Anda di halaman 1dari 8

Provinsi Nusa Tenggara Timur

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI NTT


MARET 2018
Jumlah
penduduk miskin • Jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Timur pada bulan Maret 2018
sebesar 1.142,17 ribu orang (21,35 persen) naik sekitar 7.430 orang
Maret 2018 dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2017 yang
mencapai berjumlah 1.134,74 ribu orang (21,38 persen). Berdasarkan daerah tempat
tinggal, selama periode September 2017 – Maret 2018, jumlah penduduk
1.142,17 ribu miskin di daerah perdesaan naik sebanyak 4.510 orang (dari 1.015,70 ribu
orang menjadi 1.020,21 ribu orang) dan untuk perkotaan juga mengalami
orang (21,35 kenaikan sebanyak 2.910 orang (dari 119,04 ribu orang menjadi 121.95 ribu
persen) orang).
• Periode September 2017 – Maret 2018, Garis Kemiskinan (GK) naik sebesar
2,35 persen, yaitu dari Rp 346.737,- per kapita per bulan pada September
2017 menjadi Rp 354.898,- per kapita per bulan pada Maret 2018.
• Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar
dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang,
pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2018 sumbangan GKM terhadap
GK sebesar 78,59 persen, sedikit mengalami penurunan dibanding periode
September 2017 yang sebesar 78,83 persen.
• Pada periode September 2017 – Maret 2018, Indeks Kedalaman Kemiskinan
(P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan. Indeks
Kedalaman Kemiskinan turun dari 4,158 pada September 2017 menjadi
3,908 pada Maret 2018. Hal yang sama juga terjadi pada Indeks Keparahan
Kemiskinan yaitu turun dari 1,174 menjadi 1,026 pada periode yang sama.

1
1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan September 2017 – Maret 2018
Jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Timur pada bulan Maret 2018 sebesar 1.142,17 ribu
orang (21,35 persen) naik sekitar 7.430 orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September
2017 yang berjumlah 1.134,74 ribu orang (21,38 persen). Berdasarkan daerah tempat tinggal, selama
periode September 2017 – Maret 2018, jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan naik sebanyak
4.510 orang (dari 1.015,70 ribu orang menjadi 1.020,21 ribu orang) dan untuk perkotaan juga mengalami
kenaikan sebanyak 2.910 orang (dari 119,04 ribu orang menjadi 121.95 ribu orang)

Tabel 1.

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin


Menurut Daerah, Maret 2017 – Maret 2018

Jumlah Penduduk Persentase Penduduk


Daerah/Tahun
Miskin (ribuan) Miskin
(1) (2) (3)

Perkotaan
Maret 2017 117,40 10,32
September 2017 119,04 10,11
Maret 2018 121,95 9,94

Perdesaan
Maret 2017 1.033,39 25,03
September 2017 1.015,70 24,59
Maret 2018 1.020,21 24,74
Kota+Desa
Maret 2017 1.150,79 21,85
September 2017 1.134,74 21,38
Maret 2018 1.142,17 21,35

Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2017, September 2017 dan Maret 2018

Beberapa faktor terkait penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode September 2017 –
Maret 2018:
a. Selama periode September 2017 – Maret 2018 inflasi umum sebesar 1,81 persen.
b. Tingkat kesejahteraan petani cenderung meningkat pada Bulan Maret 2018. Hal ini tercermin dari NTP
Nusa Tenggara Timur bulan Maret 2018 sebesar 104,48 meningkat 1,48 poin jika dibandingkan periode
September 2017, yang sebesar 103,00.

2
c. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di NTT pada Bulan Februari 2018 sebesar 2,98 persen. Sebagian
besar penduduk bekerja di sektor pertanian, yakni sebesar 1,46 juta ( 58,63 persen).
d. Gini Ratio Provinsi NTT pada Maret 2018 sebesar 0,351, turun 0,008 poin dari periode September 2017
yang sebesar 0,359
e. Pada periode November 2017 - Februari 2018, persentase rumah tangga penerima raskin/rastra atau BPNT
sebesar 43,09 persen.

2.Perkembangan Kemiskinan Tahun 2010 – Maret 2018

Perkembangan tingkat kemiskinan di Nusa Tenggara Timur selama Tahun 2010 – Maret 2018
cenderung mengalami penurunan walaupun sempat naik pada periode Maret 2015 akan tetapi mulai
bergerak turun secara perlahan. (lihat Gambar 1.).

Gambar 1. Perkembangan Kemiskinan Provinsi NTT, 2010 – 2018

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

3.Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2017 – Maret 2018


Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang.
Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah
Garis Kemiskinan.

3
Tabel 2. Garis Kemiskinan dan Perubahannya Menurut Daerah,
Maret 2017 – Maret 2018

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)


Daerah/Tahun
Makanan Bukan Makanan Total

(1) (2) (3) (4)

Perkotaan
Maret 2017 290.711 116.262 406.973
September 2017 292.048 117.333 409.382
Maret 2018 299.104 119.421 418.525
Perubahan Sept’17-Mart’18 (%) 2,42 1,78 2,23

Perdesaan
Maret 2017 268.004 58.316 326.320
September 2017 268.253 60.883 329.136
Maret 2018 273.466 63.119 336.584
Perubahan Sept’17-Mart’18 (%) 1,94 3,67 2,26

Kota+Desa
Maret 2017 272.537 70.859 343.396
September 2017 273.325 73.412 346.737
Maret 2018 278.911 75.987 354.898
Perubahan Sept’17-Mart’18 (%) 2,04 3,51 2,35

Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2017- Maret 2018

Periode September 2017– Maret 2018, Garis Kemiskinan (GK) naik sebesar 2,35 persen, yaitu dari
Rp 346.737,- per kapita per bulan pada September 2017 menjadi Rp 354.898,- per kapita per bulan pada
Maret 2018. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari Garis Kemiskinan
Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi
makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang,
pendidikan, dan kesehatan). Pada September 2017 sumbangan GKM terhadap GK sebesar 78.83 persen,
dan pada Maret 2018 sebesar 78.59 persen.

4
Pada Maret 2018, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis
Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya sama, seperti beras, rokok dan gula
pasir. Sedangkan komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan besar adalah perumahan,
pendidikan, kayu bakar, perlengkapan mandi, bensin, listrik dan angkutan. Komoditi beras memberikan
kontribusi terbesar baik di perkotaan maupun perdesaan dan disusul rokok kretek filter yang memiliki
kontribusi terbesar kedua.

Tabel 3
Daftar Komoditi Yang Memberikan Sumbangan Besar Terhadap Garis Kemiskinan
Beserta Kontribusinya (%), Maret 2018

Jenis Komoditi Perkotaan Jenis Komoditi Perdesaan


(1) (2) (3) (4)
Makanan
Beras 31,24 Beras 41,29
Rokok kretek filter 8,77 Rokok kretek filter 5,33
Gula Pasir 2,49 Gula pasir 3,48
Kopi bubuk & kopi instan (sachet) 2,11 Jagung pipilan/beras jagung 3,38
Roti 2,09 Kopi bubuk & kopi instan (sachet) 3,02
Telur Ayam Ras 2,08 Daun Ketela Pohon 2,80
Tongkol/Tuna/Cakalang 1,99 Daging Babi 1,97
Mie Instan 1,69 Roti 1,73
Daun Ketela Pohon 1,44 Mie Instan 1,62
Bukan Makanan
Perumahan 10,38 Perumahan 7,14
Pendidikan 2,56 Kayu Bakar 1,75
Bensin 2,12 Pendidikan 1,28
Listrik 2,05 Bensin 1,28
Perlengkapan mandi 1,33 Perlengkapan Mandi 0,92
Angkutan 1,32 Listrik 0,80
Minyak Tanah 1,30 Angkutan 0,70
Kayu Bakar 1,25 Sabun cuci 0,55
Air 0,90 Kesehatan 0,49
Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2018

5
4. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin.
Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain upaya
memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan bagaimana
mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.

“Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-
masing penduduk miskin terhadap batas miskin. Semakin tinggi nilai indeks ini maka semakin besar rata-rata
kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan atau dengan kata lain semakin tinggi
nilai indeks menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk. Sedangkan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk
miskin, dan dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan”

Pada periode September 2017 - Maret 2018, Baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) terlihat mengalami penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 4,158
pada September 2017 menjadi 3,908 pada Maret 2018. Demikian halnya Indeks Keparahan Kemiskinan turun
dari 1,174 menjadi 1,026 pada periode yang sama (Tabel 4).

Jika diamati secara total pada periode Maret 2017 – Maret 2018, penurunan nilai kedua indeks ini
mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis
Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.

6
Tabel 4.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di NTT
Menurut Daerah, Maret 2017 – Maret 2018

Tahun Kota Desa Kota + Desa


(1) (2) (3) (4)

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Maret 2017 1,823 5,034 4,340

September 2017 1,815 4,826 4,158

Maret 2018 1,605 4,593 3,908

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Maret 2017 0,483 1,354 1,166

September 2017 0,469 1,375 1,174

Maret 2018 0,363 1,224 1,026

Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2017 – Maret 2018

Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah
perdesaan masih tetap lebih tinggi dibandingkan dengan di perkotaan. Pada periode September 2017 –
Maret 2018, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) daerah perkotaan mengalami penurunan dari 1,815
menjadi 1,605 dan nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan juga turun dari 0,469 menjadi
0,363. Pada periode yang sama nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) di daerah perdesaan mempunyai
pola yang sama yaitu turun dari 4,826 menjadi 4,593. Demikian juga nilai Indeks Keparahan Kemiskinan
(P2) untuk daerah perdesaan turun dari 1,375 menjadi 1,224.

7
5. Penjelasan Teknis dan Sumber Data

a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan


dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan
makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount
Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
b. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua
komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan
(GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan
dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per
kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
c. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan
yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar
makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan
susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
d. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan,
sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili
oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
e. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan adalah data SUSENAS
(Survei Sosial Ekonomi Nasional) bulan Maret dan September. Jumlah sampel sebesar ±
75.000 rumah tangga secara nasional dimaksudkan supaya data kemiskinan dapat disajikan
sampai tingkat provinsi. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD
(Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari
pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.

Anda mungkin juga menyukai