Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, kehidupan kita tidak lepas dari
organisasi. Terdapat istilah from cradle to grave yang memiliki arti dari bayi
hingga kuburan, artinya adalah organisasi terlibat dalam kehidupan kita mulai
dari kita baru lahir di dunia hingga meninggal dunia. Salah satu contoh
organisasi yang selalu terlibat dalam hidup kita adalah keluarga, keluarga
merupakan contoh organisasi unit terkecil. Dalam pelaksanaan organisasi
tidak lepas dari adanya budaya organisasi. Budaya organisasi terbentuk seiring
dengan perkembangan dari suatu organisasi yang kemudian menjadi sumber
nilai-nilai dari organisasi tersebut.
Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam
cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya
mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan
yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan
bergulirnya waktu, budaya pasti terbentukdalam organisasi dan dapat
pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagiefektivitas
organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu, untuk membahsa lebih lanjut
mengenai budaya organisasi penulis hendak menulis makalah yang berjudul
budaya organisasi.

1.2.Tujuan
a. Untuk menganalisis lebih dalam materi perkuliahan berupa budaya
organisasi
b. Sebagai bahan pembelajaran mata kuliah teori organisasi

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Budaya Organisasi

2.1.1. Pengertian Budaya

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah,


yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi dan akal), diartikan sebagai hal-
hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari bahasa Latin Colere, yaitu
mengolah atau mengerjakan, bisa juga diartikan sebagai mengolah tanah atau
bertani. Istilah culture terkait dengan pengalaman pertama kali manusia
menemukan cara bercocok tanam dengan menggunakan irigasi. Penemuan
pertanian telah mengubah pola kehidupan manusia yang pada masa lampau dari
kelompok nomaden (berpindah-pindah), menjadi kelompok masyarakat yang
menetap. Dengan demikian, culture berkaitan erat dengan perubahan pola
kehidupan masyarakat yang bermula dari pertanian. .

Menurut Edward Burnett Taylor, dalam Koentjaraningrat (2005),


mengemukakan pendapatnya tentang budaya atau peradaban mempunyai
pengertian teknografis yang luas, yaitu merupakan suatu keseluruhan yang
kompleks mencakup pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan segala kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Sementara Selo Soemardjan dan Sulaeman Sumardi
merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau
kebudayaan jasmaniah yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam
sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan untuk keperluan
masyarakat.

Sedangkan menurut Koentjaraningrat, budaya adalah keseluruhan sistem


gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar. Koentjaraningrat
membedakan adanya tiga wujud dari kebudayaan yaitu : (1) Wujud kebudayaan

2
sebagai sebuah kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,
peraturan dan sebagainya. Wujud ini bersifat abstrak karena berada dalam alam
pikir manusia. Wujud pertama kebudayaan ini disebut dengan istilah sistem
budaya (cultural system), yang umumnya dikenal dengan istilah adat istiadat, (2)
Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari
manusia dalam suatu masyarakat. Wujud kedua ini disebut sistem sosial (social
system) yang meliputi seluruh aktivitas manusia dalam berinteraksi, berhubungan,
bergaul menurut pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan yang berlaku,
(3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia atau artefak
berwujud benda-benda seperti gedung, rumah, pakaian, dan lainnya

Sehingga dapat disimpulkan bahwa budaya atau kebudayaan merupakan


keseluruhan sistem kompleks yang meliputi gagasan, tindakan, dan hasil karya
manusia berupa pengetahuan, keyakinan, adat istiadat, hukum, moral, dan
kesenian yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar
hasilnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

2.1.2 Pengertian Organisasi

Organisasi didefinisikan sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok


individu (orang), yang saling berinteraksi menurut suatu pola yang terstruktur
dengan cara tertentu, sehingga setiap anggota organisasi mempunyai tugas dan
fungsinya masing-masing, dan sebagai suatu kesatuan mempunyai tujuan tertentu,
dan juga mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga organisasi dapat dipisahkan
secara tegas dari lingkungannya (Lubis, S.B. Hari, Martani Huseini. 2009.
Pengantar Teori Organisasi, Suatu Pendekatan Makro). Menurut Gibson
(1989:23) dalam Dewi (2006:12) menyatakan bahwa organisasi merupakan
kesatuan yang memungkinkan orang untuk bekerja sama mencapai tujuan.
Sedangkan Robbins (1994:5) menyatakan organisasi merupakan kesatuan sosial
yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif terus
menerus berpartisipasi secara teratur untuk mencapai suatu tujuan bersama atau
sekelompok tujuan.

3
Sondang P. Siagian, mendefinisikan “organisasi ialah setiap bentuk
persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama serta secara formal
terikat dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan
yang mana terdapat seseorang/beberapa orang yang disebut atasan dan seorang/
sekelompok orang yang disebut dengan bawahan.” Sedangkan pengertian
organisasi menurut Thoha yang dikutip Silalahi dalam bukunya “Studi tentan Ilmu
Adminstrasi Konsep, Teori, dan Dimensi” (2003:124) mengemukakan bahwa :

“Organisasi merupakan suatu kerangka hubungan yang berstruktur yang


menunjukkan wewenang, tanggung jawab, dan pembagian kerja untuk
menjalankan suatu fungsi tertentu. Hubungan yang bertruktur ini disebut
hirarki dan konsekuensi dari hirarki ialah adanya kategori kelompok
superior dengan kelompok subordinasi.”
Dapat disimpulkan dari definisi-definisi diatas bahwa organisasi adalah kesatuan
dari seluruh kegiatan yang saling berkaitan antara setiap anggotanya yang di
dalamnya terkoordinir secara struktur dan memiliki tujuan.

2.1.3 Pengertian Budaya Organisasi

Pengertian budaya organisasi menurut Robbins (1998; 248) adalah suatu


sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan
organisasi tersebut dengan organisasi yang lain. Moeljono (2003) menyatakan
budaya organisasi adalah sistem nilai-nilai yang diyakini oleh semua anggota
organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara
berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dijadikan acuan
perilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah
ditetapkan. Pendapat lain dikemukakan oleh Luthans (1998), yang menyatakan
budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan
perilaku anggota organisasi. Setiap anggota akan berperilaku sesuai dengan
budaya yang berlaku agar diterima oleh lingkungannya.

Menurut Sarplin (1995), Budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai,


kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi
dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku
organisasi. Ogbonna dan Harris (dalam Sobirin, 2007:132) mengartikan budaya
organisasi adalah keyakinan, tata nilai, makna, dan asumsi-asumsi yang secara

4
kolektif disebarkan oleh sebuah kelompok sosial guna membantu mempertegas
cara mereka saling berinteraksi dan mempertegas mereka dalam merespon
lingkungan. Sementara menurut Tosi, Rizzo, Carrol (dalam Munanda: 2008:263)
budaya organisasi adalah cara berpikir, berperasaan, dan bereaksi berdasarkan
pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian
organisasi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah suatu pola
atau sistem berupa sikap, nilai, norma perilaku, ritual yang dibentuk,
dikembangkan dan diwariskan kepada anggota organisasi sebagai kepribadian
organisasi tersebut yang membedakan dengan organisasi lain serta berfungsi
untuk mengatasi masalah di dalam organisasi tersebut baik internal maupun
eksternal.

2.2. Fungsi Budaya Organisasi

Budaya organisasi menurut Noe dan Mondy (1996:145), berfungsi untuk


memberikan sense of identity kepada para anggota organisasi untuk memahami
visi, misi, serta menjadi bagian integral dari organisasi, menghasilkan dan
meningkatkan komitmen terhadap misi organisasi, memberikan arah dan
memperkuat standar perilaku untuk mengendalikan pelaku organisasi agar
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan dan sasaran organisasi yang telah disepakati bersama.1 Selain itu,
Siagian (2002:199) memaparkan lima fungsi penting budaya organisasi, yaitu
penentu batas-batas berperilaku, menumbuhkan kesadaran tentang identitas
sebagai organisasi, penumbuhan komitmen, pemeliharaan stabilitas
organisasional, dan mekanisme pengawasan.2

Robbins (2001:294) mengemukakan fungsi budaya dalam suatu organisasi


yaitu:

1
Mondy, R. Wayne, Robert M. Noe, (1993). Human Resources Management.
Allyn and Bacon Inc, USA
2
Siagian, Sondang, P. (2002). Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta:
Rineka Cipta

5
1. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya
budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara suatu organisasi
dengan organisasi lainnya
2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota
organisasi
3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih
luas dari kepentingan diri individu seseorang
4. Budaya untuk meningkatkan kemantapan sistem sosial
5. Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali
yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para pegawai3
2.3. Karakteristik Budaya Organisasi
Budaya organisasi merujuk pada suatu sistem makna bersama yang
dipegang oleh anggota-anggota suatu organisasi, yang membedakan organisasi
tersebut dengan organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini dalam pengamatan
yang lebih seksama merupakan serangkaian karakter penting yang menjadi suatu
organisasi.
Robbins (1996, h.289) menyatakan bahwa hasil-hasil penelitian yang
mutakhir menemukan bahwa ada tujuh karakteristik utama yang secara
keseluruhan mencakup esensi budaya organisasi, ketujuh karakteristik tersubut
adalah:
a. Inovasi dan keberanian mengambil risiko (Innovation and risk taking)
Yaitu sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani
mengambil resiko.
b. Perhatian terhadap detil (Attention to detail)
Yaitu sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan kecermatan, analisis
dan perhatian pada hal-hal detil.
c. Berorientasi kepada hasil (Outcome orientation)
Yaitu sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil
dibandingkan pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai
hasil tersebut.

3
Robbins, Stephen P., (2001), Organizational Behavior, New Jersey: Pearson
Education International

6
d. Berorientasi kepada manusia (People orientation)
Yaitu sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan
efek dari hasil tersebut pada orang-orang di dalam organisasi.
e. Berorientasi tim (Team orientation)
Yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasikan pada tim tidak
hanya pada individu-individu.
f. Agresifitas (Aggressiveness)
Yaitu sejauh mana orang-orang dalam organisasi itu agresif dan kompetitif
daripada santai.
g. Stabilitas (Stability)
Yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan
dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan
pertumbuhan.

2.4. Jenis Budaya Organisasi

Jenis-jenis budaya organisasi dapat dtentukan berdasarkan proses


informasi dan tujuannya (Tika, 2010, h.7).

a. Berdasarkan Proses Informasi


Robert E. Quinn dan Michael R. McGrath membagi budaya organisasi
berdasarkan proses informasi sebagai berikut.
1. Budaya rasional
Proses informasi individual (klarifikasi sasaran pertimbangan
logika, perangkat pengarahan) diasumsikan sebagai sarana bagi
tujuan kinerja yang ditunjukkan (efisiensi, produktivitas, dan
keuntungan atau dampak).
2. Budaya ideologis
Dalam budaya ini pemrosesan informasi intuitif (dari pengetahuan
yang dalam, pendapat, dan inovasi) diasumsikan sebagai sarana bagi
tujuan revitalisasi (dukungan dari luar, perolehan sumber daya dan
pertumbuhan).
3. Budaya consensus

7
Dalam budaya ini pemrosesan informasi kolektif (diskusi,
partisipasi, dan konsesus) diasumsikan untuk menjadi sarana bagi
tujuan kohesi (iklim, moral, dan kerja sama kelompok).
4. Budaya hierarkis
Dalam budaya ini pemrosesan informasi formal (dokumentasi,
komputasi, dan evaluasi) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan
kesinambungan (stabilitas, kontrol, dan koordinasi).
b. Berdasarkan Tujuannya
Ndraha (1997) membagi budaya organisasi berdasarkan tujuannya yaitu
budaya organisasi perusahaan, budaya organisasi publik, dan budaya
organisasi sosial.

2.5. Faktor yang Menentukan Kekuatan Budaya Organisasi

Menurut Luthans (dalam Tika, 2010, h.109) faktor-faktor utama yang


menentukan kekuatan budaya organisasi adalah kebersamaan dan intensitas.

a. Kebersamaan
Kebersamaan adalah sejauh mana anggota organisasi mempunyai
nilai-nilai inti yang dianut secara bersama. Derajat kebersamaan dipengaruhi
oleh unsur orientasi dan imbalan. Orientasi dimaksudkan pembinaan kepada
anggota-anggota organisasi khususnya anggota baru baik yang dilakukan
melalui bimbingan seorang senior terhadap anggota baru maupun melalui
program latihan.
Sedangkan imbalan dapat berupa kenaikan gaji, jabatan, promosi,
hadiah-hadiah, dan tindakan lainnya yang membantu memperkuat komitmen
nilai-nilai inti budaya organisasi.
b. Intensitas
Intensitas adalah derajat komitmen dari anggota-anggota organisasi
kepada nilai-nilai inti budaya organisasi. Derajat intensitas bisa merupakan
suatu hasil dan struktur imbalan. Keinginan pegawai untuk melaksanakan
nilai-nilai budaya dan bekerja semakin meningkat apabila mereka diberi
imbalan.

8
2.6. Budaya Organisasi Kuat dan Lemah

Menurut S.P Robbin (1997) budaya organisasi kuat adalah budaya dimana
nilai-nilai inti organisasi dipegang secara intensif dan dianut bersama secara
meluas anggota organisasi. Ada dua Faktor yang Menentukan Kekuatan Budaya
Organisasi, yaitu Kebersamaan dan Intensitas.

a. Ciri-ciri Budaya Organisasi Kuat adalah sebagai berikut:

1. Anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi.

2. Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam perusahaan


digariskan dengan jelas, dimengerti, dipatuhi dan dilaksanakan oleh
orang-orang di dalam perusahaan sehingga orang-orang yang
bekerja menjadi sangat kohesif.

3. Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan,


tetapi dihayati dan dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara
konsisten oleh orang-orang yang bekerja dalam perusahaan.

4. Organisasi memberikan tempat khusus kepada pahlawan-pahlawan


organisasi dan secara sistematis menciptakan bermacam-macam
tingkat pahlawan.

5. Dijumpai banyak ritual, mulai dari ritual sederhana hingga yang


mewah.

6. Memiliki jaringan kultural yang menampung cerita-cerita kehebatan


para pahlawan.

b. Ciri-ciri Budaya Organisasi Lemah adalah sebagai berikut:

1. Mudah terbentuk kelompok-kelompok yang bertentangan satu sama


lain.

2. Kesetiaan kepada kelompok melebihi kesetiaan kepada organisasi.

3. Anggota organisasi tidak segan-segan mengorbankan kepentingan


organisasi untuk kepentingan kelompok atau kepentingan diri
sendiri.

9
Menurut Robbins (2003) budaya kuat mempunyai dampak yang lebih
besar pada perilaku karyawan dan lebih langsung terkait dengan pengurangan
tingkat keluar masuknya karyawan. Dalam budaya kuat, nilai inti organisasi
dipegang secara mendalam dan dianut bersama secara meluas. Budaya kuat akan
mempuyai pengaruh yang besar pada perilaku anggota-anggotanya karena
tingginya tingkat kebersamaan dan intensitas akan menciptakan iklim internal atas
pengendalian perilaku yang tinggi.
Sebuah organisasi tidak hanya membutuhkan budaya yang kuat, namun
juga membutuhkan budaya yang sehat. Budaya kuat mempunyai dampak positif
ataupun negatif. Jika budaya kuat namun tidak sehat atau beracun (toxic) maka
budaya akan membawa bencana. Tetapi jika budayanya sehat (healthy) maka
budaya akan membawa kesejahteraan (Tjahjono, 2010).
Sebaliknya organisasi yang berbudaya lemah, nilai-nilai yang dianut tidak
begitu kuat sehingga jatidiri organisasi tidak begitu menonjol dan kemungkinan
besar nilai-nilai yang dianut pun berubah setiap pergantian pimpinan atau sesuai
dengan kebijakan pimpinan yang baru. Karakteristik khas dari sebuah budaya
perusahaan yang tidak sehat adalah memiliki ciri-ciri budaya kontraproduktif yang
berdampak buruk pada iklim kerja dan kinerja.
2.7. Contoh Penerapan Budaya Organisasi
Contoh dari penerapan budaya organisasi tercermin dalam salah satu
organisasi, yaitu KPP Pratama Depok Sawangan. Sebuah budaya organisasi
diterapkan seperti sanksi non-administrasi berupa papan kejujuran yang berfungsi
sebagai hukuman moril bagi pegawai. Papan kejujuran ini memuat beberapa
kertas yang berisi pengakuan keterlambatan dengan menuliskan nama dan
permintaan maaf. Papan kejujuran ini merupakan salah satu program
Internalisation Corporate Value (ICV) yang dibentuk oleh DJP sebagai langkah
pembentukan karakter pegawai DJP yang sesuai dengan nilai-nilai kementerian
keuangan, antikorupsi, budaya kementerian keuangan, dan budaya DJP. Program
ICV ini memuat berbagai kegiatan yang bertujuan membentuk kepribadian
pegawai DJP sesuai nilai-nilai kementerian keuangan, antikorupsi, budaya

10
kementerian keuangan, dan budaya DJP. ICV harus dilaksanakan oleh semua unit
kerja di seluruh Indonesia. Seluruh kegiatannya dipantau dan didokumentasikan,
ada agenda yang harus dilakukan setiap hari, setiap pekan, setiap 3 bulan sekali,
dan setiap tahun. Salah satu agenda harian yang dilakukan adalah papan kejujuran
dengan tujuan agar terbentuk sumber daya manusia yang memiliki standar
karakter pegawai Kementerian Keuangan dan menaikkan integritas pegawai agar
disiplin terhadap dirinya sendiri. Program ICV wajib dilaporkan setiap caturwulan
kepada Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.

11
Program ICV ini juga berguna dalam membangun semangat kerja KPP
Pratama Depok Sawangan. Beberapa program yang dijalankan memupuk rasa
kebersamaan dan semangat kerja antarpegawai untuk meningkatkan kinerja di
tahun berikutnya. Salah satu program ICV ini adalah Pajak Bertilawah. Pajak
Bertilawah merupakan kegiatan mengkhatamkan Al-Quran secara nasional oleh
para pegawai pada satuan kerja Direktorat Jenderal Pajak di penghujung tahun
1438 H. Kegiatan Pajak Bertilawah ini awalnya dilaksanakan untuk memenuhi
kebutuhan rohani para pegawai pajak, terutama yang beragama Islam. Namun,
kegiatan ini juga menjadi wadah bagi para pegawai berkumpul dan berdoa
bersama untuk DJP dan pencapaian target penerimaan pajak. Di KPP Pratama
Depok Sawangan sendiri terdapat kegiatan Kajian Islam yang dilakukan di
Musholla Salahhuddin yang bertempat di KPP Pratama Depok Sawangan.
Kegiatan ini dilakukan setiap hari Rabu, Ba’da Ashar, dan terbuka untuk umum.
Kegiatan ini mengundang sejumlah Ustadz dan Ustadzah yang mengisi materi
kajian Islam. KPP Pratama Depok Sawangan juga memiliki motto “JUARA” yang
memiliki kepanjangan jujur, ulet, amanah, rukun, dan aktif. Motto sangat
berpengaruh dalam membangun KPP Pratama Depok Sawangan untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Selain gaji dan tunjangan, pegawai pajak KPP Pratama Depok Sawangan
juga mendapat apresiasi dari Kementerian Keuangan dengan menggelar
Penganugerahan Penghargaan Kinerja DJP. Dalam acara ini, Menteri Keuangan
Sri Mulyani mengapresiasi pegawai pajak yang berprestasi di tingkat nasional
dengan menilai potensi dan pencapaian masing-masing pegawai pajak. Reward
tak hanya diberikan kepada pegawai pajak tetapi juga kepada instansi pajaknya.
Salah satunya adalah diselenggarakannya Penganugerahan Penghargaan Kantor
Pelayanan Terbaik Kanwil DJP Jawa Barat III, dalam acara ini KPP Pratama
Depok Sawangan meraih runner up pada program Kantor Pelayanan Terbaik
Tahun 2017 untuk wilayah Jawa Barat III dan meraih penghargaan Zero
Pengaduan di tahun 2017.

12
Tak hanya pegawai KPP Pratama Depok Sawangan, seluruh pegawai KPP
diwajibkan untuk menerapkan Nilai-Nilai Kementrian Keuangan yang mencakup:
(1) Integritas, yaitu bersikap jujur, tulus, dan dapat dipercaya; (2) Profesionalisme,
yaitu mempunyai keahlian dan pengetahuan yang luas dan bekerja dengan hati;
(3) Sinergi, yaitu memiliki sangka baik, saling percaya dan menghormati, serta
menemukan dan melaksanakan solusi terbaik; (4) Pelayanan, yaitu melayani
dengan berorientasi pada kepuasan pemangku kepentingan dan bersikap proaktif
dan cepat; (5) Kesempurnaan, yaitu melakukan perbaikan terus menerus dan
mengembangkan inovasi dan kreatifitas. Pimpinan dan pegawai KPP Pratama
Depok Sawangan sendiri telah menerapkan kode etik dan nilai-nilai kementrian
keuangan dengan baik.

Selain KPP Pratama Depok Sawangan, penerapan budaya organisasi


sangat diperhatikan oleh perusahaan teknologi besar, yaitu Apple. Apple memiliki
slogan “Think Different” yang menjadi pusat pola berpikir organisasinya. Apple
merumuskan slogan ini dengan memerhatikan nilai dan tujuan yang hendak
dicapai oleh organisasinya. Kemudian perusahaan Apple melakukan internalisasi
nilai-nilai tersebut dengan mengundang pakar atau motivator handal sebagai
media kampanye internal nilai-nilai perusahaan. Secara umum, terdapat delapan
budaya organisasi yang diyakini oleh karyawan Apple yang berawal dari tagline
“Think Different”, yaitu :

1. Memberdayakan karyawan untuk tampil beda


2. Nilai adalah yang terpenting
3. Membuat inovasi berdasarkan keinginan internal
4. Mengontrol informasi
5. Hal-hal kecil yang berkesan
6. Membantu orang melakukan aktivitasnya dengan nyaman
7. Teruslah berinovasi
8. Berani berpikir beda

13
BAB III
KESIMPULAN

Organisasi tidak dapat lepas dalam kehidupan sehari-hari, segala


sesuatu dalam hidup kita diatur oleh organisasi, dalam pelaksanaan organisasi
terdapat budaya organisasi. Budaya organisasi adalah sistem nilai-nilai yang
diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta
dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan
dijadikan acuan perilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan
yang telah ditetapkan.
Contoh dari penerapan budaya organisasi adalah penerapan budaya
organisasi pada KPP Pratama Depok Sawangan, dimana budaya organisasi KPP
Pratama Depok Sawangan terwujud dalam sanksi non-administrasi berupa papan
kejujuran yang berfungsi sebagai hukuman moril bagi pegawai.. Papan kejujuran
ini merupakan salah satu program Internalisation Corporate Value (ICV) yang
dibentuk oleh DJP sebagai langkah pembentukan karakter pegawai DJP yang
sesuai dengan nilai-nilai kementerian keuangan, antikorupsi, budaya kementerian
keuangan, dan budaya DJP.

14
Daftar Pustaka

Tim Revisi, Buku Ajar MPKT A : Depok 2017, Universitas Indonesia


Tika, Pabundu. 2010. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan.
Jakarta: Bumi Aksara

Stephen P Robbins, 1996. Perilaku Organisasi, Konsep, Kontroversi danAplikasi.


Alih Bahasa : Hadyana Pujaatmaka. Edisi Keenam. Jakarta: PT.Bhuana Ilmu
Populer

Sumarwanto, Antonius. 2010. Tesis Analisis Pengembangan Literatur.


http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/135958-T%2028091-
Analisis%20pengembangan-Literatur.pdf diakses pada tanggal 7 Oktober 2018
pukul 20.34

15

Anda mungkin juga menyukai