. Sebagian besar ekonomis setuju bahwa Analisa efektivitas-biaya
marjinal merupakan cara yang lebih tepat untuk menampilkan Analisa efektivitas-biaya.

Keuntungan analisa keefektivitasan-biaya. Keuntungan utama tipe analisa


farmakoekonomi ini adalah kemampuannya untuk membandingkan penanganan
alternatif dan menentukan investasi terbaik jika manfaatnya tidak bisa dikurangi ke
dalam nilai moneter.

Kerugian Analisa kefektivitasan-biaya. Untuk bisa dibandingkan dengan Analisa ini,


penanganan farmasi harus memiliki hasil yang sama.

Analisa minimisasi-biaya

Analisa minimisasi-biaya mencakup perbandingan dua atau lebih penanganan


dengan ekuivalensi yang telah diasumsikan atau ditunjukkan dalam efikasi dan
keamanan. Ini secara signifikan menyederhanakan Analisa, namun bisa muncul
kontroversi mengenai hasilnya karena data yang bagus mengenai hasil tidak selalu
sudah tersedia. Namun, Analisa minimisasi-biaya cocok digunakan untuk
membandingkan agen-agen yang secara terapi adalah setara atau mengubah
pengaturan dosis dari agen yang sama.

Sebagai contoh: jika biaya penanganan dengan Obat A adalah Rp. 120.000,-, dan
biaya penanganan dengan Obat B adalah Rp. 100.000,-, maka

Biaya intervensi dengan Obat B < Biaya intervensi dengan Obat A


Dengan mengasumsikan bahwa Obat A dan B memiliki efektivitas klinik yang sama
Penerapan Analisa minimisasi-biaya mungkin mencakup pembandingan sebuah obat
generik dengan obat bermerek, atau membandingkan obat yang digunakan dalam
kondisi berbeda (misalnya inpatient vs. outpatient). Tipe Analisa ini memiliki
kemungkinan aplikasi (aplikabilitas) yang terbatas karena hanya ada sedikit skenario
dimana terdapat efektivitas yang benar-benar setara.

Keuntungan Analisa minimisasi-biaya. Ini merupakan yang paling sederhana dibanding


semua Analisa farmakoekonomi lainnya.

Kerugian Analisa minimisasi-biaya. Semua hasil terapi haruslah setara, yang biasanya
sulit untuk dilakukan.

Analisa utilitas-biaya

Analisa utilitas-biaya, sebuah perluasan dari Analisa efektivitas-biaya,


merupakan metoda penyesuaian untuk kualitas hasil. Unit yang paling umum
digunakan dalam melakukan Analisa utilitas-biaya adalah quality-adjusted-life-years
(QALYs), yang menggabungkan kualitas dan kuantitas kehidupan. Hasilnya
disesuaikan untuk kualitas dengan menggunakan nilai utilitas. Dalam kaitan ini, utilitas
merepresentasikan preferensi yang dinyatakan untuk suatu kondisi kesehatan tertentu.
Nilai utilitas berkisar dari 0 hingga 1 QALY, dengan 0 adalah kondisi kematian, dan 1
merepresentasikan kesehatan sempurna. Jika kualitas hidup yang terkait dengan
kesehatan berkurang karena penyakit atau penanganan, satu tahun kehidupan dalam
kondisi ini adalah kurang dari 1 QALY. Unit ini memungkinkan perbandingan antara
kesakitan dan kematian. Contoh nilai utilitas kondisi kesehatan mencakup: kehidupan
dengan kegagalan jantung yang parah, dengan nilai utilitas 0,25; kehidupan dengan
gejala post-menopause, dengan nilai utilitas 0,80; kehidupan dengan rheumatoid
arthritis, dengan nilai utilitas 0,50; dsb.
Contoh berikut memberikan utiliti mengenai Analisa utilitas-biaya terhadap 3 obat
antineoplastic yang berbeda:

Obat X Y Z

Life-years yang didapat 3 6 4

Nilai utilitas 0,6 0,4 0,5

QALY yang didapat 1,8 2,4 2,0


(life-years yang didapat X nilai utilitas)

Penanganan dengan Obat X memberikan tambahan tiga tahun kehidupan dengan utiliti
0,6, mungkin karena efek samping yang luar biasa. Walaupun penanganan dengan Obat
Y memberikan tambahan enam tahun kehidupan per pasien, utilitas-nya 0,4, yang bisa
terjadi karena reaksi negatif yang kurang bisa ditolerasi terhadap obat ini. Obat Z berada
di tengah-tengah di antara dua obat sebelumnya. Berdasarkan QALY yang didapat,
Obat Y mungkin lebih dipilih dibanding Obat X dan Z.

Penggunaan Analisa utilitas-biaya telah meningkat dalam tahun-tahun belakangan. Ini


karena adanya penggunaan faktor utilitas, yang mencakup tahun kehidupan yang
didapat dan kualitas kehidupan, dalam Analisa. Namun, kualitas studi ini sendiri harus
terus-menerus diperbarui setiap waktu. Sebuah studi terbaru mengenai Analisa
utilitas-biaya menunjukkan bahwa tidak hanya jumlah studi yang telah meningkat sejak
tahun 1976 hingga 1997, juga kualitas studi telah memburuk selama periode ini (11).
Penulis buku tersebut meminta dilakukan perbaikan lebih lanjut dalam kredibilitas
Analisanya, dan kemungkinan dilakukannya proses pemeriksaan yang lebih baik
sebelum studi semacam ini dilakukan (11).

Keuntungan Analisa utilitas-biaya. Ini merupakan satu-satunya Analisa yang


melibatkan kualitas kehidupan pasien.

Kerugian Analisa utilitas-biaya. Tidak adanya standarisasi dalam melakukan studi


mungkin mendorong pada inkonsistensi dalam penginterpretasian hasilnya.

6. Kesimpulan

Data farmakoekonomi bisa memberikan dukungan berarti untuk berbagai


pemeriksaan institusional terhadap medikasi berdasarkan nilai ekonomisnya. Sejumlah
keputusan yang bisa memberikan manfaat dari data farmakoekonomi mencakup
manajemen formularium, keputusan penanganan pasien secara individu, kebijakan
penggunaan medikasi, dan keputusan alokasi sumberdaya. Ini merupakan bidang yang
relatif baru. Sebagian besar riset yang sedang dilakukan, dan metoda yang digunakan
dalam evaluasi belum distandarisasi. Namun, dengan makin seringnya
farmakoekonomi digunakan dalam evaluasi produk obat dan jasa, semakin penting bagi
eksekutif perawatan kesehatan untuk memahami prinsip umum dari disiplin ini.

7. Referensi

1. Raskati, K.L Essentials of Pharmacoeconomics, 2nd ed. Philadephia, P.A.:


Lippincott Williams and Wilkins, 2014.
2. Bootman, J.L., Townsend, R.J., and McGhan, W.F. Principles of
Pharmacoeconomics, 2nd ed. Cincinnati, OH: Harvey Whitney Books Co, 1996.
3. Bloom, B.S. Pharmacoeconomics for managed care pharmacists. Drug Ben.
Trends 7(7): 15-38, 1995.
4. Kementrian Kesehatan Republik Indoensia. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional.
http://www.depkes.go.id/resources/download/jkn/buku-pegangan-sosialisasi-jkn.p
df. Diakses tanggal 7 Januari 2016.
5. Kementrian kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keehatan Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan
Kesehatan Nasional.
http://www.jkn.kemkes.go.id/attachment/unduhan/PMK%20No.%2028%20ttg%20Pe
doman%20Pelaksanaan%20Program%20JKN.pdf. Diakses tanggal 7 Januari 2016.
6. Arikian, S.R., Shannon, M.C., and Einarson, T.R. The demand for
pharmacoeconomic research is on the rise. Medical Marketing and Media 27:60-67, 1992.
7. MacKinnon, G.E. Understanding Health Outcomes and Pharmacoeconomics.
Burlington, M.A.: Jones & Bartlett Learning, 2011.
8. Drummond, M.F., O’Brien, B., Stoddart, G.L., and Torrance, G.W. Methods for the
Economics Evaluation of Health Care Programmes, 1st ed. New York, NY: Oxford
University Press, 1997.
9. Sanchez, L.A. Applied Pharmacoeconomics: Evaluation and use of
pharmacoeconomics data from the literature. Am. J. Health-Syst. Pharm. 56:1630-1640,
1999.
10. Doubilet P., Weinstein, M.C., McNeil, B.J. Use and misuse of the term
“cost-effective” in medicine. N. Engl. J. Med. 314:253-256, 1986.
11. Neumann, P.J., Stone, P.W., Chapman, R.H., Sandberg, E. A., and Bell, C.M. The
quality of reporting in published cost-utility analyses, 1976-1997. Ann. Intern. Med. 132:
964-972, 2000.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai