Laporan Pendahuluan Psikososial
Laporan Pendahuluan Psikososial
Disusun oleh:
RINA DAYANTI
4006180012
A. KASUS ANSIETAS
1. DEFINISI
Ansietas adalah keadaan dimana individu/kelompok mengalami perasaan gelisah
(penilaian atau opini) dan aktivasi sistem saraf otonom dalam merespon terhadap ancaman
yang tidak jelas, non spesifik (Linda Juall Carpenito, Edisi 8).
Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas menyebar dialam dan terkait dengan
perasaan ketidakpastian dan ketidakberdayaan perasaan isolasi, keterasingan dan
ketidakamanan juga hadir (Stuart dan Laraia, 2005). Ansietas merupakan alat peringatan
internal yang memberikan tanda bahaya kepada individu.
Sisi negatif ansietas atau sisi yang membahayakan ialah rasa khawatir yang berlebihan
tentang masalah yang nyata atau potensial. Hal ini menghabiskan tenaga, menimbulkan
rasa takut, dan menghambat individu melakukan fungsinya dengan adekuat dalam situasi
interpersonal, situasi kerja, dan situasi sosial. Diagnosis gangguan ansietas ditegakkan
ketika ansietas tidak lagi berfungsi sebagai tanda bahaya, melainkan menjadi kronis dan
mempengaruhi sebagian besar kehidupan individu sehingga menyebabkan perilaku
maladaptif dan disabilitas emosional. Misalnya, diagnosis gangguan ansietas umum
ditegakkan ketika individu selalu khawatir tentang sesuatu atau semua hal tanpa alasan
yang nyata, merasa gelisah, lelah, dan tegang, serta sulit berkonsentrasi selama sekurang-
kurangnya enam bulan terakhir. Makalah ini berfokus pada gangguan ansietas yang
menyebabkan ansietas yang ekstrenm dan melemahkan, yang mengganggu kehidupan
sehari-hari individu.
3. TINGKATAN
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang
bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu
melakukan koping terhadap ansietas. Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat
tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik :
a. Ansietas ringan
Perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus.
Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk
belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri
sendiri. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut:
1) Respons fisik
Ketegangan otot ringan
Sadar akan lingkungan
Rileks atau sedikit gelisah
Penuh perhatian
Rajin
2) Respon kognitif
Lapang persepsi luas
Terlihat tenang, percaya diri
Perasaan gagal sedikit
Waspada dan memperhatikan banyak hal
Mempertimbangkan informasi
Tingkat pembelajaran optimal
3) Respons emosional
Perilaku otomatis
Sedikit tidak sadar
Aktivitas menyendiri
Terstimulasi
Tenang
b. Ansietas sedang
Merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda;
individu menjadi gugup atau agitasi. Memusatkan pada hal yang penting dan
mengesapingkan yang lain, sehinggga seseorang mengalami perhatian yang selektif.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :
1) Respon fisik :
Ketegangan otot sedang
Tanda-tanda vital meningkat
Pupil dilatasi, mulai berkeringat
Sering mondar-mandir, memukul tangan
Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
2) Respons kognitif
Lapang persepsi menurun
Tidak perhatian secara selektif
Fokus terhadap stimulus meningkat
Rentang perhatian menurun
Penyelesaian masalah menurun
Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
3) Respons emosional
Tidak nyaman
Mudah tersinggung
Kepercayaan diri goyah
Tidak sabar
Gembira
c. Ansietas berat
Cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir
tentang hal lain. Ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons
takut dan distress. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai
berikut :
1) Respons fisik
Ketegangan otot berat
Hiperventilasi
Kontak mata buruk
Pengeluaran keringat meningkat
Bicara cepat, nada suara tinggi
Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
Rahang menegang, mengertakan gigi
Mondar-mandir, berteriak
Meremas tangan, gemetar
2) Respons kognitif
Lapang persepsi terbatas
Proses berpikir terpecah-pecah
Sulit berpikir
Penyelesaian masalah buruk
Tidak mampu mempertimbangkan informasi
Hanya memerhatikan ancaman
Preokupasi dengan pikiran sendiri
Egosentris
3) Respons emosional
Sangat cemas
Agitasi
Takut
Bingung
Merasa tidak adekuat
Menarik diri
Penyangkalan
Ingin bebas
d. Tingkat panik
Individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol,
maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Peningkatan
aktifitas motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi
menyimpang, kehilangan pemikiran rasional. Menurut Videbeck (2008), respons dari
panik adalah sebagai berikut :
1) Respons fisik
Flight, fight, atau freeze
Ketegangan otot sangat berat
Agitasi motorik kasar
Pupil dilatasi
Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
Tidak dapat tidur
Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
Wajah menyeringai, mulut ternganga
2) Respons kognitif
Persepsi sangat sempit
Pikiran tidak logis, terganggu
Kepribadian kacau
Tidak dapat menyelesaikan masalah
Fokus pada pikiran sendiri
Tidak rasional
Sulit memahami stimulus eksternal
Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
3) Respon emosional
Merasa terbebani
Merasa tidak mampu, tidak berdaya
Lepas kendali
Mengamuk, putus asa
Marah, sangat takut
Mengharapkan hasil yang buruk
Kaget, takut
Lelah
4. RENTANG RESPON
5. FAKTOR PREDISPOSISI
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan
tersebut dapat berupa:
a. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis
yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.
b. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik
antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan
kecemasan pada individu.
c. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara
realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
d. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang
berdampak terhadap ego.
e. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap
integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
f. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola
mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
g. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu
dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
h. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang
mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter
gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang
bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
6. FAKTOR PRESIPITASI
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan
timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan
menjadi dua bagian, yaitu :
a. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang
meliputi :
1) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi
suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
2) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan
lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
1) Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat
kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik
juga dapat mengancam harga diri.
2) Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status
pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
7. MEKANISME KOPING
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor
utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang
mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan
kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme
koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal,
memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri
pada orang lain (Suliswati, 2005). Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang,
berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme
koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu:
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan
koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan
menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan
memenuhi kebutuhan.
1) Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan
pemenuhan kebutuhan.
2) Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk
memindahkan seseorang dari sumber stress.
3) Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan,
mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.
b. Reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah.
Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut
mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk
mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan
individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
1) Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.
2) Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap
disorganisasi kepribadian.
3) Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien.
4) Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ansietas (Kecemasan)
3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
NO STRATEGI PELAKSANAAN KETERANGAN
SP 1 PASIEN: Asessmen Ansietas dan Latihan Relaksasi
1. Bina hubungan saling percaya a. Mengucapkan salam terapeutik,
memperkenalkan diri, panggil pasien
sesuai nama panggilan yang disukai
b. Menjelaskan tujuan interaksi: melatih
pengendalian ansietas agar proses
penyembuhan lebih cepat
3. FAKTOR PREDISPOSISI
Adanya riwayat :
a. Biologis
Penyakit genetik dalam keluarga, Pertumbuhan dan perkembangan masa bayi, anak dan
remaja, Anoreksia, bulimia, atau berat badan kurang atau berlebih dari berat badan
ideal, perubahan fisiologi pada kehamilan dan penuaan, pembedahan elektif dan
operasi, trauma, penyakit atau gangguan organ dan fungsi tubuh lain ; Stroke, Kusta,
Asthma dan lain-lain, pengobatan atau kemoterapi, penyalahgunaan obat atau zat ;
coccaine, Amphetamine, Halusinogen dan lain-lain.
b. Psikologis
Gangguan kemampuan verbal, konflik dengan nilai masyarakat, pengalaman masa lalu
yang tidak menyenangkan, ideal diri tidak realistis.
c. Sosial budaya
Pendidikan masih rendah, masalah dalam pekerjaan, nilai budaya bertentangan dengan
nilai individu, pengalaman sosial yang tidak menyenangkan, kegagalan peran sosial.
4. FAKTOR PRESIPITASI
a. Trauma
b. Penyakit, kelainan hormonal
c. Operasi atau pembedahahan
d. Perubahan masa pertumbuhan dan perkembangan ; maturasi
e. Perubahan fisiologis tubuh ; kehamilan, penuaan.
f. Prosedur medis dan keperawatan, efek pengobatan, radioterapi, kemoterapi.
5. MEKANISME KOPING
a. Konstruktif
1) Berfokus pada masalah : negosiasi, konfrontasi dan meminta nasehat/saran.
2) Berfokus pada kognitif : perbandingan yang positif, penggantian rewards,
antisipasi.
b. Destruktif
Berfokus pada emosi : denial, proyeksi, represi, kompensasi, isolasi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan Citra Tubuh
3. FAKTOR PREDISPOSISI
Menurut (Stuard and Sudeen, 1998)
a. Penolakan orang tua
b. Harapan orang tua yang tidak realistis
c. Kegagalan yang berulang kali
d. Kurang mempunyai tanggung jawab personal
e. Ketergantungan pada orang lain
f. Ideal diri tidak realistis
4. FAKTOR PRESIPITASI
Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau faktor dari luar individu (
eksternal or internal sources ) yang dibagi lima kategori.
a. Ketegangan peran adalah stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami
individu dalam peran atau posisi yang diharapkan. Terdapat tiga jenis transisi peran
yaitu perkembangan, situasi dan sehat-sakit.
b. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang
mengancam kehidupan.
b. Data Obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin
mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Harga diri rendah situasional
A. KASUS KEPUTUSASAAN
1. DEFINISI
Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat
keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilhan pribadi yang tersedia dan tidak dapat
memobilisasi energy yang dimilikinya (NANDA, 2005).
Keputusasaan adalah keadaan emosional ketika individu merasa bahwakehidupannya
terlalu berat untuk dijalani ( dengan kata lain mustahil ). Seseorangyang tidak memiliki
harapan tidak melihat adanya kemungkinan untuk memperbaikikehidupannya dan tidak
menemukan solusi untuk permasalahannya, dan ia percaya bahwa baik dirinya atau
siapapun tidak akan bisa membantunya
Keputusasaan berkaitan dengan kehilangan harapan, ketidakmampuan, keraguan, duka
cita, apatis, kesedihan, depresi, dan bunuh diri. (Cotton dan Range,1996).
Keputusasaan merupakan status emosional yang berkepanjangan dan bersifatsubyektif
yang muncul saat individu tidak melihat adanya alternatif lain atau pilihan pribadi untuk
mengatasi masalah yang muncul atau untuk mencapai apa yangdiiginkan serta tidak dapat
mengerahkan energinya untuk mencapai tujuan yangditetapkan
3. RENTANG RESPON
4. FAKTOR PREDISPOSISI
a. Faktor genetik , transimisi gangguan alam perasaan diteruskan melalui garis keturunan.
b. Berbalik pada diri sendiri , perasaan marah yang dialihkan pada diri sendiri.
(kehilangan obyek atau orang ) sehingga menyalahkan diri sendiri.
c. Faktor perkembangan , individu tidak berdaya mengatasi kehilangan.
d. Akibat gangguan perkembangan terhadap penilaian diri ( pesimis , tidak berharga ,
tidak ada harapan )
e. Modal belajar ketidakberdayaan adanya pengalaman kegagalan , menjadi pasif dan
tidak mampu menghadapi masalah .
f. Modal perilaku karena kurang penguatan positif selama bereaksi dengan lingkungan .
g. Modal biologi , perubahan kimiawi , defisiensi katekolamin , tidak berfungsinya
endokrin dan hipersekresi kortisol.
5. FAKTOR PRESIPITASI
a. Faktor biologis
Ketidak seimbangan metabolisme, kususnya obat anti hipertensi dan zat adiktif
b. Faktor Psikologis
1) Kehilangan kasih sayang (kehilangan cinta, harga diri )
2) Faktor sosiokultural
3) Kejadian penting dalam kehidupan
4) Banyak peran dan konflik peran
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Keputusasaan
3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
NO STRATEGI PELAKSANAAN KETERANGAN
SP 1 PASIEN: Assesmen keputusasaan dan latihan berfikir positif melalui penemuan
harapan dan makna hidup
1. Bina hubungan saling percaya a. Mengucapkan salam terapeutik,
memperkenalkan diri, panggil pasien
sesuai nama panggilan yang disuka
b. Menjelaskan tujuan interaksi: melatih
pengendalian perasaan putus asa agar
proses penyembuhan lebih cepat
2. Membuat kontrak (Inform
Consent) dua kali pertemuan
latihan pengendalian putus asa
A. KASUS KETIDAKBERDAYAAN
1. DEFINISI
Persepsi individu bahwa tindakannya sendiri tidak akan mempengaruhi hasil secara
bermakna ; suatu kurang kontrol terhadap situasi tertentu atau kejadian baru yang di
rasakan (Townsend,1998)
Kondisi ketika individu atau kelompok merasakan kurangnya kontrol personal
terhadap sejumlah kejadian atau situasi tertentu yang mempengaruhi pandangan , tujuan ,
dan gaya hidup (Carpenito 2009)
3. KLASIFIKASI
Stephenson (1979) dalam Carpenito (2009) menggambarkan 2 jenis ketidakberdayaan
yaitu :
a. Ketidakberdayaan situasional
Ketidakberdayaan yang muncul pada sebuah peristiwa spesifik dan mungkin
berlangsung singkat.
b. Ketidakberdayaan dasar (trait powerlessness)
Ketidakberdayaan yang bersifat menyebar , mempengaruhi pandangan, tujuan, gaya
hidup dan hubungan.
Azis R, dkk. (2003). Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gondoutomo.
Carpenito, L.J. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta
Hawari, D. (2008). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Stuart, G.W dan Sundden, S.J. (1995). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Suliswati, dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Videbeck, S.J., (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.