SKENARIO 1
MATA DIOBATI MENJADI BUTA
BLOK MEDIKOLEGAL
Kelompok A-12
Ketua : Husna Maulidia S (1102014123)
Sekretaris : Hilda Utami (1102014121)
Anggota : Anggi Larasati (1102015023)
Arya Nugraha Karya (1102014040)
Asa Gema Kurniawan (1102015036)
Dessy Indriani (1102014069)
Adibah Nauratul Azkiya (1102015006)
Kadita Pritiwi (1102015109)
Magma Sanggiri (1102015124)
1
SKENARIO
2
KATA SULIT
1. Malpraktek : Kelalaian dari seorang dokter untuk menerapkan tingkat pengetahuan,
kompetensi dan keterampilan pada pasien
2. Hukun Pidana : peraturan yang menentukan perbuatan yang di larang dan yang
termasuk dalam tindakan pidana serta menentukan hukum yang dijatuhkan.
3. Hukum Perdata : Ketentuan yang mengatur hak-hak yang kepentingan individu dalam
masyarakat
PERTANYAAN
1. Apa saja yang mungkin menjadi kerugian materi dan inmateri pada pasien tersebut ?
2. Apa saja contoh mal praktek dalam dunia kesehatan ?
3. Bagaimana cara menyelesaikan kasus ini ?
4. Apa indikasi mal praktek dalam islam ?
5. Apakah terdapat perlindungan hokum dari rumah sakit ?
6. Apakah fungsi dari lembaga hokum kesehatan ?
7. Apa saja tindakan pencegahan mal praktek ?
8. Apa saja jenis mal praktek ?
9. Apa hokum mal praktek dalam islam ?
10. Siapa yang bertanggung jawab jika dokter melakukan mal praktek ?
JAWABAN
1. Inmateri seperti buta dan yang materi seperti sudah mengeluarkan uang yang terlalu
banyak
2. Kesalahan pada saat anastesi, Aborsi yang tidak sesuai indikasi, pemberian obat yang
salah, salah diagnosis, tindakan diluar kompetensi
3. Kodeki, Kekeluargaan/mediasi, Jalur hukum
4. Merugikan pasien dan diri sendiri, tidak sesuai kompetensi
5. ada tergantung dari SOP rumah sakit tersebut
6. untuk melindungi orang – orang yang terkena mal praktek yang di naungi oleh
departemen hokum dan ham dan sebagai jembatan antara korban dan terduga yang
melakukan mal praktek
7. Imformed consent, rekam medis, komunikasi yang baik, tindakan yang sesuai SOP
8. Malpraktek Etik, MalPraktek Disiplin, Malpraktek Hukum
9. Haram jika disengaja
10. Dokter bersangkutan & rumah sakit dan klinik tempat dokter tersebut praktek
HIPOTESIS
Malpraktek merupakan kelalaian dokter untuk menerapkan tingkat pengetahuan, kompetensi
dan keterampilan pada pasien yang menyalahi undang – undang, kode etik dan haram
menurut agama Islam.
3
SASARAN BELAJAR
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Malpraktek
LO.1.1, Memahami dan Menjelaskan Definisi Malpraktek
LO.1.2. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Malpraktek
LO.1.3. Memahami dan Menjelaskan Alur Malpraktek
LI.2. Memahami dan Menjelaskan Informed Consent
LI.3. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam Terhadap Malpraktek
4
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Malpraktek
LO.1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Malpraktek
Malpraktik atau malpractice berasal dari kata ”mal” yang berarti buruk dan ”practice”
yang berarti suatu tindakan atau praktik, dengan demikian malpraktek adalah suatu tindakan
medis buruk yang dilakukan dokter/tenaga kesehatan dalam hubungannya dengan pasien.
Malparaktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh dokter/tenaga kesehatan
pada waktu melakukan pekerjaan profesionalnya, tidak memeriksa, tidak menilai, tidak
berbuat atau meninggalkan hal-hal yang diperiksa, dinilai, diperbuat atau dilakukan oleh
dokter pada umumnya didalam situasi dan kondisi yang sama (Berkhouwer & Vorsman,
1950).
Menurut Hoekema, 1981 malpraktik adalah setiap kesalahan yang diperbuat oleh
dokter karena melakukan pekerjaan kedokteran dibawah standar yang sebenarnya secara rata-
rata dan masuk akal, dapat dilakukan oleh setiap dokter dalam situasi atau tempat yang sama,
dan masih banyak lagi definisi tentang malparaktik yang telah dipublikasikan. Kelalaian
medik.
Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan nonfeasance:
• Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hokum atau
tidak tepat/layak (unlawful atau improper), misalnya melakukan
tindakan medis tanpaindikasi yang memadai.
• Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi
dilaksanakandengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan
tindakan medisdengan menyalahi prosedur
• Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan
kewajiban baginya. Bentuk-bentuk kelalaian di atas sejalan dengan
bentuk-bentuk error (mistakes, slips and lapses), namun pada kelalaian harus memenuhi
keempat unsur kelalaian dalam hukum khususnya adanya kerugian, sedangkan error tidak
selalu mengakibatkan kerugian.
Demikian pula adanya latent error yang tidak secara langsung menimbulkan dampak
buruk .Suatu perbuatan atau sikap dokter atau dokter gigi dianggap lalai apabila
memenuhiempat unsur di bawah ini, yaitu:
1.Duty atau kewajiban dokter dan dokter gigi untuk melakukan sesuatu tindakan atauuntuk
tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasidan
kondisi yang tertentu.
2.Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut.
3.Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai
kerugian akibat dari layanan kesehatan/kedokteran yang diberikan oleh pemberilayanan.
4. Direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal ini harus
terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugianyang
setidaknya merupakan “proximate cause”.
5
Bentuk-bentuk Malpraktek
Malpraktik etik adalah tindakan dokter yang bertentangan dengan etika kedokteran,
sebagaimana yang diatur dalam kode etik kedokteran Indonesia yang merupakan seperangkat
standar etika, prinsip, aturan, norma yang berlaku untuk dokter.
Malpraktik perdata terjadi jika dokter tidak melakukan kewajiban (ingkar janji) yaitu
tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati. Tindakan dokter yang
dapat dikatagorikan sebagai melpraktik perdata antara lain :
6
b. Malpraktik Pidana (criminal malpractice)
Malpraktik pidana terjadi, jika perbuatan yang dilakukan maupun tidak dilakukan
memenuhi rumusan undang-undang hukum pidana. Perbuatan tersebut dapat berupa
perbuatan positif (melakukan sesuatu) maupun negative (tidak melakukan sesuatu) yang
merupakan perbuatan tercela (actus reus), dilakukan dengan sikap batin yang slah (mens rea)
berupa kesengajaan atau kelalauian. Contoh malpraktik pidana dengan sengaja adalah :
7
Dengan demikian untuk pembuktian malpraktik secara hukum pidana meliputi unsur :
1) Telah menyimpang dari standar profesi kedokteran;
2) Memenuhi unsur culpa lata atau kelalaian berat; dan
3) Tindakan menimbulkan akibat serius, fatal dan melanggar pasal 359, pasal 360,
KUHP.
Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan pasal 360 sebagai berikut :
1) Adanya unsur kelalaian (culpa).
2) Adanya wujud perbuatan tertentu .
3) Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain.
4) Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang lain
itu.
8
Alur Penyelesaian Hukum
9
MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEDOKTERAN (MKEK)
MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) adalah badan otonom IDI yang
bertanggung jawab mengkoordinasi kegiatan internal organisasi dalam pengembangan
kebijakan, pembinaan pelaksanaan dan pengawasan penerapan etika kedokteran.
Dalam hal pengembangan dan pelaksaaan kebijakan yang bersifat nasional dan
strategis, MKEK wajib mendapat persetujuan dalam forum Musyawarah Pimpinan Pusat.
MKEK dibentuk pada tingkat pusat, wilayah, dan cabang. MKEK di tingkat cabang
dibentuk apabila dianggap perlu atas pertimbangan dan persetujuan dari MKEK wilayah.
MKEK bertanggung jawab kepada muktamar musyawarah wilayah dan musyawarah cabang
sesuai dengan tingkat kepengurusan. Masa jabatan MKEK sama dengan PB IDI
Kepengurusan MKEK sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota. MKEK
wilayah dan cabang mengadakan koordinasi dengan pengurus wilayah dan pengurus cabang,
sesuai dengan tingkat kepengurusan.
Pedoman MKEK ini merupakan jabaran dan pedoman pelaksanaan dari Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga IDI tentang MKEK dalam rangka pengaturan substansi etika
kedokteran bagi setiap pengabdian profesi dokter di Indonesia, penegakan, pengawasan,
bimbingan, penilaian pelaksanaan, penjatuhan sanksi etika, rehabilitasi (pemulihan hak-hak
profesi), dan interaksi kelembagaan MKEK dengan sesama perangkat dan jajaran internal IDI
atau lembaga etika lainnya di luar IDI.
Status MKEK:
1. Sebagai badan otonom IDI
2. Segala keputusannya di bidang etika tidakdipengaruhi pengurus IDI
3. Keputusan MKEK mengikat pengurus IDI
Kewajiban MKEK
10
2. MKEK Pusat mempertanggungjawabkan kinerja dari program kerjanya kepada
Muktamar, MKEK Wilayah kepada Musyawarah Wilayah IDI dan MKEK Cabang ke
Rapat Anggota Cabang IDI setempat
3. MKEK wajib menyimpan kerahasiaan medik kasus yang disidangkannya apabila
secara eksplisit diminta oleh pasien pengadu.
4. MKEK Pusat dalam batas kemampuannya wajib meningkatkan kapasitas
pengetahuan, sikap dan ketrampilan anggota MKEK Wilayah dan Cabang yang
memerlukannya.
Fungsi
Perkara yang dapat diputuskan di majelis ini sangat bervariasi jenisnya. Di MKEK
IDI Wilayah DKI Jakarta diputus perkara-perkara pelanggaran etik dan pelanggaran disiplin
profesi, yang disusun dalam beberapa tingkat berdasarkan derajat pelanggarannya
Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak
dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam
bentuk permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan
kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan
tentang jalannya persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat
untuk sepaham dengan putusan MKEK.
Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau
Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya
diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter
teradu menerima keterangan telah menjalankan putusan.
Tatacara Pengelolaan
a. Ketua MKEK dipilih dan ditetapkan dalam muktamar, musyawarah wilayah dan
musyawarah cabang.
b. Pengurus MKEK adalah anggota biasa.
c. Ketua MKEK tingkat pusat dipilih dalam sidang khusus MKEK di muktamar dan
dikukuhkan dalam sidang pleno muktamar.
d. MKEK segera menjalankan tugas-tugasnya setelah selesainya muktamar, musyawarah
wilayah, dan musyawarah cabang.
e. MKEK dapat melakukan kegiatan atas inisiatif sendiri ataupun atas usul serta
permintaan.
f. MKEK mengadakan pertemuan berkala sesama pengurus ataupun dengan pihak lain
yang ditentukan sendiri oleh MKEK.
1. Menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam
penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi.
2. Menetapkan sanksi disiplin.
11
Sesuai dengan UU PRADOK NO.29 Tahun 2004 Pasal 55 ayat (1) yang berisi
‘Menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktil kedokteran.
MKDKI sebagai lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia. Majelis ini dibentuk
ditingkat pusat dan provinsi. Anggota MKDKI terdiri dari 3 orang dokter dari organisasi
profesi, 1 orang dokter dari asosiasi rumah sakit (dalam hal ini PERSI), dan 3 orang sarjana
hukum. Anggota-anggota dalam majelis ditetapkan oleh menteri atas usulan organisasi
profesi. Masa bakti MKDKI adalah 5 tahun dan dapat diusulkan kembali untuk 1 kali masa
jabatan lagi.
Tugas MKDKI :
Disiplin Kedokteran
12
Tujuan Penegakan Disiplin Kedokteran
Tujuan utama adalah untuk proteksi pasien. Tujuan lainnya yaitu untuk menjaga mutu
dokter atau dokter gigi dan juga untuk menjaga kehormatan profesi kedokteran atau
kedokteran gigi.
Pelanggaran Disiplin
Tidak memenuhi:
1. Tidak kompeten
2. Tidak merujuk
3. Dokter atau dokter gigi pengganti tidak diberitahu ke pasien, Tidak memiliki SIP
4. Tidak layak praktik (kesehatan fisik dan mental)
5. Kelalaian dalam penatalaksanaan pasien
6. Pemeriksaan dan pengobatan berlebihan
7. Tidak memberikan informasi yang jujur
8. Tidak ada informed consent
9. Tidak membuat atau menimpan rekam medis
10. Penghentian kehamilan tanpa indikasi medis
11. Euthanasia
12. Penerapan pelayanan yang belum diterima ilmu kedokteran
13. Penelitian klinisi tanpa persetujuan etis.
14. Tidak memberi pertolongan darurat.
15. Menolak atau menghentikan pengobatan tanpa alasan yang sah
16. Membuka rahasia medis tanpa izin
17. Membuat keterangan medis tidak benar
18. Ikut serta tindakan penyiksaan
19. Peresepan obat psikotropik/narkotik tanpa indikasi
20. Pelecehan seksual, initimidasi, dan kekerasan
21. Penggunaan gelar akademik atau profesi palsu
22. Menerima komisi terhadap rujukan atau resepan
23. Pengiklanan diri yang menyesatkan
24. STR, SIP, Sertifikan kompetensi tidak sah
25. Imbalan jasa tidak sesuai tindakan.
13
Proses Pengaduan Pelanggaran
A. PENGADUAN (ADMISSION)
B. VERIFIKASI
C. PEMERIKSAAN AWAL OLEH MPA
D. INVESTIGASI (INQUIRY)
A. PEMBACAAN KEPUTUSAN
B. PENGAJUAN KEBERATAN TERADU (JIKA ADA)
C. PENYAMPAIAN KEPUTUSAN KEPADA PIHAK TERKAIT
14
Dalam formulir pengaduan, terdapat beberapa informasi yang harus diberikan, antara lain :
1. Identitas pengadu/pelapor;
2. Identitas pasien (jika pengadu bukan pasien);
3. Nama dan tempat praktik dokter/dokter gigi yang diadukan;
4. Waktu tindakan dilakukan;
5. Alasan pengaduan dan kronologis;
6. Pernyataan tentang kebenaran pengaduan, dsb
Setelah semua kelengkapan data pengaduan diterima, Anda akan mendapatkan tanda
terima pengaduan (berisi nomor register pengaduan). Setelah dilakukan verifikasi, pengaduan
akan ditangani oleh Majelis Pemeriksa Awal ataupun Majelis Pemeriksa Disiplin.
Sesuai UU Praktik Kedokteran, sanksi disiplin dalam keputusan MKDKI dapat berupa:
1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) atau Surat Izin Praktik (SIP);
dan/atau
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran
atau kedokteran gigi
Keputusan MKDKI bersifat final dan mengikat dokter/dokter gigi yang diadukan,
KKI, Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, serta instansi terkait.
Dokter/dokter gigi yang diadukan dapat mengajukan keberatan terhadap keputusan MKDKI
kepada Ketua MKDKI dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari sejak dibacakan atau
diterimanya keputusan tersebut dengan mengajukan bukti baru yang mendukung
keberatannya
Definisi
Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat
penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang dilakukan terhadap pasien
tersebut.
15
b. Implied Emergency Consent (Keadaan Gawat Darurat)
Bila pasien dalam kondiri gawat darurat sedangkan dokter perlu melakukan tindakan
segera untuk menyelematkan nyawa pasien sementara pasien dan keluarganya tidak
bisa membuat persetujuan segera. Seperti kasus sesak nafas, henti nafas, henti
jantung.
c. Expressed Consent (Bisa Lisan/Tertulis Bersifat Khusus)
Persetujuan yang dinyatakan baik lisan ataupun tertulis, bila yang akan dilakukan
melebihi prosedur pemeriksaan atau tindakan biasa. Misalnya pemeriksaan vaginal,
pencabutan kuku, tindakan pembedahan/operasi, ataupun pengobatan/tindakan
invasive.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang
kuat. Menurut American College of Physicians’ Ethics Manual, pasien harus mendapat
informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda
dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut hukum
penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus
lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.
16
Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan tindakan
b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan, meliput:
Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif, diagnostik,
terapeutik ataupun rehabilitatif
Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah
tindakan serta efek samping atau ketidaknyamanan yang mungkin terjadi
Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing alternatif
tindakan
Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat
akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga lainnya
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum
Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau dampaknya sangat ringan
Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan, meliputi:
Prognosis tentang hidup-matinya
Prognosis tentang fungsinya
Prognosis tentang kesembuhan
f. Perkiraan pembiayaan
17
e. Persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang
memberi persetujuan secara tertulis sebelum dimulainya tindakan
Tanggung Jawab
a. Pelaksanaan tindakan kedokteran yang telah mendapat persetujuan menjadi tanggung
jawab dokter atau dokter gigi yang melakukan tindakan kedokteran
b. Sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas pelaksanaan persetujuan
tindakan kedokteran
Pasien Dokter
Informasi
Mempertimbangkan /
memutuskan
SETUJU MENOLAK
Penandatanganan Penandatanganan
Form persetujuan Form penolakan
18
2. Memperoleh informasi dan pengelolaan, kewajiban dokter
3. Informed Consent dianggap benar:
a. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan untuk tindakan medis yang
dinyatakan secara spesifik.
b. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan tanpa paksaan (valuentery)
c. Persetujuan dan penolakan tindakan medis diberikan oleh seseorang (pasien) yang
sehat mental dan memang berhak memberikan dari segi hukum
d. Setelah diberikan cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan
4 Isi informasi dan penjelasan yang harus diberikan :
a. Tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang ada dilakukan
(purhate of medical procedure)
b. Tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (consenpleated medical
procedure)
c. Tentang risiko
d. Tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e. Tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan risiko –risikonya
(alternative medical procedure and risk)
f. Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukan
g. Diagnosis
5. Kewajiban memberi informasi dan penjelasan
a. Dokter yang melakukan tindakan medis tanggung jawab
b. Berhalangan diwakilkan kepada dokter lain, dengan diketahui dokter yang
bersangkutan
6. Cara menyampaikan informasi
a. Lisan
b. Tulisan
6. Pihak yang menyatakan persetujuan
a. Pasien sendiri, umur 21 tahun lebih atau telah menikah
b. Bagi pasien kurang 21 tahun dengan urutan hak :
Ayah/ibu kandung
Saudara saudara kandung
c. Bagi pasien kurang 21 tahun tidak punya orang tua/berhalangan, urutan hak :
Ayah/ibu adopsi
Saudara-saudara kandung
Induk semang
d. Bagi pasien dengan gangguan mental, urutan hak :
Ayah/ibu kandung
Wali yang sah
Saudara-saudara kandung
e. Bagi pasien dewasa dibawah pengampuan (curatelle) :
Wali
Kurator
f. Bagi pasien dewasa telah menikah/orangtua
Suami/istri
Ayah/ibu kandung
Anak-anak kandung
Saudara-saudara kandung
8. Cara menyatakan persetujuan
a. Tertulis; mutlak pada tindakan medis resiko tinggi
19
b. Lisan; tindakan tidak beresiko
9. Jenis tindakan medis yang perlu informed consent disusun oleh komite medik
ditetapkan pimpinan RS.
10. Tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat yang tidak didampingi oleh keluarga
pasien.
11. Format isian informed consent persetujuan atau penolakan
a. Diketahui dan ditandatangani oleh kedua orang saksi, perawat bertindak sebagai
salah satu saksi
b. Materai tidak diperlukan
c. Formulir asli harus dismpan dalam berkas rekam medis pasien
d. Formulir harus ditandatangan 24 jam sebelum tindakan medis dilakukan
e. Dokter harus ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti telah diberikan
informasi
f. Bagi pasien/keluarga buta huruf membubuhkan cap jempol ibu jari tangan
kanannya
12. Jika pasien menolak tandatangan surat penolakan maka harus ada catatan pada rekam
medisnya.
20
LI.3. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam Terhadap Malpraktek
Malpraktek adalah tindakan yang salah dalam pelaksanaan suatu profesi. Istilah ini bisa
dipakai dalam berbagai bidang, namun lebih sering dipakai dalam dunia kedokteran dan
kesehatan. Perlu diketahui bahwa kesalahan dokter atau profesional lain di dunia medis –
kadang berhubungan dengan etika/akhlak. Malpraktek juga kadang berhubungan dengan
disiplin ilmu kedokteran.
Bentuk-bentuk malpraktek:
a. Tidak punya keahlian (jahil)
Melakukan praktek pelayanan kesehatan tanpa memiliki keahlian, baik tidak
memiliki keahlian sama sekali dalam bidang kedokteran, atau memiliki sebagian
keahlian tapi bertindak diluar keahliannya. Orang yang tidak memiliki keahlian di
bidang kedokteran kemudian nekat membuka praktek, telah disinggung oleh Nabi
SAW dalam sabda beliau:
ْامن
ِ ض َْ َّب َولَمْ يُعلَمْ ِمن ْهُ ِطبْ قَب
َ ل ذَ ِلكَْ فَ ُه َْو َ َ َمنْ ت
َْ طب
“Barang siapa yang mengobati orang sakit dan sebelumnya tidak diketahui memiliki
keahlian, maka ia bertanggung jawab” (HR. Abu Dawud no.4575, an-Nasai’
no.4845 dan Ibnu Majah no. 3466. Hadits hasan. Lihat Silsilah al-Ahadits ash-
Shahihah no. 635)
Kesalahan ini sangat berat, karena menganggap remeh kesehatan dan nyawa banyak
orang, sehingga para Ulama sepakat bahwa Mutathabbib (pelaku pengobatan yang
bukan ahlinya) harus bertanggung jawab jika timbul masalah dan harus dihukum agar
jjera dan menjadi pelajaran bagi orang lain
21
Pembuktian Malpraktek
Agama Islam mengajarkan bahwa tuduhan harus dibuktikan. Demikian pula, tuduhan malpraktek harus
diiringi dengan bukti, dan jika terbukti harus ada pertanggungjawaban dari pelakunya. Ini adalah salah satu
wujud keadilan dan kemuliaan ajaran Islam. Jika tuduhan langsung diterima tanpa bukti, dokter dan
paramedis terzhalimi, dan itu bisa membuat mereka meninggalkan profesi mereka, sehingga akhirnya
membahayakan kehidupan umat manusia. Sebaliknya, jika tidak ada pertanggungjawaban atas tindakan
malpraktek yang terbukti, pasien terzhalimi, dan para dokter bisa jadi berbuat seenak mereka. Dalam
dugaan malpraktek, seorang hakim bisa memakai bukti-bukti yang diakui oleh syariat sebagai berikut:
22
Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip- prinsip ilmiah, tapi tidak mendapat ijin dari pasien, wali
pasien atau pemerintah, kecuali dalam keadaan darurat.
c. Ta'zir berupa hukuman penjara, cambuk, atau yang lain.
Ta'zir berlaku untuk dua bentuk malpraktek:
Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan tidak ada
kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.
Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah.
23
Daftar isi
Agus M. Algozi. Rekam Medis Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. FK
UNAIR-RS. DR. Soetomo. Surabaya.
AbouZahr1, Carla & Boerma1,Ties . Health information systems: the foundations of public
health in Bulletin of the World Health Organization August 2005, 83 (8)
Departemen Kesehatan RI., Pedoman Sistem Pencatatan Rumah Sakit (Rekam medis/Medical
Record , 1994
Hanafiah MJ, Amir Amri. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan Edisi 3. Jakarta: EGC .
1998
World Health Organization, Medical Records Manual , A Guide for Developing Countries,
2006
24