22
Pemanfaatan bioteknologi berbasis mikroorganisme guna mendukung ..... (Ikhsan Khasani)
pertama dalam rantai makanan (food chain) dan berperan mikroorganisme yang banyak dipelajari adalah dalam hal
penting dalam siklus unsur-unsur (biogeochemical cycles), bioremediasi, biokontrol, pengayaan nutrisi pakan, dan
seperti siklus C, N, P, O, dan unsur lainnya (Atlas & Bartha, pakan alami.
1998; Maier et al., 2000), sekaligus beberapa di antaranya
bersifat patogenik bagi ikan (Noga, 2000; Irianto, 2005). Bioremediasi
Berdasarkan kemampuannya dalam merombak bahan Bioremediasi didefinisikan sebagai proses penguraian
organik dan anorganik melalui reaksi enzimatis, maka limbah organik atau polutan secara biologi dalam kondisi
melalui penerapan bioteknologi berbasis mikroorgansme terkendali (Eweis, 1989). Penguraian senyawa kontaminan
limbah pertanian dan air buangan diolah menjadi bahan tersebut melibatkan mikroorganisme (bakteri, khamir,
yang lebih bermanfaat dan dimanfaatkan sebagai alga, dan fungi). Perbaikan kualitas air, seperti penurunan
substrat untuk memproduksi enzim (Fardiaz, 1989). kandungan amonia dan nitrit, dapat dilakukan dengan
Selain memiliki peranan positif, ternyata keberadaan memanfaatkan kemampuan mikroorganisme, yang dikenal
mikroorganisme di lingkungan akuatik juga seringkali pula sebagai bioremediasi (Devaraja et al., 2002; Lante &
menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan organisme Haryanti, 2006; Widiyanto 2006). Salah satu metode yang
lainnya, termasuk manusia. Kontaminasi bakteri dan banyak digunakan untuk memperbaiki kualitas air adalah
mikroalga pada air minum, air sumur, dan air sungai dengan mengalirkan air bekas budidaya ke bak pengolah
merupakan salah satu penyebab munculnya berbagai limbah. Bak pengolah limbah budidaya ikan umumnya
masalah seperti bau, perubahan warna, penyumbatan pipa- dilengkapi dengan filter biologi yang dikondisikan dapat
pipa, dan beberapa penyakit seperti kolera dan disentri. memacu perkembangan bakteri nitrifikasi. Sistem
Bakteri Vibrio cholerae merupakan salah satu jenis bakteri resirkulasi seperti nampak pada Gambar 1, merupakan
yang sering menyebabkan kolera di samping beberapa gambaran sistem pengolahan limbah budidaya ikan yang
jenis yang lain (Bockemuhl et al., 1986). Jenis bakteri melibatkan mikroorganisme. Beberapa jenis bakteri
patogen lainnya adalah Salmonella spp. yang merupakan nitrifikasi, seperti Nitrosomonas dan Nitrobacter, mampu
bakteri dominan pada air yang tercemar (Moringo et mendegradasi amonia menjadi nitrit dan selanjutnya
al., 1986). Pada lingkungan budidaya perikanan, menjadi nitrat (Chia-Fuang Tsai, 1989; Ruiz et al., 1994;
mikroorganisme juga kerapkali menginfeksi ikan atau Verschuere et al., 2000).
udang yang dipelihara atau dengan kata lain menjadi Nitrifikasi merupakan salah satu tahapan penting pada
penyebab munculnya penyakit yang dapat menimbulkan siklus nitrogen di alam (Atlas & Bartha, 1998; Bothe et
kematian ikan dan kegagalan usaha budidaya (Yuasa et al., al., 2000; Beaumont et al., 2002; Nemergut & Schmidt,
2003; Supriyadi, 2005). 2002). Perombakan nitrogen organik oleh mikro-
Melihat besarnya peranan mikroorganisme dalam organisme menghasilkan senyawa amonia (NH4+ dan NH3),
lingkungan akuatik, tentunya menuntut bagi manusia yang selanjutnya akan mengalami oksidasi menjadi
untuk mampu mengetahui seluk-beluk kehidupan
mikroorganisme baik secara morfologis, fisiologis,
genetik maupun keanekaragamannya, sehingga dapat
diambil langkah dalam mengoptimalkan kemampuan
mikroorganisme tersebut bagi peningkatan kesejahteraan
hidup manusia dan sekaligus mengendalikan potensi
negatif yang dimilikinya. Dalam tulisan ini akan diuraikan
beberapa peran positif penting mikroorganisme bagi
pengembangan akuakultur.
PERAN MIKROORGANISME PADA AKUAKULTUR
Benih unggul, kualitas air sebagai tempat hidup dan
berkembang ikan, kualitas dan jumlah pakan yang
diberikan merupakan aspek-aspek utama yang men-
dukung keberhasilan akuakultur. Pada dua aspek tersebut,
yaitu kualitas air dan pakan, mikroorganisme memegang Gambar 1. Sistem resirkulasi, dilengkapi tangki filter
peranan sangat vital sehingga karakter dan sifatnya biologis berbahan bio-ball sebagai media
senantiasa dikaji secara mendalam. Beberapa peran penempelan mikroorganisme
23
Media Akuakultur Volume 5 Nomor 1 Tahun 2010
senyawa nitrat (NO3-), dengan terlebih dahulu menjadi Salah satu lingkungan budidaya yang memiliki
senyawa nitrit (NO2-) dalam proses yang disebut nitrifikasi karakteristik kandungan senyawa amonia dan nitrit cukup
(Madigan et al., 1997; Beaumont et al., 2002). Bakteri dari tinggi adalah lingkungan kegiatan pembenihan ikan dan
famili Nitrobacteriaceae merupakan kelompok mikro- udang (Aquacop, 1983; Yakoeb, 1989; New & Valenti,
organisme yang dominan dalam proses nitrifikasi (Atlas 2004). Untuk mengatasi dampak negatif kandungan
& Bartha, 1998; Bothe et al., 2000; Nemergut & Schmidt, senyawa amonia dan nitrit yang tinggi pada kegiatan
2002). pembenihan dapat diterapkan pembenihan sistem
Bakteri nitrifikasi kemolitotrofik gram-negatif, seperti resirkulasi (Aquacop, 1983; New, 2002). Pembenihan
Nitrosomonas, Nitrosococcus, Nitrobacter, Nitrococcus, sistem resirkulasi dioperasikan dengan memanfaatkan
Nitrospira merupakan bakteri nitrifikasi utama di alam kerja biofilter, yang bertumpu pada aktivitas bakteri
(Holt et al., 1994; Schramm et al., 1998; Roberts & Lewis, nitrifikasi (Yongjiu Cai & Summerfelt, 1992; Summerfelt
2001; Pelczar & Chan, 2005). Namun demikian, et al., 2001), sehingga amonia dari kotoran larva dan sisa
pertumbuhan bakteri nitrifikasi kemolitotrof sangat pakan dioksidasi menjadi nitrit, selanjutnya menjadi
lambat dan mudah tertekan oleh kehadiran bakteri nitrat (Yakoeb, 1989; Mallasen & Valenti, 2006). Efektivitas
heterotrof, sehingga relatif sulit untuk diisolasi dalam biofilter dipengaruhi oleh jenis dan kelimpahan bakteri
kondisi murni dan dipelihara dalam waktu lama (Lewis & yang tumbuh, sehingga pada sistem biofilter yang baru
Premer, 1958; Bothe et al., 2000; Roberts & Lewis, 2001). dioperasikan diperlukan waktu yang cukup lama, 4-6
Beberapa bakteri heterotrof, seperti Alcaligenes sp., minggu, agar biofilter tersebut dapat berfungsi dengan
Arthrobacter sp., dan Pseudomonas sp. juga diketahui baik (Sumerfelt et al., 2001). Salah satu upaya untuk
berperan dalam proses nitrifikasi (Castignetti & Holocher, mempercepat waktu aktivasi biofilter adalah dengan
1984; Schimel et al., 1984; Nemergut & Schmidt, 2002; menambahkan bakteri bioremediasi ke dalam biofilter
Widiyanto, 2006). Bakteri nitrifikasi heterotrof memiliki (Mishra et al., 2001; Plaza et al., 2001).
laju pertumbuhan lebih cepat, dengan waktu generasi 8- Efektivitas penggunaan bakteri untuk meningkatkan
10 jam, dibandingkan bakteri nitrifikasi autotrof, yang kualitas air limbah pemeliharaan ikan atau udang sangat
memiliki waktu generasi 24-48 jam (Golz, 1995; Brune et dipengaruhi oleh jenis bakteri yang digunakan (Moriarty,
al., 2003). Beberapa jenis bakteri heterotrof mampu 1999; Verschuere et al., 2000; Suprapto, 2005). Hal
mengoksidasi amonia menjadi biomassa sel, tanpa tersebut, karena kehidupan bakteri sangat dipengaruhi
menghasilkan senyawa nitrit (Maier et al., 1999; Brune et oleh lingkungan (Atlas & Bartha, 1998). Populasi bakteri
al., 2003). Sifat fisiologis tersebut merupakan salah satu pada lingkungan dengan kandungan nutrien dan fisika-
faktor yang mendorong adanya penelitian terhadap bakteri kimia berbeda, secara umum akan berbeda pula (Madigan
nitrifikasi heterotrof (Schimel et al., 1984; Widiyanto, et al., 1997). Hal lain yang perlu dicermati adalah bahwa
2006). mikroorganisme sangat sensitif terhadap perubahan suhu,
Kemampuan bakteri nitrifikasi dalam mengoksidasi pH, keberadaan senyawa toksik, konsentrasi senyawa
senyawa amonia dan nitrit, yang bersifat toksik bagi kontaminan, kelembaban, konsentrasi nutrien, dan kadar
organisme akuatik, telah dikaji cukup mendalam (Akbar, oksigen (Eweis et al., 1998). Berdasarkan sifat
2003; Titah & Slamet, 2004; Taufik et al., 2005; Widiyanto, mikroorganisme tersebut, maka penggunaan bakteri asli
2006). Salah satu tujuan dari kajian tersebut adalah upaya (indigenos) dari habitat kolam, tambak, dan bak fillter
mengatasi dampak negatif dari amonia (NH3) dan nitrit limbah diprediksi mempunyai potensi yang lebih baik
pada habitat perairan, khususnya perairan budidaya ikan. dalam mengoksidasi senyawa amonia dari air limbah
Pada sistem budidaya ikan secara intensif, penggunaan budidaya. Hal tersebut disebabkan bakteri indigenos
pakan buatan dengan kandungan protein tinggi berisiko memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik daripada
meningkatkan kandungan amonia dan nitrit, yang bakteri yang diperoleh dari habitat lain, sehingga
berdampak pada pertumbuhan ikan yang lambat, dan kemampuannya lebih stabil (Isnansetyo, 2005).
seringkali menyebabkan kematian (Boyd, 1990; Cheng et Teknologi terkini guna mengatasi problem limbah
al., 2003; Foss et al., 2003; Mallasen & Valenti, 2005). organik pada sistem budidaya ikan intensif, sekaligus
Keberadaan nitrat juga perlu diantisipasi, karena melalui meningkatkan produktivitas lahan budidaya adalah dengan
reaksi denitrifikasi senyawa tersebut dapat berubah menerapkan sistem heterotrof atau dikenal pula dengan
menjadi nitrit kembali. Reduksi nitrat dari perairan dapat istilah teknologi Biofloc (Anvimelech, 2007). Pencegahan
dilakukan melalui inokulasi bakteri Spirulina platensis, akumulasi limbah nitrogen (NH4, NO2) yang dihasilkan dari
kelompok cyanobacterium, (Chuntapa et al., 2003). sisa pakan dan feses ikan dilakukan dengan memanfaatkan
24
Pemanfaatan bioteknologi berbasis mikroorganisme guna mendukung ..... (Ikhsan Khasani)
populasi bakteri heterotrof, yang dipertahankan dengan musuh alami tersebut harus dilakukan rekayasa
cara mempertahankan C/N rasio di atas 10 dengan lingkungan, seperti manipulasi suhu dan nutrisi bak atau
penambahan sumber karbon organik, seperti molase dan kolam, sehingga sistem akuakultur dapat terus berlanjut.
pati. Melalui penerapan sistem tersebut, diharapkan Penambahan bahan organik atau sumber karbon melalui
limbah yang dibuang dari kegiatan budidaya dapat pemupukan kolam dengan pupuk organik atau pupuk
diminimalkan (zero waste aquaculture). hayati merupakan upaya untuk memacu perkembangan
mikroba yang antagonistik terhadap patogen (Maeda,
Pengendalian Hayati (Bio-control) 1999). Selanjutnya Maeda (1999) menyatakan bahwa
Pengendalian hayati (Bio control) pada dasarnya adalah kesehatan ikan baik di kolam budidaya maupun di perairan
usaha untuk memanfaatkan dan menggunakan musuh alami sangat tergantung pada tingkat resisten alamiah
alami sebagai pengendali populasi hama yang merugikan. terhadap serangan mikroorganisme, dan keseimbangan
Pengendalian hayati sangat dilatarbelakangi oleh berbagai biologis antara mikroorganisme yang menguntungkan
pengetahuan dasar ekologi, terutama teori tentang dengan mikroorganisme yang merugikan di ekosistem
pengaturan populasi oleh pengendali alami dan tersebut. Jadi, dapat diartikan bahwa keberadaan mikroba
keseimbangan ekosistem. Musuh alami dalam fungsinya positif dan mikroba negatif (merugikan) di lingkungan
sebagai pengendali hama bekerja secara selektif akuatik secara langsung berdampak pada pertumbuhan
tergantung kepadatan, sehingga keefektifannya ikan (Maeda, 1999).
ditentukan pula oleh kehidupan dan perkembangan hama Sampai saat ini pengendalian penyakit dalam kegiatan
yang bersangkutan. Ketersediaan lingkungan yang cocok budidaya ikan atau udang di Indonesia lebih tertumpu
bagi perkembangan musuh alami merupakan prasarat akan pada penggunaan disinfektan dan antibiotik meskipun
keberhasilan pengendalian hayati. Perbaikan teknologi tingkat keberhasilannya relatif kecil (Subasinghe, 1977
introduksi, mass rearing dan pelepasan di lapangan akan dalam Irianto, 2003). Penggunaan antibiotik yang tidak
mendukung dan meningkatkan fungsi musuh alami bijaksana telah meningkatkan kekhawatiran terhadap
(Untung, 1995). produk perikanan dan kesehatan manusia. Beberapa
Pengendalian hayati dalam bidang hama dan penyakit negara maju yang merupakan negara pengimpor produk
tanaman sudah dirintis sejak lama. Beberapa aspek yang perikanan Indonesia secara tegas melarang masuknya
terkait dalam pengendalian sistem terpadu seperti produk perikanan yang mengandung residu antibiotik.
penggunaan agen predator, antagonis, parasit, patogen, Murdjani (2004) menyatakan bahwa di era globalisasi
virus, pemakaian materi organik, pembentukan benih pemasaran produk ke pasar internasional harus memenuhi
resisten, imunisasi atau vaksinasi dengan penggunaan beberapa kriteria, di antaranya adalah tidak mengandung
patogen yang tidak ganas (hyphovirulent), penggunaan residu antibiotik, pestisida serta bahan kimia lain. Hal
bahan kimia selektif, penggunaan senyawa sida bahan tersebut merupakan sinyal bagi kita untuk secara bertahap
alam, pengaturan kondisi fisik seperti pengaturan pH, meninggalkan penggunaan antibiotik menuju sistem
penanaman bergilir (rotasi) dan pengeringan (Yusriadi, pengendalian penyakit yang lebih ramah lingkungan dan
1997). Banyak keberhasilan telah dicapai dalam dunia kesehatan, melalui konsep biokontrol.
‘pengendalian hayati’, baik dalam skala laboratorium Dinyatakan oleh Austin & Austin (1999) dan Maeda
maupun dalam aplikasi di lapangan. Dari aspek (1999) bahwa kontrol biologis, salah satunya adalah
pengendalian menggunakan agensia mikroba, berbagai dengan aplikasi probiotik, merupakan strategi
isolat antagonist terutama bakteri, aktinomiset, dan pengendalian penyakit ikan yang prospektif. Secara
jamur telah teridentifikasi dan teruji potensinya. mendasar model kerja probiotik untuk pengendalian
Pada bidang akuakultur, pemanfaatan musuh alami hayati adalah melalui penghambatan populasi mikroba
sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekologis patogen melalui kompetisi dengan memproduksi
di bak atau kolam budidaya, karena dengan mengem- senyawa-senyawa antimikroba atau melalui kompetisi
balikan sumberdaya tersebut ke alam maka kualitas nutrisi dan tempat pelekatan di dinding intestinum, serta
lingkungan, terutama dasar kolam dapat dipertahankan. stimulasi imunitas melalui peningkatan kadar antibodi
Di alam, musuh alami dapat terus berkembang selama organisme akuatik atau aktivitas makrofag (Gram et al.,
nutrisi dan faktor-faktor lain, seperti suhu dan pH, sesuai 1999; Irianto, 2003). Beberapa senyawa yang dihasilkan
untuk pertumbuhannya. Proses pengendalian hayati pada oleh mikroba memiliki aktivitas imunostimulan pada
dasarnya mengacu pada ekologi alami sehingga untuk hewan akuatik, misalnya Lipo Poli Sakarida (LPS),
menciptakan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan peptidoglikan dan glukan. Penggunaan probiotik sebagai
25
Media Akuakultur Volume 5 Nomor 1 Tahun 2010
suplemen pakan ikan atau udang juga menunjukkan utama. Kandungan gizi pakan alami yang tinggi khususnya
aktivitas imunostimulasi, paling tidak terlihat dari asam amino dan enzim menjadikan keberadaanya sangat
aktivitas lisozim yang mampu merusak dinding sel bakteri mutlak diperlukan bagi tumbuh dan berkembang larva.
(Irianto, 2003). Widanarni (2004) melaporkan bahwa larva Berdasarkan karakter biologisnya pakan alami dapat
udang windu yang diberi pakan berupa artemia yang telah diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar, yaitu
diperkaya dengan probiotik (bakteri Vibrio alginolyticus) fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton merupakan
pertumbuhannya mengalami peningkatan dibandingkan jasad renik kelompok nabati yang memiliki kemampuan
kontrol yang tanpa pengkayaan. Dikatakan pula bahwa berfotosintesis sehigga disebut sebagai produsen primer
mekanisme kerja dari probiotik ini adalah melalui perairan, sedangkan zooplakton memegang peranan
perlindungan tubuh larva sehingga bakteri Vibrio harveyi sebagai konsemen primer, serta larva ikan merupakan
tidak mampu melekatkan diri melekatkan diri ke tubuh konsumen sekunder (Satyani et al., 2000 dalam
udang. Selain mampu menghambat bakteri lain, ternyata Pamungkas & Khasani, 2006).
bakteri tertentu juga mampu menghambat virus patogen
Keanekaragaman organisme renik yang dikenal sebagai
ikan dan udang (Maeda, 1999). Bakteri strain VKM-124,
pakan alami (life food) bagi larva ikan sangat besar dengan
Pseudoalteromonas undina, merupakan bakteri penghambat
ukuran yang bervariasi dari nannoplankton (10-9) sampai
vibrio dan secara luas digunakan pada akuakultur, ternyata
mikroplankton (10-6). Jenis pakan alami renik yang sudah
mampu menekan munculnya serangan Baculo-like viruses
dikenal luas dan banyak dibudidayakan secara massal di
dan Irido virus penyebab kerusakan epitel udang, Penaeus
panti-panti benih udang laut adalah: chlorella, an spirulina,
undina. Dilaporkan pula oleh Vaseeharan & Ramasamy
tetraselmis, chaetoceros, sedangkan jenis pakan alami
(2003), bahwa ekstrak sel Bacillus subtilis BT23 berpotensi
dengan ukuran lebih besar adalah rotifer (Brachionus sp.),
sebagai agen biokontrol patogen Vibrio harveyi, penyebab
Cladocera (Moina, Daphnia), dan Crustecea (Artemia).
penyakit black gill disease, yang diisolasi dari lingkungan
budidaya udang windu (Penaeus monodon). Pengembangan Di samping kelompok mikroorganisme tersebut di
sistem air plankton (green water) pada unit pembenihan atas, bakteri kini mulai dimanfaatkan sebagai pakan alami
udang windu juga dapat menekan populasi V. harveyi dalam akuakultur. Fenomena menarik mengenai
(Huervana et al., 2006). pemanfaatan bakteri sebagai komponen pakan alami
dinyatakan oleh Maeda (1999). Diinformasikan bahwa pada
Pakan Alami suatu sistem pembenihan yang menggunakan fitoalga
Salah satu kebutuhan larva yang harus tertangani secara sebagai pakan alami utama larva, sintasan benih udang,
maksimal adalah penyediaan pakan alami yang sesuai baik kepiting, dan ikan tidak berbeda nyata. Namun demikian,
nilai gizi, ukuran maupun karakter fisik lainnya. Pakan ketika spesies bakteri tertentu ditemukan bersama alga
alami merupakan organisme kecil yang memiliki peranan tersebut, ternyata tingkat sintasan benih meningkat
sangat besar dalam mendukung kehidupan larva ikan secara signifikan. Oleh karena itu, selanjutnya bakteri
karena merupakan makanan awal dan sebagai makanan tersebut dikultur bersama mikroalga sebagai pakan alami
26
Pemanfaatan bioteknologi berbasis mikroorganisme guna mendukung ..... (Ikhsan Khasani)
bagi larva ikan dan udang. Dalam kasus tersebut, lokal, jumlahnya berlimpah dan terjaga kontinuitasnya.
mikroorganisme berperan ganda, baik dalam hal kontrol Beberapa bahan baku pakan lokal yang mempunyai potensi
dominasi mikroorganisme patogen, menjaga kondisi sebagai bahan baku pakan alternatif adalah yang berasal
lingkungan budidaya, maupun sebagai pakan alami. dari limbah industri pertanian seperti bungkil kelapa sawit,
Dinyatakan pula oleh Schoyen et al. (2005), bahwa larva onggok singkong (Hadadi et al., 2007) dan limbah
salmon dapat menggunakan protein bakteria yang peternakan seperti isi rumen (Wizna et al., 2008).
mengalami lisis sebagai sumber nutrisi.
Berdasarkan analisis proksimat beberapa limbah
Pemanfaatan bakteri sebagai sumber nutrisi juga pertanian, sebagai bahan baku pakan ikan, masih
dikembangkan dalam konsep sistem heterotrof, yaitu didapatkan beberapa kelemahan. Bungkil kelapa sawit
memanfaatkan limbah nitrogen dari sisa pakan dan feses misalnya, memiliki keterbatasan nutrisi terutama
ikan, guna memacu perkembangan bakteri heterotrof. kandungan karbohidrat bukan pati (non-starch
Peningkatan C:N rasio air pemeliharaan di atas 10, dengan polysaccarides, NSP) yang tinggi di dalam dinding sel (Ng
menambahkan sumber C organik (seperti molase dan & Chen, 2002; Ginting & Krisnan, 2006). Laelasari &
tepung), akan mendorong perkembangan bakteri Purwadaria (2004) menyatakan bahwa bungkil kelapa sawit
heterotrof yang dikenal dengan bio-flock (Avnimelech, mempunyai faktor pembatas yaitu kandungan serat kasar
2007). Bio-flock merupakan sumber nutrisi bagi ikan-ikan yang cukup tinggi dan daya cerna yang rendah serta
penyaring (filter feeder) seperti nila, udang galah, udang mengandung zat anti nutrisi (Ng & Chen, 2004). Menurut
vaname, sehingga dapat menghemat biaya pakan dan Hadadi et al. (2007), kandungan serat kasar yang tinggi
mengatasi permasalahan limbah nitrogen (Brune et al., dan kualitas protein yang rendah pada bungkil sawit
2003; Crab et al., 2006; Azim & Little, 2008; Crab et. al., menyebabkan bahan baku tersebut perlu diolah lagi agar
2009). Meningkatnya produktivitas alami kolam secara dapat digunakan sebagai bahan baku pakan ikan. Salah
signifikan memperbaiki efisiensi pakan (feed conversion satu metode meningkatkan nilai nutrisi bahan pakan
ratio), sehingga biaya produksi dapat berkurang. Pesatnya adalah melalui fermentasi.
perkembangan budidaya ikan intensif yang dibarengi
penggunaan pakan buatan dalam jumlah besar berpotensi Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa
menghasilkan limbah organik dalam jumlah yang besar organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana
(Miller & Semmens, 2002). Hal tersebut tidak dapat dengan melibatkan mikroorganisme. Fermentasi pakan
dihindari karena ikan memanfaatkan hanya 20%-30% mampu mengurai senyawa kompleks menjadi sederhana
nutrien pakan, sedangkan sisanya dikeluarkan dari tubuh sehingga siap digunakan larva, dan sejumlah mikro-
ikan dan umumnya terkumpul dalam air (Brune, 2003). organisme diketahui mampu mensintesis vitamin dan
Menurut Craigh & Helfrich (2002), meskipun melalui asam-asam amino tertentu yang dibutuhkan oleh larva
manajemen yang sangat baik, pakan yang diberikan kepada hewan akuatik. Supriyati et al. (1999) menyatakan bahwa
ikan pasti akan menghasilkan limbah. Dari 100 unit pakan pada proses fermentasi terjadi reaksi di mana senyawa
yang diberikan kepada ikan, biasanya sekitar 10% tidak komplek diubah menjadi senyawa yang lebih sederhana
termakan (terbuang), 10% merupakan limbah padatan dengan membebaskan molekul air. Fermentasi dengan
(solid waste), dan 30% merupakan limbah cair (liquid waste) menggunakan kapang memungkinkan terjadinya
yang dihasilkan oleh ikan. perombakan komponen bahan yang sulit dicerna
menjadi lebih mudah dicerna, sehingga nilai nutrisinya
Peningkatan Mutu Pakan meningkat. Fermentasi asam laktat pada kedelai terbukti
Pakan merupakan komponen terbesar dari biaya menghilangkan kandungan sukrosa, menurunkan kadar
produksi dalam kegiatan budidaya perikanan, mencapai rafinosa, aktivitas penghambat tripsin, dan faktor
60%-70%. Permintaan pakan terus meningkat seiring penghambat absorpsi lemak. Adapun fermentasi dengan
pesatnya perkembangan kegiatan budidaya perikanan. Aspergillus oryzae terbukti meningkatkan kadar protein
Kondisi tersebut menyebabkan harga pakan juga dan kadar peptida berukuran kecil serta menghilangkan
meningkat, dikarenakan ketersediaan bahan baku sumber penghambat tripsin (Irianto, 2003). Lebih lanjut dinyatakan
protein, seperti tepung ikan berfluktuasi dan masih harus bahwa fermentasi juga berfungsi sebagai salah satu cara
diimpor (Ginting & Krisnan, 2006). Hal tersebut pengolahan dalam rangka pengawetan bahan dan cara
mendorong para pembudidaya dan perusahaan pakan skala untuk mengurangi bahkan menghilangkan zat racun yang
kecil untuk mencari bahan baku pakan alternatif pengganti dikandung suatu bahan. Berbagai jenis mikroorganisme
tepung ikan dan bungkil kedelai, yang tersedia secara mempunyai kemampuan untuk mengkonversikan pati
27
Media Akuakultur Volume 5 Nomor 1 Tahun 2010
28
Pemanfaatan bioteknologi berbasis mikroorganisme guna mendukung ..... (Ikhsan Khasani)
Bothe, H., Jost, G., Schloter, M., Ward, B.B., & Witzel, K. on growth in spotted wolfish (Anarhichas minor
2000. Molecular analysis of ammonia oxidation and Olafsen). Aquaculture, 224: 105–116.
denitrification in natural environments. FEMS Micro- Ginting, S.P. & Krisnan, R. 2006. Pengaruh fermentasi
bial Reviews, 24: 673–90. menggunakan beberapa strain Trichoderma dan masa
Boyd, C.E. 1990. Water quality in pond for aquaculture. inkubasi berbeda terhadap komposisi kimiawi bungkil
Birmingham Publishing Company, Alabama: ix + 147 inti sawit. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
pp. Veteriner, 939–944.
Brune, D.E., Schwartz, G., Eversole, A.G., Collier, J.A., & Golz, W.J. 1995. Biological treatment in recirculating
Schwedler, T.E. 2003. Intensification of pond aqua- aquaculture systems. Proceeding of Workshop for Agri-
culture and high rate photosynthetic systems. Aqua- cultural Science. Lousiana State University, Lousiana,
cultural Engineering, 28: 65–86. 6–7 Desember 1995, 4 pp.
Castignetti, D. & Hollocher, T.C. 1984. Heterotrophic Gram, L., Melchiorsen, J., Lovold, T., Nielsen, J., &
nitrification among denitrifiers. Applied and Environ- Spanggaard, B. 1999. Inhibition of Vibrio anguillarum
mental Microbiology, 47(4): 620–623. by Pseudomonas fluoroscens AH@, a possible probiotic
Cheng, W., Su-Mei Chen, Feng-I Wang, Pei-I Hsu, Chun- treatment of fish. Applied and Environmental Microbio-
Hung Liu, & Jiann-Chu Chen. 2003. Effect of tempera- logy, 65: 969–973.
ture, pH, salinity and ammonia on the phagocytic and Hadadi, A., Herry, Setyorini, Surahman, A., & Ridwan, E.
clearance efficiency of giant freshwater prawn 2007. Pemanfaatan limbah sawit untuk bahan pakan
Macrobrachium rosenbergii to Lactococcus garvieae. ikan. J. Budidaya Air Tawar, 4(1): 11–18.
Aquaculture, 219: 111–121. Holt, J.G., Krieg, N.R., Sneath, P.A.H., Staley, J.T., &
Chia-Fuang Tsai. 1989. Good water quality management. Williams, S.T. 1994. Bergey’s manual of determinative
Dalam: Akiyama (Ed.). 1989: Proceeding of the South bacteriology. 9th ed. William & Wilkins Company, Balti-
East Asia Shrimp Farm Management Workshop, p. 56– more: xviii + 787 pp.
63. Huervana, F.H., Joy, J., La Cruz, Y.D., & Caipang, C. 2006.
Chuntapa, B., Powtongsook, S., & Menasveta, P. 2003. Luminous Vibrio harveyi by green water, obtained from
Water quality control using Spirulina platensis in tank culture of tilapia, Oreochromis mossambicus. Acta
shrimp culture tanks. Aquaculture, 220: 355–366. Ichtiyologica et Piscatoria, 36(1): 17–23.
Crab, R., Kochva, M., Verstraete, W., & Avnimelech, Y. Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur. Gadjah Mada
2009. Bio-flocs technology application in over-win- University Press. Yogyakarta, 125 hlm.
tering of tilapia. Aquacultural Engineering, 40: 105–112. Irianto, A. 2005. Patologi ikan teleostei. Gadjah Mada
Crab, R., Chielens., B., Wille, M., Bossier, P., & Verstraete, University Press. Yogyakarta, 243 hlm.
W. 2009. The effect of different carbon sources on Isnansetyo, A. 2005. Bakteri antagonis sebagai probiotik
the nutritional value of bioflocs, a feed for untuk pengendalian hayati pada akuakultur. J.
Macrobrachium rosenbergii postlarvae. Aquaculture Perikanan, 7(1): 1–10.
Research, 1–9. Laelasari & Purwadaria, T. 2004. Pengkajian nilai gizi hasil
Craig, S. & Helfrich, L.A. 2002. Understanding fish nutri- fermentasi mutan Aspergillus niger pada subtrat bungkil
tion, feed, and feeding. Department of Fisheries and kelapa dan bungkil inti sawit. Biodiversitas, 5(2): 48–
Wildlife Science. Virginia Tech., 8 pp. 51.
Devaraja, T.N., Yusoff, F.M., & Shariff, M. 2002. Changes Lante, S. & Haryanti. 2006. Aplikasi probiotik pada
in bacterial populations and shrimp production in budidaya udang windu. Aquacultura Indonesiana, 7(3):
ponds treated with commercial microbial product. 145–155.
Aquaculture, 206: 245–256. Lewis, R.F. & Pramer, D. 1958. Isolation of Nitrosomonas
Eweis. 1998. Bioremediation Principles. McGraw-Hill in pure culture. J. of Bacteriology, 76(5): 524–528.
International Edition, Boston, 293 pp. Madigan, M.T., Martinko, J.M., & Parker, J. 1997. Brock
Fardiaz, S. 1988. Fisiologi fermentasi. Pusat Antar Uni- biology of microorganism 9th ed. Englewood Cliff:
versitas. Institut Pertanian Bogor, 186 hlm. Prentice Hall International, Inc. London: xv iii+ 986
Foss, A., Vollen, T., & Oiestad, V. 2003. Growth and oxigen pp.
consumption in normal and O2 supersaturated water, Maeda, 1999. Note: Detailed information and references
and interactive effects of O2 saturation and ammonia are available in the book of Maeda (1999); Microbial
29
Media Akuakultur Volume 5 Nomor 1 Tahun 2010
Processes in Aquaculture. The scientists who would Ng, W.K. & Chen, M.I. 2002. Replacement of soybean
like to read this book can obtain it by writing to meal with palm kernel meal in practical diets for
JIRCAS. Natl. Res. Inst. Aquaculture, 102 pp. hibrids Asian-African catfish. Aquaculture, 12: 67–76.
Maier, R., Pepper, I.L., & Gerba, C.P. 2000. Environmental Ng, W.K. & Chen, M.I. 2004. Researching the use of palm
microbiology. Academic Press, San Diego: xix + 570 kernel cake in aquaculture feeds. Fish Nutrition labo-
pp. ratory, University Sains Malaysia, Penang.
Mallasen, M. & Valenti, W.C. 2005. Larval development Noga, E.J. 2000. Fish disease. Diagnosis and treatment.
of the giant freshwater prawn Macrobrachium Blackwell Publishing, Lowa, 389 hlm.
rosenbergii at different ammonia concentration and Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar ekologi. 3th ed. Terjemahan
pH values. J. of The world Aquaculture Society, 36(1): Samingan, T. & Srigandono, B. 1993. Fundamental of
32–41. ecology. Gadjah Mada University, Jogjakarta: xv + 697
Miller, D. & Semmens, K. 2002. Waste management in hlm.
Aquaculture. Aquaculture Information Series. West Orunmuyi, M., Bawa, G.S., Adeyinka, F.D., Daudu, O.M.,
Virginial University, 10 pp. & Adeyinka, I.A. 2006. Pakistan J. of Nutrition, 5(1):
Mishra, S., Jyot, J., Kuhad, R.C., & Lal, B. 2001. Evalua- 71–74.
tion of inoculum addition to stimulate in situ Pamungkas, W. & Khasani, I. 2006. Peningkatan Nilai
bioremediation of oily-sludge-contaminated soil. Nutrisi Pakan Alami melalui Teknik Pengkayaan.
Applied and Environmental Microbiology, 67(4): 1675– Media Akuakultur, 1(2): 20–26.
1681. Pelczar, M.J. & Chan, E.C.S. 2005. Dasar-dasar mikrobiologi
Moriarty, D.J.W. 1999. Disease control in shrimp aquac- Jilid 1. Terjemahan dari Elements of microbiology, oleh
ulture with probiotic bacteria. Proceeding of the 8th Hadioetomo, R.S., Imas, T., Tjitrosomo, S.S., &
International Symposium on Microbial Ecology, Atlantic Angka, S.L. UI-Press, Jakarta: viii + 443 hlm.
Canada Society for Microbial Ecology, Halifax, 7 pp. Plaza, E., Trela, J., & Hultman, B. 2001. Impact of seeding
Morinigo, M.A., Borrego, J.J., & Romero, P. 1986. Com- with nitrification process efficiency. Water Science and
parative study of different methods for detection and Technology, 43(1): 155–164.
enumeration of Salmonella spp. In natural waters. J. of Roberts, G.S. & Lewis, G. 2001. In situ analysis of
Applied Bacteriology. Society for Applied Biotechnology. Nitrosomonas spp. in wastewater treatment wetland
Blackwell Scientific Publication, New Castle, 60: 443– biofilms. Water Resources, 35(11): 2731–2739.
453. Ruiz, J.L.L. & Garrudo, M.E.G. 1994. Zeolite in marine
Mukhopadhyay, N. & Ray, A.K. 2005. Effect of fermenta- nitrogen transformation. Aquaculture Engineering, 13:
tion apparent total and nutrient digestibility of Lin- 147–152.
seed, Linum usitatissimum, meal in Rohu, Lobeo rohita, Schimel, J.P., Firestone, M.K., & Killham, K.S. 1984. Iden-
fingerlings. Acta Ichthyologica Et Piscatoria, 35(2): 73– tification of heterotrophic nitrification in Sierran
78. forest soil. Applied and Environmental Microbiology,
Murdjani, M. 2004. Problem solving penyakit di 48(4): 802–806.
pembenihan udang. Buku Panduan. Seminar Nasional Schoyen, H.F., Froyland, J.R.K., Sahlstrom, S., Knutsen,
Udang I. Temu Nasional I. Masyarakat Akuakultur Indo- S.H., & Skrede, A. 2005. Effects of autolysis and
nesia. Jakarta, 11 pp. hydrolysis of bacterial protein meal grown on natural
Nemergut, D.R. & Schmidt, S.K. 2002. Disruption of narH, gas on chemical characterization and amino acid
narJ, and moaE inhibits heterotrophic nitrification in digesbility. Aquaculture, 248: 27–33.
Pseudomonas strain M19. Applied and Environmental Schramm, A., de Beer, D., Wagner, M., & Amann, R. 1998.
Microbiology, 68(12): 6462–6465. Identification and activities in situ of Nitrosospira and
New, M.B. 2002. Farming freshwater prawn, a manual for Nitrospira spp. as dominant populations in a nitrify-
the culture of giant river prawn (Macrobrachium ing fluidized bed reactor. Applied and Environmental
rosenbergii). FAO Fisheries Technical Paper, Rome: Xiii Microbiology, 64(9): 3480–3485.
+ 207 pp. Sigee, D.C. 2005. Freshwater microbiology. John Wiley
New, M.B. & Valenti, W.C. 2004. Freshwater prawn cul- & Sons, Ltd. England, 517 pp.
ture: The farming of Macrobrachium rosenbergii . Singhelton, P. & Sainsbury, D. 1978. Dictionary of Microbi-
Blackwell Science, Oxford: xix + 435 pp. ology. John Wiley & Sons, Chichester: iii + 481 hlm.
30
Pemanfaatan bioteknologi berbasis mikroorganisme guna mendukung ..... (Ikhsan Khasani)
Sundu, B., Kumar, A., & Dingle, J.G. 2003. Perbandingan Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Lingkungan. Universitas
dua produk enzim komersial pencerna beta mannan Muhammadiyah Malang Press. Malang, 381 hlm.
pada ayam pedaging yang mengkonsumsi bungkil Widanarni. 2004. Penapisan Bakteri Probiotik untuk
kelapa sawit dengan level yang berbeda. Prosiding Biokontrol Vibriosis pada Larva Udang Windu:
Seminar Nasional Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Konstruksi Penanda Molekuler dan Esei Pelekatan.
berkelanjutan, p. 19–25. Disertasi. Institut Peranian Bogor, 268 hlm.
Supriyadi, H., Mangunwiryo, H., Maryono, & Effendi, J. Widiyanto, T. 2006. Seleksi bakteri nitrifikasi dan
1995. Pencegahan penyakit bakterial pada ikan gurame denitrifikasi untuk bioremediasi di tambak udang.
dengan cara vaksinasi. J. Pen. Perik. Indonesia, 1(4): Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
28–35. Bogor, Bogor: xv + 121 hlm.
Supriyati, Pasaribu, T., Hamid, H., & Sinurat, A. 1999. Wizna, Abbas, H., Rizal, Y., Kompiang, I.P., & Dharma, A.
Fermentasi bungkil inti sawit secara substrat padat 2005a. Potensi bakteri Bacillus amyloliquefaciens serasah
menggunakan Aspergillus niger. JITV, 3(2): 165–170. hutan sebagai inokulum fermentasi pakan berserat
Summerfelt, S., William, J-B., & Tsukuda, S. 2001. Con- tinggi. J. Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan, VIII(3): 212–220.
trolled Systems: Water reuse and recirculation. dalam Wizna, Abbas, H., Rizal, Y., Kompiang, I.P., & Dharma, A.
Wedemeyer, G.A. (Ed.). 2001. Fish hatchery manage- 2005b. The potential of cellulolytic bacteria Bacillus
ment. 2nd ed. American Fisheries Society, Bethesda, sp. from forest litter in improving the quality of
p. 285–396. cassava waste as feed and its applications toward
Suprapto, H. 2005. Penelitian pendahuluan penggunaan improving the productivity of poultry. HB XIII project
Bacillus sp. sebagai probiotik untuk mengurangi jumlah research report. Faculty of Animal Husbandry, Andalas
bakteri Vibrio sp. pada hepatopankreas dan air University, Padang.
pemeliharaan udang windu (Penaeus monodon). J. Wizna, Abbas, H., Rizal, Y., Kompiang, I.P., & Dharma, A.
Perikanan, 7(1): 54–59. 2008. Improving the quality of sago pith and rumen
Taufik, I., Sutrisno, Yuliati, P., Supriyadi, H., Subandiyah, content mixture as poultry feed through fermenta-
S., & Mutholib, I. 2005. Studi pengaruh suhu air tion by Bacillus amyloliquefaciens. Pakistan J. of Nutri-
terhadap bakteri bioremediasi (Nitrosomonas dan tion, 7(2): 249–254.
Nitrobacter) pada pemeliharaan benih patin siam Yakoeb, A. 1989. Ternakan benih udang galah secara intensif.
(Pangasius hypopthalmus). J. Pen. Perik. Indonesia, 11(7): Jabatan Perikanan Kementerian Pertanian Malaysia,
59–63. Kuala Lumpur: iii + 49 hlm.
Titah, H.S. & Slamet, A. 2004. Studi penurunan nitrogen Yongjiu Cai & Summerfelt, R.C. 1992. Effect of tempera-
amonia bekas tambak udang intensif dengan ture and size on oxygen consumption and ammonia
menggunakan roughing biofilter horisontal. J. Purifikasi, excretion by walleye. Aquaculture, 104: 127–138.
5(1): 25–30. Yuasa, K., Panigoro, N., Bahmar, M., & Kholidin, E.B. 2003.
Untung, K. 1995. Dasar ekonomi pengelolaan penyakit Panduan diagosa penyakit ikan. Teknik diagnosa penyakit
tanaman terpadu. Risalah Kongres Nasional XII dan ikan budidaya air tawar di Indonesia. Balai Budidaya
Seminar Ilmiah PFI, 6–8 Septembar 1993. Yogyakarata, Air Tawar Jambi, Direktoral Jenderal Perikanan
49–64. Budidaya dan Japan International Corporation Agency
Vaseeharan, B. & Ramasamy, P. 2003. Control of patho- (JICA). Jambi, 265 hlm.
genic Vibrio spp. by Bacillus subtilis BT23, a possible Yusriadi. 1997. Pengaruh Pemberian Mikroorganisme
probiotic treatment for black tiger shrimp Penaeus Antagonis terhadap Perkembangan Penyakit Layu Bakteri
monodon. Letters in Applied Microbiology, 36: 83–87. (Pseudomonas solanacearum) pada tanaman Kacang
Verschuere, L., Rombaut, G., Sorgeloos, P., & Verstraete, tanah. Tesis. Program Pascasarjana IPB.
W. 2000. Probiotic bacteria as biological control Zonneveld, N.Z.A., Huisman, E.A., & Bonn, J.H. 1991.
agents in aquacuture. Microbiology and Molecular Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. PT Gramedia Pustaka
Biology review, 64: 655–671. Utama, Jakarta, 318 hlm.
31