Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST

LAPARATOMY AKIBAT ILEUS OBSTRUKTIF TOTALIS

A. Konsep Dasar Ileus Obstruktif

1. Definisi ileus obstruktif

Obstruksi usus adalah sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran

normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi total usus halus

merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan

pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup (Suratum dan

Lusianah, 334). Obstruksi usus findoks mengindikasikan penyumbatan

total dari lumen usus, sedangkan obstruksi usus inkomplet menunjukan

obstruksi hanya sebagian (Pierce A. Grace & Neil R.Borley, 117).

2. Anatomi fisiologi Usus

a. Usus halus

Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter

panjang dalam keadaan hidup. Usus halus terletak di daerah umbilikus

dan dikelilingi usus besar. Dibagi dalam beberapa bagian. Duodenum

adalah bagian pertama usus halus yang 25cm panjangnya, yeyenum

menempati dua perlima sebelah atas dari usus halus yang selebihnya

dan ileum menempati tiga perlima akhir.

7
8

Fungsi usus halus adalah mencerna dan mengabsorpsi kime dari

lambung. Isi duodenum ialah alkali. Isinya yang cair (atau kime)

dijalankan oleh serangkaian gerakan peristaltik yang cepat.

b. Usus besar

Usus besar atau kolon yang kira-kira satu setengah meter

panjangnya adalah sumbangan dari usu halus dan mulai di katup

ileokolik atau ileosekal, yaitu tempat sisa makanan lewat. Rektum

sepuluh sentimeter terbawah dari usus besar, dimulai pada kolon

sigmoideus dan berakhir pada saluran anal yang kira-kira 3 cm

panjangnya. Saluran ini berakhir ke dalam anus.

Fungsi usus besar mengabsorpsi air, garam, dan glukosa. Sekresi

musin oleh keenjar di dalam lapisan dalam. Penyiapan selulosa yang

berupa hidrat karbon di dalam tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dan

sayuran hijau, dan penyiapan sisa protein yang belum dicerna oleh

kerja bakteri guna ekskresi dan defekasi (pembuangan air besar).

3. Etiologi

Menerut Prierce A. Grace & Neil R. Borley (2006), penyebab tersering

pada ileus obstruktif adalah:

a. Ekstramural: adhesi, ikatan, volvulus, hernia (internal danekternal),

kompresi oleh tumor (misalnya frozen pelvis).

b. Intramural: penyakit imflamasi usus (penyakit Crohn), tumor,

karsinoma, limfoma,striktur, paralitik: ileus (adinamik), intususepti.

c. Intraluminal: impaksi fekal, benda asing, bezoar, ileusbatu empedu.


9

4. Patofisiologi

Obstruksi mekanik pada usus berhubungan dengan perubahan fungsi

dari usus, dimana terjadi peningkatan tekanan intraluminal. Bila terjadi

obstruksi maka bagian proksimal dari usus mengalami distensi dan berisis

gas, cairan dan elektrolit. Bila terjadi peningkatan tekanan intraluminal,

hipersekresi akan meningkat pada saat kemampuan absorbsi usus

menurun, sehingga terjadi kehilangan volume sistemik yang besar dan

progresif. Awalnya, peristaltik pada bagian proksimal usus meningkat

untuk melawan adanya hambatan. Peristaltik yang terus berlanjut

menyebabkan aktivitasnya pecah, dimana frekuensinya tergantung pada

lokasi obstruksi. Bila obstruksi terus berlanjut dan terjadi peningkatan

tekanan intaluminal, maka bagian proksimal dari usus tidak teratur dan

hilang.

Peningkatan tekanan intraluminal dan adanya distensi menyebabkan

gangguan vaskuler terutama statis vena. Dinding usus menjadi udem dan

terjadi traslokasi bakteri ke pembuluh darah. Produksi toksin yang

disebabkan oleh adanya translokasi bakteri menyebabkan timbulnya

gejalasistemik. Efek lokal peregangan usus akibat udem usus adalah

anoksia, iskemik pada jaringan yang terlokalisis, nekrosis disertai absorpsi

toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik.

Pada obstruksi mekanik sederhana, hambatan pasase muncul tanpa

disertai gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang

tertelan, sekresi usus dan udaraakan berkumpul dalam jumlah yang banyak
10

jika obstruksinya komplit. Bagian proksimal dari usus mengalami distensi

dan bagian distalnya kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi membran mukosa

usus menurun dan dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi

intestinal yang berat dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif

akan mengganggu paristaltik dan fungsi sekresi mukosa serta

meningkatkan resiko terjadinya dehidrasi, iskemik, nekrosis, perforasi,

peritonitis, dan kematian.

Pada obstruksi trangulata, biasanya berawal dari obstruksi vena, yang

kemudian diikuti oleh oklusi arteri, menyebabkan iskemik yang cepat pada

dinding usus. Usus menjadi udem dan nekrosis, memacu usus menjadi

gangren dan perforasi (Suratum dan Lusianah, 2010).

5. Tanda dan gejala

Menurut Prierce A. Grace & Neil R. Borley (2006) tanda dan gejala

obstruksi usus yaitu:

a. Muntah, nyeri kolik abdomen, distensi abdomen, konstipasi absolut

(baik feses ataupun flatus).

b. Dehidrasi dan hilangnya turgor kulit.

c. Hipotensi, takikardia.

d. Distensi abdomen dan peningkatan bising usus.

e. Rektum kosong pada pemeriksaan rektal toucher.

f. Nyeri tekan atau nyeri lepas menandakan peritonitis


11

6. Pemeriksaan diagnostik

Menurut Suratum dan Lusianah (2010) pemeriksaan diagnostik pada ileus

obstruktif yaitu :

a. Pemeriksaan laboratorium

Pada tahap awal ditemukan hasil laboratorium yang normal.

Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai

elektrolit yang abnormal.

b. Pemeriksaan Foto Polos Abdomen

Pada pemeriksaan ini dapat memperlihatkan dilatasi lengkung usus

halus disertai adanya batas antara air dan udara atau gas (air fluid

level) yang membentuk pola bagaikan tangga, terutama pada obstruksi

bagian distal.

c. Pemeriksaan CT Scan

Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruktif.

d. Pemeriksaan Radiologi dengan Barium Enema

Pemeriksaan ini mempunyai suatu peran terbatas pada klien dengan

obstruksi usus halus

e. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Mempertunjukan gambaran dan penyebab obstruksi.

f. Pemeriksaan Magnetik Resonansi Imaging (MRI)

Tehnik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.


12

g. Pemeriksaan Angiografi

Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk mendiagnosis

adanya herniasi internal, intususepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi.

7. Penatalaksanaan Medis

Menurut Prierce A. Grace & Neil R. Borley (2006) penatalaksanaan

penting pada obstruksi usus ialah :

a. Dekompresi usus yang mengalami obstruksi : pasang selang

nasogastrik.

b. Ganti kehilangan cairan dan elektrolit : berikan ringer laktat atau NaCl

dengan suplemen K+.

c. Pantau pasien : diagram keseimbangan cairan, kateter urin, diagram

suhu, nadi, dan nafas reguler, pemeriksaan darah.

d. Minta pemeriksaan penunjang sesuai dengan penyebab yang mungkin.

e. Hilangkan obstruksi dengan pembedahan jika:

1) Penyebab dasar membutuhkan pembedahan (misalnya hernia,

karsinoma kolon)

2) Pasien tidak menunjukan perbaikan dengan terapi konservasif

(misalnya obstruktif akibat adhesi) atau,

3) Terdpat tanda-tanda strangulasi atau peritonitis.

f. Laparatomy

1) Definisi

Laparatomi adalah pembedahan perut sampai membuka selaput

perut.
13

2) Indikasi pembedahan

a. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)

b. Peritonitis

c. Perdarahan saluran pencernaan (Internal Blooding)

d. Sumbatan pada usus halus dan besar

e. Masa pada abdomen.

3) Komplikasi

a. Ventilasi paru tidak kuat

b. Gangguan kardiovaskuler

c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

d. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan.

4) Perawatan post laparatomi

Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan

yang di berikan kepada klien yang telah menjalani operasi

pembedahan perut. Adapun tujuan perawatan post laparatomi,

antara lain:

a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.

b. Mempercepat penyembuhan.

c. Mengembalikan fungsi klien semaksimal mungkin seperti

sebelum oprasi.

d. Mempertahankan konsep diri klien.

e. Mempersiapkan klien pulang.


14

8. Dampak post operasi terhadap kebutuhan dasar manusia

Menurut Doenges (2000) dan Suratum (2010), dampak post operasi

terhadap kebutuhan dasar manusia adalah :

1. Gangguan rasa nyaman

Dilakukannya insisi bedah menyebabkan terputusnya kontuinitas

jaringan sehingga mengeluarkan mediator nyeri (bradikinin, serotinin

dan histamin dan merangsang reseptor nyeri pada ujung saraf bebas, di

sampaikan ke thalamus dan nyeri dipersepsikan. Prosedur pembedahan

juga dapat menyebabkan timbulnya luka yang masih basah, port de

entry bakteri, invasi mikroorganisme dan resiko terhadap infeksi.

2. Kebutuhan cairan elektrolit

Dilakukanya insisi bedah, terputusnya kontuinitas jaringan yang

menyebabkan perdarahan, respon stres : cairan ditahan oleh tubuh

karena stimulus hormon ADH, terjadinya anemia dan hipovolemik

menyebabkan cairan elektrolit terganggu.

3. Kebutuhan nutrisi

Prosedur pembedahan mengharuskan klien puasa mengakibatkan

ketidakmampuan mencerna/ makan makanan atau mengabsorpsi

nutrien cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik

4. Kebutuhan eliminasi

Adanya prosedur pembedahan, dilakukanya anastesi. Adapun efek

anastesi yaitu dapat menyebabkan malabsorpsi usus sehingga

mengakibatkan konstipasi/diare.
15

5. Kebutuhan istirahat tidur

Insisi bedah menyebabkan terputusnya kontuinitas jaringan sehingga

merangsang reseptor nyeri dan disampaikan ke thalamus, kemudian

nyeri dipersepsikan. Nyeri Merangsang syaraf simpatik untuk

mensekresi norephineprin dan menurunkan REM sehingga klien

terjaga dan sulit tidur.

6. Gangguan rasa aman

Akibat tindakan operasi dan kurangnya pengetahuan klien tentang

laparatomy serta ketidakmampuan menggunakan koping mekanisme

terhadap sterssor yang dihadapi. Kemudian berdampak pada kesehatan

fisiknya sehingga klien merasa terancam timbul cemas.

B. Proses Keperawatan pada Klien Post Laparatomy Akibat Ileus

Obstruktif Totalis

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan.

Kegiatan yang dilakukan pada saat pengkajian adalah mengumpulkan

data, memvalidasi data, mengorganisasian data dan mencatat data yang

diperoleh. Langkah ini merupakan dasar untuk perumusan diagnosa

keperawatan dan mengembangkan rencana keperawatan sesuai kebutuhan

pasien serta melakukan implementasi keperawatan (Dinarti, 79).


16

a. Pengumpilan data

1) Data biografi

Obstruktif terjadi pada golongan usia pertengahan dan orang tua,

kebanyakan pria tua dan biasa terjadi pada anak dan bayi.

2) Riwayat kesehatan

(a) Keluhan utama

Pada klien post op laparatomy akibat ileus obstruktif biasanya

keluhan yang dirasakan pada saat pengkajian adalah adanya

nyeri luka post op.

(b) Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien mengeluh luka post op, nyeri dirasakan seperti

disayat-sayat benda tajam. Nyeri bertambah pada saat klien

banyak bergerak dan berkurang pada saat klien beristirhat.

Biasanya nyeri dirasakan dengan skala nyeri berat. Nyeri

menyebar ke seluruh kuadaran abdomen dan nyeri dirasakan

terus menerus.

(c) Riwayat kesehatan dahulu

Klien kemungkinan mempunyai riwayat penyakit peradangan

atau infeksi.

(d) Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat dalam keluarga sedikit sekali kemungkinan

mempunyai obstruksi usus karena kelainan ini bukan

merupakan kelainan genetic.


17

3) Pemeriksaan fisik

(a) Sistem integumen

Pada klien post operasi akan tampak adanya sayatan atau luka

opearsi di daerah perut.

(b) Sistem neurologis

Pada post – operasi nyeri terjadi karena sayatan atau luka

operasi. Nyeri terasa karena adanya perangsangan reseptor

nyeri yang dihantarkan pada pusat nyeri di kortek serebri.

Akibat nyeri tersebut, klien akan terganggu sehingga biasanya

klien mengeluh kebutuhan istirahat terganggu, fungsi syaraf

cranial dan reflek biasanya tidak terganggu.

(c) Sistem penglihatan

Post operasi ini tidak mempengaruhi pada sistem ini.

(d) Sistem pendengaran

Post operasi ini tidak mempengaruhi pada sistem ini.

(e) Sistem endokrin

Post operasi ini tidak mempengaruhi pada sistem ini.

(f) Sistem pernafasan

Biasanya setelah dilakakukan operasi akan ditemukan

perubahan frekuensi pernapasan akibat anestesi umum yang

mempengaruhi pusat pernapasan dan akibat nyeri.

(g) Sistem kardiovaskuler

Dapat menunjukan pucat, tekanan darah dan nadi meningkat.


18

(h) Sistem gastrointestinal

Klien post laparotomi terdapat keadaan mulut dan lidah kotor

akibat puasa, peristaltic usus meningkat atau menurun bahkan

sampai tidak ada, penurunan berat badan serta adanya

konstipasi.

(i) Sistem perkemihan

Post operasi ini tidak mempengaruhi sistem ini.

(j) Sistem Reproduksi

Post operasi ini tidak mempengaruhi sistem ini.

(k) Sistem muskuloskeletal

keluhan lemas dan pergerakan terbatas disebabkan karena nyeri

akibat luka operasi.

4) Aspek Psiko-sosial-spiritual

(a) Aspek psikologis

Dampak psikologis dari klien mungkin didapatkan rasa cemas

karena adanya luka post laparatomy.

(b) Aspek sosial

Ada perubahan peran, pekerjaan, atau aktivitas, klien akan

merasa tergantung dan membutuhkan bantuan orang lain.

(c) Aspek spiritual

Keyakinan klien akan kesembuhan penyakitnya, persepsi klien

terhadap penyakit yang dideritanya dikaitkan dengan

kepercayaan atau agamanya.


19

5) Pemeriksaan diagnostik

(a) Pemeriksaan laboratorium

Pada tahap awal ditemukan hasil laboratorium yang normal.

Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis

dan nilai elektrolit yang abnormal.

(b) Pemeriksaan Foto Polos Abdomen

Pada pemeriksaan ini dapat memperlihatkan dilatasi lengkung

usus halus disertai adanya batas antara air dan udara atau gas

(air fluid level) yang membentuk pola bagaikan tangga,

terutama pada obstruksi bagian distal.

(c) Pemeriksaan CT Scan

Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari

obstruktif.

(d) Pemeriksaan Radiologi dengan Barium Enema

Pemeriksaan ini mempunyai suatu peran terbatas pada klien

dengan obstruksi usus halus

(e) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Mempertunjukan gambaran dan penyebab obstruksi.

(f) Pemeriksaan Magnetik Resonansi Imaging (MRI)

Tehnik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenterik

kronis.
20

(g) Pemeriksaan Angiografi

Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk

mendiagnosis adanya herniasi internal, intususepsi, volvulus,

malrotation, dan adhesi.

b. Analisa data

No Data Etiologi Masalah


1. Data subjektif : Dilakukannya insisi bedah Nyeri akut
- Klien menyebabkan terputusnya
mengelu kontuinitas jaringan sehingga
h nyeri mengeluarkan mediator nyeri
pada (bradikinin, serotinin dan
luka histamin dan merangsang
operasi reseptor nyeri pada ujung saraf
bebas, di sampaikan ke
Data objektif : thalamus dan nyeri
- Terdapat dipersepsikan
luka
operasi
- Ekspresi
wajah
meringis

2. Data Subjektif : Insisi bedah menyebabkan Gangguan


Klien mengeluh terputusnya kontuinitas istirahat
sulit tidur jaringan sehingga merangsang tidur
karena nyeri reseptor nyeri dan disampaikan
ke thalamus, kemudian nyeri
Data Objektif : dipersepsikan. Nyeri
- Kelopak Merangsang syaraf simpatik
mata untuk mensekresi
klien norephineprin dan menurunkan
tampak REM sehingga klien terjaga
kehitama dan sulit tidur.
n
- Konjung
tiva
anemis
3. Data subjektik: Prosedur pembedahan Gangguan
Klien mengharuskan klien puasa pemenuhan
mengatakan mengakibatkan kebutuhan
tidak ada nafsu ketidakmampuan mencerna/ nutrisi
21

makan makan makanan atau


mengabsorpsi nutrien cukup
Data objektif: untuk memenuhi kebutuhan
- Porsi metabolik
makan
tidak
habis

4. Data subjektif: Adanya prosedur pembedahan, Konstipasi


Klien dilakukanya anastesi. Adapun atau diare
mengatakan efek anastesi yaitu dapat
susah menyebabkan malabsorpsi usus
BAB/BAB sehingga mengakibatkan
encer konstipasi/diare.

Data objektif:
BAB (-) atau
BAB encer
5. Data Subjektif : Dilakukanya insisi bedah, Resiko
Klien mengeluh terputusnya kontuinitas tinggi
lemas jaringan yang menyebabkan kekurangan
perdarahan, respon stres : volume
Data Objektif : cairan ditahan oleh tubuh cairan
- Membra karena stimulus hormon ADH,
n terjadinya anemia dan
mukosa hipovolemik menyebabkan
kering cairan elektrolit terganggu.
- Turgor
kulit
kering
- Tekanan
darah
menurun
- Nadi
meningk
at
- Warna
urine
memeka

6. Data Subjektif : Prosedur pembedahan juga Resiko


Klien dapat menyebabkan timbulnya tinggi
mengatakan luka yang masih basah, port de infeksi
nyeri pada entry bakteri, invasi
daerah luka mikroorganisme dan resiko
operasi terhadap infeksi.
22

Data Objektif :
- Adanya
luka post
op
- Kasa
penutup
luka
tampak
basah
dan
kotor

7. Data subjektif: Akibat tindakan operasi dan Kurang


Klien dan kurangnya pengetahuan pengetahua
keluarga selalu klien tentang laparatomy n
bertanya serta ketidakmampuan
tentang menggunakan koping
penyakit yang mekanisme terhadap
diderita klien sterssor yang dihadapi.
dan prosedur Kemudian berdampak pada
tindakan yang kesehatan fisiknya sehingga
akan dilakukan klien merasa terancam
timbul cemas.
Data objektif:
- Meminta
informas
i
- Cemas

2. Diagnosa keperawaan

Menurut Doenges (2000), Suratum dan lusianah (2010) diagnosa

keperawatan pada pasien post op adalah :

a. Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh implamasi,

adanya insisi bedah

b. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan faktor internal, penyakit,

stress psikologis, nyeri.


23

c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan status

puasa, ketidakmampuan mencerna/ makan makanan atau

mengabsorpsi nutrien cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.

d. Konstipasi atau diare berhubungan dengan efek anastesi, prosedur

pembedahan , malabsorpsi usus, efek obat.

e. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

prosedur pembedahan, kehilangan berlebih melalui oral: muntah, diare.

f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan

pertahanan primer; penyakit kronis, prosedur invasif, malnutrisi.

g. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis

dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan/

mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber

informasi

3. Perencanaan

a. Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh implamasi,

adanya insisi bedah

Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang

Kriteria hasil : Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol, tampak

rileks, maupun tidur/ istirahat dengan tepat

Intervensi Rasional
Kaji nyeri, catat lokasi, Berguna dalam pengawasan
karakteristik, beratnya (skala 0- keefektifan obat, kemajuan
10). Selidiki dan laporkan penyembuhan. Perubahan pada
perubahan nyeri dengan tepat. karakteristik nyeri menunjukan
terjadinya abses/peritonitis,
memerlukan upaya evaluasi medik
dan intervensi
24

Pertahankan istirahat dengan Grvitasi melokalisasi eksudat


posisi semi fowler inflamasi dalam abdomen bawah
pelvik, menghilangkan tegangan
abdomen yang bertambah dengan
posisi telentang.
Dorong ambulasi dini Meningkatkan normalisasi fungsi
organ, contoh merangsang
peristaltik dan kelancaran flatus,
menurunkan ketidaknyamanan
abdomen.
Berikan aktivitas hiburan Fokus perhatian kembali,
meningkatkan relaksasi, dan
meningkatkan kemampuan koping.

Berikan analgetik sesuai indikasi Menghilangkan nyeri


mempermudah kerja sama dengan
intervensi terapi lain contoh
ambulasi, batuk.
Berikan kantong es pada abdomen Menghilangkan dan mengurangi
nyeri melalui penghilangan melalui
ujung saraf. Catatan: jangan
lakukan kompres panas karena
dapat menyebabkan kongesti
jaringan
Sumber : Doenges (2000), hal 511

b. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan faktor internal, penyakit,

stress psikologis, nyeri.

Tujuan : Istirahat tidur terpenuhi

Kriteria hasil : Melaporkan perbaikan dalam pola tidur/

Istirahat, mengungkapkan peningkatan

rasa sejahtera dan segar.

Intervensi Rasional
Tentukan kebiasaan tidur biasanya Mengkaji perlunya dan
dan perubahan yang terjadi. mengidentifikasi intervensi yang
tepat.
Berikan tempat tidur yang Meningkatkan kenyamanan tidur
nyaman dan beberapa milik serta dukungan fisiologis/
pribadi, mis; bantal, guling. psikologis
25

Buat rutinitas baru yang Bila rutinitas baru menggandung


dimasukan dalam pola lama dan aspek sebanyak kebiasaan lama,
lingkungan baru stres dan ansietas yang
berhubungan dapat berkurang.
Dorong beberapa aktifitas fisik Aktivitas siang hari dapat
ringan selama siang hari. Jamin membantu pasien menggunakan
pasien berhenti beraktivitas energi dan siap untuk tidur malam
beberapa jam sebelum tidur. hari. Namun, kelanjutan aktivitas
yang dekat dengan waktu tidur
dapat bertindak sebagai stimulan
yang memperlambat tidur.
Tingkatkan regimen kenyaman Menungkatkan efek relaksasi. Susu
waktu tidur misalnya mandi air mempunyai kualitas soporifik,
hangat dan masase, segelas susu meningkatkan sintesis serotinin,
hangat neurotrasmiter yang membantu
pasien tertidur dan tidur lebih lama.
Instruksikan tindakan relaksasi. Membantu menginduksi tidur.
Kurangi kebisingan dan lampu Memberikan situasi kondusif untuk
tidur.

Dorong posisi nyaman, bantu Perubahan posisi mengubah area


dalam mengubah posisi. tekanan dan meningkatkan istirahat.
Gunakan pagar tempat sesuai Dapat merasa takut jatuh karena
indikasi; rendahkan tempat tidur perubahan ukuran dan tinggi tempat
bila mungkin tidur. Pagar tempat tidur
memberikan keamanan dan dapat
digunakan untuk mengubah posisi.
Sumber: Doenges (2000), hal 930

c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan status

puasa, ketidakmampuan mencerna/ makan makanan atau

mengabsorpsi nutrien cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat

Kriteria hasil : Klien menunjukan peningkatan BB bertahap

Tidak ada tanda-tanda malnutrisi,

Makan habis satu porsi.


26

Intervensi Rasional
Kaji faktor-faktor yang Mempengaruhi pilihan intervensi
mempengaruhi kemampuan klien
untuk mencerna/ makan; status
puasa, mual.
Timbang BB sesuai indikasi. Mengidentifikasi status cairan serta
Catat masukan dan pengeluaran memastikan kebutuhan metabolik.
cairan
Auskultasi bising usus, palpasiAdanya bising usus dapat
abdomen. Catat pasase platus. menetukan kembalinya peristaltik
usus.
Identifikasi kesukaan/ Meningkatkan kerjasama klien
ketidaksukaan diet dari klien. dengan aturan diet.
Anjurkan pilihan makanantinggi Protein/ Vitamin C adalah
protein dan vitamin C. kontributor utama untuk
pemeliharaan jaringan dan
perbaikan.

Berikan obat antiemetik sesuai Mencegah terjadinya muntah.


indikasi
Sumber: Suratum dan Lusianah (2010), hal: 361

d. Konstipasi atau diare berhubungan dengan efek anastesi, prosedur

pembedahan , malabsorpsi usus, efek obat.

Tujuan : Pola eliminasi kembali normal

Kriteria hasil : BAB rutin pada waktu yang sama,

Konsistensi feses normal

Intervensi Rasional
Auskultasi bising usus Adanya bunyi abnormal
menunjukan terjadinya komplikasi.
Monitor adanya keluhan nyeri. Mungkin berhubungan dengan
distensi gas atau terjadi komplikasi;
ileus.
Observasi gerakan usus, Indikator kembali fungsi GI,
perhatikan warna konsistensi dan mengidentifikasi ketepatan interval.
jumlah feses.
Anjurkan makanan/ cairan yang Menurunkan resiko iritasi mukosa/
tidak mengiritasi bila masukan diare.
oral diberikan.
27

Kolaborasi dalam pemberian Untuk merangsang peristaltik


pelunak feses, supositoria, gliserin dengan perlahan/ evakuasi feses.
sesuai program.
Sumber: Suratum dan Lusianah (2010), hal: 364

e. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

prosedur pembedahan, kehilangan berlebih melalui oral: muntah, diare.

Tujuan : Mempertahankan hidrasi cairan adekuat

Kriteia hasil : membran mukosa lembab, turgor kulit baik,

TTV dalam batas normal, pengeluaran urine

adekuat.

Intervensi Rasional
Pantau tanda-tanda vital dengan Tanda-tanda awal hemoragi usus
sering, perhatikan peningkatan dan pembentukan hamatoma, yang
nadi, perubahan tekanan darah. dapat menyebabkan syok
Periksa balutan dan lika selama 24 hipopolemik.
jam pertama.

Palpasinadi perifer. Evaluasi Memberikan informasi tentang


pengisian kapiler, turgor kulit dan
volume sirkulasi umum dan tingkat
status membran mukosa. hidarsi
Perhatikan adanya edema. Edema dapt terjadi karena
perpindahan cairan berkenaan
dengan penurunan kadar albumin
serum/ protein.
Pantau masukan dan pengeluaran Indikator langsung dari hidrasi
cairan setiap hari.
Perhatikan adanya distensi Perpindahan cairan dari ruang
abdomen vaskuler menurunkan volume
sirkulasi dan merusak perfusiginjal.
Sumber: Suratum dan Lusianah (2010), hal. 356
28

f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan

pertahanan primer; penyakit kronis prosedur invasif, malnutrisi.

Tujuan : Tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil : mencapai pemulihan luka tepat waktu; bebas

dari drainase purulen atau eritema, dan

demam.

Intervensi Rasional
Pantau tanda-tanda vital, Suhu malam hari memuncak yang
perhatikan peninngkatan suhu. ke normal pada pagi hari adalah
karakteristik infeksi. Demam 38 0C
segera setelah pembedahan dapat
menandakan infeksi pulmonal/
urinarius/ lika atau pembentukan
tromboflebitis. Peningkatan suhu 4-
7 hari setelah pembedahan sering
menandakan abses luka atau
kebocoran cairan dari sisi
anastomosis.

Observasi penyatuan luka, Perkembangan infeksi dapat


karakter drainase, adanya memperlambat pemulihan.
inflamasi.
Observasi terhadap tanda/ gejala Meskipun persiapan usus dilakukan
peritonotis; demam peningkatan sebelum pembedahan elektif,
nyeri, distensi abdomen. peritonotis dapat terjadi bila usus
terganggu, misalnya ruptur
praoperasi; kebocoran anastomosis
(pascaoperasi); atau bila
pembedahan adalah darurat/ akibat
dari luka kecelakaan.
Pertahankan perawatan luka Melindungi pasien dari kontaminasi
aseptik. Pertahankan balutan silang selama penggantian balutan.
kering. Balutan basah bertindak sebagai
sumbu retrograd, menyerap
kontaminasi eksternal.
Berikan obat-obatan sesuai Untuk mengatasi infeksi.
indikasi : antibiotik
Sumber: Doenges (2000), hal. 502
29

g. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis

dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan/

mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber

informasi

Tujuan : pemahaman klien tentang penyakitnya.

Kriteria hasil : Mengungkapkan pemahaman tentang proses

penyakit dan pengobatan.

Intervensi Rasional
Tinjau ulang prosedur dan Memberikan dasar pengetahuan
harapan pascaoperasi. dimana pasien dapat membuat
pilihan berdasarkan informasi
Diskusikan pentingnya masukan Meningkatkan penyembuhan dan
cairan adekuat, kebutuhan diet. normalisasi fungsi usus.
Demonstrasikan perawatn Meningkatkan penyembuhan,
luka/mengganti balutan yang menurunkan resiko infeksi,
tepat. memberikan kesempatan untuk
mengobservasi pemulihan luka.
Pertahankan perawatan luka Melindungi pasien dari kontaminasi
aseptik. Pertahankan balutan silang selama penggantian balutan.
kering. Balutan basah bertindak sebagai
sumbu retrograd, menyerap
kontaminasi eksternal.
Tinjau perawatan kulit disekitar Membantu mencegah kerusakan
sisi selang. kulit, menurunkan resiko infeksi.

Diskusikan prosedur untuk diikuti Intervensi tepat waktu mencegah


bila selang menjadi berubah komplikasi selanjutnya.
posisi.
Anjurkan peningkatan aktivitas Mencegah kelelahan, merangsang
bertahap sesuai toleransi dengan sirkulasi dan normalisasi funsi
periode istirahat yang adekuat. organ. Meningkatkan penyembuhan
Identifikasi tanda gejala yang Pengenalan dini dari komplikasi
memerlukan evaluasi medis. dan ntervensi segera dapat
Misalnya demam menetap, mencegah progresi situasi serius,
bengkak, eritema, atau terbukanya mengancam hidup.
tepi luka, perubahan karakteristik
30

draenase.
Tinjau ulang keterbatasan/ Menurunkan resiko regangan/
pembatasan aktivitas, misalnya trauma insisi, pembentukan hernia.
tidak mengangkat benda berat
selama 6-8 minggu, menghindari
latihan/ olahraga keras
Sumber: Doenges (2000), hal. 506

4. Implementasi

Pada tahap ini , perawat harus melakukan melaksanakan tindakan

keperawatan yang ada dalam rencana keperawatn. Tindakan dan respon

pasien tersebut langsung dicatat dalam format tindakan keperawatan

(Dinarti, 94).

5. Evaluasi

Evaluasi keperawatan dicatat sesuaikan dengan setiap diagnosa

keperawatan. Evaluasi untuk setiap diagnosa keperawatan meliputi data

subyektif (S), data obyektif (O), analisa permasalahan (A) klien

berdasarkan S dan O, serta perencanaan ulang (P) berdasarkan analisa data

diatas. Evaluasi ini disebut juga evaluasi proses (Dinarti, 98)

Anda mungkin juga menyukai