Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH LOGIKA HUKUM

disusun oleh

ELFRYDA PRAHANDINI
E1A014281

KELAS C

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Aktivitas berpikir sebagai penalaran manusia mempunyai ciri utama sebagai suatu pola
berpikir yang secara luas disebut logika. Dalam mempelajari pola berpikir yang luas dalam
logika itulah dibutuhkan terlebih dahulu tentang apa itu logika dan ruang lingkupnya karena
hal ini akan membantu dasar pemikiran yang berdasarkan penalaran yang logis dan kritis.
selain berguna bagi sarana ilmu, penalaran yang logis dan kritis ini juga yang nantinya akan
mambantu pemahaman bagi semua ilmu, karena penalaran yang logis, kritis, dan sistematis
inilah yang menjadi salah satu syarat sifat ilmiah.
Salah satu tujuan dari adanya hukum adalah untuk menciptakan kepastian hukum bagi
masyarakat. Kepastian hukum tersebut akan menimbulkan penggunaan hukum yang jelas, pasti
dan konsisten.
Logika khususnya logika silogisme juga memiliki suatu kepastian. Premis-premis akan
berimplikasi terhadap kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, logika juga mengajarkan
bagaimana berpikir benar. Sehingga diharapkan setiap orang dapat melakukan penalaran yang
benar sesuai dengan aturan dan metodologi.
Dari uraian di atas nampaknya terdapat hubungan yang berkaitan antara logika hukum dan
kepastian hukum. Untuk itu penyusun ingin membahas bagaimanakah hubungan logika hukum
dengan kepastian hukum.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Logika ?
2. Apa saja kegunaan dan manfaat logika?
3. Bagaimana pembagian Logika?
4. Bagaimanakah hubungan logika hukum dengan kepastian hukum?
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Logika

Secara etimologi, Logika berasal dari perkataan Yunani yaitu logike (kata sifat) dan
logos (kata benda), yang berarti “pikiran atau perkataan sebagai pernyataan dari pikiran, alasan
atau uraian”. Dengan demikian, logika merupakan pekerjaan akal pikiran manusia dalam
bernalar untuk menghasilkan kebenaran atau penyimpulan yang benar. Sebagai ilmu, disebut
logica scientia yang berarti ilmu logika, namun sekarang ini hanya lazim disebut dengan logika
saja.
Jadi, logika adalah suatu ilmu pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan norma-norma
penyimpulan yang dipandang dari aspek yang benar (sahih). Ada yang berpendapat bahwa
logika adalah ilmu dalam lingkungan filsafat yang membahas prinsip-prinsip dan hukum-
hukum penalaran yang tepat. Ada juga yang menandaskan bahwa logika adalah ilmu
pengetahuan (science) tetapi sekaligus merupakan kecakapan atau keterampilan yang
merupakan seni (art) untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Dalam hal ini, ilmu
mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui, sedangkan kecakapan atau
keterampilan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam
tindakan. Selain itu, ada juga ahli yang berpendapat bahwa logika adalah teknik atau metode
untuk meneliti ketepatan berpikir. Jadi logika tidak terlihat selaku ilmu, tetapi hanyalah
merupakan metode. Ada pula yang mengatakan bahwa logika adalah ilmu yang
mempersoalkan prinsip-prinsip dan aturan-aturan penalaran yang sahih (valid).

Dalam bukunya Introduction to Logic, Irving M. Copi mendefinisikan logika sebagai


suatu studi tentang metode-metode dan prinsip-prinsip yang digunakan dalam membedakan
penalaran yang tepat dari penalaran yang tidak tepat (Copi, 1976: 3). Dengan menekankan
pengetahuan tentang metode-metode dan prinsip-prinsip, definisi ini hendak menggarisbawahi
pengertian logika semata-mata sebagai ilmu. Definisi ini tidak bermaksud mengatakan bahwa
seseorang dengan sendirinya mampu bernalar atau berpikir secara tepat jika ia mempelajari
logika. Namun, di lain pihak, harus diakui bahwa orang yang telah mempelajari logika–jadi
sudah memiliki pengetahuan mengenai metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir–
mempunyai kemungkinan lebih besar untuk berpikir secara tepat ketimbang orang yang sama
sekali tidak pernah berkenalan dengan prinsip-prinsip dasar yang melandasi setiap kegiatan
penalaran. Dengan ini hendak dikatakan bahwa suatu studi yang tepat tentang logika tidak
hanya memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan mengenai metode-metode dan
prinsip-prinsip berpikir tepat, melainkan juga membuat orang yang bersangkutan mampu
berpikir sendiri secara tepat dan kemudian mampu membedakan penalaran yang tepat dari
penalaran yang tidak tepat. Ini semua menunjukkan bahwa logika tidak hanya merupakan suatu
ilmu (science), tetapi juga suatu seni (art). Dengan kata lain, logika tidak hanya menyangkut
soal pengetahuan, melainkan juga soal kemampuan atau keterampilan. Kedua aspek ini
berkaitan erat satu sama lain. Pengetahuan mengenai metode-metode dan prinsip-prinsip
berpikir harus dimiliki bila seseorang ingin melatih kemampuannya dalam berpikir;
sebaliknya, seseorang hanya bisa mengembangkan keterampilannya dalam berpikir bila ia
sudah menguasai metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir.
Namun, sebagaimana sudah dikatakan, pengetahuan tentang metode-metode dan
prinsip-prinsip berpikir tidak dengan sendirinya memberikan jaminan bagi seseorang dapat
terampil dalam berpikir. Keterampilan berpikir itu harus terus-menerus dilatih dan
dikembangkan. Untuk itu, mempelajari logika, khususnya logika formal secara akademis
sambil tetap menekuni latihan-latihan secara serius, merupakan jalan paling tepat untuk
mengasah dan mempertajam akal budi. Dengan cara ini, seseorang lambat-laun diharapkan
mampu berpikir sendiri secara tepat dan, bersamaan dengan itu, mampu pula mengenali setiap
bentuk kesesatan berpikir, termasuk kesesatan berpikir yang dilakukannya sendiri.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, logika merupakan (1) pengetahuan tentang
kaidah berpikir, (2) jalan pikiran yang masuk akal. Menurut Munir Fuadi logika berfungsi
sebagai suatu metode untuk meneliti kebenaran atau ketepatan dari suatu penalaran, sedangkan
penalaran adalah suatu bentuk pemikiran. Kelsen memandang ilmu hukum adalah pengalaman
logikal suatu bahan di dalamnya sendiri adalah logikal . Ilmu hukum adalah semata-mata hanya
ilmu logikal. Ilmu hukum adalah bersifat logikal sistematikal dan historikal dan juga
sosiologikal.

Logika dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa aspek atau sudut pandang. Di


antaranya ialah berdasarkan sumber dari mana pengetahuan logika diperoleh, sejarah
perkembangan, bentuk dan isi argumen, dan proses atau tata cara penyimpulan.

Dapat dikatakan bahwa pengertian dari logika hukum (legal reasoning) adalah penalaran
tentang hukum yaitu pencarian “reason” tentang hukum atau pencarian dasar tentang
bagaimana seorang hakim memutuskan perkara/ kasus hukum, seorang pengacara
mengargumentasikan hukum dan bagaimana seorang ahli hukum menalar hukum.
Logika hukum dikatakan sebagai suatu kegiatan untuk mencari dasar hukum yang
terdapat di dalam suatu peristiwa hukum, baik yang merupakan perbuatan hukum (perjanjian,
transaksi perdagangan, dll) ataupun yang merupakan kasus pelanggaran hukum (pidana,
perdata, ataupun administratif) dan memasukkannya ke dalam peraturan hukum yang ada.
Logika hukum berfungsi sebagai suatu metode untuk meneliti kebenaran atau ketepatan
dari suatu penalaran, sedangkan penalaran adalah suatu bentuk dari pemikiran. Penalan
tersebut bergerak dari suatu proses yang dimulai dari penciptaan konsep (conceptus), diikuti
oleh pembuatan pernyataan (propositio),kemudian diikuti oleh penalaran (ratio cinium,
reasoning)
Bagi para hakim logika hukum ini berguna dalam mengambil pertimbangan untuk
memutuskan suatu kasus. Sedangkan bagi para praktisi hukum logika hukum ini berguna untuk
mencari dasar bagi suatu peristiwa atau perbuatan hukum dengan tujuan untuk menghindari
terjadinya pelanggaran hukum di kemudian hari dan untuk menjadi bahan argumentasi apabila
terjadi sengketa mengenai peristiwa ataupun perbuatan hukum tersebut. Bagi para penyusun
undang-undang dan peraturan, logika hukum ini berguna untuk mencari dasar mengapa suatu
undang-undang disusun dan mengapa suatu peraturan perlu dikeluarkan. Sedangkan bagi
pelaksanan, logika hukum ini berguna untuk mencari pengertian yang mendalam tentang suatu
undang-undang atau peraturan agar tidak hanya menjalankan tanpa mengerti maksud dan
tujuannya.

2. Kegunaan dan Manfaat Logika

Setidaknya ada empat kegunaan dengan belajar logika, yaitu:


1. membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis,
lurus, tertib, metodis, dan koheren;
2. meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif
3. menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri
4. meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kekeliruan serta kesesatan.

Selanjutnya dikatakan bahwa bagi ilmu pengetahuan, logika merupakan suatu keharusan.
Tidak ada ilmu pengetahuan yang tidak didasarkan pada logika. Ilmu pengetahuan tanpa logika
tidak akan pernah mencapai kebenaran ilmiah. Sebagaimana dikemukakan oleh Aristoteles,
bapak logika, yaitu logika benar-benar merupakan alat bagi seluruh ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu pula, barang siapa mempelajari logika, sesungguhnya ia telah menggenggam master
key untuk membuka semua pintu masuk ke berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Di samping kegunaan di atas, Surajiyo, dkk. (2009:15) mengemukakan bahwa logika juga
dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis. Dari segi kemanfaatan teoritis, logika
mengajarkan tentang berpikir sebagaimana yang seharusnya (normatif) bukan berpikir
sebagaimana adanya seperti dalam ilmu-ilmu positif (fisika, psikologi, dsb.). Dari segi
kemanfaatan praktis, akal semakin tajam/kritis dalam mengambil putusan yang benar dan
runtut (consisten).

3. Pembagian Logika

1.) Logika makna luas dan logika makna sempit


Menurut John C Cooley, The Liang Gie membagi logika dalam arti yang luas dan dalam
arti yang sempit. Dalam arti yang sempit, istilah dimaksud dipakai searti dengan logika
deduktif atau logika formal, sedangkan arti yang lebih luas, pemakaiannya mencakup
kesimpulan dari berbagai bukti dan bagaimana system-sistem penjelasan disusun dalam ilmu
alam serta meliputi pula pembahasan mengenai logika itu sendiri.
Dalam arti luas, logika juga dapat dipakai untuk menyebut tiga cabang filsafat sekaligus,
seperti yang pernah dilakukan oleh piper dan ward berikut ini.
a. Asas paling umum mengenai pembentukan pengertian, inferensi, dan tatanan (logika
formal atau logika simbolis)
b. Sifat dasar dan syarat pengetahuan, terutama hubungan antara budi dengan objek yang
diketahui, ukuran kebenaran, dan kaidah-kaidah pembuktian (epistemology).
c. Metode-metode untuk mendapatkan pengetahuan dalam penyelidikan ilmiah
(metodologi)

2.) Logika deduktif dan logika induktif


Logika deduktif adalah ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang bersifat
deduktif, yakni suatu penalaran yang menurunkan kesimpulan sebagai keharusan dari pangkal
pikirnya sehiingga bersifat betul menurut bentuknya saja. Dari logika jenis ini yang terutama
ditelaah yaitu bentuk dari bekerjanya akal, keruntutannya, serta kesesuaiannya dengan
langkah-langkah san aturan yang berlaku sehingga penalaran yang terjadi adalah tepat dan sah.
Logika induktif merpakan suagam atu ragam logika yang mempelajari asas penalaran yang
betul dari sejumlah sesuatu yang khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat
boleh jadi.penalaran yang demikian ini digolongkan sebagai induksi. Induksi adalah bentuk
penalaran atau enyimpulan yang berdasarkan pengamatan terhadap sejumlah hal kecil, atau
anggota suatu himpunan, untuk tiba pada suatu kesimpulan yang diharapkan berlaku umum
untuk semua hal, atau seluruh anggota himpunan itu, tetapi yang kesimpulan sesungguhnya
hanya bersifat boleh jadi saja.

3.) Logika formal dan logika material


Mellone menyatakan bahwa logika deduktif disebut juga logika formal, sedangkan logika
induktif kadang-kadang disebut logika material. Pernyataan ini tidak sepenuhnya tepat karena
menurut Fisk, logika formal hanyalah suatu bagian dari logika deduktif, yakni bagian yang
bertalian dengan perbincangan-perbincangan yang sah menurut bentuknya bukan menurut
isinya. (The Liang Gie, 1980).
Logika formal mempelajari asas, aturan atau hokum-hukum yang berpikir yang harus ditaati,
agar orang dapat berpikir dengan benar dan mencapai kebenaran. Logika material mempelajari
langsung pekerjaan akal, serta menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya dengan
kenyataan praktis yang sesungguhnya. Logika material mempelajari sumber-sumber dan
asalnya pengetahuan, alat-alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya
merumuskan metode ilmu pengetahua itu.
Logika formal dinamakan orang dengan logika minor, sedangkan logika material dinamakan
orang logika mayor. Apa yang sekarang disebut logika formal adalah ilmu yang mengandung
kumpulan kaidah-kaidah cara berpikir untuk mencapai kebenaran.

4.) Logika murni dan logika terapan


Menurut Leonard, logika murni (pure logic) adalah ilmu tentang efek terhadap arti dari
pernyataan dan sebagai akibatnya terhadap kesahan dari pembuktian tentang semua bagian dan
segi dari pernyataan dan pembuktian kecuali arti-arti tertentu dari istilah yang termuat di
dalamnya. (The Liang Gie,1980)
Logika murni merupakan suatu pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yan berlaku
umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan tanpa mempersoalkan arti khusus dalam
sesuatu cabang ilmu dari istilah yang dipakai dalam pernyataan dimaksud.
Logika terpaan adalah pengetahuan logika yang diterpkan dalam setiap cabang ilmu, bidang
filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang mempergunakan bahasa sehari-hari. Apabila sesuatu
ilmu menggunakan asas dan aturan logika bagi istilahdan ungkapannya yang mempunyai
pengertian khusus dalam bidangnaya sendiri, ilmu tersebut sebenarnya telah mempergunakan
sesuatu logika terapan dan ilmu yang bersangkutan, seperti logika ilmu hayat bagi biologi, dan
logika sosiologi bagi sosiologi.

5.) Logika filsafati dan logika matematik


Logika filsafati dapat digolongkan sebagai suatu ragam atau bagian logika yang masih
berhubungan erat dengan pembahasan dalam bidang filsafat, misalnya logika kewajiban
dengan etika atau logika arti dengan metafisika. Adapun logika matematik merupakan suatu
ragam logika yang menelaah penalaran yang benar dengan menggunakan metode matematik
serta bentuk lambing yang khusus dan cermat untuk menghindarkan makna ganda atau
kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa. (The Liang Gie dan Suhartoyo Hardjosatoto, dan
Endang Daruni Asdi, 1980, hlm. 35-46)

4. Hubungan antara Logika Hukum dengan Kepastian Hukum

- Kepastian Hukum
Kepastian merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma
hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak dapat lagi
digunakan sebagai pedoman perilaku bagi setiap orang. Kepastian sendiri disebut sebagai salah
satu tujuan dari hukum. Apabila dilihat secara historis, perbincangan mengenai kepastian
hukum merupakan perbincangan yang telah muncul semenjak adanya gagasan pemisahan
kekuasaan dari Montesquieu.

Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena


keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Keteraturan menyebabkan orang dapat
hidup secara berkepastian sehingga dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang diperlukan dalam
kehidupan bermasyarakat.

- Pendapat mengenai kepastian hukum dikemukakan pula oleh Jan M. Otto sebagaimana
dikutip oleh Sidharta yaitu bahwa kepastian hukum dalam situasi tertentu mensyaratkan
sebagai berikut :
1 Tersedia aturan-aturan hukum yang jelas atau jernih, konsisten dan mudah diperoleh
(accesible), yang diterbitkan oleh kekuasaan negara;
2 Bahwa instansi-instansi penguasa (pemerintahan) menerapkan aturan-aturan hukum tersebut
secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya;
3 Bahwa mayoritas warga pada prinsipnya menyetujui muatan isi dan karena itu menyesuaikan
perilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut;
4 Bahwa hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak menerapkan aturan-aturan
hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka menyelesaikan sengketa hukum; dan
5 Bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.

Kelima syarat yang dikemukakan Jan M. Otto tersebut menunjukkan bahwa kepastian
hukum dapat dicapai jika substansi hukumnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Aturan
hukum yang mampu menciptakan kepastian hukum adalah hukum yang lahir dari dan
mencerminkan budaya masyarakat. Kepastian hukum yang seperti inilah yang disebut dengan
kepastian hukum yang sebenarnya (realistic legal certainly), yaitu mensyaratkan adanya
keharmonisan antara negara dengan rakyat dalam berorientasi dan memahami sistem hukum.

Dari uraian-uraian mengenai kepastian hukum di atas, maka kepastian dapat


mengandung beberapa arti, yakni adanya kejelasan, tidak menimbulkan multitafsir, tidak
menimbulkan kontradiktif, dan dapat dilaksanakan. Hukum harus berlaku tegas di dalam
masyarakat, mengandung keterbukaan sehingga siapapun dapat memahami makna atas suatu
ketentuan hukum. Hukum yang satu dengan yang lain tidak boleh kontradiktif sehingga tidak
menjadi sumber keraguan. Kepastian hukum menjadi perangkat hukum suatu negara yang
mengandung kejelasan, tidak menimbulkan multitafsir, tidak menimbulkan kontradiktif, serta
dapat dilaksanakan, yang mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara sesuai
dengan budaya masyarakat yang ada

- Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan perundang-undangan


dibuat dan diundangkan secara pasti, karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas
dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multitafsir), dan logis dalam artian
menjadi suatu sistem norma dengan norma lain, sehingga tidak berbenturan atau
menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian
peraturan perundang-undangan dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma, atau
distorsi norma.
Ada dua macam pengertian kepastian hukum, yaitu kepastian hukum oleh karena hukum,
dan kepastian hukum dalam atau dari hukum. Hukum yang berhasil menjamin banyak
kepastian hukum dalam masyarakat adalah hukum yang berguna. Kepastian hukum oleh karena
hukum memberi dua tugas hukum yang lain, yaitu menjamin keadilan hukum serta hukum
harus tetap berguna; sedangkan kepastian hukum dalam hukum tercapai, apabila hukum
tersebut sebanyak-banyaknya undang-undang. Dalam undang-undang tersebut tidak terdapat
ketentuan-ketentuan yang bertentangan (undang-undang berdasarkan suatu sistem yang logis
dan praktis). Undang-undang dibuat berdasarkan rechtswerkelijkheid (keadaan hukum yang
sungguh-sungguh) dan dalam undang-undang tersebut tidak terdapat istilah-istilah yang dapat
ditafsirkan secara berlain-lainan.

Dalam prakteknya, apabila kepastian hukum dikaitkan dengan keadilan hukum, maka akan
kerap kali tidak sejalan satu sama lain. Adapun hal ini dikarenakan di satu sisi tidak jarang
kepastian hukum mengabaikan prinsip-prinsip keadilan hukum, sebaliknya tidak jarang pula
keadilan hukum mengabaikan prinsip-prinsip kepastian hukum. Apabila dalam prakteknya
terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan hukum, maka keadilan hukum yang
harus diutamakan. Alasannya adalah, bahwa keadilan hukum pada umumnya lahir dari hati
nurani pemberi keadilan, sedangkan kepastian hukum lahir dari suatu yang konkrit.

Persoalan logika hukum dengan sebuah metode dan penerapan penemuan hukum oleh
hakim, baik melalui penafsiran hukum atau konstruksi hukum merupakan persoalan yang
penting dalam penegakan hukum di Indonesia dewasa ini. Perkembangan-perkembangan
terakhir dalam metode penemuan hukum sangat dibutuhkan oleh para hakim di negeri yang
sedang berjuang keras untuk kembali menegakkan rule of law melalui sarana penegakan
hukum (law enforcement). Penguasaan terhadap metode mutakhir penemuan hukum
mempunyai peran esensial untuk mendukung para hakim mewujudkan keadilan, kemanfaatan,
dan kepastian hukum secara optimal.

Kepesatan perkembangan pendekatan pasif diperlihatkan oleh lebih dulunya peristiwa-


peristiwa hukum yang menuntut kepastian ketimbang hukumnya sendiri, karena interpretasi
nas mungkin berbeda. Pemecahan-pemecahannya mudah sekali diucapkan tetapi sulit sekali
dirumuskan. Pendekatan logika pasif berprinsip bahwa segala sesuatu yang tidak bertentangan
dengan hukum Islam itu berarti hukum Islam.
Adanya logika hukum dapat memberikan keselarasan para yuris dalam menafsirkan hukum
dan melakukan penalaran terhadap suatu persoalan hukum. Hal ini secara tidak langsung juga
akan membantu mewujudkan adanya kepastian hukum.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Logika hukum (legal reasoning) adalah penalaran tentang hukum yaitu pencarian “reason”
tentang hukum atau pencarian dasar tentang bagaimana seorang hakim memutuskan perkara/
kasus hukum, seorang pengacara mengargumentasikan hukum dan bagaimana seorang ahli
hukum menalar hukum. kepastian dapat mengandung beberapa arti, yakni adanya kejelasan,
tidak menimbulkan multitafsir, tidak menimbulkan kontradiktif, dan dapat dilaksanakan.
Dalam tujuan logika, metode-metode bagaimana mengkonstruksikan argumen kita sendiri
dan juga bagaimana menganalisa argumen orang lain, argumen disini bukanlah perdebatan
sengit penuh emosi tetapi pada logika argumen yang di maksud adalah pertanyaan-pertanyaan
yang di sebut premis yang bertujuan untuk mendukung, menjelaskan, memberi alasan terhadap
pernyataan akhir yang di sebut kesimpulan.
Adanya logika hukum dapat memberikan keselarasan para yuris dalam menafsirkan hukum
dan melakukan penalaran terhadap suatu persoalan hukum. Hal ini secara tidak langsung juga
akan membantu mewujudkan adanya kepastian hukum.

B. SARAN

Dalam menggunakan logika hukum dalam melakukan penalaran terhadap persoalan hukum
agar menciptakan kepastian hukum bagi masyarakat dan Kepastian hukum hendaknya
memberikan perlindungan bagi setiap subjek hukum.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mujahiddin. 2013. Logika Hukum.


https://cakimppcii.wordpress.com/2013/08/31/logika-hukum/

Bisdan Sigalingging. 2014. Kepastian Hukum.


http://bisdan-sigalingging.blogspot.com/2014/10/kepastian-hukum.html.

La Jaudi. 2013. Argumentasi Tentang Penerapan Tiga Nilai dasar Hukum Dalam Masyarakat.
http://lajaudi.blogspot.com/2013/04/argumentasi-tentang-penerapan-tiga.html.

Memahami Kepastian (dalam) Hukum. http://ngobrolinhukum.com/2013/02/05/memahami-


kepastian-dalam-hukum/.

Poedjawijatna. 1984. Logika Filsafat Berpikir. Jakarta: Bina Akasara.

Anda mungkin juga menyukai